Zara duduk berhadapan dengan seorang wanita di gerai coffee shop yang ada di sebuah pusat perbelanjaan. Zara mengajak wanita tersebut bertemu guna membicarakan pertunangan yang ditolak mentah-mentah oleh Andri. Di benaknya dia sudah menyusun rencana jika lawan bicara di hadapannya ini marah terhadap keputusan putranya. Sebisa mungkin dirinya akan meyakinkan wanita ini supaya menyetujui rencananya, agar tidak berdampak buruk pada perusahaan suaminya, terutama dari segi keuangan.
“Apakah Tante sudah berhasil membujuk Andri agar menyetujui pertunangan yang akan berlangsung sebulan lagi?” tanya Ruhan setelah menyesap moccachino-nya. Ruhan, wanita yang diharapkan menjadi calon menantu di keluarga Himawan oleh Zara.
Dengan tatapan penuh penyesalan Zara menggeleng. “Andri tetap menolaknya. Bahkan, dengan lantang dia mengatakan akan menikahi wanita yang kini tengah menampung benihnya itu.”
Jawaban yang diberikan Zara langsung membuat Ruhan tersedak minumannya. “Apa?! Andri masih menolakku dan kini dia menghamili wanita lain?! Lelucon macam apa ini, Tante?” Ruhan berang dan memberikan tatapan penuh intimidasi kepada Zara yang tetap bersikap tenang di hadapannya.
“Ini bukanlah lelucon, Ruhan, tapi sebuah kenyataan pahit dan sangat mengecewakan. Kamu kira Tante senang mendengar kabar itu dan menerima dengan tangan terbuka wanita yang dihamili Andri agar menjadi menantu di keluarga Himawan? Tidak, Han. Tante sangat tidak senang. Bahkan, Tante berharap hal tersebut hanyalah mimpi buruk di siang bolong,” ucap Zara sambil menahan kesal sekaligus amarah. Dia tidak terpengaruh oleh kemarahan yang diperlihatkan wanita sexy di depannya.
“Siapa wanita itu, Tante?” tanya Ruhan menyelidik sambil mengontrol intonasi bicaranya.
“Zelda. Putri tunggal dari Luan Pagory,” Zara menjawab dengan nada yang sangat datar.
“Zel-da,” Ruhan mengulang nama wanita yang dimaksud Zara dengan penuh penekanan. Gemeletuk giginya sangat jelas terdengar setelah melihat Zara mengangguk.
“Han, saat ini Tante tidak bisa menghalangi niat Andri menikahi Zelda, sebab nanti akan berimbas pada keadaan keuangan perusahaan kami, mengingat saham yang ditanamkan Luan Pagory cukup besar,” ungkap Zara dengan berat hati. “Makanya, karena hal tersebutlah Tante mengajakmu bertemu dan membahas sebuah rencana untuk mereka,” sambungnya.
“Rencana? Rencana apa yang Tante maksud?” Ruhan menatap penuh tanya ke arah Zara.
“Rencana yang bertujuan agar pertunangan kalian bisa menjadi kenyataan, tapi tentunya setelah pernikahan Andri dengan wanita liar itu berlangsung,” beri tahu Zara sambil menyeringai. “Perlu kamu ketahui, Han, Tante tidak pernah bermimpi mempunyai menantu seperti Zelda. Wanita yang kerjaannya selalu keluar masuk kelab malam. Mau ditaruh di mana kehormatan keluarga kami jika mengharapkan dia menjadi menantu Tante,” Zara menambahkan dengan ekspresi geram.
“Lalu apa yang akan Tante lakukan agar rencana tersebut terealisasi? Ingat ya, Tante, aku tidak pernah mau berbagi apalagi berpoligami dan menjadi istri kedua. Aku bukan tipe wanita seperti menantu kedua Vanya Sakera, yang sekarang keberadaannya entah di mana,” Ruhan memperingatkan dengan tegas.
Zara tersenyum tipis. “Tentu saja kamu tidak akan berpoligami, Sayang. Lagi pula Tante juga tidak mau pusing karena memiliki dua orang menantu sekaligus, apalagi berbeda karakter. Mengenai caranya, tentu saja dengan membuat mereka tidak pernah akur dan terus menciptakan kesalahpahaman di antara keduanya.” Dengan penuh percaya diri Zara menyampaikan idenya.
Ruhan tampak berpikir dan menimbang ucapan Zara. “Apakah Tante yakin jika rencana ini berhasil dan tidak berdampak pada keadaan perusahaan kita masing-masing, mengingat Luan Pagory juga menanamkan sahamnya di tempat Papaku?” tanya Ruhan memastikan.
“Tante sangat yakin, Sayang. Kamu percayalah pada Tante,” ucap Zara meyakinkan.
