"Aku tidak menyangka sama sekali ketika ibumu memintaku untuk menemanimu ke pesta itu. Aku tidak sampai hati apabila harus menolaknya, meskipun aku masih cukup takut untuk pergi keluar." Helen merasa sangat gelisah. Dia duduk di sofa, sedangkan Gavin saat ini mempersiapkan pakaian yang akan dia kenakan di pesta itu. Helen melihat Gavin hanya tersenyum menanggapi perkataannya tadi.
"Dan aku juga tidak menyangka kau menyetujuinya. Kau tidak perlu terlalu khawatir, aku akan memastikan semuanya baik-baik saja."
Helen menghela nafas. Itu sama sekali tidak cukup untuk menenangkan dirinya. Dia lebih mengenal Rey daripada Gavin. Dia juga tahu bahwa Rey begitu terkenal, dan mungkin tidak ada orang kaya di kota ini yang tidak bersahabat atau memiliki hubungan dengan Rey.
"Masalahnya aku sangat takut apabila seandainya Rey ada di pesta itu. Dia jelas akan mengenaliku dan akan membawaku pulang." Helen menyadari kalau Gavin menatap kasihan padanya. Dia berharap Gavin memiliki solusi yang lebih baik untuk permasalahan ini, bahkan mungkin dia berharap bahwa Gavin akan mengatakan kepada ibunya kalau Helen tidak bisa menemaninya dengan suatu alasan, tapi tidak mengatakan alasan yang sebenarnya.
Helen beranjak kemudian berjalan menuju lemari pakaian itu. Menyadari bahwa tidak ada banyak pakaian pesta di sana. Kalaupun dia harus menemani Gavin, mungkin dia harus membeli pakaian baru.
"Kau tidak mungkin memakai topeng. Atau begini saja, aku mengenal seseorang yang pandai berkreasi dengan make up. Dia bisa mengubah wajah orang lain dengan tampilan yang jauh berbeda dengan wajah aslinya hanya dengan menggunakan make up. Kau mungkin juga pernah melihat hal semacam itu di internet, bukan?"
Helen berbalik menatap Gavin. Dia terlihat berpikir dalam beberapa detik. Dia memang pernah menonton video semacam itu. Ada banyak hal yang bisa dilakukan hanya menggunakan make up. Seseorang bisa berubah drastis hanya dengan polesan make up yang tentu harus dilakukan oleh mereka yang sudah ahli.
"Yah, aku sering melihat hal semacam itu."
Gavin berdiri dan menghampiri Helen. "Kalau begitu, aku akan membawamu padanya. Dia tahu apa yang terbaik untukmu. Kalaupun nanti Rey ada di pesta itu, aku yakin dia tidak akan bisa mengenalimu."
Helen berpikir sejenak. Dia merasa kalau memang itu ide yang bagus. Dia tidak perlu mengecewakan Gracia dan juga tidak perlu terlalu takut apabila ada seseorang yang mengenalinya di malam pesta itu.
"Ok, kurasa itu ide yang bagus. Aku akan menemuinya."
***"Wajahmu memang sangat manis untuk dikreasikan. Bisakah aku memulainya sekarang? Tuan Gavin bisa menunggu di sana." Gadis yang seumuran dengan Helen itu menunjuk sebuah sofa kepada Gavin. Dialah orang yang dimaksud oleh Gavin. Orang yang akan mengubah wajah Helen hanya dengan polesan make up.
"Um, tidakkah aku harus mandi dulu? Pestanya dimulai malam ini," ucap Helen. Gavin juga belum duduk di sofa itu karena tujuan mereka kemari hanya untuk memperlihatkan wajah Helen kepada gadis itu dan membiarkannya mencari ide untuk kreasinya nanti.
"Oh, begitu. It's oke. Aku mungkin bisa datang ke tempat kalian nanti." Gadis itu menoleh ke arah Gavin, meminta persetujuan apabila dia datang ke rumah kecil Gavin malam ini selagi Helen bersiap dengan gaunnya.
"Yah, tentu. Begitu Helen selesai mengenakan gaunnya, kau bisa mulai merias wajahnya."
Gadis itu mengangguk. Gavin dan Helen pun memilih untuk membeli gaun saat itu sebelum kemudian mereka kembali ke rumah dan bersiap-siap. Helen tersenyum senang melihat pantulan dirinya di cermin. Dia menyukai gaun yang dibelikan oleh Gavin untuknya.
