Share

Bab 7 Bingung

Author: SariOmnivor
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Malam kembali datang, tapi malam ini terasa begitu panjang. Udara dingin menyeruak masuk dari sela-sela dinding anyaman kediaman Nyi Sambi. Hawa dingin ini membuat seluruh tubuh tua Nyi Sambi merasa tidak nyaman, badannya pegal dan tulangnya linu. Nyi Sambi yang belum juga bisa tidur beranjak mengambil selendangnya dan melingkarkan selendang itu menutupi pundaknya. Ia menggosok kedua telapak tangan agar bisa menghangatkan jari–jarinya yang mulai terasa kaku, kemudian ia mulai berjalan ke dapur. Terlihat air yang sedang direbusnya mulai mendidih dan berbuih. Nyi Sambi berniat membuat air jahe hangat sambil mereda dingin di perapian. Dipungutnya sepotong ubi rebus gula merah sisa tadi sore. Menggigit sepotong ubi membuatnya teringat lagi perkataan Nyai Sri. Ia dan Misah hanya bisa terdiam bingung apa yang harus dikatakan untuk menjawab pertanyaan Nyai Sri yang tiba–tiba dan terasa tidak nyata. Terngiang kembali ucapan lembut istri kepala dusun itu kepadanya dan Misah.

“Aku ingin Misah menjadi istri kedua suamiku, Raden Wikrama Manggalayuda,” ucap Nyai Sri dengan nada bersungguh–sungguh. Matanya tegas dan tajam memandang Misah dan Nyi Sambi secara bergantian, aura wanita ayu ini benar-benar kuat. Ia sosok yang anggun dan pintar memainkan suasana. Tatapan tajam mata indah Nyai Sri kepada Misah dan Nyi Sambi membuat mereka menjadi benar-benar tersudut.

“Ampun Den Ayu, hamba masih tidak paham dengan maksud Ndoro. Apakah Ndoro Ayu sungguh ingin Misah menjadi istri kedua Raden Tumenggung?” Nyi Sambi mengulangi ucapan Nyai Sri seakan masih tidak percaya.

“Benar Nyi, aku sudah mengatakan niatku ini kepada Ki Gambang sebelum ia meninggal,” jawab Nyai Sri.

“Lalu apa jawaban yang diberikan Ki Gambang Ndoro? Maaf, Misah dan hamba sungguh tidak tahu karena benar kata Ndoro, Ki Gambang memang belum menceritakan apapun kepada Misah maupun hamba,” Nyi Sambi menjawab dengan perasaan resah.

“Ki Gambang menyerahkan segala keputusan kepada Misah, Nyi!” ucap Nyai Sri penuh percaya diri. Nyai Sri bukan orang bodoh yang akan mengatakan kebenaran apalagi jika kebenaran itu nantinya bisa saja menggagalkan semua rencana yang telah ia susun.

“Hamba masih bingung Nyi, masalah pernikahan bukanlah masalah yang sepele. Apalagi belum lama sejak bapak Misah meninggal. Bukankah pamali jika membicarakan masalah pernikahan di saat–saat seperti ini. Apalagi Misah masih terlalu muda untuk memutuskan, dia harus membicarakan masalah ini dulu kepada keluarganya yang lain. Mungkin setelah empat puluh hari nanti kami baru bisa memberikan jawaban yang Den Ayu inginkan,” ucap Nyi Sambi. 

“Baiklah Nyi, aku menyetujui saranmu. Berilah kabar kepada keluarga Misah dan bicarakan masalah ini dengan mereka. Misah memang masih perlu dibimbing, aku tidak ingin dia membuat keputusan yang salah untuk masa depannya nanti,” ucap Nyai Sri. “Tapi ingatlah ini Misah, aku akan memberimu janjiku. Jika kau menjadi istri kedua suamiku, aku berjanji akan memberikan kemakmuran yang belum pernah kau miliki, aku akan mengangkat derajatmu dan memberimu tempat yang baik di sisi suamiku,” tambahnya. Ia memandang Misah dengan tatapan mata yang tajam. Nyai Sri berusaha memberikan pesan bahwa janji yang baru saja ia katakan bukanlah omong kosong belaka. Misah tak berani beradu pandang dengan Nyai Sri, ia merasa kerdil sekaligus bingung. Sebuah pernikahan di usianya yang masih belia. Apakah nanti ia akan mengalami hal–hal dalam imajinasinya seperti saat ia bermain rumah–rumahan bersama sahabatnya Wening. Berperan sebagai seorang istri tentu saja berbeda ketika benar–benar menjadi istri. Ia mempunyai tanggung jawab yang tidak main–main terhadap suaminya nanti. Apalagi dalam budayanya terpatri sabda bahwa istri harus berbakti kepada suami. Hal itu belum sampai di benak Misah yang masih bau kencur.

