Raven tertawa kecil, nada gelinya terdengar tajam. "Aku mengundangmu karena aku penasaran. Sejauh mana kau akan melangkah untuk mencapai tujuanmu? Seberapa dalam kau bisa tenggelam dalam peranmu sebagai Lady Dee?"
Deana menahan diri untuk tidak merespons terlalu cepat. Pria ini sedang mengujinya. Bukan sekadar untuk mengetahui seberapa profesional dirinya sebagai pelacur elit, tetapi lebih dari itu, Raven ingin mengetahui apakah Deana benar-benar sanggup bermain dalam permainan yang jauh lebih berbahaya.
"Kau ingin menguji aku?" tanya Deana, angkat alisnya. "Lalu apa hadiahnya jika aku lulus ujiannya?"
Raven mendekatkan wajahnya ke arah Deana, hampir seolah-olah sedang membisikkan rahasia. "Hadiahku adalah informasi yang kau cari. Aku tahu apa yang kau inginkan dari Bastian. Dan aku bisa membantumu."
Deana terdiam. Jebakan atau peluang? Bagaimanapun, Raven tahu lebih dari yang dia perkirakan. Jika dia bisa memanfaatkannya, mungkin ini akan menjadi langkah
"Baik," ucap Deana sambil berdiri. "Aku akan mencari tahu. Tapi ingat, jika ini jebakan, aku tidak akan segan-segan menghancurkan permainanmu juga."Raven tersenyum samar, tak tergoyahkan oleh ancaman halus itu. "Aku tidak bermain dengan cara yang mudah, Lady Dee. Tapi aku juga bukan musuh yang mudah dikalahkan."Deana meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk. Ada ketegangan dan rasa waspada, tapi di balik itu semua, ada rasa penasaran yang tumbuh. Siapa sebenarnya Raven? Apa rencana besarnya? Dan bagaimana dia bisa menggunakan informasi ini untuk keuntungannya sendiri?Satu hal yang pasti—permainan ini semakin berbahaya. Deana harus memainkan setiap kartu dengan hati-hati, karena kesalahan sekecil apa pun bisa menghancurkan semuanya.*Malam semakin larut ketika Bastian berjalan menuju kamar Deana, langkah kakinya tegas, penuh dengan dominasi yang biasa ia tunjukkan. Setelah menjalani pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, pikiranny
Deana menatap Bastian dengan mata yang tak sedikitpun goyah, meski di dalam hatinya, ia tahu bahwa situasi ini jauh dari aman. Kehadiran Bastian yang mendadak dan nada suaranya yang dingin seperti es memberi tanda jelas bahwa pria itu tidak senang. Raven, di sisi lain, berdiri dengan senyum licik yang seolah menikmati ketegangan di antara mereka."Aku tidak sedang melakukan sesuatu yang salah, Bastian," Deana berbicara dengan nada rendah namun tegas. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam memilih kata-kata, karena satu kesalahan kecil bisa membuat situasi ini meledak dalam sekejap.Bastian melangkah lebih dekat, tatapannya tajam menembus Deana. "Tidak ada yang berada di ruangan ini tanpa seizinku. Dan kau tahu itu."Deana tidak mundur. "Aku hanya memenuhi undangan Raven," jawabnya, sambil melirik ke arah Raven yang masih tersenyum penuh tipu muslihat.Raven, yang sejak tadi hanya menyaksikan, kini melangkah maju, menempatkan dirinya di tengah-tengah ketega
Raven berbalik, meninggalkan Deana dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Pria itu jelas berbahaya, dan sekarang dia telah menjadi bagian dari lingkaran yang semakin menjeratnya ke dalam permainan penuh intrik ini. Pertemuan mereka malam ini hanyalah permulaan, dan Deana tahu bahwa dia harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang.Deana berdiri sejenak di ruangan itu, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Bastian mungkin berkuasa di permukaan, tetapi Raven adalah bayangan di balik semua itu, mengamati dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Pertemuan ini bukanlah kebetulan; Raven sengaja mengujinya, mencoba melihat seberapa kuat ia mampu bertahan dalam permainan yang lebih besar daripada dirinya.Dan Deana, meski terjebak di tengah-tengahnya, harus memastikan bahwa dia tetap memegang kendali atas dirinya sendiri. Tidak ada ruang untuk kesalahan.*Bastian berjalan kembali ke kamar dengan langkah berat dan tatapan yang dingin, amarahnya belum mereda. Ia merasa dipermainkan, tida
