"Aku tidak suka kalau kau bersikap seperti itu padaku. Anggap saja bahwa hal semacam ini sudah biasa." Helen hanya bisa tersenyum. Dia tidak bisa berpendapat bahwa itu adalah suatu hal yang biasa. Mungkin dalam budaya dan gaya hidup mereka di kota ini, seks sudah menjadi kebutuhan sama halnya seperti makanan. Ada banyak orang yang sangat bebas dalam hal semacam ini dan bangun keesokan harinya seolah tidak pernah terjadi apa pun. Bahkan mereka seperti tidak peduli siapa yang mereka tiduri. Sekarang Gavin mengajak Helen untuk pergi bersama. Helen tahu bahwa Gavin ingin mencairkan hubungan di antara mereka berdua. Helen juga tidak nyaman apabila hubungannya dengan Gavin malah terlihat sangat kaku setelah kejadian malam itu. "Aku minta maaf kalau itu membuatmu tidak nyaman sama sekali," ucap Helen yang malah membuat Gavin tertawa. Helen bisa merasakan pipinya memanas. Dia terlalu malu apabila harus membahasnya lagi. "Aku paham kenapa kau memintanya. Aku tidak keberatan kalau kau mau
"Kau ini kenapa? Sejak tadi tidak bicara sama sekali." Helen hanya bisa tersenyum dan menggeleng ketika Gavin bertanya kepadanya. Gavin akan pergi bersama Ella hari ini seperti yang dia katakan kemarin. Sesuatu yang juga membuat hati Helen jadi dongkol. Helen membuatkan bekal untuk Gavin karena memang beberapa saat yang lalu Gavin dan memintanya sendiri. Namun entah kenapa aktivitas memasak itu malah terasa tidak menyenangkan sama sekali. Dia juga tidak yakin kalau masakannya akan enak. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit meriang." Helen menyerahkan kotak bekal itu pada Gavin, kemudian berlalu begitu saja menuju kamar mandi. Entah kenapa dia malah malas menatap wajah Gavin sekarang. Gavin terlihat begitu senang, tapi itu membuat Helen merasa seperti ada sesuatu yang mengganggu hatinya. Helen membiarkan air shower membasahi seluruh tubuhnya. Dia hanya berdiri mematung di sana dan mendengar Gavin sudah pergi. Dia bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia malah merasa seperti ini? M
Walau awalnya Helen melihat kalau Gavin merasa sedikit malu dan gugup, pada akhirnya malam itu mereka kembali bercinta. Helen merasa kalau hubungannya dengan Gavin hanyalah sebatas hubungan fisik. Lagi pula mereka juga tidak pernah membicarakan tentang perasaan di sini. Helen membiarkan semuanya berlalu begitu saja. Dia juga sudah tidak mempedulikan apa yang dipikirkan oleh Calista tentang dirinya beberapa saat lalu.Beberapa saat Helen selalu saja tidak berani untuk sekadar melihat Gavin yang berbaring dengan napas terengah di sampingnya. Dia membelakangi Gavin hingga kemudian mendengar dengkuran dari lelaki itu. Helen menghela napas dan memilih pergi ke kamar mandi.Entah sampai kapan dia akan tinggal di rumah Gavin. Sampai kapan pula dia mengumpulkan keberanian untuk bisa keluar dari rumah itu. Helen belum punya cara atau antisipasi sama sekali bila seandainya nanti dia tidak sengaja bertemu Rey. ***Gavin berusaha untuk terbiasa dengan situasi mereka. Dia cukup sadar kalau mereka
Napas Helen terengah. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Dia berada di dalam lemari sekarang. Bahkan dia masih bisa mendengar suara keributan di luar sana. Satpam dan juga bodyguard pribadinya tampaknya sedang berusaha mengusir dan mengalahkan orang-orang yang mendadak menerobos masuk.Helen juga tidak berani untuk menelepon Gavin di saat seperti ini. Lebih tepatnya mungkin dia tidak mau menimbulkan keributan yang bisa membuat siapa saja di luar sana mendengar suaranya. Dia juga tidak berani menghidupkan telepon genggam yang mungkin saja akan berbunyi apabila Gavin yang menelepon di seberang sana.Tok.. tok... tok...Helen terkejut dan langsung meringkuk ketika ada seseorang yang mengetuk pintu lemari itu. Dia tidak berani bersuara sama sekali. Tidak berani untuk bertanya siapa orang yang mengetuk pintu lemari itu."Nona Helen, ini saya. Kami sudah berhasil mengusir mereka. Para polisi juga sudah mengamankan mereka."Helen terkesiap. Dia tentu mengenali suara itu. Itu adalah
