"Asyam... ""Ya! Ini dia anggota baru kita. Namanya Asyam Young Bae, Partner Senior di tim kita... beri dia tepuk tangan."Suara ricuh dari tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Berbeda dengan Laila, ia menepuk tangan dengan tatapan melongo. Benar-benar tidak percaya. Asyam? Pria itu... berkedudukan dengan jabatan Senior? Yang mana jelas ada di atas dirinya! Mata Laila berkedip. Kedudukan dirinya saja di sini sebagai Association Attorney, sedangkan dia... Senior Partner?Benar-benar hebat! Kini tatapan Laila berbinar akan kehebatan Asyam dalam meraih jabatan. Pria itu benar-benar hebat, membuat Laila memberikan senyum dan tepuk tangan paling meriah kepada dirinya. Namun tiba-tiba tatapan tatapan matanya terkunci saat tatapan Asyam mengarah pada dirinya. Dia tersenyum tipis sangat tipis. **"Ayah? Bunda kapan pulangnya sih? Udah malam ini... tapi kok, dia belum pulang?""Sharu rindu Bunda Laila?"Sharu mengangguk. Tangannya sibuk memeluk boneka beruang berukuran besar. Karena mal
"Cepet tidur Mas... kenapa malah lihatin Laila kayak gitu coba?" Laila mengulum bibirnsaat Arya masih setia menatapnya. Pria itu setelah kembali dari kamar mandi terus saja menatap Laila dengan tatapan tak kasat mata. Ingin sekali Laila tertawa melihat muka jutek Arya saat ini. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Selain menerima takdir ini dengan lapang dada? Siapa yang tahu dirinya akan datang bulan lebih dulu coba? Menjadikan Arya kesal karenanya. "Sayang? Sini deh, di samping Laila." Laila menepuk sisi ranjangnya agar Arya tidur di samping. Namun karena masih kesal Arya mengalihkan pandangannya. "Sayang..." Dengan suara paling lembut Laila kembali bersuara. "Sini atuh ih? " Masih enggan beranjak dari kursi Laila dengan kesal ia membalikkan badannya--membelakangi Arya. "Laila tidur duluan aja deh! Capek!"Arya mendengkus kesal. Bukan ini yang ia mau! Ia mau Laila membujuknya dengan meminta maaf, tapi perempuan itu malah balik kesal kepadanya. Mana mau tidur lagi! Dengan kesal Arya
"Bunda? Bunda? Kita ke danau ayo! Kata Ayah, di dekat ini ada danau yang indahhh sekali..."Di meja makan Laila yang tengah menghidangkan makanan terhenti saat Sharu mengatakan hal tersebut. Danau? Seketika tatapan Laila jatuh pada Arya yang membalas tatapannya. Dia tersenyum, tidak dengan Laila yang hanya terdiam dalam tatapan itu, yang kemudian melanjutkan kembali hidangannya dengan menyimpan makanan tersebut di depan Arya dan Sharu. "Danau yang mana? Kan ada dua?" tanya Laila sembari melirik Arya. Bibirnya mengulas senyum sangat tipis. "Nah Ayah, di mana? Danau yang mana?" Sharu ikut bertanya, membuat Arya menatap keduanya silih berganti. "Mana Ayah tahu, Ayah kan bukan asli dari kota ini." Arya sibuk memasukan makanan ke mulutnya. "Ah iya! Rumah Bunda besarrrr sekali. Tidak seperti Ayah yang kecil," ucap Sharu membuat Arya mendelik. "Kecil-kecil juga rumah Ayah banyak kenangannya, Sharu! Seperti Kak Zidna? Kamu mau lupain dia?""Mas?" sergah Laila memotong ucapan Sharu yang
"Yeayyy, kita pergi ke danau..." seru Sharu dengan antusias.Setelah mendapatkan izin untuk Laila cuti hari ini, mereka bertiga bermain menuju danau yang sempat Sharu inginkan. "Sharu, jangan lari-lari, sayang?!""Mas! Lihat ih Sharu lari-lari, bukannya hentiin dia.""Udahlah sayang... dia itu udah besar. Yang harus dijaga itu, ya kamu."Laila melotot. Terkejut pula. "Gak kebalik?"Arya terkekeh. "Enggak." Dengan posesif pria itu menarik pinggang Laila agar tetap berada di sampingnya. "Tapi kan...""Mau jatuh ke danau ini?" Pertanyaan Arya sontak membuat Laila menggeleng cepat. "Gak mau! Nanti Laila drop lagi.""Ya, makannya tetep di sini, di samping Mas."Laila tersenyum, membalas pelukan dengan melingkarkan tangannya di pinggang Arya. Kini danau itu tidak seperti dulu. Jika dulu nampak sepi sekarang banyak pengunjung yang bermain di pinggir danau ini. Jika dulu yang naik perahu hanya satu, dua. Sekarang sepuluh bahkan lima belas perahu terapung memenuhi danau ini. Bahkan Sharu
