Share

Bab 3 Ki Gambang Pengalihan Selamat

Author: SariOmnivor
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 “Nyi, ambilkan minum dan makanan di dapur untuk Nyi Sambi dan Misah,” Nyai Sri kembali berkata pada embannya yang telah selesai menggelung rambut panjangnya.

Nggeh Ndoro Putri,” jawab sang emban.

“Misah, Nduk cah ayu, sudah dewasa kamu Nduk, berapa umurmu sekarang?” tanya Nyai Sri kepada Misah.

“Enam belas tahun Nyai,” jawab Misah sambil tertunduk malu. Tak berapa lama sang emban kembali dengan nampan kayu yang berisi air putih dalam kendi dan singkong rebus yang baru matang.

“Dimakan dulu Nyi, Misah, kalian pasti belum sarapan,” Nyai Sri mempersilahkan kedua tamunya untuk menyantap hidangan yang sudah tersaji.

Matur nuwun Den Ayu,” ucap Nyi Sambi. Ia dan Misah malu-malu meneguk air putih dan menyantap singkong rebus yang masih panas itu. Nyai Sri tersenyum melihat tingkah mereka. Sesekali ia menatap Misah yang terlihat acak–acakan. Rambutnya yang hitam dan panjang terurai di punggung dan kedua pundaknya. Meskipun tampak kuyu dan kusut kecantikan alaminya masih sangat terlihat.

Setelah selesai mengisi perut dengan singkong rebus dan air putih, Misah dan Nyi Sambi berpamitan pulang. Misah bersikeras ingin menunggu ayahnya di rumah meskipun Nyai Sri menyarankan agar mereka tetap di sini. Sebenarnya Nyi Sambi dan Misah merasa tidak nyaman berlama–lama bersama Nyai Sri. Walaupun terlihat ramah, sebenarnya Nyai Sri adalah sosok yang terkenal sangat dingin di dusun ini.

...

Raden Wikrama berhasil menyusul rombongan prajurit yang membawa Ki Gambang. Dengan segera ia menghadang rombongan itu kemudian menghadap Senopati yang sedang bertengger tenang di atas kuda putihnya.

“Senopati Gunung Agung,” Wikrama berdiri sembari menelungkupkan kedua tangannya di dada memberi hormat.

“Wikrama Manggalayuda, ada urusan apa kau menghadang perjalananku. Sudah sejak lama aku tak bertemu denganmu. Ayahmu Mahamentri Dwipanca mengatakan sekarang kau lebih memilih menjadi kepala dusun daripada menerima jabatan penting di istana,” Senopati berkata.

“Senopati, maaf atas kelancangan ini, hamba berharap Senopati bersedia melepaskan Ki Gambang Pangalihan, dia tidak ada sangkut pautnya dengan para begal yang sedang Senopati cari,” tanpa basa basi Raden Wikrama langsung mengungkapkan maksud dan tujuannya.

“Darimana kau tahu dia tidak berhubungan dengan para begundal itu, sedangkan mereka adalah saudara-saudaranya,” dengan tetap bertengger di punggung kudanya yang gagah Senopati berkata.

“Sebagai kepala dusun, tak ada hal yang bisa lepas dari pengawasan hamba tuanku. Hamba tahu sehari-hari Ki Gambang hanya mengurus ladangnya dan tidak pernah pergi kemanapun. Memang hamba mendengar desas–desus bahwa para begal  sering tampak berkeliaran di sekitar dusun hamba. Saat ini pun hamba tengah menyelidikinya, dan selangkah lagi hamba yakin pasti akan mendapatkan hasilnya,” Raden Wikrama berkata dengan penuh wibawa dan percaya diri.

“Apakah kamu serius menyelidiki masalah ini? Prabu Sentanu sudah mulai jengah dengan hilangnya upeti kerajaan karena dirampas oleh para setan itu. Urusan ini tidak main-main, mereka dengan terang-terangan sudah menantang wibawa kerajaan. Aku tidak akan membiarkan mereka bertingkah lebih jauh lagi. Mereka semua harus segera ditumpas.”

“Hamba mengerti apa yang tuanku maksud, hamba akan segera mengetahui persembunyian para begal itu, anak buah hamba sudah lama menyusuri hutan untuk mencari keberadaan mereka,” terang Wikrama.

