Elvis sangat meradang ketika nama Biyan terus terdengar dari mulut Mahira. Pria itu juga tahu bahwa istrinya masih sering melihat foto calon suami yang telah meninggal sehingga dia berpikir bahwa wanita itu tidak pernah mencintainya dan bahkan benci padanya.
“Dengar, Mahira. Selama pernikahan kita. Aku sudah mengeluarkan banyak uang. Tubuh seksimu saja tidak mampu membayarnya.” Elvisl tersenyum tipis. Pria itu meraba leher Mahira hingga ke dada wanita itu.
“Jangan pernah menyentuhku!” teriak Mahira. Dia berusaha mendorong tubuh Elvis. Pria itu menyerang leher istrinya dengan mencium dan menjilati.
“Aku jijik dengan pria yang sudah bekas wanita lain. Lepaskan aku!” Mahira berusaha melepaskan diri dari Elvis yang sedang marah. Pria itu pun masih dipengaruhi minuman.“Bukankah kamu sudah bersetubuh dengan calon suami kamu itu,” ucap Elvis.
“Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Elvis. “Hah!” Elvis melotot pada Mahira. Wanita itu adalah orang pertama yang berhasil menampar pipinya.“Aku bukan wanita murahan yang menjalin hubungan intim tanpa ikatan pernikahan seperti kamu dan Sasa.” Mahira mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan memukul kepala Elvis.
“Aarggh!” Elvis yang berada di atas Mahira jatuh ke kasur. Pria itu merasakan sakit pada kepalanya.“Aku benci kamu!” bentak Mahira merapikan pakaiannya. Dia berlari keluar dari kamar.
“Mahira!” teriak Elvis meraba kepalanya yang berdarah. Pipinya pun terasa panas akibat tamparan dari Mahira.Mahira menuruni tangga. Dia tidak tahu harus pergi kemana. Wanita itu masuk ke kamar tamu. Di mengunci pintu dan berdiam diri.
“Mahira!” teriak Elvis membangunkan semua orang.
“Ada apa, Elvis?” tanya Elvita keluar dari kamarnya.
“Tidak apa.” Elvis tidak mau membawa keluarganya ke dalam masalahnya dengan Mahira.
“Apa Mahira membuat masalah?” tanya Elvita.“Lebih baik kamu ceraikan saja wanita itu. Kamu cukup membiayai hidupnya. Kalian juga tidak punya anak,” tegas Elvita.
“Sasa mau menikah dengan kamu. Kita ada utang budi di masa lalu dengan keluarga Sasa. Dia bahkan rela menjadi sekretaris kamu dan meninggalkan Perusahaan orang tuanya,” lanjut Elvita memperhatikan Elvis yang terdiam.
“Ada apa rebut-ribut?” Renaldi pun ikut keluar dari kamar.“Iya, Kak. Apa Kakak bertengkar dengan Kak Mahira?” tanya Relia yang merupakan adik Elvis.
“Kalian kembalilah ke kamar.” Elvis pun masuk ke kamarnya. Pria itu harus mengobati luka pada kepalanya. Dia melihat ponsel Mahira yang tertinggal di atas tempat tidur.
“Aku tahu dia masih di rumah ini dan tidak akan pergi kemana pun.” Elvis yang tahu sandi ponsel Mahira membukanya. Dia melihat video dan foto yang masuk ke dalam pesan media.
“Siapa wanita ini? Apa Sasa? Siapa yang mengirimnya? Apa ini yang membuatnya marah dan menuduhku?” Elvis meremas ponsel Mahira.“Kita selesaikan besok saja. Aku biarkan kamu tidur nyenyak.” Elvis mengobati luka pada kepalanya. Pria itu membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia merebahkan tubuh di atas kasur dan membongkar isi ponsel Mahira.
“Tidak ada Riwayat panggilan dan pesan. Apa dia tidak pernah berhubungan dengan keluarganya?” Elvis yang cerdas berhasil memulihkan pesan yang telah dihapus. Dia melihat pesan dari Mirna dan Manisa yang masih meminta uang pada istrinya. Mereka juga berkata kasar.
