Share

Part 2

Author: Azuretanaya
last update Last Updated: 2021-04-30 09:33:42

Zelda sangat menikmati waktunya berendam di jacuzzi di dalam kamar pribadinya. Aroma vanila yang menguar dari pembakaran lilin aromaterapi serasa memberikan rileksasi pada tubuh lelahnya. Dia memejamkan mata saat merasakan air hangat memasuki pori-pori kulit di sekujur tubuhnya. Ketika sangat larut menikmati sensasi yang diterima kulitnya, perhatian Zelda teralih oleh deringan ponsel di pinggir jacuzzi.

“Andri,” gumam Zelda saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Setelah mengeringkan tangannya dengan handuk kecil yang di letakkan di samping ponselnya, Zelda mengangkat telepon dari Andri. “Ada apa, An?” tanyanya langsung.

“Hei, tidak bisakah kamu berbasa-basi dengan calon suamimu, Sayang?” Andri terkekeh mendengar pertanyaan Zelda.

“Aku sedang malas berbasa-basi dengan orang yang mengganggu acaraku bersantai,” jawab Zelda pura-pura kesal sambil memainkan air di jacuzzi-nya.

“Bersantai? Kamu bisa bersantai saat calon suamimu ini tengah pusing dan kesepian?” tanya Andri dengan nada protes yang dibuat-buat. “Ngomong-ngomong, bersantai seperti apa yang sedang kamu lakukan sekarang?” selidik Andri saat telinganya samar-samar mendengar kecipak air.

Zelda tersenyum mendengar gerutuan dan pertanyaan menyelidik dari lawan bicaranya di seberang sana. “Baru beberapa jam saja kita terpisah, kamu sudah pusing dan kesepian seperti itu, Sayang,” Zelda terkekeh menjawab pertanyaan Andri. “Oh ya, sekarang aku dan calon anak yang masih di rahimku sedang berendam air hangat, An.” Zelda mengulum senyum saat sengaja menggoda laki-laki yang akan menjadi suaminya.

“Zelda,” Andri menggeram menyadari nada menggoda Zelda. Dia menjambak rambutnya saat merasakan adik kesayangannya bereaksi ketika pikiran nakalnya membayangkan kepolosan tubuh Zelda.

Zelda tertawa ketika merasa Andri termakan godaannya. Dia berani memastikan jika laki-laki yang digodanya kini tengah mengumpat dan dilanda frustrasi. Tanpa permisi dan meminta persetujuan, dia memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. “Selamat berfrustrasi ria, Andri Saputra Himawan,” ucap Zelda pada dirinya sendiri setelah menaruh kembali ponselnya di tempat semula.

•••

Andri mengusap kasar wajahnya saat mengetahui Zelda memutuskan sepihak sambungan teleponnya. Kekesalannya semakin memuncak ketika ingin melakukan video call, ternyata Zelda telah menonaktifkan ponselnya.

“Argh! Zelda, kamu benar-benar berhasil membuatku frustrasi dan menyiksaku malam ini,” geram Andri sambil kembali menjambak rambutnya.

Usai menjambak rambutnya sendiri, Andri mengempaskan tubuhnya di ranjang, tempat biasanya dia dan Zelda berbagi kehangatan. “Zel, aku sangat membutuhkanmu sekarang,” gumamnya. “Aku ingin mendekap tubuhmu yang selalu bisa memberikan kenyamanan,” sambungnya sambil memejamkan mata dan membayangkan sedang memeluk calon istrinya.

Bukannya merasa lebih baik setelah membayangkan kehangatan tubuh Zelda, akan tetapi Andri semakin gelisah, terlebih adik kesayangannya kian berontak dan mengharapkan lepas dari kungkungannya. Dia segera duduk di tepi ranjang sambil mengusap wajahnya. “Argh! Maafkan aku, Adikku, malam ini terpaksa kita harus berendam air dingin,” ujarnya nelangsa sambil melihat ke arah adiknya yang masih bersembunyi.

Dengan langkah gontai, Andri menuju kamar mandi untuk meredam hasratnya yang sudah di ubun-ubun karena merindukan belaian Zelda. Selain berendam karena hasratnya yang tidak tersalurkan, dia juga ingin melepaskan penat atas efek perdebatannya dengan orang tuanya di kediaman Himawan.

•••

Zelda menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhnya saat mendengar deringan ponsel di atas nakas. Tidak hanya itu, dia bahkan menggunakan guling untuk menghalau deringan tersebut memasuki gendang telinganya. Dia bernapas lega saat ponselnya berhenti berdering. Namun, itu tidak berlangsung lama, sebab dengan lancangnya benda kesanyangannya tersebut kembali mengeluarkan suara yang memekakan indera pendengarannya.

Dengan kesal Zelda menurunkan selimut dari kepalanya dan mengambil benda yang sedari tadi mengganggu tidurnya tanpa membuka mata. Tidak peduli siapa yang menghubunginya pagi-pagi buta, dia menyapa si penelepon dengan nada ketus dan membentak, “Ya!”