Seharusnya, malam itu menjadi salah satu malam paling bahagia dalam hidupnya. Deana Sazmeen dan Alan, tunangannya.Sedang menuju butik tempat mereka akan melakukan fitting baju pernikahan. Semua terasa begitu sempurna.Namun, hanya dalam hitungan detik, segalanya hancur.Malam itu hujan turun dengan deras. Petir menyambar, menggema di antara gedung-gedung tinggi, namun tak ada yang lebih memekakkan telinganya selain suara tembakan yang merenggut nyawa pria yang dicintainya.âALAN!â teriak Deana, suaranya pecah.Alan terhuyung, tangannya yang tadi hendak membuka pintu mobil kini terangkat lemah ke dadanya, berusaha menghentikan darah yang terus mengalir. Wajahnya yang tampan mulai kehilangan warna. Dalam hitungan detik, tubuhnya ambruk ke trotoar, tepat di samping mobil.Deana bergegas keluar dari mobil. Ia jatuh berlutut di samping Alan, tangannya gemetar saat menyentuh wajah pria itu.âAlan, bertahanlah! Tolong, bertahanlah!"Suaranya pecah dalam keputusasaan, napasnya memburu. Degup
William tersenyum tipis."Itulah jawaban yang ingin kudengar. Tapi kau harus mengerti, ini bukan sekadar balas dendam. Ini lebih besar dari itu, Deana. Kau akan masuk ke dalam dunia yang penuh bahaya. Sekali melangkah, kau tidak bisa kembali."Deana berjalan mendekat, duduk di hadapan William."Aku tidak peduli. Bastian telah menghancurkan hidupku, dan aku tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja."William menghela napas, lalu meraih sebuah amplop cokelat dari dalam jasnya. Ia meletakkannya di atas meja."Ini adalah semua informasi tentang Bastian. Pergerakannya, kebiasaannya, danâyang paling pentingâkelemahannya. Aku membutuhkan seseorang yang bisa masuk ke lingkarannya, seseorang yang cukup menarik perhatian untuk berada di dekatnya. Kau adalah kandidat yang sempurna."Deana mengambil amplop itu dan membukanya. Foto-foto Bastian dengan berbagai wanita, transaksi bisnis ilegal, serta lokasi-lokasi tempat ia sering berkunjung. Mata Deana menelusuri setiap lembaran dengan seksama."
William mengangguk.âKita hanya punya satu kesempatan. Setelah kamu berada di dalam, tak akan ada jalan keluar yang mudah. Bastian adalah tipe pria yang mengendus kelemahan dari jarak jauh. Kamu harus bermain sempurna.âDeana tahu betul risiko yang dia ambil. Dunia Bastian adalah labirin penuh jebakan, dengan kejamnya para pembunuh dan pengkhianat berkeliaran di sekelilingnya.Namun, di sisi lain dari labirin itu ada jawaban atas kematian tunangannya, dan dia tidak akan mundur sebelum menghancurkan Bastian dari dalam.William telah memberinya semua informasi yang dia butuhkan, dan sekarang giliran dia untuk bertindak.William melangkah maju, memberikan sebuah alat pelacak kecil yang akan disematkan di dalam gaun mewahnya.âIni satu-satunya cara aku bisa tetap memantau kamu dari jauh. Ingat, tidak ada emosi. Di depan Bastian, kamu hanya Lady Dee. Wanita yang menggoda, tak kenal takut, dan profesional.âDeana tersenyum tipis, senyum yang dingin dan penuh dendam.âAku akan memainkan pera