“Apa dua orang ini tidak puas dengan uang yang aku berikan? Kenapa masih meminta pada Mahira?” Elvis mengecek saldo Mahira. Pria itu sangat terkejut dengan nominal yang ada.
“Apa dia tidak berbelanja. Uang yang aku berikan tidak berkurang sama sekali.” Elvis beranjak dari kasur. Dia memeriska lemari pakaian.
“Pakaian lama. Tidak ada tas dan sepatu baru. Aku dengar dia adalah dokter bedah yang tinggal di luar negeri. Bagaimana bisa hanya mengenakan pakaian sederhana dan lusuh? Padahal dia cantik.” Elvis menutup semua lemari.
“Apa peduliku!” Elvis membuang ponsel Mahira ke sofa. Pria itu mematikan lampu.
“Wanita itu berani sekali membuat kepalaku luka dan sakit. Dia bahkan menampar pipiku.” Elvis duduk di tepi kasur. Dia menyentuh kepalanya yang terluka dan pipi yang panas.
“Sial!” Elvis merebahkan tubuh dan memejamkan matanya.Mahira duduk di atas tempat tidur yang ada di kamar tamu. Dia tidak menyalakan lampu sehingga ruangan itu gelap. Memeluk kaki dalam tangisnya.
“Apa Elvis terluka?” Mahira yang seorang dokter mengkhawatirkan pria itu. Dia merasa bersalah karena telah memukul kepala Elvis.“Aku tidak mau disentuhnya dengan paksaan. Dia seakan mau memperkosaku. Apa belum puas dengan Sasa?” Mahira sangat kesal dan marah setiap kali mengingat video intim Elvis dan Sasa.
“Menjijikan!” Mahira yang sudah menyukai Elvis merasa dikhianati. Dia yang ingin menjalani kehidupan rumah tangga bahagia menjadi kecewa dan terluka.
Mahira benar-benar tidak bisa tidur. Dia sangat gelisah memikirkan hari esok. Rencana ke depan yang harus dijalaninya.
“Aku bisa hidup sendiri, tetapi bagaimana dengan mama dan Manisa?” tanya Mahira pada dirinya sendiri. Dia selalu diganggu ibu tiri dan adiknya dalam urusan uang. Wanita itu dijadikan mesin uang.
“Apa Elvis sudah tidur?” Mahira keluar dari kamar tamu. Dia pergi ke kamar Elvis.
“Tidak dikunci.” Mahira membuka pintu dengan perlahan dan mendekati Elvis. Dia memeriksa luka pada kepada suaminya yang diobati asalan.
“Tidak diberikan obat yang tepat.” Mahira mengambil kotak obat. Dia membersihkan luka Elvis dan memberikan obat. Wanita itu bahkan memberikan suntikan antibiotic.
“Dia mengobati Lukaku.” Elvis yang sudah bangun tetapi pura-pura tidur.
“Luka ini akan sembuh lebih cepat dan tidak akan infeksi.” Mahira menyimpan kota obat pada tempatnya. Elvis memperhatikan wanita itu.“Hm.” Mahira mengambil ponsel dan keluar dari kamar. Dia kembali ke kamar tamu.
“Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, Mahira? Bukankah kamu membenciku? Tetapi kenapa kamu peduli? Di hatimu masih ada Biyan. Pria yang sudah mati itu.” Elvis duduk di tepi kasur. Dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kenapa kamu mengurusku setiap hari? Dan malam ini, kenapa kamu marah dengan video itu? Apa kamu cemburu? Apa ada cinta di hatimu untukku?” Elvis melihat Mahira yang telah menghilang di balik pintu.
“Aargggh!” Elvis sangat kesal. Dia bahkan tidak mengerti dengan hubungan dirinya dan Mahira.
Pagi hari, Mahira sudah berada di dapur. Dia membuatkan sarapan untuk semua anggota keluarga. Wanita itu sudah biasa melakukannya. Dirinya bahkan sudah tahu kesukaan dan kebiasaan keluarga Elvis.