“Baiklah, untuk saat ini aku mempercayaimu. Tapi ingat, dua hari lagi kau harus datang ke istana dan memberitahuku tempat persembunyian para begundal itu!”

“Baik Tuanku,”

“Lepaskan dia!” dengan tegas senopati memberikan perintah. Dua orang prajurit yang mengapit Ki Gambang segera melepaskannya. Tubuh Ki Gambang yang lemah dengan paripurna tersungkur ke tanah berumput.

Dengan tatapan tajam mendarat di wajah Raden Wikrama, Senopati Gunung Agung menganggukan kepalanya. Raden Wikrama membalas tatapan itu dengan menangkupkan kedua tangannya serta sedikit menundukkan tubuhnya sebagai tanda memberi hormat.  Tanpa basa-basi lagi Senopati itu kembali menghentak tali kekang kudanya dan berjalan pelan diiringi prajuritnya yang setia mengekor di belakangnya.

...

Misah duduk termangu pada dingklik kayu yang dibuat oleh ayahnya, ia ditemani Nyi Sambi yang tak tega meninggalkannya sendirian.

“Mandilah dulu Nduk, sebentar lagi pasti bapakmu pulang,” ujar Nyi Sambi. Tangan keriputnya tak berhenti mengupas kacang tanah hasil panen kemarin.

Emoh Mbok, aku mau nunggu bapak. Kemarin penyakit bapak kumat lagi Mbok, aku takut bapak tambah parah!” Misah berkata. Kesedihan kembali menyelimuti wajah gadis itu.

“Jangan mikir yang jelek–jelek Nduk, berdoa saja semoga Raden Tumenggung bisa bawa bapak kamu pulang dengan selamat, yo!” Nyi Sambi mencoba menenangkan Misah. Gadis itu tidak menjawab, matanya kosong, pikirannya menerawang. Nyi Sambi mulai khawatir, didekatinya Misah yang sudah seperti anaknya sendiri itu.

“Tenang yo Nduk, di sini ada simbok! Kamu ndak sendirian,” dibelainya rambut Misah dengan lembut. Misah yang tersadar dari lamunan menjatuhkan kepalanya di pelukan Nyi Sambi. Sejak kecil Nyi Sambi sangat dekat dengan Misah. Gadis yang sejak bayi sudah ditinggalkan ibunya itu seakan menemukan sosok ibu pada diri wanita tua itu. Begitupun sebaliknya, sejak ditinggal pergi oleh suaminya Nyi Sambi hidup sebatang kara. Suaminya pergi dan lebih memilih untuk menikahi wanita lain karena setelah bertahun–tahun membina rumah tangga mereka belum juga dikaruniai anak.

Percakapan antara Misah dan Nyi Sambi terhenti saat dari kejauhan terdengar suara derap langkah kaki kuda yang dipacu kencang. Tak pelak suara itu membuat Misah terhenyak dari tempat duduknya. Tiga ekor kuda berderap beriringan mendekati rumah Ki Gambang, terlihat semakin jelas sosok lelaki gagah yang adalah Raden Wikrama dengan tenang melaju di atas kudanya bersama dua pengawal yang salah satunya membawa Ki Gambang.

“Bapak! Bapak Mbok!” Misah berlari kecil menyambut Ki Gambang dan Raden Wikrama. Gadis itu seketika kehilangan perasaan sedihnya. Ia berteriak kegirangan melihat ayahnya bisa kembali dengan selamat. Apa yang terpancar di raut wajah Ki Gambang tak beda jauh dengan Misah, lelaki itu tampak sumringah bisa bertemu kembali dengan anak gadisnya. Padahal tadinya ia sudah sangat putus asa dengan nasibnya. Air mata mungkin akan menetes jika saja tak ada Raden Wikrama dan para pengawalnya. Kelegaan Misah terpancar jelas ketika dengan erat ia memeluk ayahnya. Ki Gambang membalas pelukan Misah dengan lebih erat, Misah tersedu di pelukan ayahnya.

Uwes Nduk, ora po po, sudah, sudah!” Ki Gambang menenangkan anak gadisnya. Dibelainya rambut Misah dengan lembut.

“Sudah Nduk, bapakmu sudah bebas, aku pastikan kalau Senopati tidak akan lagi mengganggu kalian terkait masalah kelompok bandit yang menyeret nama paman-pamanmu itu,” Raden Wikrama berkata.

