Devanda melihat mata Andriyan yang sudah terpejam. Ia mengulum senyum, saat Andriyan tertidur rasanya begitu menenangkan. Devanda pun menyandarkan gitarnya di dinding lalu beranjak menaiki ranjang. Dia tidak peduli kalau saat bangun nanti Andriyan akan mengamuk karena sudah melarang Devanda untuk tidur di kasur yang sama karena tidak ingin Devanda tertular.
Memang apa pentingnya? Kalau ditukar posisi pun, Andriyan pasti melakukan apa yang Devanda lakukan. Kemudian dia menjadikan lengannya sebagai bantal dan tidur menghadap Andriyan. Sembari terus memperhatikannya, Devanda mengelus alis Andriyan dengan jari telunjuknya. Jujur saja jika pria ini tampan, tapi bukan berarti Devanda bisa tertarik begitu saja karena fisik yang dimilikinya. Hanya saja rasanya tidak menyesal untuk menatap pria ini dalam waktu yang lama.
Bukankah kita memang harus mensyukuri ciptaan Tuhan? Maka bagi Devanda, Andriyan adalah ciptaan Tuhan yang begitu indah. Karena
“Bagaimana keadaanmu?”Devanda menaikkan sebelas alisnya, sepertinya karena sakit kepala Andriyan jadi seperti terpentok sesuatu. “Aneh mendengar pertanyaan itu dari orang yang sedang sakit.”Andriyan sendiri baru sadar. Dia jadi menggaruk tengkuk lehernya. “Maaf, sudah kebiasaan, hehe ….”“Buka mulutmu, akan aku suapi.” Senang sekali mendengarnya. Ternyata sakit membawa keberuntungan yang begitu banyak dalam hidup Andriyan.Sontak Andriyan tersenyum lebar. “Tapi, apa kamu sudah makan? Kalau belum, aku akan menyuapimu juga.”Devanda menghela napas panjang. “Tolong ya, Orang Sakit. Jangan sampai membuatku kesal. Berhenti bicara dan buka mulutmu. Gunakan mulutmu untuk makan dan hentikan ocehan tidak jelas itu,” kata Devanda yang mulai mengaduk bubur Andriyan.“Baiklah, Bu Dokter, tolong rawat saya dengan baik, ya.” Andriyan tersenyum lebar, rasanya seperti menggelitiki perut Devanda. Tanpa ingin memperhatikan ekspresinya, Devanda pun segera menyuapi Andriyan.Sekitar 5 jam kemudian, Andr
Rasel sudah berada di dalam mobilnya. Dia terus memperhatikan layar ponselnya yang menunjukkan ke mana posisi Mayja bergerak. Tampaknya perempuan itu masih berlari karena simbol berwarna biru di dalam maps itu masih terus bergerak.Jantung Rasel seperti dipacu dengan kencang. Dia tidak tau bagaimana situasi Mayja sekarang, tapi yang jelas perempuan itu terdengar sedang dalam bahaya. Jadi jangan sampai Rasel terlambat untuk menyelamatkannya. Sampai akhirnya simbol biru itu berhenti, sepertinya Mayja berhenti karena jalanan di gang itu buntu. Tanpa menunggu lama, Rasel mengambil ponselnya dan segera keluar dari mobil. Dia berlari menuju lokasi di mana Mayja berada.“AKU BILANG LEPAS! TOLONG JANGAN GANGGU AKU!” teriak Mayja.“Dia terlalu banyak bicara. Buat tidak sadarkan diri saja biar lebih seru!”“Hahaha, kau benar!”Mereka berjalan mendekat, paham kalau perempuan di depannya sudah tidak ada pilihan lain untuk kabur. Bersiap untuk mengepung Mayja, seseorang berlari mendekat dari belak
“Kamu baik-baik saja?!”Devanda mencoba memeriksa kondisi Mayja. Dia dengar perempuan itu sedang dalam bahaya, jadi rasa cemas yang dimiliki Devanda sudah seperti seorang ibu kepada anaknya.“Saya aman, Nona. Nona tidak perlu khawatir,” ucap Mayja seraya memegang kedua lengan Devanda, berusaha untuk menenangkannya.Devanda lantas mengelus dadanya. Andriyan melirik ke arah Rasel untuk meminta penjelasan. “Jadi apa yang terjadi?”“Saat Mayja akan pulang, dia dihadang sejumlah preman tapi para preman itu memiliki maksud yang tidak baik sehingga Mayja kabur dari mereka dan segera menghubungi saya,” ucap Rasel yang menjelaskan.Sontak Andriyan menatap Mayja dengan kening berkerut. “Harusnya kamu menghubungi polisi, bukannya Rasel! Kalau Rasel gagal menemukanmu bagaimana? Kalau polisi, mereka kan lebih hapal daerah ini dan bisa melacakmu dengan mudah,” ucap Andriyan, berpikir bahwa tindakan Mayja sangat sembrono.Sepertinya hubungan Andriyan dan Mayja menjadi lebih dekat di luar sepengetahu
“Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja, Mayja,” gumam Sandy setelah mendengar kabar yang dikirim oleh Mayja bahwa pernikahan mereka batal karena Mayja akan menikah dengan orang lain.“Anda memanggil saya, Tuan?” Morgan, asisten Sandy mendekat.“Siksa lagi ayahnya. Setelah itu baru lepaskan,” ucap Sandy.“Baik, Tuan.”***Sesuai kabar yang dikirim, Jonathan datang ke Bali. Namun dia menginap di salah satu vila setelah sampai. Katanya, besok akan datang ke rumah Andriyan untuk menjenguknya. Sudah dua hari Devanda tidak bisa tidur. Kepalanya terus menciptakan skenario tentang apa yang mungkin terjadi di tempat ini jika ada Jonathan juga. Memang sudah bertahun-tahun pria itu tidak mengganggunya meski saat masih bertunangan dengan Andriyan, tidak hanya sekali dia mencoba mendekati Devanda agar mengubah keputusannya dan berganti menikah dengannya.Andriyan paham akan kecemasan yang dimiliki Devanda
Karena Jonathan dan Kinara datang di pertengahan sore hari, maka mereka akan kembali bertemu di ruang makan ketika jam makan malam. Devanda sudah meminta Senorita dengan para pelayan untuk menyiapkan kamar Jonathan dan kamar Kinara agar bisa beristirahat setelah perjalanan mereka.Sejak itu juga Andriyan tidak banyak bicara. Seperti ada sesuatu yang berkumpul di kepalanya dan membuat Devanda semakin cemas saja. Meski dia tidak yakin bahwa perempuan tadi adalah penyebabnya, tapi Devanda khawatir kalau sikap Andriyan sekarang itu karena demamnya yang belum sepenuhnya sembuh.“Iyan.” Devanda memegang lengan Andriyan. Padahal Devanda hanya memanggilnya dengan pelan, tapi wajah Andriyan sangat terkejut sampai dia terkesiap sebegitunya. “Ka—kamu kenapa? Aku rasa aku memanggilmu dengan pelan.”“Maaf … aku hanya sedikit tidak fokus.” Andriyan seperti orang yang baru saja berlarian karena helaan napasnya lebih besar. Devan
Jonathan memasuki ruang makan bersama Kinara. Di tangannya sudah ada botol bir yang berkualitas tinggi. Dia letakkan botol itu di tengah meja. “Aku sengaja membawanya untuk malam ini. Sudah lumayan lama aku menantikan kapan bir ini bisa kucicipi,” ucap Jonathan, sengaja menyunggingkan senyumnya untuk Devanda. Namun Devanda langsung memalingkan wajahnya.“Iya, kah? Terima kasih, Kak,” ucap Andriyan, berpura-pura tersenyum ramah.“Ah, tapi, kamu kan baru saja pulih. Apa aman untuk meminumnya?” ucap Jonathan tiba-tiba. Beberapa saat kemudian, dia kembali bersuara, “Kalau tidak memungkinkan, aku minum dengan Vanda saja. Boleh, kan?”Devanda belum sempat membuka mulutnya, tapi Andriyan sudah mengambil alih. “Tenang, aku sudah sangat prima sekarang. Jadi kita bisa menikmatinya bersama.”“Apa kamu benar-benar sudah pulih, Kak Iyan? Aku benar-benar khawatir saat mendengar kamu sakit keras! Tau begi
Kinara menyunggingkan senyumnya, padahal dia belum mengatakan apa-apa. Namun dari pandangannya yang kosong Devanda dapat melihat bagaimana perempuan ini membayangkan masa lalunya bersama Andriyan dengan penuh kebahagiaan.“Aku dan Kak Iyan satu SD, SMP, sampai SMA. Rumah kami yang bersebelahan saat itu membuat kami jadi adik kelas dan kakak kelas dalam waktu yang lama. Sampai akhirnya suatu hari tiba-tiba saja kami menjadi lebih akrab. Mamaku pun meminta tolong pada Kak Iyan agar menjadi guru les-ku. Waktu berlalu begitu saja. Meski Kak Iyan cenderung tidak banyak bicara, tapi aku bisa merasakan kehangatan setiap melihat senyumnya,” ucap Kinara, dia tersenyum senang membayangkan Andriyan.Kedua alis Devanda bertaut. Merasakan kehangatan lewat senyuman? Bukankah itu tidak masuk akal? pikir Devanda, jelas bersikap rasional.Tapi tiba-tiba bayangan tentang Andriyan muncul dalam benak Devanda. Rasanya Devanda mulai membenarkan apa yang dikatakan
Kanello mati?!Selain terlalu cepat, Devanda tidak tahu bahwa Kanello akan berakhir bunuh diri seperti ini. Apa keputusannya untuk mensponsori dan mendukung pria itu dari belakang salah? Sebenarnya apa yang salah dan apa yang tidak terjadi seperti yang seharusnya sampai Kanello bisa mati lagi?Tubuh Devanda mendadak lemas. Saat akan bangun dari bangku, dia hampir terjatuh jika tidak segera berpegangan pada pinggir meja. Pramusaji yang hendak mengambil mangkuk bekas otomatis membantu. “Apa Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanyanya karena cemas jika ada pelanggan yang tidak enak badan.Devanda mengangkat salah satu tangannya setinggi dada untuk memberikan isyarat bahwa dia baik-baik saja. Pramusaji itu pun menjauhkan tangannya lalu mengangguk, membiarkan Devanda menopang tubuhnya sendiri. Dengan langkah yang tidak begitu tegak itu, Devanda terus berjalan keluar kafe menuju supir yang sudah menunggunya di mobil.
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a