"Dewa."Bibir Arxen tanpa sadar menggumamkannya. Dia ikut berlutut di dekat ibunya. Membuat Bellanca kembali mendapatkan akal sehatnya. "Mohon ampuni manusia yang bodoh ini, dewa." Bellanca bersujud di depan sosok itu. Sedikit gemetaran setelah mengalami sesuatu yang luar biasa dan tidak pernah dia sangka sebelumnya. "Saya sangat bodoh hingga tak bisa mengenali Anda padahal Anda telah berada sangat dekat dengan kami." "Itulah tujuanku. Karena tugasku adalah untuk membuat Arxen memperoleh kekuatan itu."Arxen menelan ludah saat mendengar perkataan itu. Meski terlihat ragu, dia memutuskan untuk tetap bertanya. "Apakah ... dewa Althopheus yang memerintahkannya pada Anda?"Sang guru menatap lekat pada Arxen untuk beberapa lama, namun dia memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, dia justru memperkenalkan diri. "Akulah Atlemos, pelayan dari sang dewa tertinggi, dewa agung yang berkuasa atas delapan alam. Aku adalah pedang dan tombak milik dia yang luar biasa." Suara it
Kala itu, istana langsung dihebohkan dengan berita tentang keberhasilan Arxen yang membangkitkan sihir yang telah lama menghilang dari peradaban. Banyak desas-desus menyebar di setiap penjuru istana. Ditambah, istana yang terlihat sibuk mempersiapkan pesta yang diperintahkan oleh Bellanca. Bellanca sungguh tidak menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. Dia bergerak dengan cepat untuk melakukan sesuatu yang akan membuat Arxen semakin bersinar lebih dari siapa pun. Dia seolah ingin mengatakan bahwa orang lain selamanya tidak akan bisa merebut posisi Arxen di Kekaisaran dan istana. Lalu diantara hiruk-pikuk istana yang tengah mempersiapkan banyak hal, di sisi lain Theron sedang berada di istana Peony untuk menikmati teh bersama wanita itu dan kedua putranya. Saat sebelumnya Theron mendengar tentang Bellanca yang ingin mengadakan pesta untuk Arxen, awalnya dia hanya membiarkan saja karena sudah lama juga sejak istana terakhir kali melaksanakan pesta. Dengan pesta ini juga Theron nantin
Semua pasang mata langsung melihat ke arah Bellanca. Banyak pasang mata yang membola saat mereka menyadari kehadiran dua sosok penting di istana itu ternyata telah hadir di depan mereka. Para pelayan lantas menunduk dalam saat sang permaisuri berjalan mendekat. "Selamat datang di kediaman Evanthe, Yang Mulia." Macario buru-buru memberi salam pada Bellanca. Pria tua itu segera menunduk, berusaha menunjukkan rasa hormatnya di depan Permaisuri Kekaisaran Hillario. "Tolong Anda jangan tersinggung, Yang Mulia. Kami sama sekali tidak bermaksud membuat Anda melihat hal yang tak pantas ini. Ini ... juga bukan seperti yang Anda pikirkan."Lagi-lagi Macario harus menahan kekesalannya dan membungkuk dengan rasa malu karena kecerobohan Beroz. Anak semata wayangnya itu selalu saja menyusahkan. Berani mengangkat tangan untuk memukul Aruna padahal kereta Bellanca sudah berhenti di depan mereka saat Aruna bilang ingin maju ke depan. Macario tidak mengerti kenapa putranya begitu bodoh? Kalau pun Ber