“Baiklah, kalau begitu biar aku saja yang memberi tahu Papa mengenai batalnya pertunangan ini,” balas Ruhan menyetujui. “Akan tetapi, berapa lama waktu yang Tante butuhkan untuk menghancurkan dan memisahkan mereka?” tanyanya.
Zara tersenyum lebar. “Yang jelas sebelum anak Andri di rahim wanita liar itu menatap dunia,” jawabnya tegas. “Oh ya, Han, sesekali Tante akan membutuhkan bantuanmu untuk memuluskan rencana ini,” Zara melanjutkan.
Ruhan mengangguk. “Tenang saja. Dengan senang hati aku akan membantumu, Tante.”
“Baiklah, kalau begitu Tante pulang dulu.” Zara berdiri dan berpamitan dengan Ruhan yang masih setia menduduki kursinya.
“Silakan. Tante, duluan saja,” balas Ruhan sambil tersenyum tipis. “Karena kamu sudah berani menolakku mentah-mentah, maka tunggulah pembalasan dariku, Andri,” gumam Ruhan setelah Zara menjauh dari tempat duduknya.
***
Sambil menanti kedatangan Andri yang akan mengajaknya makan siang bersama, Zelda menunggu di lobi tempatnya bekerja. Sesekali dia memeriksa ponselnya menanti balasan atas pesan yang dikirimkannya kepada sang ayah. Sebenarnya dia lebih enak berbicara langsung, akan tetapi setelah nomor telepon Papanya dihubungi beberapa kali, panggilan darinya selalu saja dialihkan. Oleh karena itu dia memilih mengirimkan pesan dan apabila sudah mendapat jawaban, baru Papanya akan ditelepon lagi agar lebih jelas.
Zelda tersenyum ketika sudah melihat kedatangan mobil Andri. Dia memasukkan ponsel di tangannya ke cluth yang dibawanya. Tanpa diinstruksikan, Zelda menghampiri mobil Andri yang sudah berhenti tepat di depan lobi dan tidak lama kemudian dia pun segera masuk.
“Usai makan siang kamu akan kembali ke kantor, Zel?” Andri bertanya saat mobilnya mulai melaju dengan perlahan.
Zelda memiringkan duduknya dan menatap Andri. “Memangnya kenapa?” tanyanya balik.
Dengan sebelah tangannya yang sengaja dilepaskan dari kemudi mobil, Andri menyentil pelan kening Zelda. “Bisa tidak, kalau ditanya jangan membalasnya dengan pertanyaan kembali? Kamu hanya cukup menjawabnya, ya atau tidak,” protes Andri.
Zelda terkekeh mendengar protes laki-laki di sampingnya, yang raut wajahnya terlihat masam. “Maaf, maaf. Aku harus kembali ke kantor karena masih ada pekerjaan yang menungguku,” jawab Zelda pada akhirnya. Dia menarik sebelah tangan Andri yang tadi digunakan menyentil keningnya, kemudian menciumnya bertubi-tubi sebagai ungkapan permintaan maaf.
“Ah,” Andri mendesah kecewa dengan jawaban Zelda.
“Kenapa?” tanya Zelda penasaran. “An, kita makan siang di restoran seafood saja ya. Aku ingin menikmati ikan bakar sambal matah,” sambungnya. Dia berulang kali menelan salivanya saat membayangkan lezatnya ikan bakar bertabur sambal matah yang pedas dan segar karena perasan jeruk nipis.
“Zel, sepertinya kamu sudah mulai ngidam,” Andri mengomentari permintaan wanitanya. Dia menggeleng dan terkekeh saat melihat Zelda berulang kali menelan saliva karena saking inginnya menikmati menu tersebut.
“Bisa jadi. Dari beberapa hari ini aku tergila-gila dengan olahan ikan laut, padahal dulu paling anti,” balas Zelda setelah meneguk air mineral yang ada di mobil Andri. “Oh ya, pertanyaanku belum dijawab. Kenapa kamu mendesah kecewa begitu tadi?” Zelda kembali menanyakan pertanyaan yang belum mendapat jawaban.
Andri tersenyum. Sebelah tangannya mengelus perut Zelda yang masih datar. “Jangan buat Mama ngidam yang aneh-aneh ya, Sayang,” pintanya kepada calon anaknya.
“Kalau Mama ngidamnya aneh-aneh, sudah ada Papa yang harus memenuhinya.” Seolah sang anak mendengar permintaan Papanya, Zelda pun mewakilinya menjawab dengan nada khas anak kecil. “An, cepat jawab pertanyaanku. Jangan membuatku dilanda rasa penasaran,” pinta Zelda menuntut dengan ekspresi cemberut.