Nyi Sambi merasa ada yang tidak benar dengan perkataan Nyai Sri sore tadi. ia merasa tidak yakin bahwa Ki Gambang menyerahkan segala keputusan terkait pernikahan ini kepada Misah. Ia tahu benar bahwa Ki Gambang sangat menyayangi anaknya, dan tidak mungkin menyetujui rencana pernikahan di usia Misah yang masih remaja. Entah mengapa Nyi Sambi yakin bahwa Ki Gambang telah menolak lamaran Nyai Sri. Tapi mengapa Nyai Sri berkata seperti itu. Apakah ada niat tersembunyi dibalik upayanya menjadikan Misah sebagai madunya. Tiba–tiba firasat buruk menyelimuti pikiran Nyi Sambi.

“Mbok! Simbok,” lamunan Nyi Sambi memudar, terdengar lirih suara Misah dari balik pintu rumahnya.

“Iyo Nduk, simbok di dapur, sini Nduk ngangetin badan di tungku, simbok sudah tidak betah kalau dingin begini, tulang-tulang serasa linu sakit semua,” Nyi Sambi berkata.

Misah berjalan lambat menuju Nyi Sambi. Gadis itu terlihat lesu dengan wajah tertutup sebagian oleh rambutnya yang terurai, tubuh kurusnya hanya berbalut kemben dan berselimut selendang tipis terlilit menutupi pundaknya. Dilihatnya Nyi Sambi sedang duduk di atas dingklik kayu di depan tungku perapian.

“Sini Nduk!” ucap Nyi Sambi sambil mengayunkan tanggannya memanggil Misah. Gadis itu memeluk Nyi Sambi dari belakang kemudian menempelkan dagunya pada pundak wanita tua itu.

“Belum tidur kamu Nduk, apa masih takut di rumah sendirian?” tangan Nyi Sambi mengelus rambut gadis manis itu dengan lembut. Misah tak berkata apa pun meskipun ia mendengar ucapan Nyi Sambi dengan sangat jelas. Misah terpejam di pundak Nyi Sambi. Suasana menjadi hening, mereka berdua terdiam, seperti ingin berkata tapi tak tau harus memulainya dari mana.

“Nduk,” Nyi Sambi memecah keheningan.

“Hemmm,” jawab Misah.

“Besok pagi kamu pergi saja menemui bibi atau pamanmu di kotaraja. Kabarkan bahwa bapakmu telah meninggal, dan kamu sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Katakan juga bahwa kamu ingin tinggal bersama mereka, karena kamu tak sanggup hidup seorang diri di dusun kecil ini. Simbok tau nduk, kamu tidak ingin dijadikan istri kedua Raden Wikrama. Aku tau kamu juga belum mampu untuk membuat keputusan penting sendirian di usiamu yang masih belia ini, aku yakin kamu tidak akan mampu menolak dengan tegas keinginan Raden Putri. Kamu masih muda Nduk, jalan kamu masih panjang, hidup sebagai istri kedua bukan perkara mudah. Sudah bukan rahasia lagi kalau gadis–gadis dari kalangan biasa sepertimu hanya akan berakhir sebagai budak,” Nyi Sambi berkata.

Misah masih terdiam dan terpejam, entah apa yang dipikirkannya. Nyi Sambi pun kembali terdiam, dibelainya lagi rambut Misah, dibelainya juga wajah ayu itu dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya dalam hati Misah, ia tak ingin pergi meninggalkan Nyi Sambi. Apalagi jika harus menemui paman dan bibinya yang tak pernah ia kenal. Ia ingat waktu masih kecil pernah sekali pamannya berkunjung, bapaknya berkata bahwa lelaki yang berkunjung itu adalah pamannya yang bernama Wira, paman keduanya yang kini menjadi senopati di istana raja. Setelah itu tak pernah lagi ada keluarga ayahnya datang atau berkirim pesan kepadanya.

