Beranda / Fiksi Remaja / OGAH MARRIED! / Di Ajang Pentas Seni

Share

Di Ajang Pentas Seni

Latar belakang Adri memang beda dan tidak ada yang istimewa dari dirinya. Latar belakang ekonominya biasa saja. Miskin sekali jelas tidak, namun ia sangat jauh untuk bisa disebut kaya. Si Bopung, alias bocah kampung adalah julukan yang diberikan Arjun cs. Si bopung yang sudah tak berayah ini di beberapa hari pertama sudah lazim dipanggil ‘Tarzan’ karena ucapan dan ulahnya yang memang ‘katro'' alias kampungan sekali.

Tentu tidak semua masalah yang Adri alami adalah karena ulah Arjun. Terlepas dari itu Adri memiliki kebiasaan-kebiasaan yang terbawa-bawa dari kampung halaman yang tak lagi lazim ketika diterapkan di kota besar seperti Jakarta. Dan kebiasaan-kebiasaan yang terasa aneh itu jelas saja menjadi jalan untuk dirinya mengalami perundungan.  

Butuh penyesuaian cukup lama sebelum kebiasaan kampungannya menghilang.  Memasuki bulan ketiga, tak ada lagi kejadian Adri mengangkat satu kaki di bangku ketika menikmati santap siang di kantin. Atau menyanyi keras-keras lagu-lagu daerah ketika mengerjakan sesuatu. Pun tak lagi terdengar kabar kejadian aneh seperti meninggalkan sepatu di depan pintu sebelum memasuki kelas. Atau menabrak dinding kaca transparan. Atau memaksa diri membuka pintu dengan cara mendorong padahal pintu dirancang untuk ditarik.

Hhhh, itulah Adri. Butuh waktu beberapa lama untuk ia terbiasa dengan kebiasaan di kota. Kendati demikian, setelah sekian bulan bersekolah masih ada beberapa kebiasaan-kebiasaan lain yang dianggap janggal. Termasuk juga dalam hal kelemahannya berbahasa.

Adri dengan cepat jadi korban bullying alias pelecehan baik secara fisik maupun verbal. Mencoba berbahasa sehari-hari alias gaul yang dikombinasi dengan kemampuan berbahasa Indonesianya yang parah membuat Adri malah semakin menjadi bahan olok-olokan.

Adalah Arjun dengan gang-nya yang banyak memanfaatkan kelemahan Adri untuk melakukan bullying bahkan sejak hari pertama Adrianus bersekolah. Jika yang lain memanggilnya dengan sebutan 'Adri', Arjun malah lebih suka memanggilnya 'Anus.'  Anak sultan karena bapaknya crazy rich di kampungnya itu memang terkenal bengal.

Dan itu belum semua. Adri juga dinilai memiliki prinsip-prinsip hidup yang tak sejalan dengan era 2010 saat itu. Tak suka mencontek atau dicontek, tak pernah mau diajak ke café atau pesta, tak pernah suka pula menonton klip-klip berformat 3GP yang aneh-aneh dari handphone kendati itu adalah keisengan yang makin dianggap jamak bagi siswa-siswa di sana.

Dengan semua keanehan yang bertubi-tubi itu, sempat muncul teori mengapa Adri bisa menjadi berbeda dibandingkan yang lain. Teori itu kejam luar biasa karena menyimpulkan bahwa sikapnya yang serba aneh, ndeso, kampungan, janggal, dan lain-lain adalah karena ia pernah setahun dirawat di kerajaan kera gara-gara terpisah dari orangtuanya saat masih bocah!

Gila memang.

Berpikir bahwa pergaulan dengan Adri alias Si Tarzan tidak akan ‘nyambung’, tidak mendapatkan manfaat, dan bahkan merugikan, Adri dengan cepat menjadi anak yang populer dengan ketidakpopulerannya. Dengan cepat pula Adri terkucil – kalau tidak mau dikatakan dijauhi. Nyaris tak ada siswa sekelas yang mengajaknya bergaul, mengobrol, apalagi berdiskusi soal pelajaran. Bullying secara verbal maupun kecil-kecilan – seperti menghilangkan, mencuri, atau menyembunyikan kepunyaannya – segera menjadi santapannya tiap hari.

Adri tentu saja tak suka dengan apa yang ia alami. Arjun adalah orang yang kerap mengerjai dirinya. Tapi ia tak tahu bagaimana cara terbaik untuk membalasanya.

Well…. Setidaknya sampai hari itu.

*

Hari ini ada sebuah kejadian penting. Sekolah bikin ajang Creative Event, sebuah ajang unjuk gigi buat siswa-siswi di sana khususnya di bidang seni. Arjun jadi panitia penting di event itu. Dia merasa bisa main gitar, menyanyi, dan cukup pede bisa memainkan sebuah lagu. Vokalnya sebetulnya tergolong standar, pas-pasan – kalau tidak bisa dikatakan ‘hancur’. Tapi yah bagaimana lagi. Orangtuanya adalah salah satu donator di sekolah dan izin pentas dengan mudah ia dapatkan. Saat tampil di panggung dengan lagu yang seolah dirancang untuk penyanyi newbie semacam dirinya, yah itu tadi, vokal standar yang dilantunkan. Hanya saja dia memang tampil dengan gitar keren yang dia pakai yang membuat vokalnya jadi sedikit terdongkrak naik. Aplaus dari para pengunjung membuat dirinya jumawa.

Begitu tiba di bawah panggung dan sudah berbaur dengan orang banyak, entah bagaimana ceritanya, gitar itu sempat berpindah tangan ke seorang rekannya. Sementara pertunjukan di panggung masih berlangsung, tak lama kemudian mendadak ia melihat Adri sedang menggendong gitar akustik miliknya yang rupanya berpindah tangan beberapa kali dan terakhir Adri dapatkan dari salah seorang panitia yang bertugas.

“Nus, Anus woi….  lu ngapain pegang-pegang gitar gue?” tanya Arjun. Suaranya pelan tapi terdengar ‘sengak’

“Gitarmu bagus sekali.” Adri yang lugu menjawab jujur. “Aku belum pernah lihat gitar akustik sebagus ini.”

Arjun menyeringai. Senang dengan pujian itu, tapi tetap tidak suka benda itu ada di tangannya. Dengan disaksikan orang-orang di sekitar, ia mendekat ke Adri sampai hanya berjarak sejengkal saja dari orang itu. Dan Adri yang tahu maksudnya buru-buru melepas selempang gitar yang sempat dikalungkan ke lehernya dan memberikan gitar itu pada Arjun.

Arjun memberi isyarat dan seorang temannya – bisa jadi bodyguard tidak resminya – mengambil gitar itu dari tangan Adri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status