Zelda langsung membuka mata saat mendengar kekehan di seberang sana. Untuk memastikan pendengarannya, dia melihat nama yang tertera pada layar ponselnya. “Andri! Kamu tidak ada kerjaan ya, selain mengganggu waktu istirahatku?!” hardik Zelda. Kekesalannya semakin menjadi saat melihat jarum pendek pada jam di atas nakas menunjuk di pertengahan antara angka tiga dan empat.

“Aku tidak bisa tidur, Zel. Mataku sulit sekali terpejam,” jawab Andri jujur meski suaranya terkesan merajuk.

Bola mata Zelda membesar mendengar jawaban dari Andri. “Yang tidak bisa terpejam kan matamu, jadi apa hubungannya denganku?”

“Aku tidak bisa tidur gara-gara merindukanmu, Sayang,” balas Andri sambil tersenyum membayangkan wajah kesal Zelda.

“Andri, ini masih pagi buta, jadi jangan menggombal agar aku tersanjung,” Zelda mengingatkan dengan nada tidak bersahabat.

“Hei, siapa yang sedang menggombal, Sayang? Aku berkata yang sebenarnya. Lagi pula, apakah salah jika aku merindukan wanita yang sebentar lagi menjadi istriku?” Andri mengulum senyum saat berkata seperti itu. Dia yakin lawan bicaranya sedang merona sekaligus bertambah kesal mendengar perkataannya.

Zelda merasa pipinya menghangat, mendengar perkataan Andri yang jelas-jelas tengah menggombalinya. “Sudahlah, An, jangan menggombal terus. Gombalanmu itu tidak berpengaruh apa-apa padaku. Sudah ya, An, aku masih sangat mengantuk,” ujar Zelda sambil berpura-pura menguap. Semenjak meladeni pembicaraan Andri, rasa kantuk Zelda perlahan menghilang.

“Zel, sebenarnya aku juga sangat mengantuk, tapi mataku ini sulit sekali terpejam. Maukah kamu menyanyikan lagu pengantar tidur untukku?” pinta Andri memelas tanpa menghiraukan ucapan Zelda.

Zelda kembali melebarkan pupil matanya. “Hei, jangan seperti anak kecil yang harus dikeloni supaya tertidur,” hardiknya.

“Atau maukah kamu memelukku agar aku lekas tertidur?” Andri mengabaikan hardikan Zelda, tapi malah semakin melayangkan gombalannya.

“Andri!” Zelda benar-benar geram karena Andri semakin intens menggombalinya. Untung saja laki-laki tersebut hanya menelepon bukan melakukan video call, jadi wajah memerahnya tidak terlihat.

Andri berusaha menghentikan tawanya saat mendengar kekesalan Zelda telah memuncak, meski tidak dipungkiri dia merasa terhibur terhadap ulahnya tersebut. Dia jamin jika saat ini mereka berhadapan, Zelda akan memukulinya membagi buta dengan bantal. Bahkan menendang bokongnya hingga terempas dari ranjang.

“Zel,” panggil Andri lembut setelah beberapa saat terdiam.

“Hm,” jawab Zelda seadanya. Dia masih kesal dengan tindakan Andri yang tidak berhenti mengerjainya dengan gombalannya itu.

Andri tersenyum simpul mendengar nada bicara Zelda yang masih kesal. “Masih marah?” tanyanya memastikan.

“An, kalau kamu terus menggangguku dengan gombalanmu itu, lebih baik aku tutup saja pembicaraan ini,” jawab Zelda dengan nada malas sambil menyisir rambutnya menggunakan tangan.

Andri terkekeh. “Maafkan aku kalau begitu, Zel. Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ini mengenai hubungan kita ke depannya. Berhubung kamu masih mengantuk, nanti saja kita bahas. Sebaiknya sekarang kamu lanjutkan saja tidurmu,” ujar Andri lembut.

Zelda memperbaiki posisi duduknya. “Tunggu,” sela Zelda cepat. “An, apakah kamu sudah memberi tahu orang tuamu mengenai kehamilanku dan niatmu ingin menikahiku?” tanya Zelda menebak.

“Iya, dan reaksi mereka seperti dugaanku. Mereka terkejut sekaligus marah,” beri tahu Andri jujur.

“Mungkin saat aku memberi tahu orang tuaku, reaksinya pasti tidak jauh berbeda dengan orang tuamu, An,” Zelda menimpali.

“Kamu mau berubah pikiran?” selidik Andri.

Zelda mengernyit. “Berubah pikiran?” Zelda mengulang pertanyaan Andri.

“Iya, kamu berubah pikiran dan tidak mau aku nikahi,” jawab Andri tanpa basa-basi.