“Apa yang terjadi semalam, Mahira? Apa kamu bertengkar dengan Elvis?” tanya Elvita pada Mahira yang sedang menyajikan makanan di atas meja. “Tidak, Ma.” Mahira tersenyum.“Sampai kapan kamu mau bertahan di rumah ini? Apa kamu senang menjadi pembantu?” tanya Elvita memperhatikan Mahira.
“Apa kamu mau menguras harta Elvis? Setiap hari mama dan adik kamu itu meminta uang seperti pengemis ke rumah ini. Benar-benar keluarga miskin yang tidak punya harga diri,” ucap Elvita.
“Seperti lintah saja. Menghisap darah keluarga kami,” tegas Elvita. Mahira hanya diam saja. Dia terus melanjutkan pekerjaannya.
“Mahira!” teriak Elvita yang merasa tidak dipedulikan. Wanita itu menepis tangan Mahira.
“Aaahh!” Mahira terkejut hingga sup panas yang dipegangnya jatuh.“Benar-benar tidak berguna. Untung tidak mengenai kakiku.” Elvita menjambak rambut Mahira.
“Aarggh!” Mahira berteriak kesakitan.
“Ma. Apa yang Mama lakukan?” Relia melihat tangan Mahira yang merah terkena kuah sup. Kaki wanita itu pun terluka karena pecahan dari wadah sup.“Bersihkan lantai itu,” bentak Elvita.
“Ayo, Kak.” Relia mau membantu Mahira.
“Biarkan dia sendiri, Lia.” Elvita menarik tangan Relia menjauh dari Mahira. “Ma, tangan dan kaki Kak Mahira terluka,” ucap Relia.“Salah dia sendiri,” tegas Elvita.
“Lebih baik kamu bercerai dengan Elvis agar dia bisa menikahi Sasa,” bisik Elvita di telinga Mahira.
“Bersihkan lantai dan pergi dari sini. Aku tidak nafsu makan melihat kamu.” Elvita mendorong tubuh Mahira hingga terduduk ke lantai.
“Ahhh!” Luka pada tangan Mahira bertambah karena terkena pecahan wadah porselen.Mahira segera membersihkan lantai. Dia hanya bisa menahan perih dan sakit pada tangan serta kakinya. Wanita itu harus bergerak cepat agar segera bisa mengobati dirinya.
“Seorang dokter tidak boleh terluka,” ucap Mahira di dalam hati. Dia menahan tangis hingga dadanya begitu sesak.
“Permisi.” Mahira berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar Elvis. Dia harus mengambil kotak obat. Jika terlambat maka lukanya akan infeksi.
“Untunglah Elvis masih tidur.” Mahira melihat Elvis yang tidur dengan nyenyak.
Mahira masuk ke kamar mandi. Dia membersihkan diri karena pakaiannya terkena kuah sup. Wanita itu mandi untuk kedua kalinya.“Hm.” Elvis membuka mata perlahan dan melihat Mahira yang keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk sebatas paha.“Dia memang seksi.” Elvis memperhatikan Mahira yang berjalan menuju lemari pakaian. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sudah bangun sehingga dengan santainya dia berganti pakaian di depan Elvis yang tidak pernah melihat tubuhnya.“Pasti dia pikir aku masih tidur.” Elvis melihat Mahira yang sudah mengenakan celana sebatas lutut dan kaos putih lengan pendek. Wanita itu benar-benar tidak berdandan sama sekali. Dia hanya memberikan perlindungan dan perawatan kulit saja.“Ahhh!” Mahira mengambil kota obat dari lemari yang cukup tersembunyi.“Apa dia akan mengobati ku lagi? Aku tidak tahu dia punya dua kotak obat.” Elvis tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Dia belum tahu bahwa wanita itu terluka.Mahira membuka pintu balkon dan menutupn
