Share

Part 7

Author: Azuretanaya
last update Last Updated: 2021-05-19 09:49:04

Usai menikmati makan siang, Zelda dan Andri kembali membahas syarat yang diajukan Luan sebelum mereka menentukan pilihannya. Andri mengembuskan napas dengan keras sehingga membuat Zelda menoleh dan menatap wajah laki-laki di sampingnya yang terlihat lelah.

“Zel, kedua syarat yang diajukan Papamu masing-masing memiliki risiko besar.” Andri mengacak kasar rambutnya. “Memilih salah satunya, ibarat memakan buah simalakama,” sambungnya.

“Jadi?” tanya Zelda datar pada Andri.

Andri menatap Zelda lekat, kemudian menghela napas pelan sebelum menyampaikan pilihannya. “Zel, aku tidak berhak memutuskan ikatan yang kamu miliki dengan Papamu. Aku harap kamu bisa menyimpulkan syarat mana yang nantinya kupilih,” jawab Andri dengan nada sendu.

Zelda sangat terharu saat mengetahui Andri lebih memikirkan hubungannya dengan sang papa, dibandingkan keadaan keuangan perusahaan orang tuanya yang tengah kurang stabil. Namun, ada perasaan bersalah dan tidak enak di lubuk hatinya, sebab gara-gara dia perusahaan Himawan akan kehilangan investor serta modal usaha.

“An, aku akan membalas tindakanmu yang lebih memilihku dibanding saham-saham Papaku di perusahaan orang tuamu. Aku juga bisa melakukan hal yang sama sebagai ucapan terima kasihku,” ucap Zelda dalam hati.

“Siapa?” Zelda bertanya saat mendengar ponsel Andri berbunyi sehingga membuatnya mengurungkan keinginannya untuk berterima kasih.

“Mamaku,” jawab Andri setelah melihat nama orang yang menghubunginya. “Aku angkat sebentar ya, Zel. Kamu kembalilah beristirahat,” Andri menambahkan sambil beranjak dari duduknya. Dia mencium kening Zelda sebelum keluar ruangan untuk mengangkat telepon yang masih berdering.

Zelda mengangguk dan memberikan senyum tipisnya. Dia harus mencari cara untuk bisa membujuk Luan agar tidak benar-benar menarik sahamnya di perusahaan Himawan. Dia tidak mau dianggap membawa kesialan di keluarga calon suaminya.

***

“Iya, Ma,” Andri menjawab telepon dari Zara setelah berada di luar ruang rawat Zelda.

“Di mana kamu, An?” tanya Zara usai melakukan pertemuan dengan Daramikha.

“Memangnya ada apa, Ma?” Andri balik bertanya tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan sang ibu.

“Ke rumah sekarang! Ada yang serius ingin Mama bicarakan mengenai hubunganmu dengan wanita liar itu.” Setelah mengatakan itu Zara langsung memutus sambungan teleponnya. Dia tidak ingin mendengar tanggapan Andri mengenai sebutan kasarnya untuk Zelda.

“Ada apa lagi ini?” Andri bertanya kesal pada dirinya sendiri setelah mendengar perintah Mamanya yang dinilai sangat otoriter.

Setelah memasukkan ponsel ke saku celana selututnya yang berwarna cokelat, Andri mengusap-usap tengkuk kepalanya sebelum kembali ke ruangan Zelda.

“Kenapa melamun?” tegur Andri setelah berada di dalam ruangan dan melihat Zelda hanya menatap langit-langit yang bewarna putih.

“Siapa yang melamun, An?” sahut Zelda tanpa mengubah posisinya. “Aku tidak melamun, hanya saja mataku yang sulit terpejam,” kilahnya.

“Alasan.” Andri mengecup ringan bibir Zelda. “Pasti kamu ingin aku temani tidur ya?” godanya dan mulai menggeser tubuh Zelda agar lebih ke tengah ranjang, kemudian dia ikut berbaring di sampingnya.

“An, turun! Aku tidak mau kita dilihat oleh salah satu perawat di sini jika mereka tiba-tiba masuk,” protes Zelda dan berusaha menjauhkan tubuhnya yang mulai didekap oleh Andri.

“Kamu tenang saja, pintunya sudah aku kunci. Jika ada perawat atau dokter yang masuk memeriksa keadaanmu, mereka harus mengetuk pintunya terlebih dulu. Sekarang kamu tidurlah, biar kesehatanmu cepat pulih dan segera bisa pulang.” Andri tidak mengindahkan upaya Zelda yang terus saja ingin menjauhkan tubuhnya, malah dia semakin berusaha mendekap calon istrinya tersebut.

“An, ponselku mana?” Zelda menanyakan keberadaan ponselnya yang tadi dibawakan Bi Yuni kepada Andri.

