Share

Bab 2 Bertengkar

Elvis sangat meradang ketika nama Biyan terus terdengar dari mulut Mahira. Pria itu juga tahu bahwa istrinya masih sering melihat foto calon suami yang telah meninggal sehingga dia berpikir bahwa wanita itu tidak pernah mencintainya dan bahkan benci padanya.

“Dengar, Mahira. Selama pernikahan kita. Aku sudah mengeluarkan banyak uang. Tubuh seksimu saja tidak mampu membayarnya.” Elvisl tersenyum tipis. Pria itu meraba leher Mahira hingga ke dada wanita itu.

“Jangan pernah menyentuhku!” teriak Mahira. Dia berusaha mendorong tubuh Elvis. Pria itu menyerang leher istrinya dengan mencium dan menjilati.

“Aku jijik dengan pria yang sudah bekas wanita lain. Lepaskan aku!” Mahira berusaha melepaskan diri dari Elvis yang sedang marah. Pria itu pun masih dipengaruhi minuman.

“Bukankah kamu sudah bersetubuh dengan calon suami kamu itu,” ucap Elvis.

“Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Elvis.

“Hah!” Elvis melotot pada Mahira. Wanita itu adalah orang pertama yang berhasil menampar pipinya.

“Aku bukan wanita murahan yang menjalin hubungan intim tanpa ikatan pernikahan seperti kamu dan Sasa.” Mahira mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan memukul kepala Elvis.

“Aarggh!” Elvis yang berada di atas Mahira jatuh ke kasur. Pria itu merasakan sakit pada kepalanya.

“Aku benci kamu!” bentak Mahira merapikan pakaiannya. Dia berlari keluar dari kamar.

“Mahira!” teriak Elvis meraba kepalanya yang berdarah. Pipinya pun terasa panas akibat tamparan dari Mahira.

Mahira menuruni tangga. Dia tidak tahu harus pergi kemana. Wanita itu masuk ke kamar tamu. Di mengunci pintu dan berdiam diri.

“Mahira!” teriak Elvis membangunkan semua orang.

“Ada apa, Elvis?” tanya Elvita keluar dari kamarnya.

“Tidak apa.” Elvis tidak mau membawa  keluarganya ke dalam masalahnya dengan Mahira.

“Apa Mahira membuat masalah?” tanya Elvita.

“Lebih baik kamu ceraikan saja wanita itu. Kamu cukup membiayai hidupnya. Kalian juga tidak punya anak,” tegas Elvita.

“Sasa mau menikah dengan kamu. Kita ada utang budi di masa lalu dengan keluarga Sasa. Dia bahkan rela menjadi sekretaris kamu dan meninggalkan Perusahaan orang tuanya,” lanjut Elvita memperhatikan Elvis yang terdiam.

“Ada apa rebut-ribut?” Renaldi pun ikut keluar dari kamar.

“Iya, Kak. Apa Kakak bertengkar dengan Kak Mahira?” tanya Relia yang merupakan adik Elvis.

“Kalian kembalilah ke kamar.” Elvis pun masuk ke kamarnya. Pria itu harus mengobati luka pada kepalanya. Dia melihat ponsel Mahira yang tertinggal di atas tempat tidur.

“Aku tahu dia masih di rumah ini dan tidak akan pergi kemana pun.” Elvis yang tahu sandi ponsel Mahira membukanya. Dia melihat video dan foto yang masuk ke dalam pesan media.

“Siapa wanita ini? Apa Sasa? Siapa yang mengirimnya? Apa ini yang membuatnya marah dan menuduhku?” Elvis meremas ponsel Mahira.

“Kita selesaikan besok saja. Aku biarkan kamu tidur nyenyak.” Elvis mengobati luka pada kepalanya. Pria itu membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia merebahkan tubuh di atas kasur dan membongkar isi ponsel Mahira.

“Tidak ada Riwayat panggilan dan pesan. Apa dia tidak pernah berhubungan dengan keluarganya?” Elvis yang cerdas  berhasil memulihkan pesan yang telah dihapus. Dia melihat pesan dari Mirna dan Manisa yang masih meminta uang pada istrinya. Mereka juga berkata kasar.

“Apa dua orang ini tidak puas dengan uang yang aku berikan? Kenapa masih meminta pada Mahira?” Elvis mengecek saldo Mahira. Pria itu sangat terkejut dengan nominal yang ada.

“Apa dia tidak berbelanja. Uang yang aku berikan tidak berkurang sama sekali.” Elvis beranjak dari kasur. Dia memeriska lemari pakaian.

“Pakaian lama. Tidak ada tas dan sepatu baru. Aku dengar dia adalah dokter bedah yang tinggal di luar negeri. Bagaimana bisa hanya mengenakan pakaian sederhana dan lusuh? Padahal dia cantik.” Elvis menutup semua lemari.

“Apa peduliku!” Elvis membuang ponsel Mahira ke sofa. Pria itu mematikan lampu.

“Wanita itu berani sekali membuat kepalaku luka dan sakit. Dia bahkan menampar pipiku.” Elvis duduk di tepi kasur. Dia menyentuh kepalanya yang terluka dan pipi yang panas.

“Sial!” Elvis merebahkan tubuh dan memejamkan matanya.

Mahira duduk di atas tempat tidur yang ada di kamar tamu. Dia tidak menyalakan lampu sehingga ruangan itu gelap. Memeluk kaki dalam tangisnya.