Mulut Zelda menganga mendengar jawaban frontal laki-laki yang telah mengganggu waktu tidur nyenyaknya. “Hei! Kalau kamu tidak menikahiku, lalu bagaimana dengan nasib janin di rahimku ini? Bukankah awalnya ini idemu yang sangat menginginkanku menampung benihmu di rahimku, sehingga aku mau melepas kontrasepsi dan kamu hamili,” hardiknya.

Andri meringis mendengar tanggapan Zelda. “Hei, Zel, tenanglah. Tadi aku hanya iseng saja bertanya. Aku pasti akan menikahimu dan membesarkan anak kita bersama. Lebih baik aku membangun rumah tangga denganmu meski kita tidak saling mencintai, daripada hidup bersama wanita pilihan orang tuaku.”

“Awas saja kalau kamu berani mengingkari ucapanmu ini, tahu sendiri nanti apa akibatnya,” ancam Zelda.

“Kamu buktikan saja ucapanku itu,” Andri menanggapi. “Oh ya, Zel, kapan rencananya kamu akan memberi tahu orang tuamu, terutama Papamu mengenai kehamilanmu? Apa perlu aku yang memberitahukannya langsung? Atau kita beri tahukan saja bersama, untuk menghindari hal di luar perkiraan?” sambungnya.

“Maksudmu hal di luar perkiraan seperti apa?” Zelda tidak mengerti dengan yang dimaksud Andri.

“Papamu akan memukulmu mungkin, mengingat ibu tirimu pasti memanfaatkan kesempatan ini untuk melukaimu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk denganmu, terlebih janin di rahimmu. Janin tersebut merupakan senjata ampuhku untuk terlepas dari perjodohan yang diinginkan orang tuaku,” jelas Andri tanpa memedulikan perasaan Zelda.

“Baiklah. Kita akan melakukannya berdua, tapi saat ini Papaku sedang berada di Jakarta. Ketika beliau kembali, aku akan memberitahumu dan kita katakan kondisiku yang tengah mengandung anakmu kepadanya.” Zelda pada akhirnya menyetujui dan menerima tawaran Andri.

Andri mengangguk meski tidak dilihat Zelda. “Kalau begitu kamu tidurlah lagi dan terima kasih telah menemaniku. Sampaikan salam sayang dan rinduku pada calon anak kita, Mama,” pintanya sebelum menutup telepon.

“Hm,” balas Zelda dan kemudian memutus sambungan teleponnya. “Sepertinya Andri sangat menginginkan anak ini. Mama yakin, kelak kamu akan mendapat banyak kasih sayang dari kami, meski orang tuamu merencanakan kehadiranmu dengan tujuan tertentu,” ujar Zelda sambil mengelus perut ratanya dari luar baby doll-nya.

•••

Karena masih kesulitan memejamkan mata setelah beberapa saat menyudahi obrolannya dengan Zelda, akhirnya Andri menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Dia ingin keluar dan mencari udara segar daripada berada di kamarnya tanpa bisa tidur, terlebih sebentar lagi matahari mulai menjalankan tugasnya dengan menyinari jagat raya.

“Mencari udara segar sambil menantikan kemunculan sang surya sepertinya bukanlah pilihan yang buruk,” ucap Andri pada dirinya sendiri setelah berada di depan wastafel kamar mandi.

Tanpa mengulur waktu lagi Andri segera membasuh wajahnya. Setelahnya, dia mengganti kimono tidurnya menggunakan pakaian santai yang cocok dikenakan mengunjungi pantai.

Di lain tempat, Zelda terus saja berguling ke kanan dan kiri tanpa bisa melanjutkan kembali tidurnya, seperti harapan. Dia meraba sisi tempat tidurnya yang kosong dan mengambil ponselnya di sana untuk melihat jam digital. “Uh, sudah jam setengah enam ternyata,” gumamnya.

Setelah melakukan peregangan sebentar pada tubuhnya, Zelda mengubah posisinya menjadi duduk sebelum menuruni ranjang. Saat kakinya sudah menyentuh lantai, dia langsung menuju lemari pakaian dan mengambil sepotong tanktop, celana panjang kain berbahan rayon, dan cardigan, kemudian membawanya ke kamar mandi. Dia ingin memulai aktivitas paginya dengan berjalan-jalan menyusuri bibir pantai sambil menunggu sinar matahari menyapa bumi.

Hanya perlu waktu beberapa menit Zelda mengganti pakaian sekaligus mencuci wajah. Kini dia sudah siap menuju pantai Matahari Terbit yang berada di daerah Sanur. Saat tinggal beberapa langkah mencapi pintu utama, gerakan kakinya terhenti oleh sapaan seseorang. Dia menoleh dan tersenyum ketika melihat kening orang yang menyapanya mengernyit.

“Kamu mau ke mana pagi-pagi begini, Nak?” tanya Bi Yuni ingin tahu.

Zelda menghampiri asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja kediaman Pagory. “Aku mau ke pantai melihat matahari terbit, Bi. Bibi, mau ikut?” ujar Zelda sambil mengerling.

Bi Yuni terkekeh sebelum menggeleng. “Oh, Bibi kira kamu mau ke mana. Bibi masih menyiapkan sarapan untuk Nyonya.”