Andri kembali terkekeh melihat wajah cemberut Zelda. “Kalau kamu tidak kembali ke kantor, aku ingin mengajakmu ke tempat Feby melihat-lihat cincin untuk pernikahan kita nanti,” beri tahunya.
“Feby? Kenapa harus ke tempat Feby? Rindu dengan keadaan sang mantan?” selidik Zelda tanpa mengalihkan tatapannya.
Andri menyengir dan mengusap-usap belakang lehernya. “Dave merekomendasikan tempat Feby saat aku bertanya padanya tadi. Katanya desain perhiasan di tempat Feby sangat bagus. Dave juga mengatakan jika saat pernikahannya, dia membeli perhiasan di sana untuk kedua istrinya,” Andri menjelaskan sambil memerhatikan jalanan di depannya. “Katanya lagi, desain cincin untuk pernikahannya yang kedua sangat sederhana, tapi berhasil membuatnya jatuh cinta kepada pemakainya,” sambungnya kembali.
“Oh, aku kira kamu sengaja ingin ke tempat Feby karena ada tujuan terselebung. Seperti merindukannya mungkin,” goda Zelda sambil terkekeh. “Apakah kamu juga ingin jatuh cinta padaku, seperti Dave kepada istri keduanya setelah memakai cincin pernikahan desain dari Feby?” selidik Zelda dengan nada menggoda.
“Zelda,” Andri geram karena tidak terima diejek sekaligus digoda. Dia mencubit pipi Zelda sehingga langsung membuat wanita itu menampar tangannya. “Feby sudah menjadi milik orang dan dia juga sekarang hanya masa laluku,” tekannya sambil membelai pipi yang tadi dicubitnya.
“Ngomong-ngomong mengenai Dave, bagaimana keadaannya sekarang? Apakah dia sudah menemukan keberadaan istri dan anaknya?” Zelda mengalihkan pembahasan.
Andri mengembuskan napas. “Dilihat dari keadaannya, aku perkirakan dia belum berhasil menemukan istri dan anaknya. Oh ya, aku bahkan sampai lupa dengan wajah istri keduanya itu,” jawab Andri.
“Sama. Aku juga sudah lupa. Dulu Dave tidak pernah membawa istri keduanya jika menghadiri sebuah acara. Paling yang selalu diajak si Keisha. Oh ya, aku juga tidak menyangka jika hidup Keisha berakhir tragis. Kasihan Dave dan Keisha, rumah tangga mereka hancur lebur. Namun, aku merasa jauh lebih iba terhadap nasib istri kedua dan anaknya yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya,” Zelda menimpali. “An, siapa nama istri kedua Dave? Aku benar-benar lupa,” lanjutnya.
Andri tampak berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan Zelda. “Kalau tidak salah namanya Titha. Ya, benar Titha namanya. Tadi juga Dave menyebut nama tersebut berulang kali.”
Zelda mengangguk. “Semoga saja mereka cepat dipertemukan. Namun, yang terpenting Titha mau memaafkan semua kesalahan Dave dan mereka kembali membina rumah tangga serta menjadi orang tua yang disegani oleh anak-anaknya kelak.”
Andri menyetujui. “Kamu jangan hanya berdoa untuk mereka saja, tapi kita juga. Sebentar lagi buah hati kita juga akan lahir,” ucap Andri sambil memelankan laju mobilnya saat sudah memasuki parkir sebuah restoran seafood.
“Tentu saja aku juga berdoa untuk kebahagiaan rumah tangga kita dan si kecil,” balas Zelda sambil mengelus perutnya. “An, aku tidak mengerti dengan perasaanku sekarang. Apakah rasa yang kini membuncah di dalam diriku hanya karena pengaruh hormon kehamilan saja?” tambahnya dalam hati.
***
Matahari sudah berpindah ke barat, menandakan hari sudah memasuki sore. Karena hari ini weekend, jam pulang kerja di kantor Zelda pun lebih cepat dari biasanya. Sesuai kesepakatannya dengan Andri, setelah jam kantor berakhir mereka akan langsung ke tempat Feby untuk melihat koleksi desain cincin pernikahan. Agar wajah lelahnya terlihat lebih segar setelah menyelesaikan tumpukan pekerjaannya, Zelda membasuhnya di toilet khusus karyawan dan memolesnya kembali dengan make up tipis.
Puas melihat tampilan wajahnya yang sudah lebih segar di cermin, Zelda mengalihkan perhatiannya saat mendengar ringtone ponselnya. “Iya, An,” sapanya sambil sekali lagi merapikan rambutnya menggunakan sebelah tangan.
“Sepertinya aku tidak tepat waktu menjemputmu karena masih mengantri di SPBU. Jam kantormu sudah bubar?” Andri memberitahukan keterlambatannya terlebih dulu agar Zelda tidak marah.