"Aku tidak mau menunggu sampai resiko itu benar-benar datang. Aku tahu kalau kau sudah tidak mandi kota ini. Kita akan bersiap untuk pergi ke luar negeri." Helen sampai tidak percaya sama sekali ketika Gavin mengatakan hal itu. Gavin sungguh serius ingin membawanya pergi ke luar negeri untuk menyelamatkan dirinya dari Rey meskipun mereka belum tahu siapa orang yang menyuruh sekelompok pria yang menerobos rumah Gavin. "Gavin, aku akan merasa bersalah kalau malah membuatmu semakin kerepotan karena harus memutar kepala lagi untuk mengurus pekerjaanmu ketika sedang berada di luar negeri. Kau tahu kalau aku tidak mau hal itu terjadi." Gavin menggeleng. Helen melihat lelaki itu tersenyum padanya. Masih ada rasa tidak nyaman dalam hati Helen. Dia hendak menolak karena tidak mau merepotkan Gavin, namun juga merasa tidak aman apabila harus tetap berada di kota ini. "Sudah kubilang kau tidak perlu ikut campur dalam pekerjaanku. Aku bisa mengurus semuanya. Aku cukup becus mencari jalan kelua
"Bagaimana dia bisa mengetahui keberadaanku?"Helen sudah tidak sempat berpikir lagi. Meskipun sekarang dia berada di luar negeri yang jauh dari tempat tinggal Rey, jelas masih ada rasa gelisah dalam hatinya ketika menyadari bahwa Rey sudah tahu dirinya masih hidup. Helen tahu betul bagaimana kegigihan Rey. Lelaki itu terbiasa mendapatkan apa pun dia inginkan. Dia akan melakukan apa saja, tak peduli kalaupun itu mengeluarkan banyak biaya.Helen duduk tepat di samping Gavin. Pikirannya dijejali oleh banyak hal. Bagaimana kalau nanti Rey berhasil menemukannya? Bisakah dia membayangkan bagaimana besarnya kemarahan Rey nanti? Apakah ada suatu hal yang jauh lebih buruk yang mungkin saja dilakukan oleh Rey selain menguburnya hidup-hidup?Berbagai macam pertanyaan itu menyerang kepala Helen habis-habisan. Dia mengkhawatirkan sesuatu yang memang belum tentu terjadi padanya."Aku takut, Gavin. Aku sangat takut." Helen tidak sadar kalau dia sudah menangis. Dia juga tidak sempat menoleh pada Gav
"Kau mungkin tidak menyadarinya selama ini, tapi tingkat stressmu sudah cukup parah. Jadi aku menyarankan agar kamu minum obat ini secara rutin. Ini akan sedikit membantu. Kau juga harus cukup tidur." Akhirnya hari ini, Gavin membawakan psikiater untuk Helen. Psikiater wanita yang seumuran dengan Helen. Dia datang ke rumah atas permintaan Gavin. Helen berkonsultasi dengan psikiater itu di dalam kamar sedangkan Gavin menunggu di luar. Helen menyisir rambut dengan jemari dan mengusap wajahnya. Dia menghela nafas panjang dan merasa sangat lega setelah menceritakan semuanya. Ternyata dia hanya butuh bercerita bahkan juga menangis. psikiater itu dengan sabar mendengar semua ceritanya dan juga memberi solusi yang bisa dilakukan olehHelen. Helen memang sudah terlalu stress hanya karena pikirannya sendiri. Apa yang dia takutkan belum terjadi dan Gavin juga menjaganya dengan sangat baik. "Terima kasih. Mungkin aku hanya harus meningkatkan rasa percayaku kepada Gavin. Aku terlalu merasa ta
"Aku tidak mungkin terjun ke dunia entertainment, meskipun aku sangat menginginkannya. Itu sama saja menggali kuburan sendiri. Rey akan dengan sangat mudah menemukanku karena wajahku dipajang di mana-mana, terlebih lagi kalau aku menjadi aktor dan bermain banyak film." Helen melihat kalau sepertinya Gavin selama ini tidak pernah berpikir bahwa dia sangat ingin bergabung dengan dunia entertainment, terutama industri film. Mungkin Gavin hanya berpikir bahwa Helen ingin bekerja kantoran seperti yang sering dipilih oleh kebanyakan wanita. Namun sejak kecil Helen memang memiliki jiwa seni, terkadang dia juga suka bernyanyi sendirian di kamarnya atau juga sedang mandi. Hal itu membuatnya jatuh cinta pada dunia entertainment. Namun Helen cukup sadar bahwa dalam keadaan seperti ini mengambil pekerjaan yang menurutnya sangat menyenangkan itu memiliki banyak resiko. Bukan risiko dibully oleh haters, namun risiko ditemukan oleh Rey lebih cepat. "Aku tidak menyangka sama sekali kalau kau punya