Mahira menarik koper dari kamar. Dia bersusah payah menuruni tangga tanpa bantuan siapa pun.“Apa kamu mau pergi?” tanya Elvita ketika bertemu dengan Mahira di ujung tangga. Ada senyuman di bibir wanita itu.“Iya, Ma. Aku akan segera bercerai dengan Elvis,” jawab Mahira tersenyum.“Bagus sekali. Akhirnya kamu tidak akan mengganggu kehidupan putraku lagi. Benar-benar merusak pemandangan. Bayaran kamu di rumah ini sangat mahal. Elvis harus menanggung biaya adik dan ibu kamu juga,” tegas Elvita.“Ya, Ma. Terima kasih. Saya harap Elvis akan bahagia dan menikah sah dengan kekasihnya. Saya pamit.” Mahira mengulurkan tangan kepada Elvis.“Tentu saja dia akan bahagia bersama Sasa. Berbeda dengan kamu. Elvis sangat menderita, tersiksa dan tertekan.” Elvita menepis tangan Mahira.“Pergilah! Jangan pernah kembali lagi ke rumah ini.” Elvita mendorong tubuh Mahira hingga jatuh ke lantai.“Mama tolong bantu Elvis mengurus perceraian karena berkas pernikahan kami dipegang dia.” Mahira tersenyum. Dia
Elvita menaiki tangga menuju kamar Elvis. Dia bertemu dengan Relia. Putrinya yang baru akan berangkat ke kampus.“Mama mau kemana?” tanya Relia.“Mama mau masuk ke kamar kakak kamu. Ayo bantu Mama.” Elvita menarik tangan Relia masuk ke dalam kamar Elvis yang tidak dikunci.“Mama, Kakak tidak suka orang lain masuk ke kamarnya. Apalagi kita sentuh barang-barang Kak Elvis.” Relia melihat Elvita yang sudah membuka laci meja yang ada di samping tempat tidur.“Kita bukan orang lain. Aku mamanya dan kamu adalah adik kandung Elvis,” tegas Elvita.“Mama mau cari apa?” tanya Relia memperhatikan mamanya.“Buku nikah dan kartu keluarga Elvis,” jawab Elvita.“Untuk apa, Ma?” Relia bisa menebak apa yang direncanakan mamanya.“Elvis dan Mahira akan bercerai. Kakak kamu pasti tidak akan sempat mengurus perceraian. Jadi, biar Mama yang bantu mempercepat perceraian mereka.” Elvita terlihat sibuk mencari buku nikah dan berkas penting yang dibutuhkan untuk proses perceraian.“Apa?” Relia terkejut.“Apa K
Elvis benar-benar fokus bekerja. Dia melihat ponsel pribadi yang tidak berdering sama sekali. Tidak ada pesan dan panggilan masuk yang biasa dilakukan Mahira untuk mengingatkan pria itu makan siang.“Apa dia masih marah? Tetapi kenapa mengobati luka kepalaku? Wanita ini benar-benar keras kepala?” Elvis baru saja akan menghubungi Mahira, tetapi batal karena Sasa masuk ke dalam ruangannya. “Sayang, ayo kita makan siang di kantin Perusahaan. Aku sudah lapar.” Sasa tersenyum. Dia berjalan mendekati kursi Elvis. Wanita itu tidak tahu ada Rino di sudut ruangan. Asisten pribadi sekaligus sopir dari Elvis. “Sayang.” Sasa duduk di pangkuan Elvis. Jari-jari yang indah dan terawat menyentuh pipi dan dagu pria itu.“Aku menginginkan bibir kamu, Elvis. Kapan aku bisa menciumnya lagi setelah semalam?” Sasa menatap Elvis. Wanita itu benar-benar tergoda dengan ketampanan dan tubuh seksi pria di depannya.“Bos, aku selesai,” ucap Rino.“Ah!” Sasa segera turun dari pangkuan Rino. Dia terkejut dengan
