Deana memutuskan untuk tidak terburu-buru.
Dia berjalan ke arah bar, duduk di kursi tinggi, dan memesan minuman dengan nada santai.
Matanya menyapu ruangan, mengamati siapa saja yang mungkin menjadi kawan atau lawan.
Namun di balik ekspresi tenangnya, hatinya berdegup cepat.
Dia tahu setiap langkah yang diambil di sini penuh risiko. Satu kesalahan kecil, dan hidupnya bisa berakhir malam ini juga.
“Minuman yang menarik untuk wanita sepertimu,” sebuah suara rendah dan dalam tiba-tiba terdengar di sebelahnya.
Deana menoleh, menemukan Bastian telah berdiri di sana. Tak ada yang mendengar langkahnya, dia bergerak seolah udara sendiri tidak menyadari kehadirannya. Dingin, namun penuh kendali.
Deana menyeringai tipis, memainkan gelas anggurnya dengan jari-jari lentiknya.
"Aku selalu memilih sesuatu yang kuat," jawabnya dengan nada yang menantang, namun tetap terjaga.
Bastian menyipitkan matanya, jelas tertarik dengan jawaban Deana.
"Kuat, tapi berbahaya. Kombinasi yang jarang ditemui."
Deana memutar tubuhnya sedikit, menghadapkan dirinya ke Bastian.
“Terkadang, kita harus mengambil risiko untuk menikmati permainan, bukan?” Dia mengangkat gelasnya sedikit, memberikan tatapan penuh teka-teki kepada Bastian.
Bastian menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu menyeringai kecil—sebuah pemandangan yang sangat langka.
“Lady Dee, bukan?”
Suaranya seakan menusuk ke dalam jiwa Deana.
Bastian telah mendengar tentang wanita itu dari reputasi yang telah William bangun untuknya.
Seorang pelacur elit yang hanya bermain di lingkaran orang-orang paling berkuasa, tetapi belum pernah bertemu sebelumnya.
Deana mengangguk ringan.
"Benar. Dan aku mendengar kamu adalah orang yang paling menguasai permainan di sini."
Bastian tertawa pendek, suara tawanya dingin seperti logam.
“Permainan ini bukan untuk mereka yang lemah hati. Tapi kamu tidak tampak seperti tipe yang mudah gentar.”
Deana menahan napas sejenak, merasakan kehadiran Bastian yang begitu mendominasi.
Namun, dia harus tetap tenang. Ini adalah kesempatan pertamanya untuk masuk ke dalam lingkaran Bastian, dan dia harus memanfaatkannya.
“Aku hanya percaya pada satu aturan: orang yang paling berani, dialah yang bertahan paling lama.”
Bastian mengangkat gelasnya, menatap Deana dengan minat yang mulai tumbuh.
“Kita lihat seberapa lama kamu bisa bertahan, Lady Dee.”
Mereka bersulang, dan saat gelas mereka bersentuhan, Deana merasakan kegetiran yang mengalir di sekujur tubuhnya.
Permainan sudah dimulai, dan ini adalah langkah pertamanya menuju Bastian.
Tapi di balik setiap senyuman yang dia lemparkan, ada rasa ketegangan yang tak terbendung.
Dia tahu, semakin dalam dia masuk ke dunia ini, semakin sulit untuk keluar.
Sementara itu, dari jarak jauh, William mengamati dengan cermat lewat kamera tersembunyi yang dia pasang.
Pikirannya dipenuhi rencana, tetapi ada sesuatu di balik matanya yang menyimpan rahasia kelam—rahasia yang belum siap dia ungkapkan pada Deana.
Pesta sudah semakin ramai saat malam beranjak, namun ketegangan di udara terasa makin tebal.
Orang-orang yang tertawa dan menari seakan lupa bahwa di balik kemewahan ini, ada kekuasaan yang selalu diawasi oleh mata-mata Bastian.
Deana tahu bahwa setiap gerakan kecil yang ia lakukan akan selalu berada di bawah pengawasan, termasuk oleh Raya, yang sejak awal tampak tidak menyukai kehadirannya.
Deana tetap menjaga sikap tenang dan bermain dalam peranannya sebagai Lady Dee, wanita yang tak tertaklukkan oleh siapa pun.
