Share

Memang Lebih Baik Pergi

 "Memangnya apa saja yang kalian lakukan?! Kenapa bisa seperti ini?" Rey bertanya dengan tegas, namun masih menjaga nada suaranya agar tidak mengganggu pasien lain di rumah sakit itu. Saat ini dia berada di lorong rumah sakit bersama beberapa penjaga di apartemennya. 

Beberapa penjaga itu hanya bisa tertunduk tanpa mengucapkan sepatah kata. Mereka tahu bahwa hanya keajaiban yang bisa menyelematkan mereka dari situasi seperti ini. 

Sementara itu, Helen yang sudah sadarkan diri bisa mendengar suara Rey dari balik pintu itu sebelum kemudian dia melihat Rey masih ke ruang tempat dia dirawat.

"Sampai seperti ini yang kau lakukan hanya demi bisa lepas dariku?" Rey bertanya sambil berjalan mendekat. Helen menatap pria itu dengan was-was. Dia merasa kalau tulang-tulangnya sudah remuk sekarang.

"Apa yang dikatakan dokter?" tanya Helen berusaha mengalihkan pembicaraan. Dia belum siap menerima amukan Rey saat ini. 

"Tidak ada. Hanya ada beberapa bagian yang bermasalah, tapi tak sampai patah tulang," jawab Rey. Helen entah kenapa akhirnya merasa lega.

Helen merasa tidak punya waktu untuk meladeni Rey saat ini. Dia memilih untuk memejamkan mata dan tidak peduli pada apa pun yang akan dilakukan oleh Rey.

Ketika dia membuka matanya, ternyata Rey sudah tidak ada di sana. Namun Rey kembali dengan membawa makanan dan juga obat yang harus diminum oleh Helen nantinya. 

"Kau harus segera keluar dari rumah sakit ini. Jadi aku ingin kau cepat sembuh. Setelah ini, jangan pernah berpikir bisa melarikan diri lagi dariku." Rey mengangkat sendok dan hendak menyuapi makanan itu pada Helen. 

Dengan sedikit takut dan ragu, Helen pun membuka mulutnya, menerima suapan dari Rey. Dia tidak mau menambah masalah kali ini. Memilih untuk mengalah dan menurut ketika Rey memintanya untuk menghabiskan obat dari dokter. 

"Bagus, setidaknya kau akan sembuh dengan cepat. Istirahatlah. Kau masih harus menginap dalam beberapa di sini." Rey akhirnya pergi dari sana. Membiarkan Helen beristirahat.

Namun jangan mengira hanya karena hal ini, Helen kapok dengan usahanya untuk melarikan diri. Sebagaimana yang dia rasakan di awal, seumur hidup terlalu lama untuk dihabiskan bersama orang seperti Rey. 

Ketika Helen merasa suasana rumah sakit sudah cukup sepi, dia beranjak dari kasurnya dan berpura-pura ke kamar mandi. Rey tidak akan mengetahuinya karena sedang terlelap di kamar rumah sakit yang sudah dipesannya.

Namun kendalanya di sini adalah para penjaga. Sehingga ketika Helen sampai di kamar kecil itu, dia mencari sesuatu yang setidaknya bisa menolongnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?"

Helen tersentak ketika mendengar suara seorang wanita. Sebelumnya dia memang terdiam beberapa detik di depan wastafel sehingga mungkin membuat heran wanita yang ada di depannya ini yang ternyata adalah salah seorang perawat. 

"Ah, tidak. Saya baik-baik saja," jawab Helen, namun pandangannya terpaku pada pakaian dan juga masker medis milik perawat itu. Suatu ide muncul di kepalanya. 

"Kalau begitu, saya permisi, Nona." Perawat itu hendak pergi dari sana, namun langsung dicegah oleh Helen. 

"Tunggu, bolehkah saya meminjam pakaian dan masker medis itu?"

Perawat itu kembali berbalik mendengar permintaan Helen. Dia langsung menatap pakaiannya, sementara Helen hanya bisa tersenyum gugup. 

"Maksudnya bertukar pakaian? Tapi untuk apa?" tanya perawat itu. Helen merasa bingung harus menjawab apa, namun dia berusaha melakukan apa pun agar bisa mendapatkan pakaian itu untuk menyamar dan tidak perlu ada yang mengenalinya. 