Matur nuwun Raden,” ucap Misah kepada Raden Wikrama. Lelaki itu mengangguk kepada Misah dan Ki Gambang. Tak lama kemudian ia dan kedua ajudannya berpamitan pulang.

Related chapters

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 4 Nyai Sri Gandawangi Meminta Balasan

    Satu pekan berlalu sejak kejadian yang menimpa Ki Gambang dan Misah. Sejak itu pula Ki Gambang terbaring tidak berdaya, batuk dan lemah tubuhnya membuat dirinya hanya bisa tergolek di pembaringan. Tubuh yang dulu kurus, kini semakin bertambah kurus. Berbagai macam empon-empon sudah diracik Misah, berharap itu akan menyembuhkan ayahnya. Tapi belum juga berhasil.Malam ini entah mengapa perasaan Ki Gambang terasa sangat tidak nyaman. Di pembaringannya, Ki Gambang rebah ditemani oleh anak gadisnya. “Misah, maafkan bapak nduk jika sudah merepotkan kamu, seandainya bapak pergi meninggalkan kamu, bapak berharap kamu jangan terlalu sedih dan dapat melanjutkan hidupmu dengan bahagia. Nduk, dunia ini memang cuma tempat istirahat kita sejenak, setelah ruh ini terpisah dari jasad kita akan benar-benar hidup kekal di samping Sang Hyang Widhi. Jadi apapun yang kau alami di dunia yang fana ini hanyalah setitik saja dari perjalanan panjang yang akan engkau alami nantinya Nduk. Kita boleh saja sedih,

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 5 Kematian Ki Gambang Pengalihan

    Malam yang sunyi membuat Misah segera terlelap, ia meringkuk tidur di samping ayahnya. Berbeda dengan Ki Gambang, lelaki itu sulit untuk memejamkan mata. Meskipun hanya sebentar, kedatangan Nyai Sri yang tiba-tiba dan kata-kata yang diucapkannya terus mengiang di benaknya. Jawaban Ki Gambang yang dengan halus menolak permintaan untuk menjadikan Misah istri kedua ditelan mentah-mentah oleh Nyai Sri. Hal ini tidak wajar menurutnya, karena kebanyakan bangsawan cenderung memaksa jika ingin mengambil gadis dusun untuk dijadikan istri-istri muda. Walaupun nantinya nasib gadis-gadis ini tak akan seberuntung bila mereka dari kalangan bangsawan. Gadis-gadis miskin ini nantinya hanya akan dijadikan layaknya budak. Meski tidak semuanya seperti itu, banyak juga yang beruntung diperlakukan baik di keluarga suami bangsawan yang menikahinya. Diusapnya rambut Misah yang lebat, Ki Gambang memanjatkan doa kepada Dewata yang dipercayainya agar anak gadisnya ini kelak bisa bahagia dan menjalani kehidupan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 6 Lamaran Nyai Sri

    Satu pekan berlalu, kini Misah sudah mulai kembali seperti biasa. Meskipun ia tidak biasa mengerjakan pekerjaan berladang seperti yang ayahnya lakukan, Misah tetap berusaha dan belajar dari Nyi Sambi agar ia bisa memenuhi kebutuhannya sehari–hari. Ia juga rajin membantu apa yang dikerjakan oleh wanita yang dipanggilnya simbok itu. Berladang dan beternak ia lakukan demi kehidupannya tetap berjalan. Pelan-pelan luka yang ia rasakan karena kehilangan ayahnya mulai sembuh dan berganti dengan kesehariannya yang sibuk untuk melanjutkan hidup.Tawa riang Misah saat bercanda dengan Nyi Sambi terdengar sampai di kejauhan, sore itu panen kacang tanah dan singkong lumayan banyak mereka dapatkan. Dengan lincah, jari-jari Misah memotong tangkai singkong dan memisahkannya dari umbinya. "Banyak Mbok panenan kita, besok kalo Simbok mau jual ini ke kota aku boleh ikut kan Mbok? Aku belum pernah liat pasar yang di Kotaraja. Wening bilang pasarnya ramai, ia pernah diajak bapaknya ke sana, pulang-pulang