Malam itu, istana dihias dengan megah dan gemerlap di seluruh penjuru yang ada. Sebuah perayaan besar yang dilaksanakan di istana tentu terlihat begitu indah. Banyak jenis makanan yang tertata rapi di atas meja, juga anggur pilihan yang memiliki harga yang sangat mahal. Suara riuh memenuhi aula utama istana kekaisaran yang saat ini dipenuhi dengan para Bangsawan yang datang dari seluruh penjuru Kekaisaran. Meski pesta yang diadakan terbilang cukup mendadak, tapi persiapannya seperti telah dimulai sejak beberapa bulan lalu dan para undangan yang datang pun tidak sedikit.Terlihat jelas bahwa ini adalah sebuah perayaan skala besar yang tentu saja tidak akan bisa dilakukan oleh sembarang orang. Semua orang terlihat sibuk berbincang dengan para kenalannya, dan beberapa juga terlihat sibuk mencari relasi baru. Namun dalam pikiran mereka, tentu semua yang ada sudah menunggu sang tokoh utama yang telah membuat mereka penasaran selama beberapa hari terakhir ini. "SANG BULAN KEKAISARAN, YAN
"Kami memberi salam pada sang Matahari Agung. Semoga cahaya Anda selalu menerangi Kekaisaran ini." Semua yang hadir lantas membungkuk serentak. Memberi hormat pada sosok dengan kekuasaan tertinggi yang memerintah Hillario. Sang Kaisar yang datang ditemani para bawahan setianya kini tengah menuju ke arah Bellanca yang memandang kesal meski bibirnya mengulas senyum. Padahal tadi Bellanca sangat senang. Dia bahkan dengan sengaja tidak memedulikan Peony dan anak-anak wanita itu yang hadir dalam pesta ini untuk membuat suasana hatinya tetap terjaga. Tapi Theron tanpa tahu malu telah merusak semuanya. Theron membuat suasana hati Bellanca langsung memburuk hanya dengan melihat wajah suaminya itu. Belum lagi, Bellanca dan Arxen nantinya harus memberi salam secara langsung pada Theron sebagai orang yang menjadi penyelenggara pesta. Meski sangat enggan, mereka terpaksa harus melakukannya karena posisi Theron sebagai Kaisar. Kalau dalam situasi lain mungkin Bellanca dan Arxen bisa bersikap s
Pesta malam itu berakhir dengan baik. Semua berjalan dengan lancar, terlebih niat Bellanca untuk pamer. Terlihat dengan jelas bahwa semua Bangsawan mulai menunjukkan sikap yang lebih berhati-hati lagi di hadapan mereka.Setelah ini, pasti akan sangat banyak orang yang mengubah keberpihakan mereka. "Selamat pagi, Ibu." Pagi itu, Arxen datang menemui Bellanca di istana permaisuri setelah sebelumnya wanita itu meminta Arxen untuk menemuinya. "Oh, putraku sudah tiba." Bellanca seperti biasa menampakkan senyum cerahnya. Dia kemudian menyuruh Arxen untuk menempati sofa di sebelahnya setelah Bellanca memberi kode pada semua pelayan untuk pergi dari sana. "Duduklah, Arxen. Ada hal penting yang ingin Ibu bicarakan denganmu." Arxen mengangguk dan dengan patuh menempati tempat kosong di sebelah Bellanca. Dia melihat ibunya dengan tatapan ingin tahu, "hal penting apa yang ingin Ibu bicarakan denganku sepagi ini?" "Kau masih ingat tentang sihir yang Ibu pernah sebutkan padamu dulu?" Kening A
Atas bantuan dari kekuatan sihirnya yang diberkati langsung oleh dewa, kemampuan Arxen jadi semakin meningkat. Terbukti, hanya dalam beberapa hari Arxen jadi mampu menguasai sihir pengendali pikiran yang Bellanca ajarkan padanya. Sihir yang normalnya baru bisa dikuasai setelah melalui latihan yang panjang dan rumit itu segera bisa Arxen gunakan hanya dalam berapa hari pembelajarannya. Kemampuannya yang bertambah dratis itu sampai membuat merinding. Arxen kini bagaikan tengah berdiri di atas awan. Dia bisa mengendalikan pikiran dan tindakan orang lain dengan satu gerakan saja. Ditambah dengan kekuatan sihir yang diberikan dewa padanya, Arxen benar-benar telah menjadi sosok yang terlalu beruntung dan 'berkuasa'. "Siapkan semua dengan pelayanan terbaik. Pastikan tidak ada yang kurang."Pagi itu, istana Arxen tengah disibukkan dengan berbagai macam hal. Sang pangeran yang tidak biasa melakukan hal semacam ini, tiba-tiba turun tangan langsung untuk mengecek dan mengarahkan mereka melaku