Zelda pura-pura kecewa dengan mencebikkan bibirnya. “Yah, padahal aku ingin mengajak Bibi melihat betapa indahnya matahari yang baru menampakkan diri dan sinarnya itu. Lagi pula, sesekali biarkan Nyonya Besar menyiapkan sarapannya sendiri. Mamaku saja dulu tidak pernah mengharuskan Bibi menyiapkan sarapan,” ujar Zelda sambil memperlihatkan mimik masamnya saat membawa keberadaan ibu tirinya.

“Nak, sifat orang berbeda-beda. Karena di sini Bibi sebagai pekerja, jadi sudah sewajarnya melakukan kewajiban,” Bi Yuni menasihati. “Oh ya, kamu pergi sendiri atau dengan Nak Andri?” tanya Bi Yuni mengalihkan pembicaraan.

Zelda menghela napas. “Sendiri, Bi. Andri mungkin masih tenggelam dalam mimpinya. Ya sudah, kalau Bibi tidak mau ikut, aku pergi sekarang. Oh ya, nanti sekalian aku sarapan di luar.” Zelda mencium punggung tangan kanan Bi Yuni sebelum melanjutkan langkahnya mencapai pintu utama.

“Jangan sarapan sembarangan dan hati-hati,” Bi Yuni mengingatkan. “Andaikan Zelda dan Andri menjadi sepasang kekasih, pasti keduanya sangat serasi,” ujarnya dalam hati saat melihat punggung Zelda menghilang di balik pintu utama yang kokoh.

•••

Andri duduk sambil menekuk lututnya di atas susunan batu karang yang berfungsi menahan abrasi air laut di Pantai Matahari Terbit. Semilir angin laut yang berembus memberi rasa sejuk pada tubuhnya. Matanya masih setia menanti sapaan sinar sang surya sambil memandang tenangnya air laut. Ternyata banyak juga orang seperti dirinya, menantikan kemunculan matahari. Orang-orang tersebut turut mengajak teman dan keluarga mereka sambil saling bercengkerama satu sama lain, bahkan terlihat sepasang wisatawan asing berangkulan mesra menanti munculnya pusat dari tata surya. Melihat pemandangan di sekelilingnya membuat Andri tersenyum kecut, karena saat ini dirinya hanya sendirian.

Ketika sibuk meratapi kesendiriannya, kening Andri mengernyit saat matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya berada tidak jauh dari tempatnya duduk. Dia pun menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya. Setelah meyakini jika sosok yang tengah berdiri sambil menatap laut dan mengeratkan cardingan itu, tidak lain lawan bicaranya di telepon tadi, Andri segera bangun dari duduknya kemudian berlari. Dia ingin mengejutkan wanita yang kini sibuk menggerak-gerakkan telapak kakinya pada lembutnya pasir hitam.

“Sedang apa di sini, hm?” ujar Andri sambil memeluk dari belakang tubuh wanita yang tadi dihampirinya.

Meski tubuhnya sempat menegang karena tiba-tiba dipeluk dari belakang, Zelda akhirnya mengembuskan napas lega saat hidungnya mencium aroma tubuh yang sangat dikenalnya. Dia menjauhkan kedua tangan Andri dari tubuhnya dengan sedikit kasar karena tidak terima atas tindakan laki-laki itu yang membuatnya terkejut. “Andri, kamu benar-benar keterlaluan ya?! Sudah mengganggu tidur nyenyakku, sekarang malah membuatku terkejut dengan pelukanmu yang tiba-tiba!” hardik Zelda setelah menghadap laki-laki tinggi sekaligus ayah dari janinnya.

Andri menyengir dan mengusap tengkuk kepalanya yang tidak apa-apa. “Iya, aku minta maaf,” ujarnya cengengesan.

“Kamu senang jika aku kena serangan jan ….” Zelda tidak bisa melengkapi kalimatnya karena Andri telah mengecup bibirnya.

Setelah cukup menghentikan kalimat Zelda dengan kecupannya, Andri berkata, “Jangan dilanjutkan lagi, sebaiknya kita lihat dulu matahari yang telah siap menyapa bumi dan seluruh penghuninya.” Tanpa menunggu tanggapan, dia menggiring tubuh Zelda agar duduk dan menyaksikan tujuan utama mereka mendatangi tempat ini.

“Cantik,” Zelda mengomentari cahaya yang di keluarkan sang surya di pagi hari.

“Iya,” Andri menyetujui. “Tidak kalah cantik wanita yang kini tengah bersamaku dan dalam rangkulanku,” sambungnya tanpa mengalihkan pandangan.

“An, jangan mulai lagi,” Zelda memperingatkan dengan nada yang sengaja dibuat ketus, meski sebenarnya dia merona terhadap pujian Andri.