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 7 Bingung

    Malam kembali datang, tapi malam ini terasa begitu panjang. Udara dingin menyeruak masuk dari sela-sela dinding anyaman kediaman Nyi Sambi. Hawa dingin ini membuat seluruh tubuh tua Nyi Sambi merasa tidak nyaman, badannya pegal dan tulangnya linu. Nyi Sambi yang belum juga bisa tidur beranjak mengambil selendangnya dan melingkarkan selendang itu menutupi pundaknya. Ia menggosok kedua telapak tangan agar bisa menghangatkan jari–jarinya yang mulai terasa kaku, kemudian ia mulai berjalan ke dapur. Terlihat air yang sedang direbusnya mulai mendidih dan berbuih. Nyi Sambi berniat membuat air jahe hangat sambil mereda dingin di perapian. Dipungutnya sepotong ubi rebus gula merah sisa tadi sore. Menggigit sepotong ubi membuatnya teringat lagi perkataan Nyai Sri. Ia dan Misah hanya bisa terdiam bingung apa yang harus dikatakan untuk menjawab pertanyaan Nyai Sri yang tiba–tiba dan terasa tidak nyata. Terngiang kembali ucapan lembut istri kepala dusun itu kepadanya dan Misah.“Aku ingin Misah m

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 8 Paksaan Halus Nyai Sri

    Sepekan berlalu sejak kedatangan Nyai Sri. Sejak saat itu Misah tak dapat tidur dengan nyenyak. Ucapan Nyi Sambi selalu terngiang di benaknya. Benar kata Nyi Sambi, ia pasti tak akan sanggup jika harus menolak keinginan Nyai Sri untuk dijadikan istri kedua suaminya. Nyai Sri Gandawangi adalah wanita yang pintar, cerdik dan juga licik. Sifatnya itu sudah terkenal di dusun ini. Meskipun tingkah lakunya sangat anggun serta lembut, tapi semua orang tahu bahwa ia adalah wanita yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan cara apa pun.Dua karung kacang tanah serta tiga karung singkong sudah selesai dipersiapkan Nyi Sambi dan Misah. Siang itu udara terasa sangat panas, peluh menetes di sekujur tubuh mereka berdua. Sambil menikmati air kelapa muda pemberian Ki Boyo tetangganya yang baru saja panen, keduanya beristirahat santai di bawah pohon jambu air yang tumbuh lebat di halaman rumah Nyi Sambi“Nduk, sepekan lagi kamu sudah harus memberi jawaban, apa kamu sudah pikirkan kata–kata

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 9 Persiapan Pernikahan

    Derap kereta kuda berhenti di kediaman megah Raden Wikrama. Rumah dengan halaman yang luas itu kini ramai orang berdatangan. Panggung megah telah berdiri, diam–diam Nyai Sri sudah mempersiapkan hajatan besar meskipun ia belum mendapatkan jawaban dari Misah. Nyai Sri menggandeng Misah turun dari kereta kuda, ia mengajak gadis belia yang masih lugu itu untuk berjalan mengikutinya. Misah merasa gugup, takut sekaligus takjub, dilihatnya sekeliling begitu banyak orang sibuk lalu lalang. Terakhir dia menapakkan kaki di sini adalah hari di saat kematian ayahnya. Misah berjalan pelan mengikuti Nyai Sri, tangan dingin itu terus membawanya masuk lebih dalam menuju ruangan paling belakang dan tersembunyi. Sebuah ruangan yang terletak di pojok bangunan utama.“Di sini kamar kamu Nduk,” Nyai Sri melepaskan tangan Misah sesampainya di sebuah kamar yang tertutup pintu kayu berukiran indah. Wanita cantik itu mengajak Misah masuk ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Misah masih terdiam, ia

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 10 Raden Wikrama Merencanakan Pelarian

