Nona Devanda tidak mungkin bertemu seseorang. Sebelum dia memiliki penyakit traumatik itu, dia selalu mengunci dirinya sendiri di kamar. Dan setelah itu, dia tidak bisa meninggalkan kasurnya selama dua tahun.
Kalau ada sesuatu seperti itu yang benar-benar terjadi tanpa sepengetahuanku … berarti nona adalah orang yang telah menciptakan pria khayalan ini sejak awal. Mengenai hal ini, apakah ini juga bagian dari rencananya untuk menghancurkan pernikahannya? Siapa sangka dia akan melakukan hal seperti itu?
Mulai dari latar belakang sampai penampilannya, segala sesuatu tentang Andriyan memang sangat bersinar. Jadi kenapa? Benar-benar tidak mungkin ada seorang pun yang lebih cocok untuk nona dari pada tuan.
Terlepas dari itu, aku sangat yakin kalau saat ini nona jelas merasakan sesuatu untuk tuan.
“Kenapa kamu tidak menyelesaikan kalimatmu?” tanya Andriyan k
Pingsannya Andriyan menimbulkan perbincangan banyak orang, khususnya para karyawan yang jelas melihat bagaimana tubuh Andriyan dipindahkan. Saat ini di dalam mobil, Mayja dan Rasel sengaja membawa Andriyan untuk pulang. Lebih baik memanggil dokter ke rumah daripada langsung ke rumah sakit karena Andriyan pasti marah kalau kondisi lemahnya diketahui keluarga besar. Sebab sebagai orang yang berada di kedudukan atas, dia memiliki banyak sekali musuh yang kapan pun bisa membinasakannya.“Bagaimana keadaan tuan?” tanya Mayja sembari melirik ke belakang. Rasel duduk di kursi belakang untuk memegangi tubuh Andriyan, sedangkan Mayja yang mengemudi mobil Andriyan.“Beliau masih—Tuan!” Kalimat Rasel terpotong ketika melihat Andriyan akhirnya sadar dan mengedarkan pandangan, tapi suhu tubuhnya masih tinggi dengan wajah memerah. Bulir keringat di pelipisnya juga sebesar biji jagung.“Kenapa, Rasel? Ada apa?!
Devanda memperhatikan dokter yang memeriksa, lalu memberikan perintah pada para pelayan agar menyiapkan air untuk mengompres kening Andriyan. Suhu tubuhnya sangat tinggi yang mengartikan bahwa demamnya cukup parah.Rasel yang berdiri bersebelahan dengan Mayja menunggu jika ada perintah di dekat pintu kamar mereka. Dari sana Rasel terus mengamati Devanda yang telaten mengurus Andriyan dengan mengatur dokter dan para pelayan.“Nyonya begitu tenang, ya. Bahkan ketika suaminya pulang setelah tiba-tiba pingsan. Beliau benar-benar pintar dalam mengendalikan emosinya,” ucap Rasel yang begitu tertegun pada Devanda.Mayja terdiam, dia jelas paham apa yang sebenarnya sedang dirasakan Devanda. Dari luar, dia memang tampak tenang dan bisa mengendalikan emosinya, tapi sebenarnya saat ini dia sangat terkejut, panik, dan cemas. Terbukti dari bagaimana wajahnya pucat dan pandangannya sesekali tidak fokus.Tuan bahkan tidak p
Andriyan menggeleng, dia mengulurkan tangan dan membelai pipi Devanda dengan ibu jarinya. “Aku hanya merindukan istri cantikku. Uhuk! Uhuk! Aku jadi tidak bisa memelukmu sambil tidur seperti biasanya.”Wajah Devanda langsung menyerbak memerah ketika mendengar kalimat itu. Pria ini memang sangat jago menggombal, yang entah mengapa bukan lagi rasa muak, tapi Devanda malah merasakan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya. Bukankah itu aneh?“Jangan banyak bicara, kamu itu sedang sakit.” Devanda memasukkan kain tadi ke dalam bak air hangat yang disiapkan Senorita di atas nakas, lalu meremasnya. Selesai, dia meletakkannya di atas kening Andriyan lagi.“Kenapa kamu tidak menurut untuk menginap di hotel? Di sana kamu tidak perlu kerepotan mengurusku,” ucap Andriyan.“Aku akan terlihat seperti istri tidak tahu diri yang meninggalkan suaminya saat sakit.” Melihat mulut Andriyan terbuk
Devanda melihat mata Andriyan yang sudah terpejam. Ia mengulum senyum, saat Andriyan tertidur rasanya begitu menenangkan. Devanda pun menyandarkan gitarnya di dinding lalu beranjak menaiki ranjang. Dia tidak peduli kalau saat bangun nanti Andriyan akan mengamuk karena sudah melarang Devanda untuk tidur di kasur yang sama karena tidak ingin Devanda tertular.Memang apa pentingnya? Kalau ditukar posisi pun, Andriyan pasti melakukan apa yang Devanda lakukan. Kemudian dia menjadikan lengannya sebagai bantal dan tidur menghadap Andriyan. Sembari terus memperhatikannya, Devanda mengelus alis Andriyan dengan jari telunjuknya. Jujur saja jika pria ini tampan, tapi bukan berarti Devanda bisa tertarik begitu saja karena fisik yang dimilikinya. Hanya saja rasanya tidak menyesal untuk menatap pria ini dalam waktu yang lama.Bukankah kita memang harus mensyukuri ciptaan Tuhan? Maka bagi Devanda, Andriyan adalah ciptaan Tuhan yang begitu indah. Karena