Related chapters

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 8 Paksaan Halus Nyai Sri

    Sepekan berlalu sejak kedatangan Nyai Sri. Sejak saat itu Misah tak dapat tidur dengan nyenyak. Ucapan Nyi Sambi selalu terngiang di benaknya. Benar kata Nyi Sambi, ia pasti tak akan sanggup jika harus menolak keinginan Nyai Sri untuk dijadikan istri kedua suaminya. Nyai Sri Gandawangi adalah wanita yang pintar, cerdik dan juga licik. Sifatnya itu sudah terkenal di dusun ini. Meskipun tingkah lakunya sangat anggun serta lembut, tapi semua orang tahu bahwa ia adalah wanita yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan cara apa pun.Dua karung kacang tanah serta tiga karung singkong sudah selesai dipersiapkan Nyi Sambi dan Misah. Siang itu udara terasa sangat panas, peluh menetes di sekujur tubuh mereka berdua. Sambil menikmati air kelapa muda pemberian Ki Boyo tetangganya yang baru saja panen, keduanya beristirahat santai di bawah pohon jambu air yang tumbuh lebat di halaman rumah Nyi Sambi“Nduk, sepekan lagi kamu sudah harus memberi jawaban, apa kamu sudah pikirkan kata–kata

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 9 Persiapan Pernikahan

    Derap kereta kuda berhenti di kediaman megah Raden Wikrama. Rumah dengan halaman yang luas itu kini ramai orang berdatangan. Panggung megah telah berdiri, diam–diam Nyai Sri sudah mempersiapkan hajatan besar meskipun ia belum mendapatkan jawaban dari Misah. Nyai Sri menggandeng Misah turun dari kereta kuda, ia mengajak gadis belia yang masih lugu itu untuk berjalan mengikutinya. Misah merasa gugup, takut sekaligus takjub, dilihatnya sekeliling begitu banyak orang sibuk lalu lalang. Terakhir dia menapakkan kaki di sini adalah hari di saat kematian ayahnya. Misah berjalan pelan mengikuti Nyai Sri, tangan dingin itu terus membawanya masuk lebih dalam menuju ruangan paling belakang dan tersembunyi. Sebuah ruangan yang terletak di pojok bangunan utama.“Di sini kamar kamu Nduk,” Nyai Sri melepaskan tangan Misah sesampainya di sebuah kamar yang tertutup pintu kayu berukiran indah. Wanita cantik itu mengajak Misah masuk ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Misah masih terdiam, ia

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 10 Raden Wikrama Merencanakan Pelarian

    “Raden Kakung?” suara Misah menyahut dari dalam kamar.“Iya Nduk,” jawab Raden Wikrama.Misah buru-buru membuka pintu, dengan cepat Raden Wikrama masuk dan menutup pintunya kembali. Misah kaget melihat Raden Wikrama tergesa masuk ke dalam kamarnya, ia hampir saja terjatuh karena kain jarik yang melilit tubuhnya membuatnya sulit bergerak bebas. Untung saja dengan sigap Raden Wikrama menahan tubuh kecil itu hingga membuat jarak mereka begitu dekat dan pandangan keduanya sempat beradu. Buru-buru Misah memperbaiki posisi tubuhnya dan mengalihkan pandangannya.“Maaf Raden,” ucap Misah gugup.“Aku yang seharusnya minta maaf Nduk, maaf tiba-tiba menerobos masuk, aku ingin bicara,” ucap Raden Wikrama lemah. Untuk beberapa saat Raden Wikrama terdiam. Dipandanginya gadis kecil ayu yang sedang terdiam dan terlihat malu-malu di depannya. Ia tampak terkagum, tapi dengan cepat ditepisnya pikiran aneh itu.“Misah, apa kamu mengerti situasi yang sedang kamu hadapi sekarang. Istriku memintamu untuk me