    “Raden Kakung?” suara Misah menyahut dari dalam kamar.“Iya Nduk,” jawab Raden Wikrama.Misah buru-buru membuka pintu, dengan cepat Raden Wikrama masuk dan menutup pintunya kembali. Misah kaget melihat Raden Wikrama tergesa masuk ke dalam kamarnya, ia hampir saja terjatuh karena kain jarik yang melilit tubuhnya membuatnya sulit bergerak bebas. Untung saja dengan sigap Raden Wikrama menahan tubuh kecil itu hingga membuat jarak mereka begitu dekat dan pandangan keduanya sempat beradu. Buru-buru Misah memperbaiki posisi tubuhnya dan mengalihkan pandangannya.“Maaf Raden,” ucap Misah gugup.“Aku yang seharusnya minta maaf Nduk, maaf tiba-tiba menerobos masuk, aku ingin bicara,” ucap Raden Wikrama lemah. Untuk beberapa saat Raden Wikrama terdiam. Dipandanginya gadis kecil ayu yang sedang terdiam dan terlihat malu-malu di depannya. Ia tampak terkagum, tapi dengan cepat ditepisnya pikiran aneh itu.“Misah, apa kamu mengerti situasi yang sedang kamu hadapi sekarang. Istriku memintamu untuk me

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 11 Akhirnya Menikah

    Di ruang utama kediaman Raden Wikrama yang luas kini sudah dipenuhi oleh barang-barang yang nanti akan digunakan dalam ritual. Berbagai macam jenis makanan ringan, nasi tumpeng, ayam ingkung hingga beberapa masakan yang telah siap disimpan di ruangan itu. Wangi bunga tujuh rupa dan kemenyan yang belum dibakar menyeruak di seluruh penjuru ruangan. Di antara semua barang yang tertata acak itu ada sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran naga di sandarannya. Di kursi itu Nyai Sri Gandawangi duduk termenung sendirian. Kebaya hitam dan kain jarik yang dipakainya tampak mewah karena dipadu dengan kalung emas berbentuk ukiran yang cukup lebar, di bagian dada juga tersemat perhiasan berbetuk bulat berhias batu permata hijau di tengahnya. Nyai Sri sepertinya sudah siap menjalankan tugasnya sebagai istri pertama dan kini sedang menunggu untuk mempersiapkan suaminya menuju acara ritual sakral pernikahan. Raden Wikrama yang berjalan dari arah dapur kaget mengetahui istrinya

Latest chapter

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 51

    “Misah! Tenanglah!” Raden Wikrama menahan tangan Misah yang tidak berhenti memukul dadanya. Ia bisa merasakan tangan kurus istrinya begitu dingin dan lemah. Digenggamnya tangan itu kuat-kuat. Misah mencoba meronta melepaskan diri, tapi tenaganya hanya sekuat ranting pohon kering yang dengan mudah dipatahkan. Raden Wikrama mencoba menenangkan Misah dan berusaha mendekapnya. Entah mengapa gadis itu tidak bisa menahan diri lagi dihadapan suaminya, ia terus meronta seperti orang kesetanan. Misah ingin sekali melubangi dada Raden Wikrama dan merobek tabir sandiwara yang sedang menyelubunginya. Tangis Misah semakin menjadi, ia menumpahkan segala kesedihannya di dada Raden Wikrama.“Hentikan sandiwaramu Raden! Hentikan! Sampai kapan kau akan terus berbohong!” ucap Misah disela amukannya.“Misah!” teriak Raden Wikrama. “Bicaralah baik-baik agar aku paham!” ujarnya gemas. Raden Wikrama kembali mencengkeram pundak Misah dan mengarahkan wajah gadis itu agar menatapnya. Misah tak sanggup melawan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 50

    “Misah akan diasingkan ke hutan Kang, dan kalianlah yang akan mengawalnya!” Rangga dan Galuh kembali saling pandang.“Bukankah gadis itu baru saja melahirkan? Bagaimana dengan bayinya?” cetus Galuh.“Anak haram itu akan ikut bersama ibunya!” jawab Nyai Sri dingin.“Apakah perselingkuhan ini sudah terbukti? Bagaimana dengan lelaki selingkuhannya? Apa dia juga akan mendapat hukuman? Tolong ceritakan lebih rinci Nyai! Kami butuh kejelasan agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari!” ujar Galuh meminta kepastian. Sejujurnya kedua prajurit itu belum sepenuhnya tahu kejadian yang sebenarnya. Mereka hanya mendengar sedikit dari abdi yang memanggilnya dan dari ucapan para warga yang sedang membicarakannya.“Ceritanya sederhana Kakang. Misah hamil dan melahirkan anaknya di saat Raden Wikrama menunaikan tugas dari istana. Saat itu suamiku tidak pulang selama lebih dari satu tahun. Ketika Raden Wikrama pulang, dia merasa kaget karena istri mudanya memiliki seorang anak padahal dia merasa belu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 49