“Tidak apa, An. Jam kantorku sudah bubar, tapi aku masih di toilet sedang membasuh wajah,” jawab Zelda sambil bersiap meninggalkan toilet setelah memastikan penampilannya sempurna.
“Sama siapa?” tanya Andri cepat.
Zelda tersenyum mendengar nada khawatir calon suaminya. “Sendirian saja, tapi kamu tidak perlu khawatir karena aku sudah akan meninggalkan toilet,” ucapnya menenangkan.
“Baiklah, tunggu aku sebentar lagi,” pinta Andri.
“Iya, aku akan setia menunggu kedatanganmu,” balas Zelda dan ikut terkekeh saat mendengar kekehan di seberang sana. “Aku matikan teleponnya ya, An.” Zelda langsung memutus sambungan teleponnya setelah Andri menyetujuinya.
***
Feby tidak henti-hentinya tersenyum geli dan menggeleng saat melihat calon pasangan pengantin di depannya. Dia tidak menyangka jika wanita yang akan menjadi pendamping mantan kekasihnya adalah salah satu teman sekaligus rivalnya dulu. Wanita yang dulu sangat dicemburuinya sewaktu dia dan Andri masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
“Feb, berhenti menatapku seperti itu! Aku tahu apa yang sekarang berkelebat dalam pikiranmu,” tegur Zelda ketus saat melihat senyum Feby yang dianggap mengejeknya.
“Jangan dulu berprasangka buruk padaku, Zel,” balas Feby sambil tersenyum lebih lebar.
“An, bukankah kedatangan kita ke sini untuk melihat cincin pernikahan? Sebaiknya kita segera melihatnya, agar tidak terlalu banyak membuang waktu,” ucap Zelda pada Andri yang dari tadi hanya diam dan terlihat canggung saat berhadapan dengan Feby.
Bukannya tersinggung dengan makna terselubung atas perkataan Zelda, Feby malah tidak bisa menahan diri lagi untuk memendam tawanya. “An, sepertinya calon istrimu tidak betah berlama-lama berada di sini dan melihatku,” godanya sambil mengerling ke arah Zelda yang kembali memberinya tatapan tajam.
Tanpa sadar Andri ikut mengulum senyum saat melihat ekspresi wajah Zelda. Dengan cepat dia merangkul pinggang Zelda dan mengecup pipinya tanpa perlu merasa malu melakukannya di depan Feby. “Feb, kami mau melihat desain-desainmu,” ucapnya pada Feby yang mengangguk.
“Ayo, kalian ikuti aku,” ajak Feby dan mendahului berjalan. “Sungguh, aku belum percaya jika ternyata kalian akan menikah dan menjadi suami istri,” Feby kembali menyuarakan ketidakpercayaannya.
“Mungkin ini yang dinamakan dengan jodoh dan takdir, Feb,” Andri menanggapi dengan gamang. Dia tersenyum kecut karena Feby tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya.
“Feb, bukan berarti aku menjadi wanita perebut mantan kekasih orang ya,” celetuk Zelda asal.
Feby membalik badan dan mengernyit, mencoba mencerna celetukan Zelda, begitu juga dengan Andri yang menatap wanita di sampingnya karena tidak mengerti akan maksud ucapan tersebut. Namun, tidak lama kemudian, Feby terbahak setelah menelaah celetukan temannya itu. Bahkan, karena menilai saking konyolnya perkataan Zelda sehingga membuat kedua sudut matanya berair.
“Zel, yang namanya mantan, siapa pun boleh memilikinya. Dan hingga kini belum ada istilah wanita perebut mantan kekasih, suami, atau istri orang,” ucap Feby yang masih menertawakan celetukan asal Zelda. Tidak mau tawanya terus menggema, dia kembali melanjutkan langkahnya.
Andri menyentil kening Zelda setelah mengerti celetukannya. “Dasar kamu, aneh-aneh saja. Karena sudah menjadi mantan Feby dan tidak terikat dengan siapa-siapa, makanya aku berani menjalin hubungan bersamamu,” Andri menimpali sambil melirik Feby yang berjalan mendahului mereka hanya menggeleng. “Terlebih kita sudah intens melakukan kegiatan layaknya pasangan suami istri di atas ranjang. Bahkan, kini kamu telah mengandung benihku sebagai hasil kegiatan rutin kita,” tambahnya berbisik agar tidak didengar oleh Feby.
“Diam! Jangan membahas urusan ranjang di sini,” hardik Zelda pelan dan mereka tetap berjalan mengekori Feby.
“Semoga kalian memang berjodoh dan ditakdirkan bersama dalam membina rumah tangga, seperti diriku yang sudah mendapat kebahagiaan atas kehadiran suami serta buah hatiku,” ucap Feby dalam hati. Dia berdoa untuk kebahagiaan laki-laki yang pernah singgah di hatinya.