"Aruna.""Ya?" Aruna menoleh karena namanya dipanggil. Saat ini dia masih ditarik Arxen dan mengikuti pemuda itu, dituntun untuk memasuki wilayah dari sebuah istana yang tampak megah dan ramai dengan banyaknya pelayan dan ksatria yang langsung memberi salam saat melihat mereka. Aruna berkedip beberapa kali. Dia memerhatikan wajah Arxen dari samping. Dapat melihat dan merasakan adanya perubahan dalam diri pemuda itu. Untuk alasan yang tidak Aruna ketahui, Arxen terlihat sedang menahan emosi. Pria itu seperti memendam sebuah amarah yang tidak bisa dia luapkan. Tapi tidak hanya itu saja. Aruna dapat merasakan adanya emosi lainnya, hanya saja dia tidak terlalu mengerti dengan semua itu. Arxen terlihat ragu-ragu untuk sesaat. Mulutnya terbuka, namun ucapan yang keluar cukup terlambat. "Apa ... yang kalian bicarakan?" Arxen sempat melirik ke arah Aruna. Mencoba melihat wajah gadis yang sedang menatapnya itu. Aruna terlihat kebingungan dengan pertanyaan Arxen. "Bicarakan? Dengan siapa
Saat pagi telah tiba, Aruna bangun dengan tubuh yang terasa lebih ringan dibanding biasanya. Gadis itu tersenyum senang saat memulai hari di kamar baru yang dia akan tempati sementara kamarnya sedang dalam perbaikan. Dengan terbongkarnya sihir Aruna semalam, perlakuan yang dia terima di kediaman ini jadi berbeda. Jelas sekali terlihat bahwa para pelayan jadi semakin segan terhadap Aruna, dan beberapa bahkan seperti menjauh karena takut dengan kekuatannya. Aruna yakin, gara-gara kejadian ini keluarga terlebih kedua kakaknya pun jadi harus berpikir ribuan kali untuk mengganggu dirinya karena takut dengan sihir besar yang dia miliki. Bahkan kedua orang tuanya sekarang tidak bisa berlaku semena-mena. Mereka jadi menahan diri apalagi saat Macario secara terang-terangan menunjukkan dukungan dan keberpihakannya pada Aruna. Bisa dibilang, hidup Aruna di kediaman ini mulai berubah ke arah yang semakin baik hanya karena Aruna menunjukkan kemampuan sihir yang selama ini ditutup-tutupinya. Sa
"Aku akan mengirimkan para pelayan yang akan melayanimu. Mereka akan kutugaskan untuk melindungimu dari kejahatan yang dilakukan oleh keluargamu. Mereka akan terus memberi laporan padaku, selain itu kita juga bisa tetap berhubungan. Kau hanya perlu menitipkan suratmu pada mereka, Aruna."Waktu telah banyak berlalu dan mengubah banyal hal, namun Aruna masih mengingat dengan jelas ucapan Arxen yang diucapkan lebih dari enam tahun yang lalu, tepatnya setelah Arxen menyampaikan perpisahannya dan 'menghilang' dari pandangan Aruna. Saat itu, pemuda yang paling Aruna percayai dan yang menjadi tempatnya bergantung itu tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat Aruna langsung kecewa. Arxen keluar dari area yang dapat dijangkau oleh Aruna. Seperti janjinya, Arxen memang mengirimkan beberapa pelayan sebagai gantinya. Awalnya para pelayan itu memang melayani Aruna dengan baik dan menentang siksaan yang ditujukan pada Aruna. Aruna dilindungi oleh mereka dengan membawa nama Arxen. Semua berjal
