“Ayolah.”
“Nggak bisa, Ma.”
“Kamu sayang Mama kan?”
“Sangat.”
“Nah itulah. Kamu itu ganteng lho.”
“Ngerti, Ma.”
“Ya udah. Lakukanlah.”
“Noooo. Please, Mama.”
“Mama udah nggak tahan. Apa Mama yang perlu cariin di sini?”
Percakapan antara Adri dengan Mama, ibunya nun jauh di sana itu sebetulnya terjadi dalam bahasa lokal mereka. Tapi apa pun itu, Adri tengah gundah bin galau. Entah karena dipengaruhi orang atau sesuatu kondisi tertentu tapi sudah beberapa kali ini sang ibu menelpon. Topik obrolan sih awalnya biasa saja. Menanyakan kondisi kesehatan, cuaca, biaya sekolah. Tapi ujung-ujungnya selalu bertanya lagi kapan dirinya punya jodoh.
Jodoh? Halowww, pacar pun dirinya belum punya. Pacaran pun belum pernah. Means what? Yup! He’d never been kissed before. Sekalipun ia berasal dari sebuah desa yang tergolong terpencil bukan berarti ia tidak mengikuti perkembangan zaman. Koq tega sih di era kayak gini mau nikahin anaknya yang masih SMA!
*
Prannngggg!!!
Sebuah tempat alat-alat tulis berbahan kaleng terbanting ke lantai dan isinya pecah berhamburan. Cukup berisik sebetulnya. Tapi suara bising yang terjadi ternyata tenggelam oleh keriuhan lebih dahsyat yang terjadi ke kelas 11 IPA 1. Suasana di dalam kelas tadi memang sedang super berisik. Penyebabnya gara-gara di jam pelajaran yang tengah kosong itu ada dua orang remaja tengah berulah.
Aksinya? Kejar-kejaran!
Ini memang beda dengan kejar-kejaran full romantis versi Galih - Ratna. Pun beda dengan kejar-kejarannya sepasang artis Bollywood di taman dengan segerombolan penari latar yang bisa muncul sewaktu-waktu di mana saja. Kejar-kejaran yang saat itu berlangsung di dalam kelas sangat beda kelas. Pasalnya, kejar-kejaran itu bukan dilakukan sepasang remaja lain jenis yang sedang dirundung asmara melainkan sepasang cowok yang saling tidak suka. Dan – nah ini yang jadi penyebab keriuhan - kedua remaja tadi berlarian dengan cara lincah melompati meja demi meja sambil disoraki siswa-siswi sekelas sebagai penontonnya!
Ada yang lebih gila dari itu?
Belum semenit yang lalu mereka hanya berlari di lorong-lorong kelas. Kini keduanya melanjutkan acara kejar-kejaran dengan berlari-lari di atas meja. Adalah Adri yang bertindak sebagai pemburu dengan Arjun sebagai pihak yang diburu. Suara anak-anak sekelas terpecah dua yaitu mereka yang mendukung Arjun maupun yang mendukung Adri.
“Ayo Adri! Ayooo....”
“Hebat Arjun. Ayo lari terussss...”
“Ayo tangkep, Adri. Yaelaaaah.... masa’ lolos lagi seeeh?”
“Arjuuuun, lari ke pojooook. Awas kejedot dinding! Sayang nanti dindingnya!”
Adri masih terus gigih mengejar dengan kelincahan yang terlihat di atas rata-rata. Suasana di dalam kelas semakin riuh, seolah menonton final lari halang-rintang versi baru antara dua cowok yang sama-sama jago berlari. Diiringi suara-suara derap kaki di atas meja, tanpa ampun beberapa buah buku, penggaris, pulpen, pinsil milik beberapa siswa jadi ikut terpental dan bahkan terinjak-injak. Buku tulis milik Farel yang tadinya dalam keadaan terbuka dan polos, serta mertas mendapat ‘stempel’ yang sempurna ketika halaman kiri dan kanan buku dijejak bekas sepatu keduanya.