“Di laci nakas. Jangan main ponsel dulu,” tegur Andri setelah memberitahukan keberadaan ponsel Zelda. “Ayo tidur,” ajaknya kembali.

“Baiklah, Papa.” Zelda menghirup aroma tubuh laki-laki yang kini mendekapnya.

***

Daramikha menyambangi Luan yang tengah memeriksa dokumen dari sekretarisnya di ruang kerjanya. Dia ingin memberitahukan mengenai kedatangan keluarga Himawan saat makan malam nanti.

“Apakah Papa masih sibuk?” tanya Daramikha setelah berada di ruang kerja Luan.

Luan mengangkat kepala yang tadinya menunduk setelah mendengar pertanyaan sang istri. “Memangnya kenapa? Apa ada hal penting?” tanyanya balik dan kembali melanjutkan memeriksa dokumennya.

“Tentu saja ada, Pa. Nanti malam keluarga Himawan akan datang untuk membicarakan masalah Zelda dan putra mereka,” beri tahu Daramikha langsung. Dia bisa merasakan bahwa suaminya tengah enggan berbasa-basi dengan siapa pun, termasuk dirinya.

“Hanya itu? Jika iya, tolong tinggalkan ruangan ini. Masih ada banyak dokumen yang harus aku periksa,” usir Luan secara halus kepada Daramikha.

Ingin rasanya Daramikha marah karena Luan berani mengusirnya, tapi mengingat saat ini suasana hati suaminya sangat kacau, jadi dia memakluminya. “Jangan melupakan waktu istirahatmu, Sayang,” ucapnya mengingatkan. Dia mendaratkan kecupan ringan pada pelipis sang suami sebelum meninggalkan ruang kerja tersebut.

Baru beberapa menit Daramikha meninggalkan ruangannya, Luan menerima sebuah pesan dari sang anak. Ternyata Zelda memintanya datang sebentar ke klinik. Andaikan Luan lupa mengenai kondisi Zelda saat ini, dia tidak akan mau menuruti permintaan anaknya tersebut. Tanpa mengirimkan balasan, dia menyudahi memeriksa dokumen yang masih menumpuk di atas meja kerjanya, kemudian beranjak dari kursinya.

***

Zelda menghela napas saat pesannya tidak dibalas, tapi dia yakin jika sang papa telah membacanya. Saat tadi Andri berpamitan akan pulang ke rumah karena orang tuanya ingin membahas sesuatu, Zelda segera menghubungi Papanya untuk membicarakan syarat yang hendak dipilih oleh calon suaminya.

Zelda menoleh saat mendengar pintu terbuka dan langkah kaki memasuki ruangannya. Dia memperbaiki posisi duduknya dan memaksakan tersenyum saat laki-laki yang sangat dihormati, berjalan mendekati ranjangnya dengan ekspresi datar.

“Silakan duduk, Pa,” Zelda mempersilakan dengan nada gugup.

“Sebaiknya langsung saja katakan pilihanmu terhadap syarat yang Papa ajukan,” ucap Luan setelah menduduki kursi yang ada di samping ranjang Zelda.

Zelda menghela napas ketika melihat sikap Papanya. “Andri tidak mau memutuskan hubunganku dengan orang tuaku, jadi dia merelakan saham yang Papa tanamkan di perusahaannya ditarik kembali.” Tanpa berbasa-basi Zelda langsung memberi tahu Luan.

“Pilihan yang tepat. Berarti laki-laki tersebut serius denganmu, bukan menghamilimu hanya demi harta,” balas Luan sehingga membuat Zelda terenyak mendengarnya.

“Jadi, Papa menilai Andri sebagai laki-laki yang silau harta? Dengan menghamiliku sebagai salah satu caranya untuk memperoleh harta Papa? Kenapa pikiran Papa sempit dan picik sekali?” Zelda tidak menyangka jika maksud sang papa memberinya kedua syarat tersebut karena harta.

“Perlu kamu ingat baik-baik, Zel, air mengalir itu selalu ke hilir bukan ke hulu, begitu juga dengan sifat seseorang. Karena kamu sudah memutuskan, setelah menikah kalian harus tinggal bersama Papa untuk menghindari niat-niat terselubung dari calon suamimu itu,” Luan mengatakannya tanpa ekspresi sehingga semakin membuat Zelda heran dan kesal.

“Jika aku tidak mau?” Karena tersulut emosi, Zelda berani menantang sang papa. “Bukankah sudah sewajarnya anak perempuan mengikuti di mana suaminya tinggal setelah menikah? Apakah dulu saat Papa dan Mama menikah, kalian diminta tinggal di rumah orang tua Mama?” cecar Zelda.

“Zelda!” hardik Luan. “Ternyata benar yang ibu tirimu katakan, bahwa kamu kini sudah menjadi anak pembangkang dan sulit diatur. Bahkan, sopan santunmu terhadap orang yang usianya jauh lebih tua sudah tidak ada,” sambungnya.