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 11 Akhirnya Menikah

    Di ruang utama kediaman Raden Wikrama yang luas kini sudah dipenuhi oleh barang-barang yang nanti akan digunakan dalam ritual. Berbagai macam jenis makanan ringan, nasi tumpeng, ayam ingkung hingga beberapa masakan yang telah siap disimpan di ruangan itu. Wangi bunga tujuh rupa dan kemenyan yang belum dibakar menyeruak di seluruh penjuru ruangan. Di antara semua barang yang tertata acak itu ada sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran naga di sandarannya. Di kursi itu Nyai Sri Gandawangi duduk termenung sendirian. Kebaya hitam dan kain jarik yang dipakainya tampak mewah karena dipadu dengan kalung emas berbentuk ukiran yang cukup lebar, di bagian dada juga tersemat perhiasan berbetuk bulat berhias batu permata hijau di tengahnya. Nyai Sri sepertinya sudah siap menjalankan tugasnya sebagai istri pertama dan kini sedang menunggu untuk mempersiapkan suaminya menuju acara ritual sakral pernikahan. Raden Wikrama yang berjalan dari arah dapur kaget mengetahui istrinya

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 12 Sri Respati Gandawangi

    Purnama di malam hari yang gelap memancarkan sinar yang anggun di setiap kemunculannya. Purnama merasuk ke dalam jiwa yang sedang gundah gulanah, menambah sendu ketika purnama itu hanya terdiam membisu. Purnama memberikan ruang bagi insan yang sedang jatuh cinta, memandang purnama yang bersinar temaram bagaikan semesta merestui ikatan cinta yang sedang membara. Pun bagi manusia-manusia yang haus akan jati diri, purnama menyempurnakan kekuatan bagi yang ingin kekal abadi. Tapi purnama tak selalu sempurna, malam ini purnama tersenyum malu-malu. Ia berlindung di balik selimut awan yang gelap, sinarnya menyembul tipis merasuki pohon-pohon gagah yang berdiri kokoh. Di bawah pohon belimbing rindang dengan ranum buahnya para gadis-gadis bermain dan bersenda gurau. Malam bulan purnama memberikan mereka keleluasaan untuk tak segera memejamkan mata. Malam bulan purnama menjadi malam yang dinantikan, para orang tua membiarkan anak mereka berada di luar rumah lebih lama dari biasanya. Sekedar unt

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 13 Raden Wikrama dan Lamaran Kepada Sri Respati

    Pagi datang dengan balutan sinar mentari yang cerah menyilaukan. Rombongan dari istana kerajaan telah sampai dengan selamat di Dusun Kembang Kuniran. Seperti biasa mereka akan membeli seluruh hasil bumi dan ternak milik penduduk lalu menjualnya kembali di ibukota. Rombongan ini biasanya datang setiap satu purnama. Hasil bumi dan ternak dari dusun ini sudah terkenal karena kualitasnya yang bagus, maka pihak istana tidak segan untuk membeli semuanya dengan harga yang tinggi. Karena nantinya barang-barang ini akan dijual lagi dengan harga lebih tinggi. Para bangsawan yang berduit tidak pernah mempermasalahkan harga barang yang mereka inginkan asalkan bisa memenuhi standar gengsinya di pergaulan kalangan atas. Ada yang berbeda dari utusan kali ini karena dipimpin langsung oleh putra Mahamentri Dwipanca yang bernama Raden Wikrama Manggalayuda. Raden Wikrama adalah seorang pemuda tampan berkulit bersih dan cerah, ia memiliki kumis tipis di wajahnya. Rambut panjangnya digelung rapi dan diik

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 14 Kisah Pertemuan Sri Respati dan Hasta

    Cuaca sudah terasa terik di Dusun Kembang Kuniran meskipun matahari baru naik sepenggalan. Seperti biasa untuk mandi dan mencuci, para penduduk dusun ini harus pergi ke sungai padas yang berada di bawah bukit. Sungai padas adalah sungai yang cukup luas bermata air jernih dengan arus yang tidak terlalu deras. Sungai ini merupakan muara dari hulu sungai yang berada di lereng pegunungan atas. Penduduk menyebut sungai ini sungai padas karena di sepanjang aliran sungai dipenuhi oleh batuan kali yang lumayan besar. Sri Respati dan beberapa temannya sudah berada di sungai sejak pagi karena mereka berencana untuk mengoleskan lulur sebelum mandi. Gadis itu sangat telaten merawat diri. Kebiasaan merawat diri ia peroleh dari ibunya. Nyai Larasati memiliki resep berbagai macam lulur dan jamu-jamuan yang diwarisinya secara turun temurun. Tak heran bahwa di usianya yang tidak lagi muda, Nyai Larasati masih terlihat cantik walaupun pada dasarnya ia memang seorang wanita yang sangat cantik. Sri Respa