    Nyi Sambi duduk di antara kerumunan warga yang sedang menunggu kejelasan berita yang tersebar. Berita tentang pengkhiatan istri kedua Raden Tumenggung membuat gempar seluruh warga Dusun Manis Jambe. Jika berita itu terbukti benar maka mereka bisa menyaksikan secara langsung hukuman yang akan dijatuhkan nantinya. Ini adalah kali ketiga seorang wanita dihukum karena melakukan pengkhianatan. Sebelumnya ada seorang wanita menjalani hukuman diasingkan ke hutan karena berselingkuh meskipun tuduhan itu belum terbukti benar. Tak lama setelah kejadian pertama warga dusun dibuat geger dengan kejadian kedua ketika seorang lelaki memergoki secara langsung istrinya tengah melakukan tindakan tidak senonoh dengan pria lain. Saat itu si suami yang tidak terima langsung membabat leher lelaki selingkuhan istrinya itu hingga tewas di tempat. Hati yang sedang panas dan pikiran yang kacau membuat lelaki itu melakukan hal gila. Tanpa belas kasihan ia mengarak istrinya berkeliling dalam keadaan telanjang bu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 48

    “Sudahlah Nduk! Jangan keras kepala! Saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan hidupmu dan anakmu ini. Tidak peduli bagaimana caranya, turutilah usul Jalu Nduk!” sahut Nyi Darsan.“Mbok, bagaimana aku akan hidup nantinya jika di dahiku tertulis kata pengkhianat. Aku tidak sanggup menanggung omongan buruk orang lain Mbok!” jawab Misah. Hatinya sudah benar-benar beku. Kebencian dan rasa kecewa membuatnya tak kenal takut. Lagi pula dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hidup terasing di hutan atau hidup di sini sama saja baginya. Dia akan merasa kesepian.“Hidup di mana pun sama saja Mbok!” ucap Misah sendu. Matanya kembali mengembun.Jalu merasa sangat kesal dengan sikap Misah yang terlalu pasrah. Tapi dalam hati ia memahami semua pemikirannya. Memang benar bahwa ucapan buruk manusia lebih kejam dari serangan binatang buas mana pun.“Baiklah jika itu keputusanmu! Jangan menyesalinya Misah! Dasar kepala batu!” Jalu mengakhiri ucapannya dan bergegas angkat kaki dari kamar Misah. Tat

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 47

    “Nduk cah ayuuuuuuu Misah!” dengan hati yang hancur Nyi Darsan berjalan cepat mendekati Misah kemudian memeluknya. Gadis itu tampak termangu, matanya membelalak gelap memandang lurus ke depan. Ia sedang berusaha menahan tangis yang tadi sempat mereda. Dengan lembut Nyi Darsan membelai punggung Misah. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu dingin dan gemetar. Santi yang tadi sempat terbangun kini sudah tidur kembali. Nyi Darsan menggapai bayi itu saat akhirnya Misah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Gadis itu menangis dengan suara tertahan. Perasaannya begitu terluka dan kecewa hingga kata apa pun tidak sanggup untuk menggambarkannya. “Misah! Kenapa kamu tidak mau berkata jujur! Kenapa kamu selalu memendam sendiri apa yang kamu rasakan Nduk! Seharusnya sejak awal kau ceritakan semua yang terjadi pada Simbok. Meskipun Simbok tidak bisa meringankan bebanmu, tapi setidaknya Simbok bisa membelamu di saat seperti tadi Nduk!” ujar Nyi Darsan panjang lebar. Wanita tua itu memandang Misah d

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 46

    Suasana petang ini begitu mencekam, suara binatang malam mengiringi tangisan lirih Misah yang sedang mendekap Santi dalam pelukannya. Bayi mungil itu terbangun mendengar ribut-ribut di kamarnya yang sejak tadi belum juga selesai. Tampak Nyai Sri duduk di kursi kayu sedang Raden Wikrama masih membeku di pembaringan berhadapan dengan Misah.Para emban dan abdi yang sejak awal asyik menjadi penonton belum ingin beranjak dari tempatnya. Mereka saling berbisik mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Nyi Darsan yang merasa sangat cemas terus memanjatkan doa kepada Dewata demi keselamatan gadis lugu itu. Sedangkan Jalu yang sejak tadi duduk berjongkok tak henti mengobrak abrik rambut panjangnya karena merasa gelisah. Ia merasa cemas memikirkan nasib sahabatnya itu. Tuduhan yang dilontarkan oleh Raden Wikrama kepada Misah bukanlah tuduhan yang main-main. Misah bisa mendapatkan hukuman berat jika semua tuduhan itu terbukti benar. Dalam budayanya, secara tidak tertulis ada peraturan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 45