Deana memutuskan untuk tidak terburu-buru.Dia berjalan ke arah bar, duduk di kursi tinggi, dan memesan minuman dengan nada santai.Matanya menyapu ruangan, mengamati siapa saja yang mungkin menjadi kawan atau lawan.Namun di balik ekspresi tenangnya, hatinya berdegup cepat.Dia tahu setiap langkah yang diambil di sini penuh risiko. Satu kesalahan kecil, dan hidupnya bisa berakhir malam ini juga.âMinuman yang menarik untuk wanita sepertimu,â sebuah suara rendah dan dalam tiba-tiba terdengar di sebelahnya.Deana menoleh, menemukan Bastian telah berdiri di sana. Tak ada yang mendengar langkahnya, dia bergerak seolah udara sendiri tidak menyadari kehadirannya. Dingin, namun penuh kendali.Deana menyeringai tipis, memainkan gelas anggurnya dengan jari-jari lentiknya."Aku selalu memilih sesuatu yang kuat," jawabnya dengan nada yang menantang, namun tetap terjaga.Bastian menyipitkan matanya, jelas tertarik dengan jawaban Deana."Kuat, tapi berbahaya. Kombinasi yang jarang ditemui."Deana
Deana bisa merasakan pandangan tajam Raya sejak dia pertama kali memasuki ruangan, namun dia tidak menanggapi secara langsung.Di dunia ini, menunjukkan kelemahan sama saja dengan mengundang kematian.Deana menegakkan tubuhnya, memperlihatkan bahwa dia tidak gentar.Waktu terus berlalu, dan akhirnya Bastian melangkah mendekati Deana lagi.Kali ini, tanpa kata-kata basa-basi, dia mengulurkan tangannya."Mari menari," ucapnya dengan suara yang lembut namun memaksa.Deana menelan ludah sejenak sebelum menerima uluran tangan itu.Jantungnya berdebar kencang saat mereka melangkah ke tengah lantai dansa yang sekarang sudah sepi, hanya menyisakan mereka berdua.Saat tangan Bastian melingkar di pinggangnya, Deana merasa seperti seekor mangsa yang berada di hadapan pemangsa.Setiap langkah dansa yang mereka lakukan seolah menjadi bagian dari permainan yang lebih besarâsebuah permainan hidup dan mati.Bastian menatapnya dalam-dalam.âJadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan, Lady Dee?â tanyanya,
Raven berbalik, meninggalkan Deana dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Pria itu jelas berbahaya, dan sekarang dia telah menjadi bagian dari lingkaran yang semakin menjeratnya ke dalam permainan penuh intrik ini. Pertemuan mereka malam ini hanyalah permulaan, dan Deana tahu bahwa dia harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang.Deana berdiri sejenak di ruangan itu, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Bastian mungkin berkuasa di permukaan, tetapi Raven adalah bayangan di balik semua itu, mengamati dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Pertemuan ini bukanlah kebetulan; Raven sengaja mengujinya, mencoba melihat seberapa kuat ia mampu bertahan dalam permainan yang lebih besar daripada dirinya.Dan Deana, meski terjebak di tengah-tengahnya, harus memastikan bahwa dia tetap memegang kendali atas dirinya sendiri. Tidak ada ruang untuk kesalahan.*Bastian berjalan kembali ke kamar dengan langkah berat dan tatapan yang dingin, amarahnya belum mereda. Ia merasa dipermainkan, tida
Deana menatap Bastian dengan mata yang tak sedikitpun goyah, meski di dalam hatinya, ia tahu bahwa situasi ini jauh dari aman. Kehadiran Bastian yang mendadak dan nada suaranya yang dingin seperti es memberi tanda jelas bahwa pria itu tidak senang. Raven, di sisi lain, berdiri dengan senyum licik yang seolah menikmati ketegangan di antara mereka."Aku tidak sedang melakukan sesuatu yang salah, Bastian," Deana berbicara dengan nada rendah namun tegas. Dia tahu dia harus berhati-hati dalam memilih kata-kata, karena satu kesalahan kecil bisa membuat situasi ini meledak dalam sekejap.Bastian melangkah lebih dekat, tatapannya tajam menembus Deana. "Tidak ada yang berada di ruangan ini tanpa seizinku. Dan kau tahu itu."Deana tidak mundur. "Aku hanya memenuhi undangan Raven," jawabnya, sambil melirik ke arah Raven yang masih tersenyum penuh tipu muslihat.Raven, yang sejak tadi hanya menyaksikan, kini melangkah maju, menempatkan dirinya di tengah-tengah ketega