Beberapa siswa yang asyik dengan tontonan “lari halang-rintang di atas meja” tampaknya merelakan ketika alat-alat seperti penggaris, busur, pinsil dan pulpen yang tadi terinjak kini berubah wujud karena patah, pecah, atau tercabik. Bagi mereka nampaknya tak masalah apabila barang-barang itu menjadi rongsokan. Yang penting pertunjukan yang mereka lihat jangan sampai terlewat. Isengnya lagi, tiga dari siswa-siswa yang menonton malah membuat taruhan kecil-kecilan. Dua orang lain sibuk merekam dengan kamera ponsel!
Waktu sudah berjalan lebih dari satu menit dan mulai terlihat bahwa Arjun kelelahan. Dengan disoraki seluruh siswa Adri semakin bernafsu melompati meja demi meja untuk mengejar Arjun yang kini mengarah ke depan kelas.
Setelah beberapa saat berlari dari meja satu ke meja lain, pada suatu kesempatan Arjun melompat ke meja di depan meja guru. Tapi, seperti halnya bidak catur rupanya langkah itu adalah bagian dari rencana Adri. Akibatnya Arjun kini terjebak di sudut. Tak bisa berkutik gara-gara Adri menggiringnya ke sudut sana.
“Cukup! Elo menang. Tarzan, elo menang.”
Merasa kalah secara fisik, capek, dan juga puas karena cukup lama mengerjai Adri yang tadi dipanggilnya ‘Tarzan’ Arjun kini menyerah. Diiringi suara tepuk tangan anak-anak satu kelas, ia melompat turun. Saat menjejak lantai Arjun sadar bahwa ia dituntut untuk gentle dan harus menyerahkan benda yang membuat Adri tadi gigih mengejarnya. Secarik kertas ia keluarkan dari kantong baju. Namun saat hendak menyerahkan kertas di genggaman tangannya mendadak Arjun melempar kertas yang sudah terlipat-lipat itu ke suatu arah. Adri hanya melihati ketika lipatan kertas yang dilempar kini melenting di atas kepalanya dan kemudian ditangkap orang lain. Dessy, kekasih Arjun.
Adri terkejut bercampur sebal atas ulah Arjun yang ternyata masih mengerjainya. Dalam posisi masih berdiri di atas meja tangannya menuding-nuding Arjun.
“Curang!” teriaknya.
Pintu kelas mendadak berderit menandakan ada seseorang yang baru saja memasuki ruangan kelas. Arjun yang terkaget dengan refleks buru-buru duduk di salah satu bangku kosong dan diikuti Dessy. Begitupun siswa-siswa lain yang buru-buru duduk secepat mungkin.
Adri yang malang. Jantungnya seperti copot saat itu juga ketika melihat Ibu Sissy berdiri di pintu masuk. Wali kelas mereka yang dijuluki beberapa anak di kelas sebagai The Punisher atau Mak Lampir atau Darth Vader atau Sadako atau...
"Duduk!"
Suara Ibu Sissy yang menggelegar langsung membuat Adri ciut. Tanpa berpikir panjang ia mematuhi apa yang tadi diperintahkan. Tapi ia tak menduga kalau ulahnya ternyata makin membuat Ibu Sissy murka.
"Adri, kamu membandel ya?"
Wajah Adri pucat pasi. "Tap-tapi... i-ibu tadi... menyuruh... s-saya duduk."
"Ibu suruh kamu duduk di kursi dan bukannya duduk di atas meja!"