Andri mengulum senyum saat ekor matanya menangkap wajah merona Zelda. Dia mengeratkan rangkulannya pada wanita yang kini menyandarkan kepala pada bahunya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, keduanya menikmati indahnya sinar matahari di pagi hari.   

Related chapters

  • Not Just An Escape   Part 3

    Puas menyaksikan matahari terbit, Andri menemani Zelda yang lebih memilih berjalan-jalan di sekitar bibir pantai sambil bermain air laut daripada mengitari jogging track. Keduanya terlihat seperti pasangan berbahagia yang tengah memadu kasih dan menikmati masa bulan madu. Bahkan, Andri dengan sukarela membawakan sandal milik Zelda yang dari tadi memang dilepasnya.“Zel, kita sarapan di sekitar sini saja ya,” Andri mengusulkan ketika Zelda mengatakan sudah puas berjalan-jalan. “Kamu mau sarapan apa?” tanyanya saat Zelda menyetujui usulnya.“Ketupat dan sate ikan marlin. Di sana banyak warung yang menjual menu tersebut.” Dengan antusias Zelda menunjuk tempat yang dimaksud sambil memakai kembali sandalnya.“Sate ikan marlin? Sejak kapan kamu mengonsumsi ikan laut?” Andri tidak memercayai pendengarannya mengenai makanan yang dipilih Zelda sebagai menu sarapannya.“Baru-baru ini. Sudahlah, An, jangan banyak tanya lagi. Perutku sudah sangat lapar.” Dengan malas Zel

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 4

    Zara duduk berhadapan dengan seorang wanita di gerai coffee shop yang ada di sebuah pusat perbelanjaan. Zara mengajak wanita tersebut bertemu guna membicarakan pertunangan yang ditolak mentah-mentah oleh Andri. Di benaknya dia sudah menyusun rencana jika lawan bicara di hadapannya ini marah terhadap keputusan putranya. Sebisa mungkin dirinya akan meyakinkan wanita ini supaya menyetujui rencananya, agar tidak berdampak buruk pada perusahaan suaminya, terutama dari segi keuangan.“Apakah Tante sudah berhasil membujuk Andri agar menyetujui pertunangan yang akan berlangsung sebulan lagi?” tanya Ruhan setelah menyesap moccachino-nya. Ruhan, wanita yang diharapkan menjadi calon menantu di keluarga Himawan oleh Zara.Dengan tatapan penuh penyesalan Zara menggeleng. “Andri tetap menolaknya. Bahkan, dengan lantang dia mengatakan akan menikahi wanita yang kini tengah menampung benihnya itu.”Jawaban yang diberikan Zara langsung membuat Ruhan tersedak minumannya. “Apa?! Andri

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 5

    Zelda memegang pipinya yang terasa kebas dan rahangnya berdenyut nyeri setelah telapak tangan Luan menamparnya. Tidak bisa dibendungnya lagi butiran-butiran bening yang dengan lancang menetes dari kedua sudut matanya. Bukan diakibatkan oleh tamparan keras tersebut, melainkan kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut sang papa. Satu-satunya orang tua yang dia miliki dan hormati, meski kadang perlakuan Papanya tidak seperti waktu Mamanya masih hidup.Zelda sangat tidak menyangka jika Papanya lebih dulu mengetahui mengenai kehamilannya. Padahal sesuai rencana, dia dan Andri akan memberitahukan secara bersama-sama menyangkut kehamilannya kepada sang papa. Namun, kini semuanya telah terlambat. Kemurkaan Papanya sudah tidak terbendung, apalagi ibu tirinya seolah mendapat angin segar dan memanfaatkan keadaannya dengan terus saja melancarkan provokasinya.“Hubungi sekarang juga laki-laki yang sudah menghamilimu! Papa mau membuat perhitungan dengannya!” bentak Luan dengan waja

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 6

    Andri menatap intens Zelda yang belum juga membuka kelopak matanya. Sempat terbesit kecemasan dalam benaknya, tapi rasa tersebut menghilang dan berganti dengan senyuman ketika melihat kelopak mata Zelda mulai bergerak.“Selamat pagi, Zel,” sapa Andri setelah Zelda membuka matanya perlahan. “Sekarang kamu sedang berada di sebuah klinik,” beri tahunya saat melihat Zelda masih bingung dengan keberadaannya.“Tunggu sebentar ya, aku panggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu.” Andri mengecup dengan lembut kening Zelda sebelum keluar ruangan.Setelah Andri meninggalkan ruangan, Zelda mengingat kembali kejadian kemarin malam saat Papanya murka karena mengetahui kehamilannya. Dia meraba sudut bibir dan rahangnya yang terasa perih serta ngilu karena tindakan kasar Papanya. Sambil menghela napas, tangan Zelda mengusap perutnya yang masih datar. Dia ingin Andri segera kembali ke ruangannya dan memberitahukan keadaan janinnya, mengingat kemarin malam dirinya terpental saat be