Bastian mungkin tertarik padanya, tetapi dia belum sepenuhnya mendapatkan kepercayaannya. Semua ini baru permulaan, dan Deana sadar bahwa jalan di depannya akan lebih sulit dari yang dibayangkannya.
William terus memantau dari kejauhan, sesekali memberikan instruksi melalui earpiece kecil yang tersembunyi di balik anting-anting Deana.
“Jangan terlalu cepat mendekat padanya,” kata William dengan nada tegas namun terukur. “Dia licik. Dia akan mengujimu lebih dulu.”
Deana menahan diri dari menggigit bibirnya karena kegelisahan yang menyeruak.
Dia tahu Bastian adalah orang yang berbahaya, tapi sekarang, saat berhadapan langsung dengan pria itu, semuanya terasa jauh lebih nyata.
Setiap kali mata mereka bertemu, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ketertarikan; ada kecurigaan, dan juga permainan kekuasaan.
Bastian memerhatikan setiap gerak-geriknya, seakan sedang mengevaluasi apakah Deana akan menjadi ancaman atau sekadar pion kecil yang bisa dia kendalikan.
Raya, yang sejak awal pesta selalu berdiri dekat dengan Bastian, tampak tak bisa menyembunyikan rasa tidak suka pada Deana.
Wanita itu mengamati setiap gerakan Deana dengan tajam, seolah menunggu momen yang tepat untuk menyerangnya.
Meski penuh pesona dan menggoda, Raya adalah seseorang yang terbiasa memiliki kendali, dan kehadiran Deana adalah ancaman bagi dominasinya di sisi Bastian.
Deana bisa merasakan pandangan tajam Raya sejak dia pertama kali memasuki ruangan, namun dia tidak menanggapi secara langsung.Di dunia ini, menunjukkan kelemahan sama saja dengan mengundang kematian.Deana menegakkan tubuhnya, memperlihatkan bahwa dia tidak gentar.Waktu terus berlalu, dan akhirnya Bastian melangkah mendekati Deana lagi.Kali ini, tanpa kata-kata basa-basi, dia mengulurkan tangannya."Mari menari," ucapnya dengan suara yang lembut namun memaksa.Deana menelan ludah sejenak sebelum menerima uluran tangan itu.Jantungnya berdebar kencang saat mereka melangkah ke tengah lantai dansa yang sekarang sudah sepi, hanya menyisakan mereka berdua.Saat tangan Bastian melingkar di pinggangnya, Deana merasa seperti seekor mangsa yang berada di hadapan pemangsa.Setiap langkah dansa yang mereka lakukan seolah menjadi bagian dari permainan yang lebih besar—sebuah permainan hidup dan mati.Bastian menatapnya dalam-dalam.“Jadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan, Lady Dee?” tanyanya,
Suasana pesta kembali tenang, namun badai yang tersembunyi mulai terasa di dalam dada Deana.Di balik wajahnya yang tegar, kegelisahan menyelimuti pikirannya. Dia tahu bahwa setiap langkah yang diambilnya mulai memancing perhatian yang tidak diinginkan—bukan hanya dari Bastian, tapi juga dari Raya yang sudah mulai mencurigainya.Meski demikian, tekadnya semakin kuat. Rasa sakit hati karena kehilangan tunangannya belum terobati, dan hanya dengan menghancurkan Bastian, Deana bisa mendapatkan kembali kehidupannya.Deana menepi ke balkon, menghirup udara malam yang dingin.Dalam keheningan itu, William akhirnya menghubunginya lagi melalui earpiece."Kau harus lebih berhati-hati dengan Raya. Dia tidak akan tinggal diam," suaranya terdengar lebih waspada dari biasanya.“Aku tahu,” jawab Deana pelan, matanya masih memandangi kerlipan lampu kota yang terlihat dari balkon.“Dia tidak akan membiarkan siapa pun mendekati Bastian.”“Bukan hanya soal itu,” kata William, kali ini dengan nada yang l