Zelda mendengkus. “Wajar aku menjadi anak pembangkang karena diriku bukan robot yang seenaknya saja bisa diatur, terlebih oleh wanita bermuka dua seperti istri Papa itu,” balas Zelda tanpa takut.

“Zelda, jaga mulutmu! Walau bagaimanapun wanita yang kamu maki itu, kini sudah menjadi istriku sekaligus ibumu juga.” Emosi Luan mulai tersulut, dia menatap nyalang putri semata wayangnya.

“Pada kenyataannya wanita itu memang istri Papa, tapi bukan berarti dia bisa menjadi ibuku. Ibuku hanya satu, dan beliau adalah Diana. Selamanya hanya Diana seorang yang menjadi ibuku!” Meski mata Zelda sudah berkaca-kaca, tapi dia dengan lantang membalas ucapan Papanya.

Zelda menggigit bibir bawahnya saat telapak tangan Luan kembali menampar pipinya karena ucapannya. Dia menahan nyeri yang kembali dirasakannya, terutama pada hatinya. “Sejak menikahi wanita itu, sudah berulang kali tangan hangat Papa menamparku. Betapa hebatnya pengaruh wanita bernama Daramikha itu terhadap sikap dan kepribadianmu, Pa. Namun, meski demikian aku tetap akan menghargaimu sebagai orang tuaku, tapi tidak dengan istrimu itu, Papa.” Zelda segera menyusut air matanya setelah mengatakan yang ada dalam benaknya.

“Pa, sebagai anakmu bolehkah aku meminta sebuah permintaan? Bukankah selama kepergian Mama, aku tidak pernah meminta apa pun kepada Papa?” Zelda kembali bersuara setelah mengatur napasnya yang mulai terasa menyesaki rongga dadanya.

“Katakan,” Luan mempersilakan dengan nada dingin dan tanpa menatap wajah Zelda.

Zelda menarik napasnya dalam-dalam sebelum menyampaikan permintaannya. “Jangan tarik saham Papa di keluarga Himawan, sebagai gantinya aku akan menyerahkan kepemilikan butik pemberian Mama untuk Papa kelola sepenuhnya. Jika itu belum cukup, tidak usah mencantumkan namaku sebagai ahli waris Papa kelak.” Walau terasa berat saat menyerahkan peninggalan mendiang sang ibu, tapi Zelda terpaksa melakukannya agar tidak menimbulkan kekacauan di keluarga Andri.

Luan tercengang mendengar permintaan sang anak, tapi dia tidak mau memedulikannya karena egonya melarang. “Dengan kata lain, berarti kamu lebih memilih memutuskan hubungan kita?”

Zelda tersenyum getir. “Sedikit pun aku tidak pernah berniat ingin memutuskan hubungan dengan orang tua kandungku sendiri, apalagi di dalam tubuhku mengalir kental darah Papa. Meskipun Papa tidak menganggapku sebagai anak lagi karena keputusanku ini, tapi Luan Pagory tetaplah Papa kandungku.”

Luan terkesiap mendengar tanggapan Zelda. “Ternyata cintamu sangat besar terhadap laki-laki yang belum tentu bisa membahagiakanmu, sampai-sampai kamu juga merelakan peninggalan mendiang ibu kandungmu sendiri,” ucapnya dengan nada mengejek dan meragukan.

Zelda mengulas senyum tipis. “Hal tersebut bukan masalah besar buatku, lagi pula aku menyerahkan peninggalan mendiang ibuku kepada suaminya sendiri. Selain itu, aku melakukannya karena sebuah alasan yang jelas,” Zelda menimpali.

“Alasan apa?” selidik Luan.

“Karena aku tidak mau dianggap sebagai menantu pembawa sial oleh keluarga calon suamiku,” jawab Zelda sejujurnya.

“Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusan akhirmu. Oh ya, kalau nanti kamu menemui masalah di keluarga barumu, jangan pernah mendatangi kediaman Pagory dan berkata ingin mengubah keputusan agar dikasihani,” Luan memperingatkan. Dia pun beranjak dari tempat duduknya dan mulai meninggalkan ruang rawat Zelda.

“Kenapa Papa terlihat sangat tidak menyukai orang tua Andri? Padahal dulu Papa tidak pernah mempermasalahkan aku dekat dengan siapa pun, asalkan mereka baik padaku,” tanya Zelda pada dirinya sendiri setelah punggung Luan menghilang di balik pintu ruangannya.

***

Andri tergesa-gesa memasuki kediaman orang tuanya karena Zara terus saja menghubunginya, padahal dia sudah mengatakan akan segera datang. Dia hanya berharap tujuan orang tuanya mengajak bertemu bukan menyuruhnya meninggalkan Zelda atau menggugurkan calon anaknya. Dia juga sudah menyiapkan alasan jika saja orang tuanya menanyakan perihal kondisi wajahnya yang masih membiru karena dihajar oleh calon ayah mertuanya.