Aruna melangkah ringan di koridor panjang kediaman Evanthe. Gadis itu bersenandung pelan, sedang bibirnya mengulas senyum bahagia. Suasana hati gadis itu terlihat sangat bagus kali ini, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya selama beberapa hari terakhir ini. Di belakangnya, para pelayan dengan setia mengikuti ke mana kaki sang Nona akan melangkah. Aruna lalu mempercepat langkah kakinya dan berhenti tepat di ujung tangga. Sedikit menunduk, Aruna melihat pintu kediamannya yang masih tertutup. Menoleh pada pelayan yang kini sudah ada di sampingnya, Aruna bertanya dengan tidak sabaran, "apa sudah ada kabar dari Arxen lagi? Kapan dia akan sampai?" "Tidak ada kabar lain yang datang, Nona." Salah satu pelayan yang paling senior di antara mereka menjawab. "Kabar terakhir yang diterima hanya surat yang memberi tahu kalau Yang Mulia Pangeran akan berkunjung sore ini." Aruna langsung mendesah meski pelan. Jelas sekali ada kekecewaan yang timbul di raut wajahnya. Dia kembali meliha
Halo, ini Cyra Arluna. Tujuan saya buat bab catatan ini sebenernya karena catatan yang bisa ditambahin perbab itu limit cuma bisa 150 words, sedangkan catatan penulis saya kali ini ada dua kali lipatnya hehehe. Saya rasa ini penting untuk disampaikan, dan dulu sudah pernah saya sampaikan di pf sebelah juga.Di cerita ini saya mengangkat beberapa isu-isu yang sebenarnya sangat disayangkan tapi mungkin orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri gak sadar pengaruh besar yang dihasilkannya. Contohnya pola asuh keluarga Aruna yang buruk akan berdampak pada pertumbuhan Aruna yang pasti akan punya cara berpikir dan bertindak yang melenceng. Saya pengen orang-orang makin sadar kalau pola asuh itu salah satu aspek paling penting yang berpengaruh pada pertumbuhan suatu individu. Gak perlu cara ekstrim kayak keluarga Aruna. Dengan beberapa hal simpel kayak ngebanding-bandingin anak, susah ngasih apresiasi dan selalu menekan anak untuk menjadi sosok yang terbaik, bahkan nakut-nakutin pun
"Eissha."Suara berat seorang lelaki yang menyebut namanya membuat tubuh wanita itu menegang seketika. Tangannya berubah jadi sedingin es saat dia merasa takut. Trauma yang masih cukup membekas dalam ingatannya membuat dia rasanya ingin segera pergi dari sini untuk menghindari si pemanggil. "Eissha!" Suara Beroz meninggi saat wanita bersurai kuning lemon di depannya tidak juga membalikkan badan untuk menghadapnya. Beroz menggeram. Dia mengusir semua pelayan yang ada di sana lalu melangkahkan kaki menghampiri Eissha yang tubuhnya jadi sedikit gemetaran. Pria itu tiba-tiba menarik kuat pergelangan tangan Eissha, memaksa gadis itu untuk melihatnya. "Apa kau berniat mengabaikanku sekarang?!" Beroz terlihat marah. Memandang nyalang pada wanita itu. "Beraninya kau?!""Ti-tidak." Eissha menggeleng keras dengan wajah yang pasi. "A-aku ti-dak--""Jangan kau lupakan! Aku telah membelimu dengan harga yang sangat mahal."Beroz tiba-tiba memajukan wajah, membuat tubuh Eissha semakin gemetar. Ba
Banyak hal yang berubah di kediaman Evanthe sejak kedatangan selir baru Beroz. Wanita yang usianya masih pertengahan kepala dua, memiliki paras cantik yang tentunya lebih segar dari Yeslyhn. Wanita bernama Eissha Deviella yang merupakan satu-satunya putri yang terlahir bagi Count Deviella. Memiliki penampilan menarik dengan rambut berwarna kuning lemon dan mata hijau terang. Banyak pelayan yang awalnya enggan berdekatan dengan wanita itu karena takut dengan amukan Yeslyhn. Namun mereka yang ditugaskan langsung untuk melayani wanita itu tidak bisa menghindar. Dengan terpaksa, mereka harus melayaninya dengan baik dan selalu berada di dekatnya. Terlebih, wanita itu sedang hamil. Mengandung anak Beroz yang setelah lahir nanti pasti akan menyandang nama Evanthe dan menikmati semua kemewahan dan kekuasaan yang pantas dimiliki oleh seorang Evanthe. Awalnya, para pelayan yang melayaninya memandang Eissha dengan tatapan yang buruk. Apalagi desas-desus yang beredar di kediaman adalah Eissha y