    Perlahan Raden Wikrama menyibak kelambu itu. Terlihat tubuh Misah yang menjadi lebih kurus dari sebelum ia meninggalkannya.“Kamu jadi lebih kurus Nduk, apa kamu sakit?” Misah tidak menjawab, Raden Wikrama mengalihkan padangannya pada bayi mungil di sampingnya. Bayi itu tampak tenang dengan tubuh yang terbungkus kain hingga terlihat seperti kepompong, “Bayi ini cantik sekali, siapa namanya?”“Apakah Raden senang melihat bayi ini?” ucap Misah dengan suara bergetar. Raden Wikrama terdiam, ia bingung harus menjawab apa.“Apakah ini yang Raden harapkan dariku!” cetus gadis itu.“Apa maksudmu Nduk? Katakan dengan jelas apa yang ingin kamu sampaikan! Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Raden Wikrama tanpa berbasa-basi lagi.“Kenapa Raden bertanya padaku! Bukankan ini yang Raden inginkan dariku!” seketika Misah bangkit dari posisinya. Ia menatap tajam Raden Wikrama yang berlaga bodoh dengan yang terjadi padanya. “Bukankah Raden tahu sendiri kejadiannya! Raden bohong padaku, Raden sudah mengin

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 44

    “Apa kau bersungguh-sungguh Dek Sri, jangan menggodaku!” ucap Raden Wikrama seakan tak percaya. Wajahnya seketika memucat, ia mengalihkan pandangan mencoba menyembunyikan kekagetannya.“Kenapa Kang, aku tidak bohong. Untuk apa aku menggodamu, aku bersungguh-sungguh! Apa ada masalah Kakang?” pancing Nyai Sri. Ia mencoba mencari tahu apa yang ada di benak suaminya setelah mengetahui bahwa Misah juga telah melahirkan. Nyai Sri yakin suaminya sedang bingung dan berprasangka buruk terhadap gadis itu. Ia pasti berpikir bahwa anak yang lahir itu bukanlah darah dagingnya.“Kang?” seru Nyai Sri membuyarkan lamunan Raden Wikrama.“Eh, Iya Dek Sri,”“Kakang melamun?”“Tidak Dek Sri, aku cuma sedikit lelah!”“Ya sudah Kang, sebaiknya Kakang istirahat dulu! Aku akan menyuruh Nyi Darsan menyiapkan makanan,” Nyai Sri meraih Gandara dari gendongan suaminya, kemudian ia meletakkan tubuh mungil yang masih terlelap itu di atas pembaringan. Dengan lembut, Nyai Sri mengecup kening Raden Wikrama kemudian b

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 43

    “Apa maksudmu Misah?” ucap Jalu pelan. Pemuda itu seketika kaget sekaligus takut mendengar ucapan Misah yang lumayan keras. Buru-buru ia berjalan mendekat kemudian memanjat teralis jendela kamar itu.“Apa maksudmu?” ulang Jalu berbisik. Ia takut ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka.“Aku bilang, aku benci pada suamiku Kang! Benci! Dia sudah melanggar janji,” ucap Misah dengan raut menahan amarah. Pemuda itu masih bingung dengan ucapan Misah, ia berencana melompat masuk ke kamar sebelum akhirnya urung dilakukan karena kedatangan Nyi Darsan yang tiba-tiba.“Le, Cah Bagus, kamu ngapain nangkring di jendela? Kamu tadi dicari Lek Parmin di belakang, cepat sana!” ujar Nyi Darsan. Jalu menarik kembali kakinya yang telah setengah jalan masuk ke dalam kamar.“Eh, Simbok,” ucap Jalu canggung. Pemuda itu mengurungkan niatnya untuk mencari tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya dialami Misah. Ia memutuskan untuk memperjelasnya lain waktu. Dengan lincah Jalu turun dari jendela tem

DMCA.com Protection Status