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 7

    Usai menikmati makan siang, Zelda dan Andri kembali membahas syarat yang diajukan Luan sebelum mereka menentukan pilihannya. Andri mengembuskan napas dengan keras sehingga membuat Zelda menoleh dan menatap wajah laki-laki di sampingnya yang terlihat lelah.“Zel, kedua syarat yang diajukan Papamu masing-masing memiliki risiko besar.” Andri mengacak kasar rambutnya. “Memilih salah satunya, ibarat memakan buah simalakama,” sambungnya.“Jadi?” tanya Zelda datar pada Andri.Andri menatap Zelda lekat, kemudian menghela napas pelan sebelum menyampaikan pilihannya. “Zel, aku tidak berhak memutuskan ikatan yang kamu miliki dengan Papamu. Aku harap kamu bisa menyimpulkan syarat mana yang nantinya kupilih,” jawab Andri dengan nada sendu.Zelda sangat terharu saat mengetahui Andri lebih memikirkan hubungannya dengan sang papa, dibandingkan keadaan keuangan perusahaan orang tuanya yang tengah kurang stabil. Namun, ada perasaan bersalah dan tidak enak di lubuk hatinya, seb

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 8

    Dokter belum mengizinkan Zelda pulang meski hanya sebentar ketika Andri menyampaikan permintaannya. Bukan tanpa alasan permintaan Andri ditolak, melainkan karena sang dokter tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda dan calon anaknya. Dengan berat hati Andri pun menerima keputusan dokter tersebut, apalagi demi kebaikan calon istri dan anaknya. Dia berjanji akan segera kembali ke klinik setelah pertemuan dan pembahasan keluarganya dengan orang tua Zelda selesai.Kini Andri dan keluarganya tengah duduk berhadapan dengan orang tua Zelda, tentu saja di kediaman Pagory. Pertemuan tersebut lebih didominasi oleh pembicaraan Zara dan Daramikha, sedangkan para laki-laki hanya sesekali menimpali termasuk dirinya.Meski ekspresi Luan datar saat mendengar permintaan maaf orang tuanya karena perbuatannya, tapi Andri bisa merasakan kemarahan masih menyelimuti laki-laki seumuran Papanya tersebut. Andaikan tadi Zelda tidak memberitahunya jika calon Papa mertuanya datang ke kl

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 9

    Usai menikmati makan malam di salah satu restoran pilihannya, Andri mengajak Zelda ke kediaman Himawan. Andri melakukannya bukan tanpa dasar, melainkan sesuai dengan permintaan sang ibu kemarin malam di vila setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai. Sebenarnya Zara meminta Andri ke kediaman Himawan saat pagi hari, tapi dia malas melakukannya. Andri lebih memilih menikmati waktu pagi hingga sore harinya bersama Zelda di vila, mumpung mereka hanya berdua. Walau tidak bisa mengurung Zelda seharian di dalam kamar seperti kebanyakan pengantin baru, tapi mereka memanfaatkan waktunya untuk menikmati keindahan pemandangan di sekitar vila.Kini untuk pertama kalinya, Zelda berada di dalam kamar pribadi Andri. Meski sudah sering tinggal dan tidur seranjang di apartemen Andri, tapi Zelda tetap merasa canggung saat berada di dalam kamar pribadi suaminya tersebut. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi tempat ternyamannya beristirahat, terlebih bersama Andri.“Kamu menyukai sua

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 10

    Andri duduk di hadapan Ivan yang tadi menyuruhnya datang. Dia waspada saat melihat Ivan menatapnya datar. Dia mengira Luan telah menghubungi Papanya perihal penarikan sahamnya di perusahaan Himawan. Dia sudah siap menerima kemurkaan Ivan atas keputusan yang dibuat dan konsekuensinya.“Ada apa Papa memanggilku?” Meski pertanyaan yang dilontarkan Andri sangat hati-hati, tetapi nada bicaranya tetap tenang.“Karena kamu telah menjadi anak pemberontak, sebagai orang tuamu, kami akan memberimu hukuman,” jawab Ivan langsung.Andri mengerutkan kening. “Ini pasti salah satu rencana orang tuaku bersama Ruhan agar aku bisa berada di bawah kendali mereka, mengingat pertemuan ketiganya tadi pagi. Tidak semudah itu membuatku tunduk dan menjadi boneka kalian,” batin Andri menilai jawaban Papanya. “Apa pun hukuman yang Papa berikan, aku akan menerimanya dengan lapang dada,” Andri menanggapinya dengan santai dan tenang.Ivan tercengang mendengar tanggapan putranya. Sepertinya