Bastian akhirnya menoleh padanya, wajahnya tanpa ekspresi.“Kau cemas?” tanyanya dengan nada dingin, seolah menantang Raya untuk menjawab dengan jujur.Raya menundukkan kepalanya sedikit, menunjukkan sikap tunduk yang biasa dia lakukan saat berhadapan dengan Bastian.“Aku hanya ingin melindungimu,” jawabnya dengan manis. “Siapa pun yang berani masuk ke lingkaranmu tanpa alasan yang jelas, adalah ancaman.”Bastian menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya tersenyum tipis.“Kau benar,” ucapnya pelan. “Tapi jangan khawatir. Aku akan tahu siapa dia sebenarnya.”Deana kembali dari balkon, memasuki ruangan pesta dengan senyuman tipis di wajahnya.Dia tahu bahwa sorotan mata Bastian dan Raya terarah padanya.Permainan baru saja dimulai. Tapi meski langkahnya terlihat percaya diri, benaknya masih berusaha merancang langkah berikutnya.Dengan anggukan singkat ke arah para tamu, Deana berjalan menuju bar, tepat di mana Bastian berdiri.Di tengah keramaian, dia menghampiri bartender dan meminta
William tak menjawab lagi. Hanya ada suara napasnya yang terdengar, seolah dia juga merasakan beratnya keputusan yang Deana ambil.Deana tahu bahwa William menyimpan sesuatu, sesuatu yang belum diungkapkannya. Tapi saat ini, fokus Deana hanya pada satu hal: Bastian.Dengan satu napas panjang, Deana menatap kembali bayangan dirinya di cermin.Lady Dee mungkin hanya sebuah penyamaran, tetapi di baliknya, Deana tahu, dia sudah berubah.Ini bukan lagi soal siapa yang benar atau salah. Ini soal bertahan hidup dan memenangkan permainan yang berbahaya ini.Malam sudah larut ketika Deana meletakkan teleponnya dan kembali berdiri di depan cermin.Pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata William.Sejauh ini, semua berjalan sesuai rencana, tetapi ada bagian dari dirinya yang merasa khawatir.Bastian adalah seseorang yang tak mudah diprediksi.Dia bisa saja menjatuhkan siapa pun yang mendekatinya, dan Deana sadar bahwa ia kini berada di pusat perburuan paling berbahaya dalam hidupnya.Deana menye
"Kenapa kau tertarik dengan lingkaran ini? Lingkaran di mana semua orang ingin keluar, tapi tidak bisa."Deana berpikir sejenak. Dia harus berhati-hati dengan jawabannya."Karena aku bukan orang biasa. Dunia ini menawarkan sesuatu yang tak bisa diberikan oleh dunia luar. Kebebasan. Kontrol."Bastian mengangkat alis, seolah tertarik."Kebebasan, katamu?"Deana tersenyum tipis."Kebebasan untuk melakukan apa yang kita mau, tanpa batas. Di sini, kita adalah pemain. Dan aku ingin bermain di level tertinggi."Bastian terdiam, menatapnya dengan pandangan yang tajam.“Tapi permainan ini tidak untuk semua orang, Lady Dee. Jika kau ingin bermain, kau harus siap kehilangan segalanya.”Seketika, keheningan menyelimuti ruangan itu. Deana tahu bahwa di balik kata-kata itu, ada ancaman terselubung. Tapi dia tak gentar."Aku sudah kehilangan segalanya," jawabnya tegas, menatap Bastian tanpa gentar.Bastian tertawa kecil, namun tawanya dingin."Bagus. Maka kau mungkin akan bertahan di sini lebih lama
Deana mendekati salah satu peralatan di ruangan itu—sebuah meja panjang dengan tali pengikat di setiap sudutnya. Bastian menatap Deana, memberinya pilihan tanpa perlu mengatakan apapun. Apakah dia akan mengikuti permainan ini? Atau mundur?Meskipun merasakan ketegangan, ia melangkah maju. Baginya, ini bukan sekadar tentang menaklukkan Bastian secara fisik. Ini adalah permainan pikiran, permainan yang harus dia menangkan jika dia ingin bertahan dalam dunia pria ini. Dia menyingkirkan segala keraguannya dan melangkah ke meja itu.Dengan gerakan perlahan, Bastian membimbing Deana, mengikatkan tali di pergelangan tangannya, lalu di kakinya. Setiap gerakan penuh perhitungan, seakan dia tidak ingin terburu-buru, ingin menikmati setiap detik yang ada. Saat semua tali sudah terikat, Bastian melangkah mundur, memandangnya dengan penuh kekuasaan.Di sinilah peran Lady Dee yang sebenarnya diuji—di mana batas antara kendali dan ketundukan mulai kabur. Bastian akan menunjukkan sisi gelap dari diri
