Sehabis pelajaran olahraga, saat mengganti baju di toilet, Adrianus dikerjai lagi. Entah siapa yang jadi pelakunya. Kamar mandi pria di sekolah itu punya sekat-sekat toilet dan Adri menggunakan salah satu tempat itu untuk mengganti baju. Karena kebetulan di toilet yang dia masuki tidak ada tempat mencantel baju, ia menyangkutkan begitu saja kaosnya yang sudah sangat berkeringat di pintu toilet bersama dengan seragam yang akan ia pakai setelah itu.
Tidak lama kemudian ia menyadari kedua pakaian itu tak lagi di tempatnya. Ia meminta dengan sopan untuk dikembalikan, tapi tidak ada yang tahu siapa pelakunya. Tidak ada juga yang tahu dimana mereka menyembunyikan. Mereka seperti sepakat menyatakan tidak tahu. Ada juga satu anak lain yang tahu tapi sepertinya terlalu takut untuk mengatakan kebenaran.
Ini membuat Adri mau tidak mau harus keluar kamar mandi dan mencari kesana kemari. Dan dalam pencarian itulah mukanya harus merah padam menahan malu karena ia mencari dengan bertelanjang dada. Sempat ditegur bu Sissy, Adri lantas menceritakan apa yang dialami yang membuat orang itu lantas membantu mencarikan pakaiannya.
Seragam dan kaos penuh keringat itu akhirnya ditemukan. Tergantung di dahan pohon dekat kelasnya sendiri. Tak ada jalan lain, ia akhirnya harus memanjat lumayan tinggi demi mendapatkan pakaiannya kembali. Dan adegan itu dengan cepat jadi bahan tontonan teman-teman sekelas. Dengan menahan malu, Adri terus berjuang mendapatkannya walau itu membuat dirinya riuh diteriaki dan dicemoohi rekan-rekannya.
*
Adri itu benar-benar bagai orang yang hidup dalam keterbelakangan social yang sempurna. Ya, pandangan semacam itu sebetulnya tidak lebay alias keterlaluan karena kenyataan berbicarda seperti itu. Baru di sekolah itulah ia menyadari bahwa ternyata ponsel saat itu sudah memperkenalkan teknologi layer sentuh. Kalau sebelumnya ponsel candybar miliknya banyak digerakkan jempol karena harus mengetik, sekarang pengguna cukup menyentuh layer ponsel. Bagi Adri itu kemajuan teknologi yang luar biasa.
Setelah merayu orangtuanya di kampung demi sebuah ponsel, ia diberi kesempatan mendapatkan ponsel yang pertama. Saat itu kehadiran ponsel layar sentuh baru sekedar info yang ia baca sebagai teknologi super baru. Produk itu pun belum ada yang masuk ke Indonesia. Jadi, sebuah ponsel candybar bekas seperti Nokia, bolehlah.
Karena keterbatasan dana, maka terbatas pula dana yang masuk ke rekeningnya. Bagi Adri hal itu tidak mengapa karena pikirnya sebuah ponsel bekas cukuplah menjawab keingintahuannya. Hanya saja setelah sebulan dipakai, ia mendapati bahwa ponsel semacam itu ternyata bisa menjadi salah satu benda paling menyebalkan di dunia. Tak hanya tombol suara dan on-off yang bermasalah, sekarang pun layarnya ikut kompak dan menjadi rewel.
Di sinilah Arjun melihat peluang untuk mengerjainya. Keisengan Arjun memang semakin menjadi-jadi belakangan ini. Di saat pelajara Bahasa Indonesia dengan guru yang berbakat dalam membuat murid-muridnya mengantuk, Arjun yang duduk di belakang Adri secara berbisik menawarkan dirinya untuk menonton sebuah klip video singkat super imut yang hanya satu menit.
Mengingat pelajaran memang sudah sangat membosankan dan ia sudah menguap sedari tadi, Adri mau saja menonton video itu. Ia menyambil ponsel yang diam-diam diberikan Arjun kepadanya. Saat pertama kali meng-klik, ia bisa mengetahui bahwa durasi video memang satu menit saja. Malah tepatnya 55 detik. Oke, jadi saat itu dirinya mau agak bandel sedikit dengan tidak menyimak apa yang gurunya sampaikan dan memutuskan untuk melihat klip video. Video itu merupakan footage tentang sebuah rumah kosong dan penonton diajak untuk melihati bagian interiornya yang menawan. Video itu tak ada suara sama sekali dan Adri yang lugu mengira itu karena volume suara sudah dikecilkan.
“Tonton terus,” Arjun membisiki dari belakang. “Bentar lagi muncul makhluk imut.”
“Apa?”
“Liat aja. Kamu pasti suka.”