    Last Updated : 2021-05-19

Latest chapter

  • Not Just An Escape   Special Part

    Zelda yang sedang menduduki kursi malas di pinggir kolam renang sambil menyusui Edgar tertawa saat melihat Andri mengusili Kevin. Gara-gara terganggu oleh tawa renyah Papa dan Kakaknya, Edgar yang tadinya telah terbuai menjadi berhenti menyusu. Balita enam bulan tersebut kini malah menoleh ke arah kolam renang, tak lama kemudian Edgar pun ikut tertawa. Sejak kemarin siang Zelda bersama Andri dan kedua jagoan mereka telah berada di vila milik keluarga Pagory di daerah Ubud untuk menikmati liburan. Vila yang dulu menjadi saksi bisu pernikahan mereka. Andri sengaja mengajukan cuti selama seminggu dari kantor Luan agar bisa melepas penat bersama keluarga kecilnya setelah menyelesaikan tumpukan tanggung jawabnya.“Ed belum selesai menyusu?” tanya Andri yang sedang mengajari Kevin berenang.Zelda menjawabnya dengan gelengan kepala. “Gara-gara tawa kalian, dia menjeda aktivitasnya menyusu,” beri tahunya sambil mengusap pipi mulus Edgar yang kini sudah

  • Not Just An Escape   Extra Part

    Zelda yang baru saja selesai memoleskanlipstickberwarnapeachpada bibirnya menoleh ketika mendengar pintu kamarnya dibuka dari luar. Dia hanya menyapa dengan senyuman laki-laki gagah yang memasuki kamarnya sambil menggendong balita. Kedua laki-laki berwajah sangat mirip, tapi beda generasi tersebut sudah berpenampilan rapi. Dia kembali mengalihkan perhatian ke arah kaca rias di hadapannya demi memastikan penampilannya sendiri untuk terakhir kalinya.“Belum selesai?” Andri bertanya setelah berdiri di samping Zelda. “Mamamu cantik sekali ya, Sayang,” imbuhnya pada Kevin di gendongannya saat melihat penampilan Zelda melalui pantulan kaca rias.“Jika aku tidak cantik, mana mungkin dulu kamu bersusah payah mempertahankanku agar kita tetap hidup bersama,” Zelda menanggapinya sambil terkekeh. “Ayo berangkat, aku sudah selesai,” ajaknya setelah mengambilclutchyang tadi

  • Not Just An Escape   Epilog

    Di tengah kesibukan Andri yang kembali beraktivitas di perusahaan sejak beberapa bulan lalu, laki-laki tersebut tetap mempunyai waktu bersama keluarga kecilnya, terutama saatweekenddan hari libur. Seperti hari ini, dia menemani Zelda membeli kebutuhan mereka dan sang buah hati disupermarket. Zelda meminta bantuan Zara untuk menjaga Kevin yang masih terlelap di apartemen Andri. Jagoannya tersebut kini telah berusia satu tahun.Sejak usia Kevin empat bulan, Andri dan Zelda kembali tinggal di Denpasar. Alasannya karena Luan masuk rumah sakit dan harus mendapat perawatan setelah tiba-tiba pingsan sepulangnya dari kantor. Dari hasil pemeriksaan dokter, penyebab kondisi Luan seperti itu karena kelelahan dan kurang beristirahat. Setelah mempertimbangkan dengan matang, akhirnya Andri memutuskan untuk kembali tinggal di Denpasar agar Zelda juga bisa merawat Luan yang tengah sakit. Bahkan, untuk mengurangi beban pikiran Luan dan agar fokus pada keseh

  • Not Just An Escape   Part 53 - The End

    Dulu rumah sederhana yang ditinggali hanya berdua, kini sudah diramaikan oleh tangis bayi. Zelda dan bayinya sudah kembali ke rumah seminggu yang lalu. Sejak kepulangannya dari klinik bersalin, Zelda meminta bantuan Bi Rani agar mengajarinya memandikan bayi. Setelah melihat cara Bi Rani beberapa kali memandikan anaknya, kini Zelda sudah bisa melakukannya sendiri.“Zel, Papamu berkunjung,” Andri memberitahukan kedatangan mertuanya kepada Zelda yang tengah duduk sambil menyusui anaknya usai dimandikan. Dia berjongkok di hadapan Zelda.Zelda mengangguk. “Kamu temani dulu Papaku. Setelah Kevin tidur, aku akan menyusulmu,” ucapnya pelan agar anak di pangkuannya yang baru memejamkan mata tidak terganggu oleh suaranya.“Baiklah,” balas Andri tanpa mengalihkan tatapannya dari bibir mungil Kevin yang masih menyesap pabrik ASI istrinya.“Cepat keluar!” usir Zelda ketika memergoki tatapan lapar Andri. Dia juga menyenti

  • Not Just An Escape   Part 52

    Mendapat kabar dari ibunya mengenai kondisi istrinya membuat Andri dilanda kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia terpaksa meminta izin dadakan kepada bosnya untuk menyambangi tempat istrinya dibawa. Untunglah saat menuju klinik bersalin yang diberitahukan ibunya, jalanan tidak seramai pagi hari sehingga dia terhindar dari kepadatan lalu lintas.Sesampainya di tempat tujuan, Andri melihat dokter kandungan istrinya tengah berjalan tergesa-gesa bersama seorang perawat. Dia sangat yakin jika mereka menuju ruangan istrinya berada, hal tersebut membuatnya semakin cemas. Dia takut telah terjadi sesuatu yang buruk menimpa istri dan anaknya. Tanpa menegur, Andri langsung mengikuti dokter dan perawat tersebut dengan langkah kakinya yang lebar.“Zelda,” panggil Andri khawatir saat melihat istrinya berbaring sambil meringis. Bahkan, kedua sudut mata istrinya terlihat basah, yang dia asumsikan karena menahan sakit.“An,” balas Zelda lirih nyaris tanpa