Gaun biru yang sangat elegan dengan rok yang sebatas lutut. Ada pita di bagian pinggangnya. Gaun itu juga berlengan panjang. Dipadu juga dengan sepatu kaca yang berkilau.
Gadis itu datang beberapa saat kemudian setelah Helen merasa puas dengan penampilannya. Dia duduk di depan cermin rias itu, sedangkan Gavin menunggu di ruang tamu. Ternyata waktu yang dibutuhkan oleh gadis itu tidak terlalu lama seperti yang dibayangkan oleh Helen sebelumnya. Hanya sekitar lima belas menit Helen mendapatkan hasil dari riasan wajah itu.
"Wow, aku bahkan tidak bisa mengenali diriku. Seperti melihat orang lain," ucap Helen sambil melihat pantulan dirinya di cermin itu. Wajahnya sungguh berbeda. Kekuatan make up itu seolah mengubah identitas dirinya.
"Aku harap kau puas dengan hasilnya," ucap gadis itu sambil tersenyum melihat hasil karyanya sendiri.
Helen keluar dari kamar itu dan menemui Gavin di ruang tamu. Gavin terdiam ketika melihat wajah Helen yang jauh berbeda dari yang dia lihat sebelum gadis itu mengubah wajah Helen.
"Wow, luar biasa." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Gavin. Mereka kemudian keluar dari rumah dan menuju pesta itu.
Gavin membukakan pintu mobil untuk Helen. Helen menatap rumah megah bertingkat tiga itu. Di sanalah pestanya berlangsung. Beberapa orang juga sudah masuk ke rumah itu mendahului mereka."Ayo, tidak perlu gugup." Gavin menyodorkan lengannya sebagai isyarat agar Helen memegangnya. Helen awalnya merasa sangat ragu dan juga gugup. Dia tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Dahulu Rey terlalu posesif untuk mengajaknya ke sebuah pesta. Rey tidak pernah rela apabila dia dilihat oleh lelaki lain dengan penampilan yang sangat cantik. Takut apabila Helen digoda oleh lelaki lain.
"Ini pertama kalinya aku datang ke pesta semacam ini."
Helen menatap Gavin yang tersenyum menanggapi perkataannya tadi. Mereka berjalan bersama menuju rumah itu. Helen melihat ada banyak orang yang menyapa Gavin dan bersalaman dengannya. Dari penampilannya saja Helen bisa menebak kalau itu adalah teman atau juga saingan bisnis Gavin.
Gavin menyalami mereka satu per satu dengan sangat ramah. Helen juga menyadari bahwa ada banyak orang yang menatap penasaran pada dirinya. Dia pun berusaha bersikap biasa dan bersikap ramah kepada orang-orang itu.
Helen dan Gavin masuk ke ruangan utama pesta tersebut. Ada banyak orang di sana dengan segelas anggurnya masing-masing. Mereka sibuk mengobrol dan saling menyapa. Helen bisa menebak kalau kebanyakan orang yang ada di sana adalah para remaja yang baru beranjak dewasa.Helen menyapu seluruh ruangan itu dengan pandangannya. Berusaha mengenali siapa pun yang ada di sana, termasuk juga mencari keberadaan Rey yang sangat dia takutkan. Dia tidak berani menarik nafas lega sekalipun dia belum melihat Rey ada di sana. Siapa yang tahu kalau Rey akan datang belakangan.
Setidaknya untuk saat ini posisi Helen masih aman. Tidak ada Rey atau juga bodyguard Rey di antara kerumunan orang itu.
"Hei, gadis cantik bergaun biru. Sepertinya aku pernah melihatmu."
Helen membeku sejenak karena merasa kalimat itu ditujukan untuk dirinya.