Elvis bersiap untuk pulang. Pria itu berjalan keluar dari ruang kerja bersama dengan Rino. Kantor sudah sepi karena para karyawan sudah lebih dulu meninggalkan meja kerja mereka.“Kak Elvis.” Sasa tersenyum menyambut Elvis yang baru keluar dari ruang kerja.“Sasa. Kamu belum pulang.” Elvis menoleh pada Rino.“Tante Elvita menghubungiku dan mengajak makan malam bersama.” Sasa menggandeng tangan Elvis.“Aku siapkan mobil.” Rino meninggalkan Evis bersama dengan Sasa. Pria itu benar-benar tidak suka melihat kedua orang yang tidak memiliki hubungan apa pun itu.“Mama tidak memberitahuku,” ucap Elvis melihat Rino yang sudah masuk ke dalam lift.“Tahan lift!” perintah Elvis pada Rino dan pria itu menurut.“Ayo.” Elvis menarik tangan Sasa masuk ke dalam lift bersama dengan Rino.“Apa Mahira akan cemburu jika Sasa ikut denganku? Aku belum bertanya tentang video tadi malam pada wanita ini.” Elvis melihat pada Sasa dan wanita itu tersenyum. Dia tidak ingin menyinggung teman masa kecilnya karena
Mahira kembali ke rumah. Dia menerima pesan dari nomor tidak dikenal. Foto dan video ketika Elvis berada di rumah Sasa. Dua orang yang terlihat romantis dan tidak ingin dipisahkan.“Kenapa harus mengirim foto dan video ini kepadaku?” tanya Mahira yang duduk di sofa. Wanita itu merasa sangat lelah. Rasa cinta yang mulai tumbuh kembali sirna. Dia berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Elvis.“Elvis. Kamu memang dingin, tetapi di mataku kamu cukup baik dan peduli. Kamu juga adalaj pria yang bertanggung jawab sehingga aku dan keluarga tidak kelaparan.” Mahira menghapus semua foto Elvis yang tersimpan di dalam ponselnya. Dia tidak ingin lagi ada hubungan apa pun dengan suaminya.“Aku yakin Elvis sedang mengurus perceraian kami agar dia bisa segera menikahi Sasa.” Mahira meletakkan ponsel di atas meja. Dia merebahkan tubuh di sofa dan memejamkan matanya. Harinya benar-benar gelisah. Satu-satu pria yang dekat dengannya setelah Biyanka adalah Elvis. Mereka sudah hidup bersama selama dua ta
Sasa selesai makan malam bersama Elvita dan Relia. Mereka berjalan menuju ruang keluarga.“Ma, aku ke kamar dulu.” Relia menaiki tangga menuju kamarnya.“Lia,” sapa Elvita, tetapi Relia terus melanjutkan langkah kakinya yang cepat dan masuk ke dalam kamar dengan tidak lupa mengunci pintu.“Apa Kak Mahira benar-benar sudah pergi dari rumah ini? Aku tidak sempat mampir ke rumah orang tuanya karena mama memintaku pulang lebih awal.” Relia duduk di kursi belajarnya. Dia mencoba menghubungi Mahira dan tidak aktif lagi.“Tidak aktif. Apa Kak Mahira mengganti nomor ponselnya?” Relia terus mencoba menghubungi nomor Mahira dan benar-benar gagal berulang.“Aku akan coba cari ke rumah mamanya.” Relia mengambil kunci mobil dan keluar dari kamar.“Relia, kamu mau kemana?” tanya Elvita melihat Relia melewati mereka.“Aku mau keluar dulu, Ma. Ada perlu.” Relia tersenyum dan berjalan cepat keluar dari rumah mewah keluarganya.“Relia sekarang sudah berubah, Tante. Dia seperti asing padaku,” ucap Sasa.