“Akhirnya kamu datang juga.” Suara wanita dari lantai dua membuat Andri yang berjalan menuju ruang keluarga mendongak.

“Kenapa Mama terus saja menghubungiku, padahal aku sudah mengatakan akan segera datang? Memangnya hal sepenting apa yang ingin Mama bicarakan denganku?” cecar Andri kesal sambil mengamati sang ibu menuruni anak tangga.

“Sangat penting dan akan berimbas pada kelangsungan perusahaan kita, terutama proyek yang sedang dikerjakan Papamu sekarang,” jawab Zara dengan anggunnya.

“Maksud Mama?” tanya Andri sambil menyipitkan mata. Dia tidak melepaskan perhatiannya pada gerak-gerik ibunya yang kini menuju sofa di ruang keluarga.

“Duduklah dulu, Sayang. Bukankah akan lebih nyaman jika kita bicara dalam posisi duduk,” ajak Zara setelah duduk dan menumpukan kakinya satu sama lain.

Tanpa menanggapi ucapan Zara, Andri mengambil tempat duduk di seberang ibunya. Dia menanti Zara kembali membuka mulut dan memberitahunya mengenai ucapannya tadi.

“Nanti kita akan berkunjung ke kediaman Pagory untuk membicarakan mengenai pernikahanmu dengan Zelda, mengingat kamu sudah lancang menghamili putri semata wayang mereka. Jika bukan karena saham yang ditanamkan Luan cukup besar pada proyek Papamu, Mama tidak akan melakukan ini dan merestui hubungan kalian. Apalagi Mama sudah mempunyai calon untuk kamu jadikan istri.” Tanpa perasaan Zara mengatakan secara gamblang ketidakikhlasannya menjadikan Zelda menantu.

Andri tersenyum miris mendengar pengakuan ibunya. “Meskipun Zelda tidak sedang mengandung anakku, aku tetap akan menikahinya. Dengan atau tanpa restu dari Mama. Simpan saja calon menantu yang telah Mama pilihkan untukku itu hingga para manusia pindah tempat tinggal ke planet lain,” balas Andri tidak kalah tajam.

Zara geram karena putranya membalas perkataannya dengan sangat lancang, seolah pilihannya tersebut tidak berbobot. Tidak mau berdebat apalagi sampai membuat Andri pergi dan menggagalkan rencana yang telah disusunnya, maka Zara memilih mengabaikannya saja. “Ngomong-ngomong, kenapa dengan wajahmu?” tanyanya mengalihkan suasana.

“Ada orang yang mengusikku, jadi aku menghajarnya dan kami terlibat baku hantam,” jawab Andri santai.

Zara menggeleng mendengar jawaban santai yang putranya berikan. “Ya sudah, kalau begitu sebaiknya obati dulu agar nanti tidak terlalu kelihatan saat berkunjung ke rumah calon istrimu itu,” suruh Zara.

“Jam berapa kita ke rumah Zelda?” Andri memastikan.

“Setelah makan malam. Mama harap kamu makan malam di sini dan kita bersama-sama ke kediaman Pagory,” beri tahu Zara.

“Baiklah, tapi saat ini aku masih ada urusan. Setelah urusanku selesai, aku akan kembali untuk makan malam bersama kalian,” ucap Andri sambil berdiri dari duduknya.

Setelah berpamitan Andri meninggalkan ibunya seorang diri di ruang keluarga. Dia akan kembali ke klinik dan memberi tahu Zelda mengenai kedatangan orang tuanya nanti ke rumahnya. Tidak hanya itu, dia juga akan menghubungi Luan untuk menyampaikan pilihan atas syarat yang diajukannya, sebelum orang tuanya mengetahui kenyataan bahwa dirinya telah membuat keputusan. Selain itu, jika diizinkan oleh dokter, dia ingin membawa Zelda pulang sebentar ke kediaman Pagory untuk ikut membahas tentang pernikahan mereka.

Related chapters

  • Not Just An Escape   Part 8

    Dokter belum mengizinkan Zelda pulang meski hanya sebentar ketika Andri menyampaikan permintaannya. Bukan tanpa alasan permintaan Andri ditolak, melainkan karena sang dokter tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda dan calon anaknya. Dengan berat hati Andri pun menerima keputusan dokter tersebut, apalagi demi kebaikan calon istri dan anaknya. Dia berjanji akan segera kembali ke klinik setelah pertemuan dan pembahasan keluarganya dengan orang tua Zelda selesai.Kini Andri dan keluarganya tengah duduk berhadapan dengan orang tua Zelda, tentu saja di kediaman Pagory. Pertemuan tersebut lebih didominasi oleh pembicaraan Zara dan Daramikha, sedangkan para laki-laki hanya sesekali menimpali termasuk dirinya.Meski ekspresi Luan datar saat mendengar permintaan maaf orang tuanya karena perbuatannya, tapi Andri bisa merasakan kemarahan masih menyelimuti laki-laki seumuran Papanya tersebut. Andaikan tadi Zelda tidak memberitahunya jika calon Papa mertuanya datang ke kl