"Baik," ucap Deana sambil berdiri. "Aku akan mencari tahu. Tapi ingat, jika ini jebakan, aku tidak akan segan-segan menghancurkan permainanmu juga."Raven tersenyum samar, tak tergoyahkan oleh ancaman halus itu. "Aku tidak bermain dengan cara yang mudah, Lady Dee. Tapi aku juga bukan musuh yang mudah dikalahkan."Deana meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk. Ada ketegangan dan rasa waspada, tapi di balik itu semua, ada rasa penasaran yang tumbuh. Siapa sebenarnya Raven? Apa rencana besarnya? Dan bagaimana dia bisa menggunakan informasi ini untuk keuntungannya sendiri?Satu hal yang pasti—permainan ini semakin berbahaya. Deana harus memainkan setiap kartu dengan hati-hati, karena kesalahan sekecil apa pun bisa menghancurkan semuanya.*Malam semakin larut ketika Bastian berjalan menuju kamar Deana, langkah kakinya tegas, penuh dengan dominasi yang biasa ia tunjukkan. Setelah menjalani pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, pikiranny
Raven tertawa kecil, nada gelinya terdengar tajam. "Aku mengundangmu karena aku penasaran. Sejauh mana kau akan melangkah untuk mencapai tujuanmu? Seberapa dalam kau bisa tenggelam dalam peranmu sebagai Lady Dee?"Deana menahan diri untuk tidak merespons terlalu cepat. Pria ini sedang mengujinya. Bukan sekadar untuk mengetahui seberapa profesional dirinya sebagai pelacur elit, tetapi lebih dari itu, Raven ingin mengetahui apakah Deana benar-benar sanggup bermain dalam permainan yang jauh lebih berbahaya."Kau ingin menguji aku?" tanya Deana, angkat alisnya. "Lalu apa hadiahnya jika aku lulus ujiannya?"Raven mendekatkan wajahnya ke arah Deana, hampir seolah-olah sedang membisikkan rahasia. "Hadiahku adalah informasi yang kau cari. Aku tahu apa yang kau inginkan dari Bastian. Dan aku bisa membantumu."Deana terdiam. Jebakan atau peluang? Bagaimanapun, Raven tahu lebih dari yang dia perkirakan. Jika dia bisa memanfaatkannya, mungkin ini akan menjadi langkah
Nama itu muncul di antara bisikan-bisikan samar dari beberapa orang dalam lingkaran Bastian. Dia bukan orang yang sering muncul di permukaan, tetapi kehadirannya terasa kuat. Beberapa kali Deana menangkap percakapan yang menyebutnya sebagai "bayangan di balik layar," seorang pria yang memiliki pengaruh besar, meski jarang terlihat. Hingga kini, Deana belum pernah bertemu langsung dengannya, namun firasatnya mengatakan bahwa dia adalah kunci untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang Bastian.Malam itu, Deana sedang memutar-mutar gelas anggur di tangannya, mencoba merenungkan langkah selanjutnya. Pikirannya terus memikirkan cara untuk lebih mendekati pusat kekuasaan, ketika tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.Pesan itu singkat, namun jelas."Aku ingin bertemu denganmu. Malam ini, jam 9. Di ruang rahasia di lantai bawah. âRaven."Deana menatap pesan itu dengan kerutan di dahinya. Jantungnya berdegup lebih cepat. Raven. Akhirnya, pria itu memutuskan untuk keluar d