Bastian menarik napas dalam, matanya kembali menatap lurus ke depan, seolah berpikir."Karena kau berbeda. Kau bukan hanya bagian dari permainan ini... kau mengerti lebih banyak daripada yang kau biarkan orang lain tahu."Deana terdiam. Kata-kata Bastian terkesan sederhana, tetapi maknanya dalam. Ada pengakuan di sana, bahwa Bastian melihat lebih dari sekadar Lady Dee, pelacur profesional yang menyamar untuk sebuah misi balas dendam. Di bawah permukaan, Bastian tampaknya telah menangkap sesuatu yang lebih dari itu—sesuatu yang mungkin bahkan Deana sendiri belum menyadari sepenuhnya."Kau juga berbeda," bisik Deana, suaranya nyaris tak terdengar. Bastian tersenyum tipis, tatapannya kembali melunak, namun tetap tidak terbaca.Malam itu, meskipun mereka terbaring bersama dalam keheningan, mereka tahu bahwa di antara mereka ada sesuatu yang lebih rumit dari sekadar fisik. Ada tarikan, sebuah hubungan yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata. Keduanya sama-sama terikat oleh permaina
"Aku tahu," jawab Deana, berusaha keras menenangkan pikirannya. "Tapi dia adalah seseorang yang bisa mencium kebohongan dari jauh. Jika aku tidak hati-hati, dia akan menghabisiku sebelum aku punya kesempatan untuk bergerak lebih jauh.""Tidak akan terjadi apa-apa selama kau tetap mengikuti rencana,"William mencoba meyakinkan. "Ingat, kita melakukannya bersama. Aku akan selalu berada di belakangmu, memantau setiap perkembangan."Deana menghela napas."Baiklah. Aku akan melakukan apa yang perlu."Setelah menutup telepon, Deana duduk dalam keheningan, menatap kosong ke arah kemudi. Dalam hati, ia tahu bahwa ia kini lebih dekat pada tujuannya. Namun, semakin dekat ia mendekati Bastian, semakin besar risikonya. Ini bukan hanya tentang balas dendam lagi—ini adalah pertempuran untuk bertahan hidup.Dan Lady Dee akan bermain sampai akhir, tak peduli berapa banyak bahaya yang menantinya di sepanjang jalan.Malam semakin larut, dan Deana memutuskan untuk kembali ke apartemen alih-alih ke kamar
Pagi berikutnya, Deana bangun dengan tubuh yang terasa lebih berat dari biasanya. Namun, dia tidak punya banyak waktu untuk beristirahat. William telah mengatur pertemuan untuknya dengan seseorang yang bisa memberikan petunjuk tentang Raven.Deana memandang cermin di depannya. Lady Dee adalah identitas yang ia ciptakan, tapi kini terasa semakin menjeratnya ke dalam jaringan kebohongan dan bahaya. Satu kesalahan, dan segalanya akan runtuh.Setelah bersiap, dia meninggalkan apartemennya dan menuju sebuah kafe kecil di sudut kota, tempat yang ditentukan oleh William. Ketika dia tiba, seorang pria duduk di pojok, mengenakan topi rendah dan mantel panjang. Wajahnya hampir tidak terlihat.Deana melangkah mendekat dan duduk di depannya."Kau Deana?" tanya pria itu dengan suara rendah.Deana mengangguk, memasang wajah waspada."Kau punya informasi tentang Raven?"Pria itu mengangguk pelan."Raven adalah seseorang yang sangat dekat dengan Bastian, tapi dia tidak tahu bahwa Raven sudah lama bek
Setelah malam penuh ketegangan di klub Bastian, Deana kembali ke apartemennya dengan perasaan bercampur aduk. Meski ia telah berhasil menjaga kedoknya, kata-kata Bastian terus terngiang di kepalanya.Deana tahu, di balik senyum dingin dan kata-kata yang diucapkan dengan tenang, Bastian sudah mulai menyusun rencana. Setiap gerakannya kini diawasi dengan seksama, dan Deana tak punya ruang sedikit pun untuk kesalahan.Begitu masuk ke apartemennya, ia langsung mengunci pintu dengan cepat, melepaskan sepatu hak tingginya, dan duduk di tepi ranjang. Tubuhnya terasa lelah, tapi otaknya terus berputar. Dia tahu, jalan yang dia tempuh sekarang penuh dengan jebakan. Bastian bukan tipe pria yang bisa dibodohi begitu saja.Suara dering ponselnya memecah keheningan malam. Deana meraih ponsel yang tergeletak di meja kecil di samping ranjang. Nama William muncul lagi di layar."Bagaimana hasilnya?" suara William terdengar lebih serius kali ini.Deana menghela napas sebelum menjawab."Bastian semakin