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 9

    Usai menikmati makan malam di salah satu restoran pilihannya, Andri mengajak Zelda ke kediaman Himawan. Andri melakukannya bukan tanpa dasar, melainkan sesuai dengan permintaan sang ibu kemarin malam di vila setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai. Sebenarnya Zara meminta Andri ke kediaman Himawan saat pagi hari, tapi dia malas melakukannya. Andri lebih memilih menikmati waktu pagi hingga sore harinya bersama Zelda di vila, mumpung mereka hanya berdua. Walau tidak bisa mengurung Zelda seharian di dalam kamar seperti kebanyakan pengantin baru, tapi mereka memanfaatkan waktunya untuk menikmati keindahan pemandangan di sekitar vila.Kini untuk pertama kalinya, Zelda berada di dalam kamar pribadi Andri. Meski sudah sering tinggal dan tidur seranjang di apartemen Andri, tapi Zelda tetap merasa canggung saat berada di dalam kamar pribadi suaminya tersebut. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi tempat ternyamannya beristirahat, terlebih bersama Andri.“Kamu menyukai sua

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 10

    Andri duduk di hadapan Ivan yang tadi menyuruhnya datang. Dia waspada saat melihat Ivan menatapnya datar. Dia mengira Luan telah menghubungi Papanya perihal penarikan sahamnya di perusahaan Himawan. Dia sudah siap menerima kemurkaan Ivan atas keputusan yang dibuat dan konsekuensinya.“Ada apa Papa memanggilku?” Meski pertanyaan yang dilontarkan Andri sangat hati-hati, tetapi nada bicaranya tetap tenang.“Karena kamu telah menjadi anak pemberontak, sebagai orang tuamu, kami akan memberimu hukuman,” jawab Ivan langsung.Andri mengerutkan kening. “Ini pasti salah satu rencana orang tuaku bersama Ruhan agar aku bisa berada di bawah kendali mereka, mengingat pertemuan ketiganya tadi pagi. Tidak semudah itu membuatku tunduk dan menjadi boneka kalian,” batin Andri menilai jawaban Papanya. “Apa pun hukuman yang Papa berikan, aku akan menerimanya dengan lapang dada,” Andri menanggapinya dengan santai dan tenang.Ivan tercengang mendengar tanggapan putranya. Sepertinya

    Last Updated : 2021-05-19
  • Not Just An Escape   Part 11

    Sudah tiga hari Andri dan Zelda tinggal di apartemen. Andri telah menceritakan penyebab dirinya memilih lebih cepat menempati apartemen kepada Zelda. Dia juga memberi tahu sang istri perihal dirinya yang diberhentikan dengan alasan konyol oleh Papanya sendiri. Meski Zelda masih memendam kekecewaan, tapi dia lebih memilih memberikan dukungan sekaligus semangat kepada suaminya dibandingkan memperpanjang mengenai bentakan dan tamparan yang diterimanya beberapa hari lalu.Andri dan Zelda juga telah menutup rekening bank yang diketahui oleh orang tua masing-masing, tapi sebelumnya mereka menarik lebih dulu semua uangnya. Mereka masing-masing memutuskan membuka rekening baru pada bank lain dan menyimpan uangnya di sana.Andri dan Zelda membuat komitmen untuk selalu menghadapi bersama-sama apa pun yang terjadi ke depan nanti demi calon buah hati mereka. Kini Andri dan Zelda telah menjadi pengangguran, uang yang mereka miliki pun tidak terlalu banyak, jadi keduanya harus pintar

    Last Updated : 2021-05-20
  • Not Just An Escape   Part 12

    Sesuai janjinya kemarin malam, hari ini Andri dan salah satu kenalannya akan bertemu di Sanur. Kebetulan kenalannya tersebut tengah menghadiri acara salah satu sanak keluarganya yang tempatnya tidak jauh dari sana. Andri harus sesegera mungkin mendapat tempat tinggal, sebab dia merasa orang tuanya sangat bersemangat membuatnya menderita. Dia mengetahui jelas tujuan orang tuanya bertingkah kekanakan seperti itu, tidak lain karena dirinya menolak dijodohkan dengan Ruhan dan ketidaksukaan sang ibu terhadap istrinya.Kini Andri telah berada di salah satu kedai tepi pantai yang ada di wilayah Sanur bersama Agus–kenalannya. Walau sebelumnya Andri telah mengisi perutnya bersama Zelda di apartemen, tapi demi rasa sopannya dia terpaksa menerima ajakan Agus untuk sarapan bersama. Dia pun hanya memesan secangkir kopi hitam.“Oh ya, An, siapa yang mau pindah?” tanya Agus sambil menunggu pesanan mereka diantarkan.“Aku dan istriku,” jawab Andri jujur dan penuh percaya diri.