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 15 Hasta

    Suara orang-orang yang berbincang membangunkan tidur si pemuda. Ia membuka mata dan merasakan tubuhnya sudah segar kembali. Perut kenyang dan sedikit istirahat mengembalikan staminanya. Dilihatnya sekitar tampak kedai itu mulai ramai. Mungkin karena masakan di kedai ini terasa cocok di lidah banyak orang. Pemuda itu menghabiskan air putihnya yang masih tersisa. Terdengar olehnya seorang lelaki paruh baya berkata bahwa rumah Raden Wanara sedang butuh pekerja, ternak-ternaknya semakin banyak tapi kekurangan orang untuk mengurusnya. Pemuda itu tak menyia-nyiakan kesempatan, didekatinya lelaki yang berkata tadi dan ditanyakannya apakah ia bisa melamar untuk menjadi abdi di rumah Raden Wanara menjadi pengurus ternak-ternaknya itu. Dengan senyuman lelaki paruh baya itu berkata bahwa itu sangat mungkin, pemuda dengan tubuh bagus seperti dirinya pasti dibutuhkan di rumah Raden Wanara, dan sebaiknya ia segera ke sana dan mengutarakan keinginannya itu. Setelah tahu di mana kediaman Raden Wanara

Latest chapter

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 51

    “Misah! Tenanglah!” Raden Wikrama menahan tangan Misah yang tidak berhenti memukul dadanya. Ia bisa merasakan tangan kurus istrinya begitu dingin dan lemah. Digenggamnya tangan itu kuat-kuat. Misah mencoba meronta melepaskan diri, tapi tenaganya hanya sekuat ranting pohon kering yang dengan mudah dipatahkan. Raden Wikrama mencoba menenangkan Misah dan berusaha mendekapnya. Entah mengapa gadis itu tidak bisa menahan diri lagi dihadapan suaminya, ia terus meronta seperti orang kesetanan. Misah ingin sekali melubangi dada Raden Wikrama dan merobek tabir sandiwara yang sedang menyelubunginya. Tangis Misah semakin menjadi, ia menumpahkan segala kesedihannya di dada Raden Wikrama.“Hentikan sandiwaramu Raden! Hentikan! Sampai kapan kau akan terus berbohong!” ucap Misah disela amukannya.“Misah!” teriak Raden Wikrama. “Bicaralah baik-baik agar aku paham!” ujarnya gemas. Raden Wikrama kembali mencengkeram pundak Misah dan mengarahkan wajah gadis itu agar menatapnya. Misah tak sanggup melawan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 50

    “Misah akan diasingkan ke hutan Kang, dan kalianlah yang akan mengawalnya!” Rangga dan Galuh kembali saling pandang.“Bukankah gadis itu baru saja melahirkan? Bagaimana dengan bayinya?” cetus Galuh.“Anak haram itu akan ikut bersama ibunya!” jawab Nyai Sri dingin.“Apakah perselingkuhan ini sudah terbukti? Bagaimana dengan lelaki selingkuhannya? Apa dia juga akan mendapat hukuman? Tolong ceritakan lebih rinci Nyai! Kami butuh kejelasan agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari!” ujar Galuh meminta kepastian. Sejujurnya kedua prajurit itu belum sepenuhnya tahu kejadian yang sebenarnya. Mereka hanya mendengar sedikit dari abdi yang memanggilnya dan dari ucapan para warga yang sedang membicarakannya.“Ceritanya sederhana Kakang. Misah hamil dan melahirkan anaknya di saat Raden Wikrama menunaikan tugas dari istana. Saat itu suamiku tidak pulang selama lebih dari satu tahun. Ketika Raden Wikrama pulang, dia merasa kaget karena istri mudanya memiliki seorang anak padahal dia merasa belu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 49