  • Not Just An Escape   Part 51

    Untuk menghabiskan sisa liburnya, Andri menemani Zelda yang ingin berjalan-jalan di pantai. Awalnya Andri menolak dan menyarankan untuk berjalan-jalan di halaman rumah saja karena langit mulai mendung, tapi saat melihat ekspresi kecewa Zelda, akhirnya dia memutuskan menurutinya.“An, sedang melamunkan apa?” tegur Zelda ketika menyadari suaminya hanya membisu, meski tetap mengikuti langkah kakinya.Andri menoleh dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zelda dari samping. “Aku hanya memikirkan perkataanmu tadi pagi,” jawabnya.Langkah kaki Zelda terhenti dan menghadap suaminya. “Perkataanku yang mana?” tanyanya bingung.“Jika Mamaku dan Papamu tetap bersama, maka kisah cinta kita tidak akan pernah ada,” ucap Andri sendu.Spontan Zelda tertawa mendengar ucapan suaminya. Dia tidak habis pikir jika perkataannya tadi pagi ditanggapi serius oleh suaminya, padahal yang dilakukannya hanya untuk mengalihkan to

  • Not Just An Escape   Part 50

    Zara ditemani Ivan mendatangi rumah anak dan menantunya. Kini keduanya sudah duduk di hadapan Andri, sedangkan Zelda tengah berada di dapur membuatkan minuman untuk mereka. Tadi saat Andri memintanya datang, Zara langsung menyanggupinya. Tanpa membuang waktu, Zara bergegas menuju alamat rumah yang dikirimkan Andri melalui pesan singkat.“Silakan diminum,” Zelda mempersilakan setelah Andri membantunya memindahkan empat cangkir berisi tehchamomiledan biskuit kelapa di nampan ke atas meja.“Terima kasih, Zel,” ujar Zara dan Ivan canggung. Keduanya pun secara bersamaan mengambil cangkir tersebut, kemudian menyeruput tehnya.Andri ikut mengambil cangkir dan mulai menyesap teh buatan istrinya, sedangkan Zelda lebih memilih menikmati biskuit kelapa yang dibelinya tadi diminimarketdekat rumahnya usai sarapan.“Oh ya, kapan Papa datang?” tanya Andri memecah kebisuan.

  • Not Just An Escape   Part 49

    Aroma gurih seketika menusuk indra penciuman Zelda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya. Sambil menajamkan indra penciumannya, dia berjalan menuju dapur yang diyakini menjadi asal aroma tersebut. Benar saja, ketika beberapa langkah lagi mencapai dapur, dia melihat Andri tengah berdiri membelakanginya dan sibuk mengaduk sesuatu.“An, kamu sedang membuat apa?” Zelda menghampiri Andri sambil masih menghirup dalam-dalam aroma yang dia tebak berasal dari santan mendidih.“Eh, sudah bangun ternyata.” Andri terkejut karena tidak mendengar langkah kaki istrinya mendekat. “Aku membuat bubur kacang hijau sebagai menu sarapan kita hari ini. Kamu tidak keberatan kita sarapan bubur kacang hijau?” jawabnya setelah memberikanmorning kissuntuk Zelda.“Tentu saja tidak.” Zelda mengambil alih kegiatan Andri yang ternyata tengah mengaduk santan, karena suaminya sedang menyapa anaknya. “Kamu pakai santa

  • Not Just An Escape   Part 48

    Zelda tersenyum semringah ketika Andri datang membawa martabak manis yang diinginkannya. Dia meminta Andri untuk bergegas membersihkan diri agar mereka bisa menikmati martabak manis tersebut bersama-sama. Sambil menunggu Andri selesai mandi, Zelda membuat air panas untuk menyeduh tehchamomileuntuk suaminya.Usai membersihkan diri dan berpakaian, Andri menghampiri Zelda yang tengah menonton sambil duduk di atas kasur lantai. Dia melihat di samping istrinya sudah tersedia sebuah nampan berisi secangkir tehchamomileyang masih mengeluarkan uap dan sepiring martabak manis. Sesekali istrinya terlihat memperbaiki posisi duduk untuk mencari kenyamanan, mengingat kondisi perutnya yang semakin membesar. Menurut dokter di tempat Zelda sering memeriksakan kandungan, kelahiran bayi mereka diperkirakan tiga minggu lagi.“Kenapa belum dimakan martabaknya, Zel?” tanya Andri. Dia duduk di sebelah istrinya yang tengah meluruskan kaki

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status