Aih, anak anjing kah itu? Adri paling suka dengan anak anjing dan itu membuatnya terus menatapi layar ponsel. Saat menonton itulah, mendadak muncul sesosok wajah kuntilanak di depan layar disertai suara jeritan kencang. Rupanya volume suara tidak dikecilkan! Akibatnya, Adri terkaget setengah mati sampai mukanya pucat pasi.
Melihat hal itu Arjun tertawa terbahak-bahak bersama beberapa orang. Adri kesal karena Arjun untuk kesekian kalinya sukses mengerjai dirinya. Dan seolah tak cukup dengan itu, guru Bahasa Indonesia yang marah langsung memberikan hukuman strap, dimana ia disuruh berjemur di lapangan sambil menghormat bendera.
*
Dalam soal mengerjai orang, Arjun itu pakarnya. Sadar bahwa Adri mulai menjaga jarak dengan dirinya padahal ia masih ingin mengerjai, Arjun tidak kurang akal. Dengan menggunakan teman-teman dekatnya – dimana Nathan jadi yang paling sering diajak Kerjasama – ia terus saja berusaha melakukan bullying pada Adri.
Pernah suatu saat dalam pelajaran Bahasa Inggris, para siswa diminta membaca buku berbahasa Inggris yang bisa dipinjam dari perpustakaan atau bawa sendiri dari rumah. Di situ para siswa harus memilih sebuah buku dan menguasai satu bab sebelum kemudian memberikan penjelasan di depan kelas namun dalam Bahasa Inggris. Bukunya boleh fiksi atau non fiksi. Ini sudah dilakukan minggu lalu dan minggu ini, tepatnya hari ini, juga dilakukan pengajaran dengan cara yang sama. Apa yang dibaca siswa pada hari itu haruslah sama dengan yang dibaca minggu lalu.Nah, di sinilah kreatifitas iseng Arjun bekerja. Ia melihat bahwa buku yang dipilih oleh Adri adalah sebuah buku dimana cover bukunya ada dua buah. Cover pertama yang menyatu dengan buku, dan cover kedua sebagai cover utama adalah yang full color dan bisa dilepas.Hari itu, Arjun kembali mengerjai Adri. Ia rupanya sudah merancang sejak kemarin untuk melakukan aksi isengnya. Ketika guru keluar ruangan
Latar belakang Adri memang beda dan tidak ada yang istimewa dari dirinya. Latar belakang ekonominya biasa saja. Miskin sekali jelas tidak, namun ia sangat jauh untuk bisa disebut kaya. Si Bopung, alias bocah kampung adalah julukan yang diberikan Arjun cs. Si bopung yang sudah tak berayah ini di beberapa hari pertama sudah lazim dipanggil ‘Tarzan’ karena ucapan dan ulahnya yang memang ‘katro'' alias kampungan sekali.Tentu tidak semua masalah yang Adri alami adalah karena ulah Arjun. Terlepas dari itu Adri memiliki kebiasaan-kebiasaan yang terbawa-bawa dari kampung halaman yang tak lagi lazim ketika diterapkan di kota besar seperti Jakarta. Dan kebiasaan-kebiasaan yang terasa aneh itu jelas saja menjadi jalan untuk dirinya mengalami perundungan. Butuh penyesuaian cukup lama sebelum kebiasaan kampungannya menghilang. Memasuki bulan ketiga, tak ada lagi kejadian Adri mengangkat satu kaki di bangku ketika menikmati
“Lu pegang-pegang gitar, emangnya tau cara mainin?”Dengan semangat, Adri – lagi-lagi dengan wajah lugunya – mengangguk. Berkali-kali malah. Sebuah gestur yang menurut Arjun layak disematkan buat orang bodoh.“Sadiki.”“Ha?”“Maksudku…. Bisa sedikit.”“Oh.” Arjun mengangguk-angguk. “Biasa main di kunci apa?”“Kunci C,” jawabnya dengan semangat 45.Melihat jawaban spontan dan mantap tapi hanya di kunci C membuat Arjun tertawa. Tawa Arjun kemudian diikuti oleh ‘bodyguard’ tadi yang ada di sampingnya. O ya, namanya Nathan.“Bisa kunci C aja bangga,” cetus si bodyguard.“Lagu daerah aku banyak tau. Aku suka.”Arjun dan temannya makin kencang tertawa.“Lagu Maroon 5 ada yang lu tau?”“Siapa itu Marun?” Adri mengerenyi