    Nyi Sambi duduk di antara kerumunan warga yang sedang menunggu kejelasan berita yang tersebar. Berita tentang pengkhiatan istri kedua Raden Tumenggung membuat gempar seluruh warga Dusun Manis Jambe. Jika berita itu terbukti benar maka mereka bisa menyaksikan secara langsung hukuman yang akan dijatuhkan nantinya. Ini adalah kali ketiga seorang wanita dihukum karena melakukan pengkhianatan. Sebelumnya ada seorang wanita menjalani hukuman diasingkan ke hutan karena berselingkuh meskipun tuduhan itu belum terbukti benar. Tak lama setelah kejadian pertama warga dusun dibuat geger dengan kejadian kedua ketika seorang lelaki memergoki secara langsung istrinya tengah melakukan tindakan tidak senonoh dengan pria lain. Saat itu si suami yang tidak terima langsung membabat leher lelaki selingkuhan istrinya itu hingga tewas di tempat. Hati yang sedang panas dan pikiran yang kacau membuat lelaki itu melakukan hal gila. Tanpa belas kasihan ia mengarak istrinya berkeliling dalam keadaan telanjang bu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 48

    “Sudahlah Nduk! Jangan keras kepala! Saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan hidupmu dan anakmu ini. Tidak peduli bagaimana caranya, turutilah usul Jalu Nduk!” sahut Nyi Darsan.“Mbok, bagaimana aku akan hidup nantinya jika di dahiku tertulis kata pengkhianat. Aku tidak sanggup menanggung omongan buruk orang lain Mbok!” jawab Misah. Hatinya sudah benar-benar beku. Kebencian dan rasa kecewa membuatnya tak kenal takut. Lagi pula dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hidup terasing di hutan atau hidup di sini sama saja baginya. Dia akan merasa kesepian.“Hidup di mana pun sama saja Mbok!” ucap Misah sendu. Matanya kembali mengembun.Jalu merasa sangat kesal dengan sikap Misah yang terlalu pasrah. Tapi dalam hati ia memahami semua pemikirannya. Memang benar bahwa ucapan buruk manusia lebih kejam dari serangan binatang buas mana pun.“Baiklah jika itu keputusanmu! Jangan menyesalinya Misah! Dasar kepala batu!” Jalu mengakhiri ucapannya dan bergegas angkat kaki dari kamar Misah. Tat

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 47

    “Nduk cah ayuuuuuuu Misah!” dengan hati yang hancur Nyi Darsan berjalan cepat mendekati Misah kemudian memeluknya. Gadis itu tampak termangu, matanya membelalak gelap memandang lurus ke depan. Ia sedang berusaha menahan tangis yang tadi sempat mereda. Dengan lembut Nyi Darsan membelai punggung Misah. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu dingin dan gemetar. Santi yang tadi sempat terbangun kini sudah tidur kembali. Nyi Darsan menggapai bayi itu saat akhirnya Misah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Gadis itu menangis dengan suara tertahan. Perasaannya begitu terluka dan kecewa hingga kata apa pun tidak sanggup untuk menggambarkannya. “Misah! Kenapa kamu tidak mau berkata jujur! Kenapa kamu selalu memendam sendiri apa yang kamu rasakan Nduk! Seharusnya sejak awal kau ceritakan semua yang terjadi pada Simbok. Meskipun Simbok tidak bisa meringankan bebanmu, tapi setidaknya Simbok bisa membelamu di saat seperti tadi Nduk!” ujar Nyi Darsan panjang lebar. Wanita tua itu memandang Misah d

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 46

    Suasana petang ini begitu mencekam, suara binatang malam mengiringi tangisan lirih Misah yang sedang mendekap Santi dalam pelukannya. Bayi mungil itu terbangun mendengar ribut-ribut di kamarnya yang sejak tadi belum juga selesai. Tampak Nyai Sri duduk di kursi kayu sedang Raden Wikrama masih membeku di pembaringan berhadapan dengan Misah.Para emban dan abdi yang sejak awal asyik menjadi penonton belum ingin beranjak dari tempatnya. Mereka saling berbisik mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Nyi Darsan yang merasa sangat cemas terus memanjatkan doa kepada Dewata demi keselamatan gadis lugu itu. Sedangkan Jalu yang sejak tadi duduk berjongkok tak henti mengobrak abrik rambut panjangnya karena merasa gelisah. Ia merasa cemas memikirkan nasib sahabatnya itu. Tuduhan yang dilontarkan oleh Raden Wikrama kepada Misah bukanlah tuduhan yang main-main. Misah bisa mendapatkan hukuman berat jika semua tuduhan itu terbukti benar. Dalam budayanya, secara tidak tertulis ada peraturan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 45