“Bagaimana keadaanmu?”Devanda menaikkan sebelas alisnya, sepertinya karena sakit kepala Andriyan jadi seperti terpentok sesuatu. “Aneh mendengar pertanyaan itu dari orang yang sedang sakit.”Andriyan sendiri baru sadar. Dia jadi menggaruk tengkuk lehernya. “Maaf, sudah kebiasaan, hehe ….”“Buka mulutmu, akan aku suapi.” Senang sekali mendengarnya. Ternyata sakit membawa keberuntungan yang begitu banyak dalam hidup Andriyan.Sontak Andriyan tersenyum lebar. “Tapi, apa kamu sudah makan? Kalau belum, aku akan menyuapimu juga.”Devanda menghela napas panjang. “Tolong ya, Orang Sakit. Jangan sampai membuatku kesal. Berhenti bicara dan buka mulutmu. Gunakan mulutmu untuk makan dan hentikan ocehan tidak jelas itu,” kata Devanda yang mulai mengaduk bubur Andriyan.“Baiklah, Bu Dokter, tolong rawat saya dengan baik, ya.” Andriyan tersenyum lebar, rasanya seperti menggelitiki perut Devanda. Tanpa ingin memperhatikan ekspresinya, Devanda pun segera menyuapi Andriyan.Sekitar 5 jam kemudian, Andr
Rasel sudah berada di dalam mobilnya. Dia terus memperhatikan layar ponselnya yang menunjukkan ke mana posisi Mayja bergerak. Tampaknya perempuan itu masih berlari karena simbol berwarna biru di dalam maps itu masih terus bergerak.Jantung Rasel seperti dipacu dengan kencang. Dia tidak tau bagaimana situasi Mayja sekarang, tapi yang jelas perempuan itu terdengar sedang dalam bahaya. Jadi jangan sampai Rasel terlambat untuk menyelamatkannya. Sampai akhirnya simbol biru itu berhenti, sepertinya Mayja berhenti karena jalanan di gang itu buntu. Tanpa menunggu lama, Rasel mengambil ponselnya dan segera keluar dari mobil. Dia berlari menuju lokasi di mana Mayja berada.“AKU BILANG LEPAS! TOLONG JANGAN GANGGU AKU!” teriak Mayja.“Dia terlalu banyak bicara. Buat tidak sadarkan diri saja biar lebih seru!”“Hahaha, kau benar!”Mereka berjalan mendekat, paham kalau perempuan di depannya sudah tidak ada pilihan lain untuk kabur. Bersiap untuk mengepung Mayja, seseorang berlari mendekat dari belak
“Kamu baik-baik saja?!”Devanda mencoba memeriksa kondisi Mayja. Dia dengar perempuan itu sedang dalam bahaya, jadi rasa cemas yang dimiliki Devanda sudah seperti seorang ibu kepada anaknya.“Saya aman, Nona. Nona tidak perlu khawatir,” ucap Mayja seraya memegang kedua lengan Devanda, berusaha untuk menenangkannya.Devanda lantas mengelus dadanya. Andriyan melirik ke arah Rasel untuk meminta penjelasan. “Jadi apa yang terjadi?”“Saat Mayja akan pulang, dia dihadang sejumlah preman tapi para preman itu memiliki maksud yang tidak baik sehingga Mayja kabur dari mereka dan segera menghubungi saya,” ucap Rasel yang menjelaskan.Sontak Andriyan menatap Mayja dengan kening berkerut. “Harusnya kamu menghubungi polisi, bukannya Rasel! Kalau Rasel gagal menemukanmu bagaimana? Kalau polisi, mereka kan lebih hapal daerah ini dan bisa melacakmu dengan mudah,” ucap Andriyan, berpikir bahwa tindakan Mayja sangat sembrono.Sepertinya hubungan Andriyan dan Mayja menjadi lebih dekat di luar sepengetahu
Tidak tahu harus bertingkah bagaimana, Mayja berjalan dengan canggung di sebelah Rasel. Padahal tadi niatnya adalah jalan-jalan di mall sebagai pengawal hari liburnya yang cerah, tapi terpaksa dia harus jalan bersama Rasel karena Senja menyudutkan keduanya bahwa mereka adalah sepasang suami istri sekarang sehingga harus keluar bersama.Padahal Mayja ingin menikmati liburannya. Dia jadi menghela napas berat. Kalau begini, dia tidak bisa keliling dengan nyaman. “Kenapa, Mayja? Apa kamu merasa tidak nyaman?”Sontak Mayja membulatkan matanya. Dia segera menggeleng. Bagaimana Rasel bisa tahu isi hatinya? Apa pria ini punya kemampuan menerawang isi hati? Aneh sekali! “Tidak, kok. Semuanya baik-baik saja.”Rasel pun mengangguk, dia menyapu pandangannya ke sekitar. “Mau ke mana kita sekarang?”“Aku mau belanja, tapi sebelum itu aku mau beli es krim oreo di depan,” kata Mayja. Dia sangat mencintai es krim. Karena tadi mereka habis makan, rasanya akan lebih dinetralisir dengan es krim.“Baiklah