“Para hadirin sekalian, berikutnya kita akan tampilkan performer selanjutnya. Setelah kita puas disajikan penampilan lawak yang tidak lucu, maka berikut ini kami tampilkaaaaan…. Aaaaanusssss….” Para penonton seketika terbahak. Dan Arjun yang pura-pura sadar akan kesalahannya langsung sok memperbaiki. “Maaf, maksud saya kita akan saksikan penampilan Adrianuuuuusssss….” Dengan canggung Adri naik ke atas panggung, Senyum tidak, diam tidak. Kecanggungannya benar-benar total dan itu membuat Arjun gatal untuk kembali mengerjai Adri. Ia lalu membisiki ke telinga Adri. “Kamu itu harus hormat dengan membungkuk dalam-dalam. Mula-mula ke bagian kiri, kanan, dan terakhir membungkuk untuk ke bagian depan.” Paham. Adri tersenyum dengan kikuk. Ia lalu membungkuk ke penonton di kiri panggung. Selanjutnya ia membungkuk ke penonton di kanan panggung. Sadar bahwa Adri akan membungkuk ke penonton di depan panggung, Arj
Dan setelah benar-benar reda, Adri mempersiapkan diri. Kedua tangan beserta seluruh jari sudah di tempat yang tepat sampai kemudian ia benar-benar menyanyikan lagu tadi.Dalam sepuluh detik, situasi berbalik 180 derajat. Seluruh penonton merinding bulu kuduknya. Ada yang membelalakkan mata. Ada yang pula yang tak bersuara namun mulut mereka terbuka lebar. Dan ini tanpa kecuali terjadi pada diri Arjun yang gagal menyembunyikan kekagumannya pada Adri dimana itu secara jelas ia tunjukan di sebuah panggung yang ditonton banyak orang.Adri boleh saja hanya memainkan guitar cover dan lagu yang dinyanyikan pun ‘cemen’ karena hanya sebuah lagu kanak-kanak yang sederhana. Tapi yang di luar dugaan atau perkirakan banyak orang adalah bahwa lagu yang dimainkannya itu telah diaransemen secara seksama, canggih, dan penuh improviasi. Di-aransemen dengan genre musik Jazz, lagu itu jadi punya warna sangat berbeda. Jari-jarinya tak hanya
Seiring berjalannya waktu lama-kelamaan Adri pun mengubah sikap dengan tidak mau ambil pusing terhadap teman-teman sekelas. Ia jadi cenderung pendiam dan mulai menerima keadaan apa adanya. Ia yang bosan mengeluh, perlahan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Cara ini cukup efektif karena dampaknya, melakukan tugas sendirian kini tak lagi ia anggap menyedihkan. Tak memiliki banyak teman tak membuatnya larut dalam duka. Dengan gen petualangnya ia malah menikmati keterkucilannya karena dengan sedikitnya bersosialisasi hal itu membuat dirinya memiliki lebih banyak waktu untuk belajar lebih giat demi mengejar ketertinggalannya. Sifat gigih, yang umum melebur pada darah seorang perantau, tergambar dalam karya nyatanya sehari-hari. Dan kegigihannya belajar memang membuahkan hasil. Kendati tidak mencapai level siswa terpintar atau terjago, mata pelajaran utama dalam waktu tiga-empat bulan dengan cepat ia kuasai. Secara perlah
Pekik yang keluar dari mulut Dessy itu mengagetkan Adri. Dessy mendelik marah pada Adri yang saat itu sedang membawa ember yang penuh berisi air. Air itu akan digunakan Adri untuk membersihkan meja-meja yang kotor karena ulahnya dan Arjun. Ini memang bagian dari pendisiplinan yang Adri mau terima secara legowo.“Shit kenapa?”“Elo ngerjain gue ya?”Adri menggeleng cepat.Dessy yang tak percaya kembali berteriak. “Bohong! Matanya di mana sih? Elo sengaja numpahin air di ember ke gue kan? Hayo ngaku.”Ohhh itu yang jadi penyebab kemarahannya.Adri kembali menggeleng. “Kita bawa ember tujuannya for, eh… untuk membersihinkan meja di kelas.”“Ngomong aja gak becus,” ucapan Dessy terdengar ketus. “Elo mau bersihin meja gara-gara elo tadi lari-lari di atasnya kan? Elo dendam sama Arjun tapi kenapa sepatu gue yang disirem?”
“Inget lah,” Monique mengangguk mantap. “Pertanyaannya kan supaya digambarkan perjalanan ovum alias sel telur dari Ovarium ke Tube Falopi.”“Naaah karena pertanyaannya minta digambarkan, eh tau gak, Si Bopung itu malah bener-bener ngegambar kayak anak TK ikut lomba mewarnai.”“Haaaah? Plis don du dis et hom.”“Emang iya. Tapi gue duga dia iseng gitu karena gak suka sama Mak Lampir. Mangkelnya udah sampe ke ubun-ubun. Buktinya, semua soal lain yang dijawab serius ternyata betul semua.”“Dia gambar gimana sih?”Tanpa diminta Dessy menyambar buku di tangan Monique dan pulpen di saku bajunya sendiri. Ia lantas menggambar sesuatu di halaman belakang buku.“Ovum-nya digambar seperti telor ayam dengan dua kaki. Posisinya sedang jalan santai kaya’ gini,” Monique melihati ketika Dessy menggambar telur berkaki di atas kertas. “Di