"Oh, Drew. Aku tidak menyangka kita bisa bertemu di sini," ucap Gavin yang berbalik menatap lelaki muda yang berada di belakangnya. Sedangkan Helen masih terpaku karena merasa takut apabila lelaki yang memanggil dirinya tadi adalah salah satu orang yang bekerja untuk Rey dan kebetulan mengenal Gavin. Dia masih tidak berani untuk berbalik. "Yah, aku juga tidak menyangka kalau kau akhirnya punya teman kencan malam ini." Helen mendengar kembali suara lelaki itu. Dia berbalik perlahan karena sadar kalau tindakannya ini tidaklah sopan. Dia pun menatap wajah lelaki yang dipanggil dengan nama Drew itu sambil tersenyum. "Namanya Helen," ucap Gavin memperkenalkan Helen pada Drew. "Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?" tanya Gavin lagi pada Drew. Helen melihat Drew hanya tersenyum. Lelaki itu mengangkat bahu yang semakin membuat Helen was-was. Selama ini Helen memang tidak bisa menghafal siapa saja orang yang bekerja pada Rey. Rey selalu dan mempekerjakan banyak orang. "Ah, tidak. Kukira
"Kau yakin tidak pernah berkomunikasi dengan siapa pun selama kau tinggal di rumahku? Kau mungkin pernah mengenal seseorang di luar sana." Helen menggeleng dengan gelisah. Hanya dengan pesan singkat itu sudah cukup membuatnya merasa sangat panik. Dia tidak tahu siapa yang menghubunginya semalam, dia takut kalau itu adalah salah satu orang yang diperintahkan oleh Rey untuk mencarinya. Sebenarnya hingga saat ini dia juga tidak yakin kalau Rey sudah mengetahui bahwa dia tidak ada dalam kuburan itu. Namun entah kenapa kemungkinan terburuk itu selalu saja menghantuinya. Dia selalu berharap bahwa hingga saat ini Rey belum mengetahuinya. "Apa kau menimbun kuburan itu kembali setelah mengeluarkanku dari sana? Kau tidak mungkin membiarkan tanahnya terbuka begitu saja, bukan? Itu akan membuat Rey sangat mudah mengetahui bahwa aku sudah tidak ada dalam kuburan itu." Helen menatap dalam mata Gavin. Berharap bahwa Gavin tidak akan berbohong padanya hanya untuk menyenangkan dirinya. "Aku menyur
"Orang itu memata-mataiku, Gavin. Dia tahu apa yang aku lakukan. Aku harus apa?! Bagaimana kalau dia menculikku nanti?!" Helen melepaskan semua tangisnya. Dia merasa tidak bisa mengendalikan emosinya saat ini. Dia bahkan sudah tidak peduli ketika Gavin memeluknya sekarang. Helen meninggalkan pizza itu di depan rumah setelah melihat dan membaca secarik kertas kecil di sana. Dia terlalu ketakutan hingga kemudian Gavin pulang ke rumah dengan membawa dua kotak pizza untuk mereka nikmati malam ini. Hal yang tidak tahu apa yang dilakukan oleh Gavin dengan pizza yang ada di depan pintu. Entah Gavin membuangnya atau malah menyimpannya. "Tenanglah dulu. Kita akan mengatasinya bersama." Helen menggeleng, merasa kalau kalimat dari Gavin sama sekali tidak efektif untuk menenangkan dirinya saat ini. Dia masih terlalu takut membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini, terutama apabila Gavin benar-benar pergi meninggalkannya untuk urusan pekerjaan minggu depan. "Bagaimana mungkin
"Aku hanya asisten di rumahnya. Bagaimana mungkin kami saling jatuh cinta. Lagi pula aku sangat yakin kalau dia pasti punya perempuan yang jauh lebih berkelas daripada aku di luaran sana. Bukankah orang kaya memang seperti itu?" Helen cukup terkejut ketika Drew menanyakan pertanyaan semacam itu. Atau mungkin memang wajar saja, dia tidak terlalu tahu bagaimana cara lelaki berpikir. Jelas bisa dibilang sangat berbeda dari cara berpikir perempuan. Helen juga berpikir kalau selama ini barangkali Drew sangat peka melihat kedekatannya dengan Gavin. Biar bagaimanapun dia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh dua sahabat itu di luar atau di tempat kerja mereka. "Bisa saja, bukan? Tidak mungkin Gavin tidak merasakan apa pun padamu ketika kalian tinggal bersama." Helen hanya tersenyum sambil menghabiskan jus jeruknya. Dia tidak pernah berpikir akan hal itu. Tidak pernah berharap juga untuk berada di posisi semacam itu. Untuk saat ini dia tidak tertarik menjalani hubungan romantis dengan siapa