"Tolong, ini keadaan darurat. Saya hanya memerlukannya dalam beberapa waktu. Saya akan mengembalikannya sesegera mungkin."

Pada akhirnya mereka pun berhasil bertukar pakaian dan Helen berhasil keluar dari rumah sakit itu tanpa diketahui oleh siapa pun. 

Akan tetapi, salah satu bawahan Rey yang menyadari kalau Helen tidak kembali dari kamar mandi langsung melaporkan hal itu pada Rey. Rey pun meminta pada para petugas rumah sakit untuk memutar rekaman CCTV. 

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan wanita yang kini mengenakan pakaian pasien milik Helen. Tak butuh waktu lama pula bagi mereka untuk mengetahui apa yang baru saja terjadi, karena wanita itu langsung menceritakannya begitu saja. 

"Cari dia! Aku yakin dia belum terlalu jauh dari rumah sakit ini." Rey langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari Helen. 

Helen yang pada saat itu mengira sudah lolos dari Rey, hendak mencari tempat untuk menginap. Namun sayangnya, dia bahkan tidak membawa uang sepeser pun. 

Dengan sangat bingung, dia hanya bisa duduk di pinggir jalan raya dan tidak tahu harus melakukan apa. Helen awalnya berpikir untuk mencari berbagai macam cara, namun belum sempat dia mendapatkan satu ide saja, mendadak seseorang membekap mulutnya dari belakang hingga dia pingsan. 

Helen sudah tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Hal yang dia ketahui ketika terbangun dari pingsannya adalah dia telah berada di peti mati. Helen langsung panik dan berusaha membuka peti mati itu walaupun sia-sia. 

"Tidak, tolong! Tolong keluarkan aku!" Helen berusaha berteriak. Dia tahu kalau Rey yang melakukan ini padanya. 

"Hai, Helen." Terdengar suara Rey dari luar. "Kupikir ini ide yang cukup bagus, bukan? Daripada kau terus menerus berusaha kabur atau berpikir mendapatkan lelaki lain, lebih baik kau mati saja. Setidaknya tidak akan ada orang yang memilikimu."

Helen menggeleng tak mau. Dia tidak menyangka obsesi Rey terhadap dirinya akan separah ini. Rey hendak menguburnya hidup-hidup. Membiarkannya mati perlahan karena sesak napas.

"Lepaskan aku, Rey!"

Rasanya percuma saja Helen berteriak karena sekarang dia merasakan peti itu diangkat. Beberapa saat setelahnya dia mendengar suara pasir di atas tutup peti mati itu. Helen hanya bisa menangis ketika dia sudah tidak mendengar suara apa pun. Dia tahu kalau semua orang sudah pergi.

"Tolong, aku belum mati." Helen masih berusaha berteriak sambil memukul-mukul tutup peti mati itu. Berharap ada orang orang di atas sana yang mendengarnya.

"Siapa pun di sana, kumohon tolong aku!" 

***

Gavin hendak mengunjungi makam saudara angkatnya hari itu. Hendak menaruh bunga dan berdoa untuknya di sana. Suasana makam itu sepi di sore hari. Tidak ada orang selain dirinya. 

"Tolong!"

Gavin terpaku ketika mendengar suara seseorang meminta tolong. Dia baru saja akan meninggalkan makam itu, namun terpaksa berbalik lagi untuk mencari sumber suara. Karena Gavin tidak melihat apa pun, dia berpikir kalau dia hanya berhalusinasi. 

"Tolong, keluarkan aku!"

Gavin berbalik lagi ketika mendengar suara itu. Terlanjur penasaran, dia pun benar-benar menjadi pusat suara itu yang ternyata datang dari salah satu kuburan yang tampak baru ditimbun. 

Tak mau menunggu lama, dia memutuskan mencari benda apa saja yang bisa membantunya menggali kubur. Sebuah potongan batang pohon yang cukup untuk dijadikan skop.

Gavin membuka peti mati itu. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat seorang gadis yang masih membuka mata dengan wajah yang sangat pucat di sana. Gavin meraih tangannya dan mengangkat tubuh Helen. 

"Ikut aku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status