Langkah kaki Elvis dihentikan Sasa yang sudah menunggu di depan pintu ruang tengah. Pria itu cukup terkejut dengan kehadiran cinta masa kecil. “Kak, aku akan menginap di sini.” Sasa tersenyum pada Elvis.“Bukankah besok kamu harus kerja?” Elvis menatap Sasa yang berdiri di depannya.“Tante sudah menyiapkan pakaian ganti untukku besok. Sudah lama kita tidak bersama.” Sasa menggantungkan tangannya di leher Elvis.“Apa aku bisa tidur di kamar Kak Elvis?” tanya Sasa mendekatkan wajahnya pada Elvis.“Itu tidak mungkin, Sasa. Kita sudah sama-sama dewasa dan aku telah menikah.” Elvis tersenyum. Pria itu tidak menolak sentuhan Sasa. Dia tidak ingin wanita itu marah dan tersinggung. “Istri Kak Elvis kan sudah pergi dan kalian akan bercerai.” Sasa cemberut.“Kamu pergilah istirahat ke kamar tamu. Aku masih harus bekerja.” Elvis melepaskan tangan Sasa.“Aku mau ikut bekerja dengan Kak Elvis agar terbiasa. Kakak tahu kan aku sedang belajar.” Sasa memeluk lengan Elvis. Dia menempelkan bagian dada
Sasa dan Elvita sarapan berdua saja. Tidak ada Relia dan Elvis sehingga membuat pagi yang sepi.“Tante, kemana Kak Elvis? Aku tidak melihatnya dari semalam,” ucap Sasa.“Tante juga tidak tahu. Mungkin sudah pergi kerja. Sekarang, Elvis tidak berselera untuk makan. Dia benar-benar sudah terbiasa dengan masakan Mahira.” Elvita menggelengkan kepalanya. Dia sadar, Elvis berubah sejak Mahira pergi dari rumah mereka.“Apa?” Sasa terkejut dengan kejujuran Elvita yang seakan tidak peduli dengan perasaannya.“Tante juga baru sadar. Ternyata, Mahira sangat pandai memasak. Padahal dia seorang dokter dan bukan hanya ibu rumah tangga.” Elvita tersenyum.“Itu karena dia terbiasa hidup sendiri, Tan. Berbeda dengan diriku yang semuanya dilayani pelayan.” Sasa benar-benar tidak suka mendengar pujian Elvita untuk Mahira.“Benar. Dia terbiasa hidup miskin karena tidak punya orang tua lengkap.” Elvita tersenyum dan beranjak dari kursi. Mereka sudah selesai sarapan.Relia sarapan di kantin kampus. Wanita
Langkah kaki Elvis terhenti karena mendengarkan dering ponselnya yang ditinggalkan di ruang tengah. Pria itu memberikan nada khusus untuk panggilan dari Relia.“Relia.” Elvis segera menuju ponsel yang ada di ruang tengah. Pria itu menerima panggilan dari nomor Relia.Melihat Elvis yang tidak lagi mengejarnya. Mahira kembali ke kamar dengan tidak lupa mengunci pintu. Dia segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Wanita itu cukup lama di dalam kamar.“Mahira.” Elvis mengetuk pintu kamar Mahira. “Sebaiknya kamu segera pulang,” ucap Mahira dari dalam kamar.“Aku akan pulang setelah sarapan.” Elvis duduk di sofa. Dia dengan sabar menunggu Mahira. “Aku akan buatkan sarapan, tetapi kamu harus membuka blokir akunku.” Mahira berdiri di depan Elvis. Wanita itu mengenakan celana jeans panjang dan kaos putih lengan pendek. Dia sangat menyukai warna putih sesuai dengna profesinya seorang dokter.“Ya, tetapi kamu harus mengirimkan makan siang kepadaku selama seminggu.” Elvis tersenyum. “Apa?