“Apa Elvis terluka?” Mahira yang seorang dokter mengkhawatirkan pria itu. Dia merasa bersalah karena telah memukul kepala Elvis.

“Aku tidak mau disentuhnya dengan paksaan. Dia seakan mau memperkosaku. Apa belum puas dengan Sasa?” Mahira sangat kesal dan marah setiap kali mengingat video intim Elvis dan Sasa.

“Menjijikan!” Mahira yang sudah menyukai Elvis merasa dikhianati. Dia yang ingin menjalani kehidupan rumah tangga bahagia menjadi kecewa dan terluka.

Mahira benar-benar tidak bisa tidur. Dia sangat gelisah memikirkan hari esok. Rencana ke depan yang harus dijalaninya.

“Aku bisa hidup sendiri, tetapi bagaimana dengan mama dan Manisa?” tanya Mahira pada dirinya sendiri. Dia selalu diganggu ibu tiri dan adiknya dalam urusan uang. Wanita itu dijadikan mesin uang.

“Apa Elvis sudah tidur?” Mahira keluar dari kamar tamu. Dia pergi ke kamar Elvis.

“Tidak dikunci.” Mahira membuka pintu dengan perlahan dan mendekati Elvis. Dia memeriksa luka pada kepada suaminya yang diobati asalan.

“Tidak diberikan obat yang tepat.” Mahira mengambil kotak obat. Dia membersihkan luka Elvis dan memberikan obat. Wanita itu bahkan memberikan suntikan antibiotic.

“Dia mengobati Lukaku.” Elvis yang sudah bangun tetapi pura-pura tidur.

“Luka ini akan sembuh lebih cepat dan tidak akan infeksi.” Mahira menyimpan kota obat pada tempatnya. Elvis memperhatikan wanita itu.

“Hm.” Mahira mengambil ponsel dan keluar dari kamar. Dia kembali ke kamar tamu.

“Sebenarnya apa yang kamu pikirkan, Mahira? Bukankah kamu membenciku? Tetapi kenapa kamu peduli? Di hatimu masih ada Biyan. Pria yang sudah mati itu.” Elvis duduk di tepi kasur. Dia mengusap wajahnya dengan kasar.

“Kenapa kamu mengurusku setiap hari? Dan malam ini, kenapa kamu marah dengan video itu? Apa kamu cemburu? Apa ada cinta di hatimu untukku?” Elvis melihat Mahira yang telah menghilang di balik pintu.

“Aargggh!” Elvis sangat kesal. Dia bahkan tidak mengerti dengan hubungan dirinya dan Mahira.

Pagi hari, Mahira sudah berada di dapur. Dia membuatkan sarapan untuk semua anggota keluarga. Wanita itu sudah biasa melakukannya. Dirinya bahkan sudah tahu kesukaan dan kebiasaan keluarga Elvis.

“Apa yang terjadi semalam, Mahira? Apa kamu bertengkar dengan Elvis?” tanya Elvita pada Mahira yang sedang menyajikan makanan di atas meja.

“Tidak, Ma.” Mahira tersenyum.

“Sampai kapan kamu mau bertahan di rumah ini? Apa kamu senang menjadi pembantu?” tanya Elvita memperhatikan Mahira.

“Apa kamu mau menguras harta Elvis? Setiap hari mama dan adik kamu itu meminta uang seperti pengemis ke rumah ini. Benar-benar keluarga miskin yang tidak punya harga diri,” ucap Elvita.

“Seperti lintah saja. Menghisap darah keluarga kami,” tegas Elvita. Mahira hanya diam saja. Dia terus melanjutkan pekerjaannya.

“Mahira!” teriak Elvita yang merasa tidak dipedulikan. Wanita itu menepis tangan Mahira.

“Aaahh!” Mahira terkejut hingga sup panas yang dipegangnya jatuh.

“Benar-benar tidak berguna. Untung tidak mengenai kakiku.” Elvita menjambak rambut Mahira.

“Aarggh!” Mahira berteriak kesakitan.

“Ma. Apa yang Mama lakukan?” Relia melihat tangan Mahira yang merah terkena kuah sup. Kaki wanita itu pun terluka karena pecahan dari wadah sup.

“Bersihkan lantai itu,” bentak Elvita.

“Ayo, Kak.” Relia mau membantu Mahira.

“Biarkan dia sendiri, Lia.” Elvita menarik tangan Relia menjauh dari Mahira.

“Ma, tangan dan kaki Kak Mahira terluka,” ucap Relia.

“Salah dia sendiri,” tegas Elvita.

“Lebih baik kamu bercerai dengan Elvis agar dia bisa menikahi Sasa,” bisik Elvita di telinga Mahira.

“Bersihkan lantai dan pergi dari sini. Aku tidak nafsu makan melihat kamu.” Elvita mendorong tubuh Mahira hingga terduduk ke lantai.

“Ahhh!” Luka pada tangan Mahira bertambah karena terkena pecahan wadah porselen.

Mahira segera membersihkan lantai. Dia hanya bisa menahan perih dan sakit pada tangan serta kakinya. Wanita itu harus bergerak cepat agar segera bisa mengobati dirinya.

“Seorang dokter tidak boleh terluka,” ucap Mahira di dalam hati. Dia menahan tangis hingga dadanya begitu sesak.

“Permisi.” Mahira berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar Elvis. Dia harus mengambil kotak obat. Jika terlambat maka lukanya akan infeksi.

“Untunglah Elvis masih tidur.” Mahira melihat Elvis yang tidur dengan nyenyak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status