Di sisi lain penthouse, Bastian duduk di ruang kerjanya, masih memandangi kota dari jendela besar di hadapannya. Dalam keheningan malam, pikirannya kembali pada Deana. Wanita itu mengganggu pikirannya lebih dari yang dia sadari. Sejak pertama kali bertemu, ada sesuatu tentang dirinya yang menarik, sesuatu yang tidak pernah Bastian temui sebelumnya. Tidak hanya kecantikan atau sikap percaya diri Deana, tetapi kedalaman dalam tatapannya yang membuat Bastian merasa penasaran.Selama bertahun-tahun, dia sudah terbiasa melihat orang-orang tunduk di hadapannya, baik karena ketakutan atau keinginan untuk memanfaatkannya. Tetapi Deana berbeda. Ada keberanian di dalam dirinya, seolah-olah dia tidak takut pada apapun, bahkan pada Bastian sendiri.Bastian menyesap anggur terakhir dari gelasnya, merenung. Ini bukan pertama kalinya dia tertarik pada seorang wanita, tetapi perasaan ini... terasa lebih berbahaya. Perasaan ini membuatnya lengah, dan kelemahan bukanlah sesuatu yang bisa dia terima dal
Deana tersenyum samar, tetapi dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Bastian menatapnya malam ini. Ada sesuatu yang lebih lembut, meski tidak sepenuhnya menghapus aura berbahaya yang selalu melekat padanya."Aku tahu betapa beratnya dunia yang kau jalani," balas Deana dengan hati-hati. "Tapi bahkan di dalam dunia sepertimu, pasti ada sesuatu yang lebih dari sekadar bisnis dan kekuasaan."Bastian tertawa kecil, tetapi kali ini tawa itu bukan untuk menyindir, melainkan karena dia merasakan sentuhan kejujuran dari kata-kata Deana. Dia mengangkat gelas anggurnya dan menyesapnya perlahan sebelum menatap Deana lagi."Apakah kau selalu berpikir seperti itu? Bahwa ada lebih dari sekadar uang dan kekuasaan?" tanya Bastian dengan nada yang lebih lembut, seperti mencoba menggali pemikiran Deana.Deana mengangkat bahu. "Mungkin. Atau mungkin aku hanya ingin percaya bahwa ada sesuatu yang lebih baik di balik semua ini."Untuk sesaat, Bastian tidak menjawab. Dia hanya memandan
Deana menyembunyikan keterkejutannya. Pertemuan bisnis? Jika ini adalah kesempatan untuk lebih dekat dengan jaringan kriminal Bastian, maka ini peluang emas yang tidak bisa ia lewatkan."Tentu saja," jawab Deana dengan tenang. "Aku akan senang sekali mempelajari caramu mengelola bisnis."Senyum kecil kembali menghiasi wajah Bastian. "Bagus. Kita akan mulai dalam satu jam. Pastikan kau siap."Deana mengangguk. Ketegangan dalam dirinya semakin meningkat, tapi dia tahu ini adalah saat yang tepat untuk masuk lebih dalam ke dunia Bastian. Apa pun risikonya, dia harus mengambil kesempatan ini.Satu jam kemudian, Deana mendapati dirinya di sebuah ruangan eksklusif yang penuh dengan suasana serius. Di meja besar di tengah ruangan, beberapa pria dengan wajah keras duduk bersama Bastian, membahas hal-hal yang berkaitan dengan bisnis merekaâbisnis ilegal yang mencakup perdagangan manusia, senjata, dan narkoba.Deana duduk diam di samping Bastian, mendengarkan
âAku sadar,â jawab Deana pelan namun tegas. âTapi ini satu-satunya cara. Jika kita ingin menghancurkannya, kita harus berada di dalam lingkarannya.âWilliam terdiam, lalu akhirnya berkata, âHati-hati, Deana. Jangan sampai kau kehilangan dirimu sendiri dalam permainan ini.âDeana hanya tersenyum tipis. Permainan ini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sejak kehilangan tunangannya, sejak melihat kematian dan kehancuran di tangan Bastian, Deana telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berhenti sampai keadilan tercapaiâmeski harus berhadapan dengan bahaya yang tidak terukur.*Malam harinya, Deana kembali ke penthouse mewah yang sering digunakan Bastian untuk mengadakan pesta-pesta eksklusif. Dia kembali mengenakan topengnya sebagai Lady Deeâsosok yang misterius dan tak tersentuh, namun memikat perhatian setiap pria yang hadir.Malam itu, suasana di penthouse Bastian semakin memanas. Para tamu dengan pakaian glamor berkumpul, menikmati