Zelda memegang pipinya yang terasa kebas dan rahangnya berdenyut nyeri setelah telapak tangan Luan menamparnya. Tidak bisa dibendungnya lagi butiran-butiran bening yang dengan lancang menetes dari kedua sudut matanya. Bukan diakibatkan oleh tamparan keras tersebut, melainkan kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut sang papa. Satu-satunya orang tua yang dia miliki dan hormati, meski kadang perlakuan Papanya tidak seperti waktu Mamanya masih hidup.Zelda sangat tidak menyangka jika Papanya lebih dulu mengetahui mengenai kehamilannya. Padahal sesuai rencana, dia dan Andri akan memberitahukan secara bersama-sama menyangkut kehamilannya kepada sang papa. Namun, kini semuanya telah terlambat. Kemurkaan Papanya sudah tidak terbendung, apalagi ibu tirinya seolah mendapat angin segar dan memanfaatkan keadaannya dengan terus saja melancarkan provokasinya.“Hubungi sekarang juga laki-laki yang sudah menghamilimu! Papa mau membuat perhitungan dengannya!” bentak Luan dengan waja
Andri menatap intens Zelda yang belum juga membuka kelopak matanya. Sempat terbesit kecemasan dalam benaknya, tapi rasa tersebut menghilang dan berganti dengan senyuman ketika melihat kelopak mata Zelda mulai bergerak.“Selamat pagi, Zel,” sapa Andri setelah Zelda membuka matanya perlahan. “Sekarang kamu sedang berada di sebuah klinik,” beri tahunya saat melihat Zelda masih bingung dengan keberadaannya.“Tunggu sebentar ya, aku panggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu.” Andri mengecup dengan lembut kening Zelda sebelum keluar ruangan.Setelah Andri meninggalkan ruangan, Zelda mengingat kembali kejadian kemarin malam saat Papanya murka karena mengetahui kehamilannya. Dia meraba sudut bibir dan rahangnya yang terasa perih serta ngilu karena tindakan kasar Papanya. Sambil menghela napas, tangan Zelda mengusap perutnya yang masih datar. Dia ingin Andri segera kembali ke ruangannya dan memberitahukan keadaan janinnya, mengingat kemarin malam dirinya terpental saat be
Usai menikmati makan siang, Zelda dan Andri kembali membahas syarat yang diajukan Luan sebelum mereka menentukan pilihannya. Andri mengembuskan napas dengan keras sehingga membuat Zelda menoleh dan menatap wajah laki-laki di sampingnya yang terlihat lelah.“Zel, kedua syarat yang diajukan Papamu masing-masing memiliki risiko besar.” Andri mengacak kasar rambutnya. “Memilih salah satunya, ibarat memakan buah simalakama,” sambungnya.“Jadi?” tanya Zelda datar pada Andri.Andri menatap Zelda lekat, kemudian menghela napas pelan sebelum menyampaikan pilihannya. “Zel, aku tidak berhak memutuskan ikatan yang kamu miliki dengan Papamu. Aku harap kamu bisa menyimpulkan syarat mana yang nantinya kupilih,” jawab Andri dengan nada sendu.Zelda sangat terharu saat mengetahui Andri lebih memikirkan hubungannya dengan sang papa, dibandingkan keadaan keuangan perusahaan orang tuanya yang tengah kurang stabil. Namun, ada perasaan bersalah dan tidak enak di lubuk hatinya, seb
Dokter belum mengizinkan Zelda pulang meski hanya sebentar ketika Andri menyampaikan permintaannya. Bukan tanpa alasan permintaan Andri ditolak, melainkan karena sang dokter tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda dan calon anaknya. Dengan berat hati Andri pun menerima keputusan dokter tersebut, apalagi demi kebaikan calon istri dan anaknya. Dia berjanji akan segera kembali ke klinik setelah pertemuan dan pembahasan keluarganya dengan orang tua Zelda selesai.Kini Andri dan keluarganya tengah duduk berhadapan dengan orang tua Zelda, tentu saja di kediaman Pagory. Pertemuan tersebut lebih didominasi oleh pembicaraan Zara dan Daramikha, sedangkan para laki-laki hanya sesekali menimpali termasuk dirinya.Meski ekspresi Luan datar saat mendengar permintaan maaf orang tuanya karena perbuatannya, tapi Andri bisa merasakan kemarahan masih menyelimuti laki-laki seumuran Papanya tersebut. Andaikan tadi Zelda tidak memberitahunya jika calon Papa mertuanya datang ke kl