*
Sehabis pelajaran olahraga, saat mengganti baju di toilet, Adrianus dikerjai lagi. Entah siapa yang jadi pelakunya. Kamar mandi pria di sekolah itu punya sekat-sekat toilet dan Adri menggunakan salah satu tempat itu untuk mengganti baju. Karena kebetulan di toilet yang dia masuki tidak ada tempat mencantel baju, ia menyangkutkan begitu saja kaosnya yang sudah sangat berkeringat di pintu toilet bersama dengan seragam yang akan ia pakai setelah itu. Tidak lama kemudian ia menyadari kedua pakaian itu tak lagi di tempatnya. Ia meminta dengan sopan untuk dikembalikan, tapi tidak ada yang tahu siapa pelakunya. Tidak ada juga yang tahu dimana mereka menyembunyikan. Mereka seperti sepakat menyatakan tidak tahu. Ada juga satu anak lain yang tahu tapi sepertinya terlalu takut untuk mengatakan kebenaran. Ini membuat Adri mau tidak mau harus keluar kamar mandi dan mencari kesana kemari. Dan dalam pencarian itulah mukanya harus merah padam menahan ma
Pernah suatu saat dalam pelajaran Bahasa Inggris, para siswa diminta membaca buku berbahasa Inggris yang bisa dipinjam dari perpustakaan atau bawa sendiri dari rumah. Di situ para siswa harus memilih sebuah buku dan menguasai satu bab sebelum kemudian memberikan penjelasan di depan kelas namun dalam Bahasa Inggris. Bukunya boleh fiksi atau non fiksi. Ini sudah dilakukan minggu lalu dan minggu ini, tepatnya hari ini, juga dilakukan pengajaran dengan cara yang sama. Apa yang dibaca siswa pada hari itu haruslah sama dengan yang dibaca minggu lalu.Nah, di sinilah kreatifitas iseng Arjun bekerja. Ia melihat bahwa buku yang dipilih oleh Adri adalah sebuah buku dimana cover bukunya ada dua buah. Cover pertama yang menyatu dengan buku, dan cover kedua sebagai cover utama adalah yang full color dan bisa dilepas.Hari itu, Arjun kembali mengerjai Adri. Ia rupanya sudah merancang sejak kemarin untuk melakukan aksi isengnya. Ketika guru keluar ruangan
Latar belakang Adri memang beda dan tidak ada yang istimewa dari dirinya. Latar belakang ekonominya biasa saja. Miskin sekali jelas tidak, namun ia sangat jauh untuk bisa disebut kaya. Si Bopung, alias bocah kampung adalah julukan yang diberikan Arjun cs. Si bopung yang sudah tak berayah ini di beberapa hari pertama sudah lazim dipanggil ‘Tarzan’ karena ucapan dan ulahnya yang memang ‘katro'' alias kampungan sekali.Tentu tidak semua masalah yang Adri alami adalah karena ulah Arjun. Terlepas dari itu Adri memiliki kebiasaan-kebiasaan yang terbawa-bawa dari kampung halaman yang tak lagi lazim ketika diterapkan di kota besar seperti Jakarta. Dan kebiasaan-kebiasaan yang terasa aneh itu jelas saja menjadi jalan untuk dirinya mengalami perundungan. Butuh penyesuaian cukup lama sebelum kebiasaan kampungannya menghilang. Memasuki bulan ketiga, tak ada lagi kejadian Adri mengangkat satu kaki di bangku ketika menikmati
“Lu pegang-pegang gitar, emangnya tau cara mainin?”Dengan semangat, Adri – lagi-lagi dengan wajah lugunya – mengangguk. Berkali-kali malah. Sebuah gestur yang menurut Arjun layak disematkan buat orang bodoh.“Sadiki.”“Ha?”“Maksudku…. Bisa sedikit.”“Oh.” Arjun mengangguk-angguk. “Biasa main di kunci apa?”“Kunci C,” jawabnya dengan semangat 45.Melihat jawaban spontan dan mantap tapi hanya di kunci C membuat Arjun tertawa. Tawa Arjun kemudian diikuti oleh ‘bodyguard’ tadi yang ada di sampingnya. O ya, namanya Nathan.“Bisa kunci C aja bangga,” cetus si bodyguard.“Lagu daerah aku banyak tau. Aku suka.”Arjun dan temannya makin kencang tertawa.“Lagu Maroon 5 ada yang lu tau?”“Siapa itu Marun?” Adri mengerenyi