Bastian memicingkan mata, sorotnya menggelap seiring dengan senyum licik yang terbit di wajah Raya.“Siapa yang ingin bertemu dengannya?” suaranya terdengar malas, tapi ada ketegasan terselubung di dalamnya.Raya tersenyum manis, menikmati permainan ini.“Seseorang yang terpesona dengan pesona Lady Dee,” katanya dengan nada menggoda. “Kau tidak mungkin keberatan, kan, Bastian?”Deana bisa merasakan bagaimana genggaman di pinggangnya mengeras, seakan menandakan peringatan. Ada sesuatu di mata Bastian yang membuat bulu kuduknya meremang—bukan sekadar ketertarikan, tetapi juga klaim kepemilikan.“Sebenarnya, aku keberatan.”Bastian berbicara dengan santai, tapi ada ancaman samar dalam nada suaranya. Dia menatap Raya dengan tatapan yang membuat wanita itu mengangkat alis, seolah menantang.“Oh? Bukankah dia di sini untuk melayani siapa pun yang menginginkannya?”Raya menekankan kalimatnya, melempar senyum penuh arti pada Deana.Deana menahan napas. Jari-jari Bastian di pinggangnya perlaha
Deana bangun lebih awal dari biasanya, meskipun malam sebelumnya ia hampir tak bisa tidur.Pikirannya terus terjaga dengan bayang-bayang Bastian yang tak henti-hentinya menghantui.Pria itu, dengan auranya yang begitu mendominasi dan kehadiran dingin yang mengancam, adalah definisi dari bahaya yang tersembunyi di balik kedok manusia.Deana tahu bahwa langkah kecil yang ia ambil malam sebelumnya telah mengarahkannya lebih dekat ke dalam dunia gelap yang penuh jebakan.Namun, semakin dalam dia melangkah, semakin dekat pula dia pada kesempatan untuk menjatuhkan musuh utamanya.Sementara itu, di sebuah gudang tua di pinggiran kota, Bastian duduk di kursi kayu yang sederhana namun memberikan kesan berwibawa.Di depannya, beberapa anak buahnya berdiri tegang, seolah menunggu instruksi dari pemimpin mereka.Bastian memandang mereka satu per satu, memastikan mereka tahu siapa yang mengendalikan setiap detik di ruangan itu."Apakah semua sudah disiapkan?" tanya Bastian dengan suara datar, tanp
"Aku tahu," jawab Deana, berusaha keras menenangkan pikirannya. "Tapi dia adalah seseorang yang bisa mencium kebohongan dari jauh. Jika aku tidak hati-hati, dia akan menghabisiku sebelum aku punya kesempatan untuk bergerak lebih jauh.""Tidak akan terjadi apa-apa selama kau tetap mengikuti rencana,"William mencoba meyakinkan. "Ingat, kita melakukannya bersama. Aku akan selalu berada di belakangmu, memantau setiap perkembangan."Deana menghela napas."Baiklah. Aku akan melakukan apa yang perlu."Setelah menutup telepon, Deana duduk dalam keheningan, menatap kosong ke arah kemudi. Dalam hati, ia tahu bahwa ia kini lebih dekat pada tujuannya. Namun, semakin dekat ia mendekati Bastian, semakin besar risikonya. Ini bukan hanya tentang balas dendam lagi—ini adalah pertempuran untuk bertahan hidup.Dan Lady Dee akan bermain sampai akhir, tak peduli berapa banyak bahaya yang menantinya di sepanjang jalan.Malam semakin larut, dan Deana memutuskan untuk kembali ke apartemen alih-alih ke kamar