Usai menikmati makan malam di salah satu restoran pilihannya, Andri mengajak Zelda ke kediaman Himawan. Andri melakukannya bukan tanpa dasar, melainkan sesuai dengan permintaan sang ibu kemarin malam di vila setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai. Sebenarnya Zara meminta Andri ke kediaman Himawan saat pagi hari, tapi dia malas melakukannya. Andri lebih memilih menikmati waktu pagi hingga sore harinya bersama Zelda di vila, mumpung mereka hanya berdua. Walau tidak bisa mengurung Zelda seharian di dalam kamar seperti kebanyakan pengantin baru, tapi mereka memanfaatkan waktunya untuk menikmati keindahan pemandangan di sekitar vila.Kini untuk pertama kalinya, Zelda berada di dalam kamar pribadi Andri. Meski sudah sering tinggal dan tidur seranjang di apartemen Andri, tapi Zelda tetap merasa canggung saat berada di dalam kamar pribadi suaminya tersebut. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi tempat ternyamannya beristirahat, terlebih bersama Andri.“Kamu menyukai sua
Andri duduk di hadapan Ivan yang tadi menyuruhnya datang. Dia waspada saat melihat Ivan menatapnya datar. Dia mengira Luan telah menghubungi Papanya perihal penarikan sahamnya di perusahaan Himawan. Dia sudah siap menerima kemurkaan Ivan atas keputusan yang dibuat dan konsekuensinya.“Ada apa Papa memanggilku?” Meski pertanyaan yang dilontarkan Andri sangat hati-hati, tetapi nada bicaranya tetap tenang.“Karena kamu telah menjadi anak pemberontak, sebagai orang tuamu, kami akan memberimu hukuman,” jawab Ivan langsung.Andri mengerutkan kening. “Ini pasti salah satu rencana orang tuaku bersama Ruhan agar aku bisa berada di bawah kendali mereka, mengingat pertemuan ketiganya tadi pagi. Tidak semudah itu membuatku tunduk dan menjadi boneka kalian,” batin Andri menilai jawaban Papanya. “Apa pun hukuman yang Papa berikan, aku akan menerimanya dengan lapang dada,” Andri menanggapinya dengan santai dan tenang.Ivan tercengang mendengar tanggapan putranya. Sepertinya
Sudah tiga hari Andri dan Zelda tinggal di apartemen. Andri telah menceritakan penyebab dirinya memilih lebih cepat menempati apartemen kepada Zelda. Dia juga memberi tahu sang istri perihal dirinya yang diberhentikan dengan alasan konyol oleh Papanya sendiri. Meski Zelda masih memendam kekecewaan, tapi dia lebih memilih memberikan dukungan sekaligus semangat kepada suaminya dibandingkan memperpanjang mengenai bentakan dan tamparan yang diterimanya beberapa hari lalu.Andri dan Zelda juga telah menutup rekening bank yang diketahui oleh orang tua masing-masing, tapi sebelumnya mereka menarik lebih dulu semua uangnya. Mereka masing-masing memutuskan membuka rekening baru pada bank lain dan menyimpan uangnya di sana.Andri dan Zelda membuat komitmen untuk selalu menghadapi bersama-sama apa pun yang terjadi ke depan nanti demi calon buah hati mereka. Kini Andri dan Zelda telah menjadi pengangguran, uang yang mereka miliki pun tidak terlalu banyak, jadi keduanya harus pintar
Sesuai janjinya kemarin malam, hari ini Andri dan salah satu kenalannya akan bertemu di Sanur. Kebetulan kenalannya tersebut tengah menghadiri acara salah satu sanak keluarganya yang tempatnya tidak jauh dari sana. Andri harus sesegera mungkin mendapat tempat tinggal, sebab dia merasa orang tuanya sangat bersemangat membuatnya menderita. Dia mengetahui jelas tujuan orang tuanya bertingkah kekanakan seperti itu, tidak lain karena dirinya menolak dijodohkan dengan Ruhan dan ketidaksukaan sang ibu terhadap istrinya.Kini Andri telah berada di salah satu kedai tepi pantai yang ada di wilayah Sanur bersama Agus–kenalannya. Walau sebelumnya Andri telah mengisi perutnya bersama Zelda di apartemen, tapi demi rasa sopannya dia terpaksa menerima ajakan Agus untuk sarapan bersama. Dia pun hanya memesan secangkir kopi hitam.“Oh ya, An, siapa yang mau pindah?” tanya Agus sambil menunggu pesanan mereka diantarkan.“Aku dan istriku,” jawab Andri jujur dan penuh percaya diri.