“Para hadirin sekalian, berikutnya kita akan tampilkan performer selanjutnya. Setelah kita puas disajikan penampilan lawak yang tidak lucu, maka berikut ini kami tampilkaaaaan…. Aaaaanusssss….” Para penonton seketika terbahak. Dan Arjun yang pura-pura sadar akan kesalahannya langsung sok memperbaiki. “Maaf, maksud saya kita akan saksikan penampilan Adrianuuuuusssss….” Dengan canggung Adri naik ke atas panggung, Senyum tidak, diam tidak. Kecanggungannya benar-benar total dan itu membuat Arjun gatal untuk kembali mengerjai Adri. Ia lalu membisiki ke telinga Adri. “Kamu itu harus hormat dengan membungkuk dalam-dalam. Mula-mula ke bagian kiri, kanan, dan terakhir membungkuk untuk ke bagian depan.” Paham. Adri tersenyum dengan kikuk. Ia lalu membungkuk ke penonton di kiri panggung. Selanjutnya ia membungkuk ke penonton di kanan panggung. Sadar bahwa Adri akan membungkuk ke penonton di depan panggung, Arj
Dan setelah benar-benar reda, Adri mempersiapkan diri. Kedua tangan beserta seluruh jari sudah di tempat yang tepat sampai kemudian ia benar-benar menyanyikan lagu tadi.Dalam sepuluh detik, situasi berbalik 180 derajat. Seluruh penonton merinding bulu kuduknya. Ada yang membelalakkan mata. Ada yang pula yang tak bersuara namun mulut mereka terbuka lebar. Dan ini tanpa kecuali terjadi pada diri Arjun yang gagal menyembunyikan kekagumannya pada Adri dimana itu secara jelas ia tunjukan di sebuah panggung yang ditonton banyak orang.Adri boleh saja hanya memainkan guitar cover dan lagu yang dinyanyikan pun ‘cemen’ karena hanya sebuah lagu kanak-kanak yang sederhana. Tapi yang di luar dugaan atau perkirakan banyak orang adalah bahwa lagu yang dimainkannya itu telah diaransemen secara seksama, canggih, dan penuh improviasi. Di-aransemen dengan genre musik Jazz, lagu itu jadi punya warna sangat berbeda. Jari-jarinya tak hanya
Seiring berjalannya waktu lama-kelamaan Adri pun mengubah sikap dengan tidak mau ambil pusing terhadap teman-teman sekelas. Ia jadi cenderung pendiam dan mulai menerima keadaan apa adanya. Ia yang bosan mengeluh, perlahan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Cara ini cukup efektif karena dampaknya, melakukan tugas sendirian kini tak lagi ia anggap menyedihkan. Tak memiliki banyak teman tak membuatnya larut dalam duka. Dengan gen petualangnya ia malah menikmati keterkucilannya karena dengan sedikitnya bersosialisasi hal itu membuat dirinya memiliki lebih banyak waktu untuk belajar lebih giat demi mengejar ketertinggalannya. Sifat gigih, yang umum melebur pada darah seorang perantau, tergambar dalam karya nyatanya sehari-hari. Dan kegigihannya belajar memang membuahkan hasil. Kendati tidak mencapai level siswa terpintar atau terjago, mata pelajaran utama dalam waktu tiga-empat bulan dengan cepat ia kuasai. Secara perlah
Pekik yang keluar dari mulut Dessy itu mengagetkan Adri. Dessy mendelik marah pada Adri yang saat itu sedang membawa ember yang penuh berisi air. Air itu akan digunakan Adri untuk membersihkan meja-meja yang kotor karena ulahnya dan Arjun. Ini memang bagian dari pendisiplinan yang Adri mau terima secara legowo.“Shit kenapa?”“Elo ngerjain gue ya?”Adri menggeleng cepat.Dessy yang tak percaya kembali berteriak. “Bohong! Matanya di mana sih? Elo sengaja numpahin air di ember ke gue kan? Hayo ngaku.”Ohhh itu yang jadi penyebab kemarahannya.Adri kembali menggeleng. “Kita bawa ember tujuannya for, eh… untuk membersihinkan meja di kelas.”“Ngomong aja gak becus,” ucapan Dessy terdengar ketus. “Elo mau bersihin meja gara-gara elo tadi lari-lari di atasnya kan? Elo dendam sama Arjun tapi kenapa sepatu gue yang disirem?”