"Aku sama sekali tidak pernah terpikir akan hal itu, Drew." Helen jelas sangat terkejut ketika Drew tiba-tiba saja menyatakan rasa tertariknya. Sesuatu yang terlalu cepat. Helen sama sekali tidak tahu apa yang membuat Drew begitu tertarik padanya. Dia bahkan berpikir bahwa ini sangat wajar ketika mengingat kalau dulu Gavin menyebut Drew sebagai lelaki playboy. Tidak mengherankan kalau Drew begitu cepat tertarik pada wanita. Paling nanti cepat atau lambat pada akhirnya Drew akan bosan padanya."Kenapa? Apa aku kurang menarik? Atau memang benar kau punya masalah percintaan yang membuatmu trauma?"Helen menggeleng. Dia selalu saja merasa khawatir bila ada yang menyinggung soal trauma, terlebih lagi tebakan orang itu memang benar. "Bukan begitu, Drew. Maaf kalau memang aku membuatmu kecewa. Aku hanya tidak tertarik untuk memulai hubungan semacam itu untuk saat ini. Aku ingin mengurus diriku sendiri. Aku ingin menyelamatkan diriku sendiri dulu."Helen tertunduk ketika menyadari ekspresi k
"Jangan berpikir kalau kau bisa menyakitinya hanya karena kau adalah temanku."Helen tak sempat menoleh sama sekali, namun dia bisa mengenali suara itu. Jelas yang berbicara itu adalah Gavin. Entah sejak kapan dan bagaimana caranya Gavin bisa tahu dan datang kemari menyelamatkannya.Helen merasakan lengan Drew sudah tidak melingkar di lehernya. Dia berhasil lepas dan tersedak karena sesaat sulit bernapas. Dia menjauh dari sana dan melihat Gavin kini berusaha menahan Drew.Orang-orang di sekitar hanya bisa melihat. Helen tahu kalau beberapa saat yang lalu, orang-orang itu hendak menolongnya. Namun karena sekarang sudah ada Gavin yang terlihat begitu marah pada Drew, orang-orang itu terlihat ketakutan untuk sekadar mendekat. Akan tetapi pada akhirnya Helen mendengar suara mobil polisi. "Tidak, jangan lakukan itu!" Helen berteriak dan berusaha mencegah para polisi yang kini hendak membawa Drew dan Gavin. Dia tentu saja khawatir apabila Gavin malah harus kena masalah karena dirinya. Sal
"Kuharap aku tidak menyakitimu."Helen menatap dalam mata Gavin yang berada di atasnya.Helen tidak menyangka kalau bisa-bisanya dia tidak bisa berpikir jernih karena hal ini. Kebutuhan biologisnya ternyata tidak bisa dia tahan sebagaimana ketika dia sedang lapar. Bahkan memang sudah berminggu-minggu dia tidak mendapatkannya. Padahal biasanya Rey akan senantiasa menyentuhnya dan itu bisa membuatnya merasa lega, walau terkadang juga merasa frustasi ketika Rey memaksakan kehendaknya saat Helen sedang tidak mau. Helen memutar mata dan menyapu seluruh ruangan dengan pandangannya ketika Gavin masih melanjutkan percintaan mereka. Dia hanya ingin memastikan bahwa memang tidak ada CCTV yang dipasang di sana. Dia mungkin akan merasa malu seumur hidup bila ada sebuah kamera yang merekam aktivitas intim mereka. "Terima kasih." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Helen setelah mereka selesai. Dia memang sudah tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Mendadak saja merasa sangat ragu untuk sekadar me
"Aku tidak suka kalau kau bersikap seperti itu padaku. Anggap saja bahwa hal semacam ini sudah biasa." Helen hanya bisa tersenyum. Dia tidak bisa berpendapat bahwa itu adalah suatu hal yang biasa. Mungkin dalam budaya dan gaya hidup mereka di kota ini, seks sudah menjadi kebutuhan sama halnya seperti makanan. Ada banyak orang yang sangat bebas dalam hal semacam ini dan bangun keesokan harinya seolah tidak pernah terjadi apa pun. Bahkan mereka seperti tidak peduli siapa yang mereka tiduri. Sekarang Gavin mengajak Helen untuk pergi bersama. Helen tahu bahwa Gavin ingin mencairkan hubungan di antara mereka berdua. Helen juga tidak nyaman apabila hubungannya dengan Gavin malah terlihat sangat kaku setelah kejadian malam itu. "Aku minta maaf kalau itu membuatmu tidak nyaman sama sekali," ucap Helen yang malah membuat Gavin tertawa. Helen bisa merasakan pipinya memanas. Dia terlalu malu apabila harus membahasnya lagi. "Aku paham kenapa kau memintanya. Aku tidak keberatan kalau kau mau