Zelda yang sedang menduduki kursi malas di pinggir kolam renang sambil menyusui Edgar tertawa saat melihat Andri mengusili Kevin. Gara-gara terganggu oleh tawa renyah Papa dan Kakaknya, Edgar yang tadinya telah terbuai menjadi berhenti menyusu. Balita enam bulan tersebut kini malah menoleh ke arah kolam renang, tak lama kemudian Edgar pun ikut tertawa. Sejak kemarin siang Zelda bersama Andri dan kedua jagoan mereka telah berada di vila milik keluarga Pagory di daerah Ubud untuk menikmati liburan. Vila yang dulu menjadi saksi bisu pernikahan mereka. Andri sengaja mengajukan cuti selama seminggu dari kantor Luan agar bisa melepas penat bersama keluarga kecilnya setelah menyelesaikan tumpukan tanggung jawabnya.“Ed belum selesai menyusu?” tanya Andri yang sedang mengajari Kevin berenang.Zelda menjawabnya dengan gelengan kepala. “Gara-gara tawa kalian, dia menjeda aktivitasnya menyusu,” beri tahunya sambil mengusap pipi mulus Edgar yang kini sudah
Zelda yang baru saja selesai memoleskanlipstickberwarnapeachpada bibirnya menoleh ketika mendengar pintu kamarnya dibuka dari luar. Dia hanya menyapa dengan senyuman laki-laki gagah yang memasuki kamarnya sambil menggendong balita. Kedua laki-laki berwajah sangat mirip, tapi beda generasi tersebut sudah berpenampilan rapi. Dia kembali mengalihkan perhatian ke arah kaca rias di hadapannya demi memastikan penampilannya sendiri untuk terakhir kalinya.“Belum selesai?” Andri bertanya setelah berdiri di samping Zelda. “Mamamu cantik sekali ya, Sayang,” imbuhnya pada Kevin di gendongannya saat melihat penampilan Zelda melalui pantulan kaca rias.“Jika aku tidak cantik, mana mungkin dulu kamu bersusah payah mempertahankanku agar kita tetap hidup bersama,” Zelda menanggapinya sambil terkekeh. “Ayo berangkat, aku sudah selesai,” ajaknya setelah mengambilclutchyang tadi
Di tengah kesibukan Andri yang kembali beraktivitas di perusahaan sejak beberapa bulan lalu, laki-laki tersebut tetap mempunyai waktu bersama keluarga kecilnya, terutama saatweekenddan hari libur. Seperti hari ini, dia menemani Zelda membeli kebutuhan mereka dan sang buah hati disupermarket. Zelda meminta bantuan Zara untuk menjaga Kevin yang masih terlelap di apartemen Andri. Jagoannya tersebut kini telah berusia satu tahun.Sejak usia Kevin empat bulan, Andri dan Zelda kembali tinggal di Denpasar. Alasannya karena Luan masuk rumah sakit dan harus mendapat perawatan setelah tiba-tiba pingsan sepulangnya dari kantor. Dari hasil pemeriksaan dokter, penyebab kondisi Luan seperti itu karena kelelahan dan kurang beristirahat. Setelah mempertimbangkan dengan matang, akhirnya Andri memutuskan untuk kembali tinggal di Denpasar agar Zelda juga bisa merawat Luan yang tengah sakit. Bahkan, untuk mengurangi beban pikiran Luan dan agar fokus pada keseh
Dulu rumah sederhana yang ditinggali hanya berdua, kini sudah diramaikan oleh tangis bayi. Zelda dan bayinya sudah kembali ke rumah seminggu yang lalu. Sejak kepulangannya dari klinik bersalin, Zelda meminta bantuan Bi Rani agar mengajarinya memandikan bayi. Setelah melihat cara Bi Rani beberapa kali memandikan anaknya, kini Zelda sudah bisa melakukannya sendiri.“Zel, Papamu berkunjung,” Andri memberitahukan kedatangan mertuanya kepada Zelda yang tengah duduk sambil menyusui anaknya usai dimandikan. Dia berjongkok di hadapan Zelda.Zelda mengangguk. “Kamu temani dulu Papaku. Setelah Kevin tidur, aku akan menyusulmu,” ucapnya pelan agar anak di pangkuannya yang baru memejamkan mata tidak terganggu oleh suaranya.“Baiklah,” balas Andri tanpa mengalihkan tatapannya dari bibir mungil Kevin yang masih menyesap pabrik ASI istrinya.“Cepat keluar!” usir Zelda ketika memergoki tatapan lapar Andri. Dia juga menyenti