Mahira tertidur di sofa. Dia telah mematikan lampu utama sehingga ruangan itu tampak remang. Elvis terbangun dari tidur dan berjalan keluar dari kamar.“Mahira tidur di mana?” Elvis melihat Mahira yang meringkuk di sofa. Pria itu segera menggendongnya dan membawa ke kamar. “Bukankah kita sudah terbiasa tidur satu ranjang berdua.” Elvis merebahkan diri di samping Mahira. Dia menyelimuti tubuh mereka berdua. “Mahira, alasanku tidak menyentuhmu adalah berharap kamu sendiri yang menyerahkan diri padaku, tetapi dua tahun itu tetap menjadi penikahan yang dingin. Tidak ada cinta darimu untukku.” Elvis mencium dahi Mahira. Dia memeluk wanita itu dan memejamkan matanya.Sasa masih menunggu kedatangan Elvis. Mobilnya berhenti tepat di depan sebuah penginapan sederhana yang cukup jauh dari pusat kota sehingga dia tidak bisa mendapatkan bahan bakar kendaraanya.“Kenapa Kak Elvis lama sekali? Aku sudah mempesiapkan diri untuk menghabiskan malam bersamanya di sini.” Sasa mengenakan pakaian yang se
Mahira terlihat biasa saja berada di antara dua pria. Wanita itu menyelesaikan makan malam dan bersiap memberekan meja. Dia juga langsung mencuci piring.“Aku bantu,” ucap Feliz dan Elvis bersama. Dua pria itu saling lihat.“Elvis, kamu harus istirahat. Dan Feliz, Anda bisa menemai Elvis di ruang tamu. Jadi, biar aku sendiri saja di sini.” Mahira tersenyum. Wanita itu beranjak dari kursi dan membawa piring kotor menuju tempat pencucian.“Tidak masalah.” Feliz segera membawa beberapa piring kotor dan menyusul Mahira.“Aku akan membantu kamu. Ini terlalu banyak. Bukankah dulu kita sering melakukannya bersama.” Feliz tersenyum dan melihat pada Elvis yang masih duduk di kursinya. Pria itu menatap tajam pada lelaki yang datang dari masa lalu istrinya.“Ya. Kita sering makan bersama keluarga.” Mahira tersenyum.“Ehem.” Elvis masih bertahan di kursi. Melihat kebersamaan istri dan pria lain.“Hati-hati. Nanti baju kamu basah,” ucap Mahira.“Tidak. Aku hanya bertugas mengeringkan piring saja.”
Mahira benar-benar kesal. Dia menghempaskan tubuh di atas kasur. Memukul bantal dan guling. Menghamburkan kakinya.“Aarggh! Elvis sialan!” teriak Mahira seorang diri di kasur.“Pria itu benar-benar sudah gila. Dua tahun membiarkan diriku tanpa arti, tetapi ketika aku keluar rumah, dia menahanku.” Mahira dibuat bingung oleh sikap Elvis.Pintu apartemen Mahira diketuk. Bel pun berbunyi. Dia beranjak dari kasur dan berjalan mendekati pintu.“Rino.” Mahira terkejut melihat Rino yang berdiri di depan pintu rumahnya.“Bu, Pak Elvis sakit,” ucap Rino.“Kenapa memberitahu padaku? Bawa saja ke rumah sakit,” tegas Mahira.“Pak Elvis sakit perut karena tidak makan dengan benar. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit.” Rino terlihat khawatir.“Itu bukan urusanku,” tegas Mahira.“Bu, tolong. Pak Elvis masih di mobil. Dia mau bertemu dengan Anda,” ucap Rino.“Dia mau ngapain ke sini?” tanya Mahira masuk ke dalam kamar. Dia mengambil kotak medis.“Mari kita periksa.” Mahira mengikuti Rino turun ke tempa