    Last Updated : 2021-05-20
  • Not Just An Escape   Part 13

    Andri bergegas menuju kamar tidur karena panggilannya tidak direspons oleh Zelda ketika memasuki apartemen. Dia tersenyum ketika melihat Zelda berbaring menyamping di atas ranjang dengan mata terpejam. Dia mengedarkan matanya ke sekeliling kamar, dan mendapati dua buah koper besar berada di depan kaki ranjang. Tidak hanya itu, beberapa pakaian miliknya juga masih tergeletak di sisi ranjang kosong. Dia menduga Zelda kelelahan saat sedang mengemas pakaiannya ke dalam koper, sehingga istrinya tersebut pun sampai ketiduran.Karena sudah mendekati jam makan siang, Andri berinisiatif membuat masakan untuk mereka nikmati. Dia yakin Zelda belum memasak, dan pasti akan kelaparan saat bangun nanti. Dengan hati-hati dia memindahkan pakaiannya yang masih berada di samping Zelda dan menaruhnya di sofa agar tidak kusut. Selanjutnya dia kembali keluar kamar tanpa membangunkan Zelda.Sesampainya di dapur, Andri langsung mencuci beras sebelum memasukkannya ke rice cooker. Saat membuka ku

    Last Updated : 2021-05-20
  • Not Just An Escape   Part 14

    Andri dan Zelda yang tengah bersantai usai makan malam saling tatap saat mendengar bel apartemennya berbunyi. Zelda mengangguk ketika Andri memberi isyarat bahwa dirinya yang akan melihat tamu di luar sekaligus membukakan pintu. Hati kecil Zelda merasakan akan ada sesuatu yang terjadi di apartemen ini. Tidak mau berpikir atau menduga terlalu jauh, Zelda segera menggelengkan kepala dan mencoba mengalihkan perhatiannya pada kentang goreng buatan Andri.Baru saja Zelda berniat memasukkan satu potong kentang goreng yang telah dicocol sambal ke mulutnya, bentakan seorang wanita menyentak pendengarannya. Zelda tidak jadi menikmati camilan yang tadi sangat diinginkannya, dia berdiri dan menyusul Andri menuju pintu apartemen.Setelah mengetahui dan melihat langsung pemilik bentakan yang menggelegar di apartemennya tersebut, Zelda mendesah malas. “Apalagi drama yang akan mereka lakukan saat sudah malam seperti sekarang?” tanya batinnya.Zara dan Ruhandhina menatap penuh ama

    Last Updated : 2021-05-20
  • Not Just An Escape   Part 15

    Andri bernapas lega setelah menaruh dua buah koper besar dan sebuah ransel ke dalam kamar hotel yang disewanya. Kini dia harus menjemput Zelda dan mengajaknya ke hotel agar segera bisa beristirahat.Mengingat jarak antara apartemen dan hotel tidak terlalu jauh, jadi Andri hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk menyambangi Zelda, apalagi ditunjang oleh langkah kakinya yang lebar. Andri menyeka keringat di keningnya dan mengembuskan napas sebelum memasuki lobi apartemen, tempat Zelda menunggunya.Andri terkekeh sambil menggelengkan kepala melihat Zelda yang serius menatap layar ponsel, tanpa memedulikan keadaan dan orang-orang di sekitarnya. Dia berjalan ke arah Zelda dengan tenang dan berniat mengerjai istrinya tersebut.“Permisi, Nona. Apakah saya boleh ikut duduk di samping Anda?” tanya Andri dengan suara yang tidak seperti biasanya.Tanpa menoleh, Zelda pun menanggapinya, “Silakan saja.”Andri kembali menggeleng setelah duduk di sofa y

    Last Updated : 2021-05-20

Latest chapter

  • Not Just An Escape   Special Part

    Zelda yang sedang menduduki kursi malas di pinggir kolam renang sambil menyusui Edgar tertawa saat melihat Andri mengusili Kevin. Gara-gara terganggu oleh tawa renyah Papa dan Kakaknya, Edgar yang tadinya telah terbuai menjadi berhenti menyusu. Balita enam bulan tersebut kini malah menoleh ke arah kolam renang, tak lama kemudian Edgar pun ikut tertawa. Sejak kemarin siang Zelda bersama Andri dan kedua jagoan mereka telah berada di vila milik keluarga Pagory di daerah Ubud untuk menikmati liburan. Vila yang dulu menjadi saksi bisu pernikahan mereka. Andri sengaja mengajukan cuti selama seminggu dari kantor Luan agar bisa melepas penat bersama keluarga kecilnya setelah menyelesaikan tumpukan tanggung jawabnya.“Ed belum selesai menyusu?” tanya Andri yang sedang mengajari Kevin berenang.Zelda menjawabnya dengan gelengan kepala. “Gara-gara tawa kalian, dia menjeda aktivitasnya menyusu,” beri tahunya sambil mengusap pipi mulus Edgar yang kini sudah