Bastian menarik napas dalam, matanya kembali menatap lurus ke depan, seolah berpikir."Karena kau berbeda. Kau bukan hanya bagian dari permainan ini... kau mengerti lebih banyak daripada yang kau biarkan orang lain tahu."Deana terdiam. Kata-kata Bastian terkesan sederhana, tetapi maknanya dalam. Ada pengakuan di sana, bahwa Bastian melihat lebih dari sekadar Lady Dee, pelacur profesional yang menyamar untuk sebuah misi balas dendam. Di bawah permukaan, Bastian tampaknya telah menangkap sesuatu yang lebih dari itu—sesuatu yang mungkin bahkan Deana sendiri belum menyadari sepenuhnya."Kau juga berbeda," bisik Deana, suaranya nyaris tak terdengar. Bastian tersenyum tipis, tatapannya kembali melunak, namun tetap tidak terbaca.Malam itu, meskipun mereka terbaring bersama dalam keheningan, mereka tahu bahwa di antara mereka ada sesuatu yang lebih rumit dari sekadar fisik. Ada tarikan, sebuah hubungan yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata. Keduanya sama-sama terikat oleh permaina
Deana mendekati salah satu peralatan di ruangan itu—sebuah meja panjang dengan tali pengikat di setiap sudutnya. Bastian menatap Deana, memberinya pilihan tanpa perlu mengatakan apapun. Apakah dia akan mengikuti permainan ini? Atau mundur?Meskipun merasakan ketegangan, ia melangkah maju. Baginya, ini bukan sekadar tentang menaklukkan Bastian secara fisik. Ini adalah permainan pikiran, permainan yang harus dia menangkan jika dia ingin bertahan dalam dunia pria ini. Dia menyingkirkan segala keraguannya dan melangkah ke meja itu.Dengan gerakan perlahan, Bastian membimbing Deana, mengikatkan tali di pergelangan tangannya, lalu di kakinya. Setiap gerakan penuh perhitungan, seakan dia tidak ingin terburu-buru, ingin menikmati setiap detik yang ada. Saat semua tali sudah terikat, Bastian melangkah mundur, memandangnya dengan penuh kekuasaan.Di sinilah peran Lady Dee yang sebenarnya diuji—di mana batas antara kendali dan ketundukan mulai kabur. Bastian akan menunjukkan sisi gelap dari diri
"Kenapa kau tertarik dengan lingkaran ini? Lingkaran di mana semua orang ingin keluar, tapi tidak bisa."Deana berpikir sejenak. Dia harus berhati-hati dengan jawabannya."Karena aku bukan orang biasa. Dunia ini menawarkan sesuatu yang tak bisa diberikan oleh dunia luar. Kebebasan. Kontrol."Bastian mengangkat alis, seolah tertarik."Kebebasan, katamu?"Deana tersenyum tipis."Kebebasan untuk melakukan apa yang kita mau, tanpa batas. Di sini, kita adalah pemain. Dan aku ingin bermain di level tertinggi."Bastian terdiam, menatapnya dengan pandangan yang tajam.“Tapi permainan ini tidak untuk semua orang, Lady Dee. Jika kau ingin bermain, kau harus siap kehilangan segalanya.”Seketika, keheningan menyelimuti ruangan itu. Deana tahu bahwa di balik kata-kata itu, ada ancaman terselubung. Tapi dia tak gentar."Aku sudah kehilangan segalanya," jawabnya tegas, menatap Bastian tanpa gentar.Bastian tertawa kecil, namun tawanya dingin."Bagus. Maka kau mungkin akan bertahan di sini lebih lama
William tak menjawab lagi. Hanya ada suara napasnya yang terdengar, seolah dia juga merasakan beratnya keputusan yang Deana ambil.Deana tahu bahwa William menyimpan sesuatu, sesuatu yang belum diungkapkannya. Tapi saat ini, fokus Deana hanya pada satu hal: Bastian.Dengan satu napas panjang, Deana menatap kembali bayangan dirinya di cermin.Lady Dee mungkin hanya sebuah penyamaran, tetapi di baliknya, Deana tahu, dia sudah berubah.Ini bukan lagi soal siapa yang benar atau salah. Ini soal bertahan hidup dan memenangkan permainan yang berbahaya ini.Malam sudah larut ketika Deana meletakkan teleponnya dan kembali berdiri di depan cermin.Pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata William.Sejauh ini, semua berjalan sesuai rencana, tetapi ada bagian dari dirinya yang merasa khawatir.Bastian adalah seseorang yang tak mudah diprediksi.Dia bisa saja menjatuhkan siapa pun yang mendekatinya, dan Deana sadar bahwa ia kini berada di pusat perburuan paling berbahaya dalam hidupnya.Deana menye