"Hey, kau sudah dengar beritanya? Katanya Tuan Beroz ....""Ya, Tuan Grand Duke sangat marah. Nyonya juga sempat menyerang wanita itu, tapi Tuan Beroz melindunginya dan bertengkar dengan Nyonya.""Ah, apa kalian sudah melihatnya? Aku bertemu dengannya saat dia baru tiba tadi, dan kuakui wanita itu sangat cantik. Dia juga masih muda." Siang itu, kediaman Evanthe cukup berisik. Para pelayan yang bekerja di tempat yang sama pasti akan membentuk kelompok-kelompok kecil dan membahas suatu masalah yang sedang hangat sekarang. Mereka bahkan melalaikan pekerjaan mereka dan tidak memerhatikan saat Aruna lewat. Aruna sedikit penasaran, tapi dia tetap melangkahkan kakinya. Dia baru keluar dari kamar setelah menghabiskan pagi harinya di kamar, dan saat keluar tiba-tiba suasana kediaman terlihat berbeda. Orang-orang tampak membahas sesuatu yang tidak dapat Aruna pahami. Wanita? Wanita apa? Apa hubungannya itu dengan ayahnya?Aruna bertanya-tanya dalam hati. Begitu meluruskan pandang, di depan sa
"Kau benar-benar--ck!"Bellanca lagi-lagi berdecak kesal dan meminum tehnya untuk menenangkan diri sendiri. Kepalanya terasa pening. Matanya sejak tadi menatap tajam, memelototi sang putra yang malah mengalihkan pandangan darinya. "Kau beruntung Ibumu ini masih belum terlalu tua sehingga tidak mati terkejut karena perbuatanmu!" Bellanca lagi-lagi memarahi Arxen untuk yang kesekian kalinya. Wanita itu tetap menjaga volume suaranya bahkan memasang sihir di sekitar mereka agar percakapan itu tidak sampai ke luar ruangan dan didengar oleh para pelayan dan prajurit yang menunggu di luar. "Kau beruntung Ibu selalu memihakmu dan bahkan membantu tindakan gilamu walau hal itu jadi memberi dampak besar bagi Kekaisaran ini!" Arxen meringis pelan. Mungkin ini sudah yang keseratus kalinya dia dimarahi oleh Bellanca. Sejak semalam sampai pagi ini, Bellanca terus mengomeli Arxen saat sedang tidak ada orang lain di sekitar mereka. Sebenarnya, omelan sang ibu sempat berhenti cukup lama sampai Arxen
Saat fajar menyingsing, berita tentang insiden kebakaran yang membakar hangus sebagian besar anggota Keluarga Kekaisaran langsung menyebar secepat angin. Pada pagi-pagi buta, orang-orang sudah berkabung dan menangis meratapi ketidakberuntungan yang melanda Kekaisaran. Bahkan di Ibukota Kekaisaran, hampir semua rakyat yang ada berdesak-desakkan di depan gerbang istana sambil membawa bunga sebagai bentuk rasa dukacita mereka. Satu Kekaisaran diliputi duka. Mereka tidak hanya sekedar kehilangan para pangeran dan putri saja, tapi mereka nyaris kehilangan semua orang yang nantinya akan menjadi pemimpin mereka.Tidak hanya itu. Ada banyak keluarga yang terpuruk karena anggota keluarga mereka yang bekerja sebagai pelayan di istana ikut menjadi korban. Orang-orang marah dan memaki penyihir yang diketahui sebagai dalang dari pembakaran semalam. Mereka semakin murka saat diberitahu kalau niat penyihir itu adalah untuk melenyapkan semua anggota Keluarga Kekaisaran agar Kekaisaran Hillario ini