    Perlahan Raden Wikrama menyibak kelambu itu. Terlihat tubuh Misah yang menjadi lebih kurus dari sebelum ia meninggalkannya.“Kamu jadi lebih kurus Nduk, apa kamu sakit?” Misah tidak menjawab, Raden Wikrama mengalihkan padangannya pada bayi mungil di sampingnya. Bayi itu tampak tenang dengan tubuh yang terbungkus kain hingga terlihat seperti kepompong, “Bayi ini cantik sekali, siapa namanya?”“Apakah Raden senang melihat bayi ini?” ucap Misah dengan suara bergetar. Raden Wikrama terdiam, ia bingung harus menjawab apa.“Apakah ini yang Raden harapkan dariku!” cetus gadis itu.“Apa maksudmu Nduk? Katakan dengan jelas apa yang ingin kamu sampaikan! Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Raden Wikrama tanpa berbasa-basi lagi.“Kenapa Raden bertanya padaku! Bukankan ini yang Raden inginkan dariku!” seketika Misah bangkit dari posisinya. Ia menatap tajam Raden Wikrama yang berlaga bodoh dengan yang terjadi padanya. “Bukankah Raden tahu sendiri kejadiannya! Raden bohong padaku, Raden sudah mengin

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 44

    “Apa kau bersungguh-sungguh Dek Sri, jangan menggodaku!” ucap Raden Wikrama seakan tak percaya. Wajahnya seketika memucat, ia mengalihkan pandangan mencoba menyembunyikan kekagetannya.“Kenapa Kang, aku tidak bohong. Untuk apa aku menggodamu, aku bersungguh-sungguh! Apa ada masalah Kakang?” pancing Nyai Sri. Ia mencoba mencari tahu apa yang ada di benak suaminya setelah mengetahui bahwa Misah juga telah melahirkan. Nyai Sri yakin suaminya sedang bingung dan berprasangka buruk terhadap gadis itu. Ia pasti berpikir bahwa anak yang lahir itu bukanlah darah dagingnya.“Kang?” seru Nyai Sri membuyarkan lamunan Raden Wikrama.“Eh, Iya Dek Sri,”“Kakang melamun?”“Tidak Dek Sri, aku cuma sedikit lelah!”“Ya sudah Kang, sebaiknya Kakang istirahat dulu! Aku akan menyuruh Nyi Darsan menyiapkan makanan,” Nyai Sri meraih Gandara dari gendongan suaminya, kemudian ia meletakkan tubuh mungil yang masih terlelap itu di atas pembaringan. Dengan lembut, Nyai Sri mengecup kening Raden Wikrama kemudian b

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 43

    “Apa maksudmu Misah?” ucap Jalu pelan. Pemuda itu seketika kaget sekaligus takut mendengar ucapan Misah yang lumayan keras. Buru-buru ia berjalan mendekat kemudian memanjat teralis jendela kamar itu.“Apa maksudmu?” ulang Jalu berbisik. Ia takut ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka.“Aku bilang, aku benci pada suamiku Kang! Benci! Dia sudah melanggar janji,” ucap Misah dengan raut menahan amarah. Pemuda itu masih bingung dengan ucapan Misah, ia berencana melompat masuk ke kamar sebelum akhirnya urung dilakukan karena kedatangan Nyi Darsan yang tiba-tiba.“Le, Cah Bagus, kamu ngapain nangkring di jendela? Kamu tadi dicari Lek Parmin di belakang, cepat sana!” ujar Nyi Darsan. Jalu menarik kembali kakinya yang telah setengah jalan masuk ke dalam kamar.“Eh, Simbok,” ucap Jalu canggung. Pemuda itu mengurungkan niatnya untuk mencari tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya dialami Misah. Ia memutuskan untuk memperjelasnya lain waktu. Dengan lincah Jalu turun dari jendela tem

DMCA.com Protection Status