  • Not Just An Escape   Extra Part

    Zelda yang baru saja selesai memoleskanlipstickberwarnapeachpada bibirnya menoleh ketika mendengar pintu kamarnya dibuka dari luar. Dia hanya menyapa dengan senyuman laki-laki gagah yang memasuki kamarnya sambil menggendong balita. Kedua laki-laki berwajah sangat mirip, tapi beda generasi tersebut sudah berpenampilan rapi. Dia kembali mengalihkan perhatian ke arah kaca rias di hadapannya demi memastikan penampilannya sendiri untuk terakhir kalinya.“Belum selesai?” Andri bertanya setelah berdiri di samping Zelda. “Mamamu cantik sekali ya, Sayang,” imbuhnya pada Kevin di gendongannya saat melihat penampilan Zelda melalui pantulan kaca rias.“Jika aku tidak cantik, mana mungkin dulu kamu bersusah payah mempertahankanku agar kita tetap hidup bersama,” Zelda menanggapinya sambil terkekeh. “Ayo berangkat, aku sudah selesai,” ajaknya setelah mengambilclutchyang tadi

  • Not Just An Escape   Epilog

    Di tengah kesibukan Andri yang kembali beraktivitas di perusahaan sejak beberapa bulan lalu, laki-laki tersebut tetap mempunyai waktu bersama keluarga kecilnya, terutama saatweekenddan hari libur. Seperti hari ini, dia menemani Zelda membeli kebutuhan mereka dan sang buah hati disupermarket. Zelda meminta bantuan Zara untuk menjaga Kevin yang masih terlelap di apartemen Andri. Jagoannya tersebut kini telah berusia satu tahun.Sejak usia Kevin empat bulan, Andri dan Zelda kembali tinggal di Denpasar. Alasannya karena Luan masuk rumah sakit dan harus mendapat perawatan setelah tiba-tiba pingsan sepulangnya dari kantor. Dari hasil pemeriksaan dokter, penyebab kondisi Luan seperti itu karena kelelahan dan kurang beristirahat. Setelah mempertimbangkan dengan matang, akhirnya Andri memutuskan untuk kembali tinggal di Denpasar agar Zelda juga bisa merawat Luan yang tengah sakit. Bahkan, untuk mengurangi beban pikiran Luan dan agar fokus pada keseh

  • Not Just An Escape   Part 53 - The End

    Dulu rumah sederhana yang ditinggali hanya berdua, kini sudah diramaikan oleh tangis bayi. Zelda dan bayinya sudah kembali ke rumah seminggu yang lalu. Sejak kepulangannya dari klinik bersalin, Zelda meminta bantuan Bi Rani agar mengajarinya memandikan bayi. Setelah melihat cara Bi Rani beberapa kali memandikan anaknya, kini Zelda sudah bisa melakukannya sendiri.“Zel, Papamu berkunjung,” Andri memberitahukan kedatangan mertuanya kepada Zelda yang tengah duduk sambil menyusui anaknya usai dimandikan. Dia berjongkok di hadapan Zelda.Zelda mengangguk. “Kamu temani dulu Papaku. Setelah Kevin tidur, aku akan menyusulmu,” ucapnya pelan agar anak di pangkuannya yang baru memejamkan mata tidak terganggu oleh suaranya.“Baiklah,” balas Andri tanpa mengalihkan tatapannya dari bibir mungil Kevin yang masih menyesap pabrik ASI istrinya.“Cepat keluar!” usir Zelda ketika memergoki tatapan lapar Andri. Dia juga menyenti

  • Not Just An Escape   Part 52

    Mendapat kabar dari ibunya mengenai kondisi istrinya membuat Andri dilanda kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia terpaksa meminta izin dadakan kepada bosnya untuk menyambangi tempat istrinya dibawa. Untunglah saat menuju klinik bersalin yang diberitahukan ibunya, jalanan tidak seramai pagi hari sehingga dia terhindar dari kepadatan lalu lintas.Sesampainya di tempat tujuan, Andri melihat dokter kandungan istrinya tengah berjalan tergesa-gesa bersama seorang perawat. Dia sangat yakin jika mereka menuju ruangan istrinya berada, hal tersebut membuatnya semakin cemas. Dia takut telah terjadi sesuatu yang buruk menimpa istri dan anaknya. Tanpa menegur, Andri langsung mengikuti dokter dan perawat tersebut dengan langkah kakinya yang lebar.“Zelda,” panggil Andri khawatir saat melihat istrinya berbaring sambil meringis. Bahkan, kedua sudut mata istrinya terlihat basah, yang dia asumsikan karena menahan sakit.“An,” balas Zelda lirih nyaris tanpa