Mahira hanya diam saja berdua dengan Rino di dalam lift. Wanita itu tidak mau memulai pembicaraan yang tidak penting dengan asisten pribadi mantan suaminya.“Kita sampai. Ini ruang Pak Elvis.” Rino membuka pintu untuk Mahira.“Terima kasih.” Mahira langsung masuk dan Rino menutup kembali pintu.“Elvis,” sapa Mahira melihat Elvis yang berdiri di dinding kaca. Pria itu membelakangi istrinya yang cantik.“Bagaimana kamu bisa tahu kantorku?” tanya Elvis memutar tubuh. Dia memperhatikan Mahira dari atas hingga bawah. Rambut hitam bergelombang di biarkan tergerai melewati pundak. Kemeja putih lengen pendek berbentuk balon dengan kancing terbuka di bagian dada dan celana jeans biru panjang mempelihatkan bentuk tubuh yang sempurna layaknya wanita muda yang mempesona.“Dia benar-benar berbeda. Tampak bercahaya dan cantik.” Elvis tidak mengalihkan pandangan dari Mahira.“Itu tidak penting. Kenapa kamu memblokir kartu pribadiku? Kenapa aku tidak bisa terbang?” tanya Mahira menahan amarah.“Oh. Bu
Elvis menatap foto Mahira yang ada di layar ponselnya. Pria itu berada di Perusahaan dan masih belum fokus bekerja. Dia mengingat sikap manis Feliz pada sang istri yang membuatnya tidak nyaman.“Bos, aku dengar Ibu Mahira akan pergi ke luar pulau bersama dengan Feliz. Mereka sudah memesan tiket dan akan terbang pukul satu siang nanti.” Rino berlari masuk ke dalam ruang kerja Elvis.“Apa? Kenapa dia mau pergi ke luar pulau?” tanya Elvis menatap tajam pada Rino.“Ke kampung halaman Nyonya ketika masih kecil,” jawab Rino.“Baiklah. Kita lihat, apa kamu bisa hidup tanpa aku dan pergi dengan pria lain?” Elvis menghubungi pihak bank untuk membekukan semua kartu dan akses Mahira.“Feliz menguasai dunia kedokteran, tetapi diriku semuanya, Mahira.” Elvis tersenyum.“Rino matikan semua akses Mahira. Dia dilarang meninggalkan kota ini,” tegas Elvis.“Hah!” Elvis terkejut.“Pak. Saya rasa itu akan membuat Ibu Mahira semakin marah,” ucap Rino.“Itu bagus. Dia akan mendatangiku. Katakan kepada semua
Elvis melamun di ruang tengah. Pria itu bingung untuk mendekati Mahira. Rasa gengsi yang terlalu tinggi. Tidak pernah ingin mengakui bahwa dia menyukai wanita itu selama menjadi istrinya.“Kak.” Sasa tersenyum berdiri di depan Elvis. “Sasa.” Elvis melihat mamanya pun menyusul.“Elvis. Mahira sudah tanda tangan.” Elvita memberikan map kepada Elvis.“Tanda tangan apa?” Elvia membuka map dan melihat surat gugatan cerai atas nama dirinya sendiri. “Apa?” Elvis cukup terkejut dengan tanda tangan Mahira tanpa tuntutan apa pun.“Di mana Mama bertemu Mahira?” tanya Elvis.“Di rumah sakit. Mama tidak tahu. Ternyata Mahira seorang dokter bedah yang cukup terkenal. Padalah dua tahun ini dia hanya berada di rumah saja seperti seorang pembantu.” Elvita menatap Elvis.“Dia berhenti menjadi dokter karena trauma akibat kecelakaan itu, Ma.” Elvis meletakkan map di atas meja. Pria itu tetap terlihat tenang di mata Elvita dan Sasa.“Kak, kenapa tidak langsung di tanda tangan?” tanya Sasa melihat map yan
Feliz menunggu Mahira di ruang kerja. Pria itu berharap cinta pertama di masa remaja mengingat kembali tentang kenangan mereka ketika bersama.“Permisi.” Mahira mengetuk pintu yang terbuka.“Masuklah, Mahira. Mari duduk.” Feliz membawa Mahira duduk di sofa. Dia atas meja sudah tersedia makanan dan minuman.“Kenapa Anda memanggil saya?” tanya Mahira duduk berhadapan dengan Feliz.“Bisakan kamu memanggilku dengan santai?” Feliz menatap Mahira.“Maaf. Anda adalah atasan saya,” ucap Mahira.“Mahira, apa kamu benar-benar tidak bisa mengingat masa lalu kita?” Feliz tampak sedih.“Aku sedang berusaha dan bayangan itu muncul.” Mahira tersenyum.“Benarkah?” Feliz pindah duduk ke samping Mahira. Pria itu tanpa sadar menggengam tangan dokter cantik yang masih berstatus istri orang. “Maaf.” Feliz dengan cepat melepas tangan Mahira.“Aku terlalu bersemangat. Aku sudah mencari kamu cukup lama dan baru bisa bertemu sekarang. Aku sangat merindukan kamu, Mahira.” Feliz menatap bola mata Mahira yang bu