Mendapat kabar dari ibunya mengenai kondisi istrinya membuat Andri dilanda kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia terpaksa meminta izin dadakan kepada bosnya untuk menyambangi tempat istrinya dibawa. Untunglah saat menuju klinik bersalin yang diberitahukan ibunya, jalanan tidak seramai pagi hari sehingga dia terhindar dari kepadatan lalu lintas.Sesampainya di tempat tujuan, Andri melihat dokter kandungan istrinya tengah berjalan tergesa-gesa bersama seorang perawat. Dia sangat yakin jika mereka menuju ruangan istrinya berada, hal tersebut membuatnya semakin cemas. Dia takut telah terjadi sesuatu yang buruk menimpa istri dan anaknya. Tanpa menegur, Andri langsung mengikuti dokter dan perawat tersebut dengan langkah kakinya yang lebar.“Zelda,” panggil Andri khawatir saat melihat istrinya berbaring sambil meringis. Bahkan, kedua sudut mata istrinya terlihat basah, yang dia asumsikan karena menahan sakit.“An,” balas Zelda lirih nyaris tanpa
Untuk menghabiskan sisa liburnya, Andri menemani Zelda yang ingin berjalan-jalan di pantai. Awalnya Andri menolak dan menyarankan untuk berjalan-jalan di halaman rumah saja karena langit mulai mendung, tapi saat melihat ekspresi kecewa Zelda, akhirnya dia memutuskan menurutinya.“An, sedang melamunkan apa?” tegur Zelda ketika menyadari suaminya hanya membisu, meski tetap mengikuti langkah kakinya.Andri menoleh dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zelda dari samping. “Aku hanya memikirkan perkataanmu tadi pagi,” jawabnya.Langkah kaki Zelda terhenti dan menghadap suaminya. “Perkataanku yang mana?” tanyanya bingung.“Jika Mamaku dan Papamu tetap bersama, maka kisah cinta kita tidak akan pernah ada,” ucap Andri sendu.Spontan Zelda tertawa mendengar ucapan suaminya. Dia tidak habis pikir jika perkataannya tadi pagi ditanggapi serius oleh suaminya, padahal yang dilakukannya hanya untuk mengalihkan to
Zara ditemani Ivan mendatangi rumah anak dan menantunya. Kini keduanya sudah duduk di hadapan Andri, sedangkan Zelda tengah berada di dapur membuatkan minuman untuk mereka. Tadi saat Andri memintanya datang, Zara langsung menyanggupinya. Tanpa membuang waktu, Zara bergegas menuju alamat rumah yang dikirimkan Andri melalui pesan singkat.“Silakan diminum,” Zelda mempersilakan setelah Andri membantunya memindahkan empat cangkir berisi tehchamomiledan biskuit kelapa di nampan ke atas meja.“Terima kasih, Zel,” ujar Zara dan Ivan canggung. Keduanya pun secara bersamaan mengambil cangkir tersebut, kemudian menyeruput tehnya.Andri ikut mengambil cangkir dan mulai menyesap teh buatan istrinya, sedangkan Zelda lebih memilih menikmati biskuit kelapa yang dibelinya tadi diminimarketdekat rumahnya usai sarapan.“Oh ya, kapan Papa datang?” tanya Andri memecah kebisuan.
Aroma gurih seketika menusuk indra penciuman Zelda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya. Sambil menajamkan indra penciumannya, dia berjalan menuju dapur yang diyakini menjadi asal aroma tersebut. Benar saja, ketika beberapa langkah lagi mencapai dapur, dia melihat Andri tengah berdiri membelakanginya dan sibuk mengaduk sesuatu.“An, kamu sedang membuat apa?” Zelda menghampiri Andri sambil masih menghirup dalam-dalam aroma yang dia tebak berasal dari santan mendidih.“Eh, sudah bangun ternyata.” Andri terkejut karena tidak mendengar langkah kaki istrinya mendekat. “Aku membuat bubur kacang hijau sebagai menu sarapan kita hari ini. Kamu tidak keberatan kita sarapan bubur kacang hijau?” jawabnya setelah memberikanmorning kissuntuk Zelda.“Tentu saja tidak.” Zelda mengambil alih kegiatan Andri yang ternyata tengah mengaduk santan, karena suaminya sedang menyapa anaknya. “Kamu pakai santa
Zelda tersenyum semringah ketika Andri datang membawa martabak manis yang diinginkannya. Dia meminta Andri untuk bergegas membersihkan diri agar mereka bisa menikmati martabak manis tersebut bersama-sama. Sambil menunggu Andri selesai mandi, Zelda membuat air panas untuk menyeduh tehchamomileuntuk suaminya.Usai membersihkan diri dan berpakaian, Andri menghampiri Zelda yang tengah menonton sambil duduk di atas kasur lantai. Dia melihat di samping istrinya sudah tersedia sebuah nampan berisi secangkir tehchamomileyang masih mengeluarkan uap dan sepiring martabak manis. Sesekali istrinya terlihat memperbaiki posisi duduk untuk mencari kenyamanan, mengingat kondisi perutnya yang semakin membesar. Menurut dokter di tempat Zelda sering memeriksakan kandungan, kelahiran bayi mereka diperkirakan tiga minggu lagi.“Kenapa belum dimakan martabaknya, Zel?” tanya Andri. Dia duduk di sebelah istrinya yang tengah meluruskan kaki