  • Not Just An Escape   Part 51

    Untuk menghabiskan sisa liburnya, Andri menemani Zelda yang ingin berjalan-jalan di pantai. Awalnya Andri menolak dan menyarankan untuk berjalan-jalan di halaman rumah saja karena langit mulai mendung, tapi saat melihat ekspresi kecewa Zelda, akhirnya dia memutuskan menurutinya.“An, sedang melamunkan apa?” tegur Zelda ketika menyadari suaminya hanya membisu, meski tetap mengikuti langkah kakinya.Andri menoleh dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zelda dari samping. “Aku hanya memikirkan perkataanmu tadi pagi,” jawabnya.Langkah kaki Zelda terhenti dan menghadap suaminya. “Perkataanku yang mana?” tanyanya bingung.“Jika Mamaku dan Papamu tetap bersama, maka kisah cinta kita tidak akan pernah ada,” ucap Andri sendu.Spontan Zelda tertawa mendengar ucapan suaminya. Dia tidak habis pikir jika perkataannya tadi pagi ditanggapi serius oleh suaminya, padahal yang dilakukannya hanya untuk mengalihkan to

  • Not Just An Escape   Part 50

    Zara ditemani Ivan mendatangi rumah anak dan menantunya. Kini keduanya sudah duduk di hadapan Andri, sedangkan Zelda tengah berada di dapur membuatkan minuman untuk mereka. Tadi saat Andri memintanya datang, Zara langsung menyanggupinya. Tanpa membuang waktu, Zara bergegas menuju alamat rumah yang dikirimkan Andri melalui pesan singkat.“Silakan diminum,” Zelda mempersilakan setelah Andri membantunya memindahkan empat cangkir berisi tehchamomiledan biskuit kelapa di nampan ke atas meja.“Terima kasih, Zel,” ujar Zara dan Ivan canggung. Keduanya pun secara bersamaan mengambil cangkir tersebut, kemudian menyeruput tehnya.Andri ikut mengambil cangkir dan mulai menyesap teh buatan istrinya, sedangkan Zelda lebih memilih menikmati biskuit kelapa yang dibelinya tadi diminimarketdekat rumahnya usai sarapan.“Oh ya, kapan Papa datang?” tanya Andri memecah kebisuan.

  • Not Just An Escape   Part 49

    Aroma gurih seketika menusuk indra penciuman Zelda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya. Sambil menajamkan indra penciumannya, dia berjalan menuju dapur yang diyakini menjadi asal aroma tersebut. Benar saja, ketika beberapa langkah lagi mencapai dapur, dia melihat Andri tengah berdiri membelakanginya dan sibuk mengaduk sesuatu.“An, kamu sedang membuat apa?” Zelda menghampiri Andri sambil masih menghirup dalam-dalam aroma yang dia tebak berasal dari santan mendidih.“Eh, sudah bangun ternyata.” Andri terkejut karena tidak mendengar langkah kaki istrinya mendekat. “Aku membuat bubur kacang hijau sebagai menu sarapan kita hari ini. Kamu tidak keberatan kita sarapan bubur kacang hijau?” jawabnya setelah memberikanmorning kissuntuk Zelda.“Tentu saja tidak.” Zelda mengambil alih kegiatan Andri yang ternyata tengah mengaduk santan, karena suaminya sedang menyapa anaknya. “Kamu pakai santa

  • Not Just An Escape   Part 48

    Zelda tersenyum semringah ketika Andri datang membawa martabak manis yang diinginkannya. Dia meminta Andri untuk bergegas membersihkan diri agar mereka bisa menikmati martabak manis tersebut bersama-sama. Sambil menunggu Andri selesai mandi, Zelda membuat air panas untuk menyeduh tehchamomileuntuk suaminya.Usai membersihkan diri dan berpakaian, Andri menghampiri Zelda yang tengah menonton sambil duduk di atas kasur lantai. Dia melihat di samping istrinya sudah tersedia sebuah nampan berisi secangkir tehchamomileyang masih mengeluarkan uap dan sepiring martabak manis. Sesekali istrinya terlihat memperbaiki posisi duduk untuk mencari kenyamanan, mengingat kondisi perutnya yang semakin membesar. Menurut dokter di tempat Zelda sering memeriksakan kandungan, kelahiran bayi mereka diperkirakan tiga minggu lagi.“Kenapa belum dimakan martabaknya, Zel?” tanya Andri. Dia duduk di sebelah istrinya yang tengah meluruskan kaki

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status