Laila menatap terlebih dahulu Arya yang masih setia menatap fokus Sharu. "Aku akan membawa Mas Arya kembali. Tapi Kak Rani jangan keluar sebelum Laila pergi lebih dahulu, ya?"Rania mengangguk. "Baik. Jangan sampai Arya menaruh curiga sama kamu."Dengan kepala mengangguk Laila beringsut pergi menuju Arya. "Mas? Maaf ya, pasti nunggu lama?" Laila menyengir kuda. Dia menepuk setelah menghampiri Arya. Arya menolehkan kepalanya. "Tidak juga kok. Lagi pula, fokus Mas sedari tadi cuman ke Sharu."Laila tersenyum kikuk, tatapannya sesekali mengarah pada Rania yang membalas tatapannya."Mas, kita pindah yu? Laila bosan di sini..." rengek Laila bergelayut manja pada sang empu. Membuat Arya tersenyum geli melihatnya. "Maunya ke mana?""Ke mana aja. Asal enggak di sini doang. Laila bosan.""Liatin aja Mas. Gak bakal bosan, tau!" Arya terkekeh membuat Laila mendengkus. "Mas udah manis, Laila takut diabetes!"Arya kembali terkekeh. "Cium dulu, boleh?" Tanpa merasa malu Arya sedikit mencondong
"Mas, katakan? Mas sebenarnya udah ingat, kan?" Pertanyaan berulang dari Laila membuat Arya membuka suara. "Kalaupun iya, kenapa?" tanya Arya tersenyum. "Laila ingin yang pasti, Mas! Kamu udah ingat, kan?""Heum, anggap saja begitu," jawab Arya dengan memalingkan wajahnya. Laila berdecak kesal. "Mas? Laila beneran nanya ih!""Emang Mas bohong? Kan kamu bertanya, ya Mas jawab gitu."Laila menggeleng, "Bukan gitu juga responnya Mas!""Terus gimana? Apa Mas harus terkejut? Atau mungkin jungkir balik? Gendong kamu? Atau harus berekspresi gimana sih?"Laila membuang nafas kasar. Ucapan Arya malah nampak tengah mempermainkannya. Padahal ia ingin tahu. Karena selama ini perasaannya selalu punya firasat bahwa Arya sebenarnya sudah ingat. "Laila beneran serius Mas... kamu udah ingat, kan?" Kini Laila bertanya tanpa emosi, membuat Arya lagi-lagi hanya menghela nafas pelan."Anggap saja begitu Laila...""Jawaban kamu selalu enggak meyakinkan, Mas."Arya bungkam. Tidak mengerti juga apa yang
Laila tersenyum samar saat ia melihat wajah tenang Arya yang sudah terpejam tidur. Matanya nampak begitu tenang nan kalem, membuat satu kecupan hinggap menyentuh kening Arya. "Maaf..." Lirih, ucap Laila amat lirih. Berusaha mungkin Laila tahan agar air matanya tidak jatuh, namun semua sia-sia. Tangis itu kembali luruh saat tersadar kembali akan kesalahan dirinya. Memikirkan bagaimana jika Arya tahu? Apa Arya akan membencinya? Kecewa? Atau mungkin pria itu tidak akan memaafkan dirinya? Tapi, ia istrinya kan? Suaminya sangat mencintainya kan? Suaminya ini akan memaafkannya kan? Walau belum pasti akan ingatan Arya yang memang sudah pulih atau belum. Laila yakin pasti Arya akan memaafkannya. Ya! Ia yakin, suaminya ini pasti akan memaafkannya. Laila tersenyum tipis, mengusap pipinya yang basah. "Sayang..."Suara parau Arya terdengar, membuat Laila refleks semakin mengusap pipinya. "Iya Mas?""Pengen peluk kamu."Laila terkekeh. Segera menyingkap selimut dan menelusuk masuk diantara ce
Masih tidak menyangka akan sosok di sampingnya ini. Arya ... dia sebenarnya Bara yang berpura-pura hilang ingatan? Yang sedari awal hingga saat ini dia itu memang Bara? Baranya Laila... Laila tersenyum samar saat bangun tidur langsung disuguhi pemandangan indah di sampingnya. Kerutan yang nampak semakin penuh kharisma itu membuat Laila ingin berlama-lama memandangnya seperti ini. Apalagi melihat bibir tipis Bara yang elok amat seksi di mata Laila. Yang mana ingin sekali ia cicipi berkali-kali. Hidung mancung sang empu membuat Laila tertawa, membayangkan bagaimana jika ia berubah menjadi sangat kecil dan berseluncur main di hidung mancung tersebut? Pasti seru. Haha. Laila terkikik kecil, menyentuh kening Bara dengan jari telunjuknya dan berseluncur ke bawah, dari mulai kening, hidung dan berhenti di bibir pria itu. "Nambah tua bukannya nambah kerutan, ini malah nambah ganteng." Tawa renyah Laila terdengar merdu, namun tidak untuk Bara yang masih setia memejamkan matanya. Mencium l