Andri menatap intens Zelda yang belum juga membuka kelopak matanya. Sempat terbesit kecemasan dalam benaknya, tapi rasa tersebut menghilang dan berganti dengan senyuman ketika melihat kelopak mata Zelda mulai bergerak.
“Selamat pagi, Zel,” sapa Andri setelah Zelda membuka matanya perlahan. “Sekarang kamu sedang berada di sebuah klinik,” beri tahunya saat melihat Zelda masih bingung dengan keberadaannya.
“Tunggu sebentar ya, aku panggilkan dokter untuk memeriksa keadaanmu.” Andri mengecup dengan lembut kening Zelda sebelum keluar ruangan.
Setelah Andri meninggalkan ruangan, Zelda mengingat kembali kejadian kemarin malam saat Papanya murka karena mengetahui kehamilannya. Dia meraba sudut bibir dan rahangnya yang terasa perih serta ngilu karena tindakan kasar Papanya. Sambil menghela napas, tangan Zelda mengusap perutnya yang masih datar. Dia ingin Andri segera kembali ke ruangannya dan memberitahukan keadaan janinnya, mengingat kemarin malam dirinya terpental saat berusaha melerai tindakan anarkis Papanya.
“Anak kita selamat, kamu tidak usah khawatir,” beri tahu Andri saat melihat Zelda mengusap perutnya dan tatapan matanya menerawang ke langit-langit ruangan.
Zelda menoleh ke sumber suara. Karena saking seriusnya memikirkan keadaan calon buah hatinya, sehingga dia tidak menyadari Andri telah kembali ke ruang rawatnya. Ingin sekali rasanya Zelda mengeluarkan suara untuk mengucap syukur, tapi rasa perih pada sudut bibirnya membuatnya terpaksa mengurungkan niat, jadi dia hanya bisa mengangguk lemah sebagai responsnya.
“Selamat pagi, Bu,” sapa dokter yang akan memeriksa Zelda. “Saya periksa dulu keadaannya ya,” ucap sang dokter saat Zelda membalas sapaannya hanya dengan senyuman tipis.
“Saya sarankan, sebaiknya Ibu dirawat dulu selama beberapa hari untuk pemulihan. Setelah kondisinya benar-benar stabil, baru Ibu boleh pulang.” Usai melakukan pemeriksaan, dokter tersebut memberi saran kepada Zelda dan Andri.
“Baiklah, Dok,” Andri menyetujui tanpa meminta pertimbangan Zelda terlebih dulu.
“Kalau begitu saya permisi dulu. Oh ya, sarapan untuk Ibu Zelda sebentar lagi akan diantarkan,” ucap sang dokter sebelum meninggalkan ruang rawat Zelda.
Andri dan Zelda hanya menanggapinya dengan anggukan.
“An, bantu aku duduk,” pinta Zelda lirih yang sesekali meringis menahan nyeri saat berbicara.
“Sudah nyaman?” tanya Andri setelah memosisikan punggung Zelda menyandar.
Zelda mengangguk. “An, minum,” Zelda kembali meminta karena tenggorokannya terasa sangat kering.
Dengan sigap Andri mengambil segelas air mineral yang ada di atas nakas dan membantu Zelda meminumnya. “Lagi?” tanyanya.
Zelda menggeleng. “Cukup,” jawabnya.
Andri kembali menaruh gelas dan kini duduk menyamping di ranjang Zelda. Tangannya membersihkan sisa air yang ada di sudut bibir Zelda. Saat mendengar Zelda meringis karena sudut bibirnya disentuh, dengan cepat Andri mengecupnya.
“Semoga luka robek di sudut bibirmu ini cepat sembuh setelah aku cium,” ucap Andri dengan nada bercanda agar bisa menghibur calon istrinya.
Zelda memukul bahu Andri dengan tangannya yang tidak terpasang infus. Andaikan rahangnya tidak ngilu, pasti dia sudah meneriaki laki-laki yang tengah menggodanya ini.
“Permisi, Pak. Saya membawakan sarapan untuk Ibu Zelda.” Kedatangan seorang perawat yang membawa nampan berisi sepiring bubur putih menginterupsi kebersamaan Andri dan Zelda.
“Terima kasih,” ucap Andri saat menerima nampan yang dibawa perawat tersebut.
“Selesai sarapan, nanti tolong berikan obat ini kepada Ibu Zelda ya, Pak,” beri tahu perawat sambil menunjukkan obat untuk Zelda. Setelah Andri mengiyakan, perawat tersebut pun undur diri.
“Mama, sekarang sarapan dulu ya agar segera pulih. Ayo, mulutnya dibuka.” Andri mulai mengarahkan sendok berisi bubur ke mulut Zelda.
Meskipun merasa geli dengan panggilan Andri, tapi Zelda tetap menuruti permintaan laki-laki yang duduk menyamping di depannya, sebab perutnya memang tengah lapar. Meski susah payah Zelda membuka mulut, tapi dia tetap menerima suapan yang diangsurkan Andri.
Ketika bubur di piring sudah hampir habis, deringan ponsel Andri menginterupsi keheningan mereka. “Bi Yuni,” beri tahunya dan meletakkan piring di pangkuan Zelda. “Aku angkat sebentar ya, Zel,” ucapnya menenangkan dan mengusap wajah Zelda yang terlihat cemas.
“Iya, Bi,” jawab Andri tanpa menghentikan usapan tangannya.
“Nak, bagaimana keadaan Nona Zelda?” tanya Bi Yuni setelah Andri menjawab panggilan teleponnya.
“Zelda dan calon bayinya baik-baik saja, Bi,” beri tahu Andri. Kini dia memindahkan tangannya ke perut Zelda dan kembali mengelusnya.
“Syukurlah, Bibi sangat khawatir. Oh ya, di rumah sakit mana Nona dirawat?” Bi Yuni kembali bertanya diikuti desahan lega mengetahui keadaan anak majikannya.
“Zelda dirawat di klinik bersalin di dekat kediaman Pagory, Bi.” Tanpa menutupi keberadaannya, Andri memberitahukan tempat Zelda dirawat.
“Oh, di Klinik Bersalin Anugerah? Baiklah, nanti setelah makan siang Bibi ke sana membawakan kalian makanan,” ucap Bi Yuni.
“Aku tidak tahu nama klinik ini, Bi. Oh ya, Bi, kalau ke sini tolong bawakan beberapa potong pakaian untuk Zelda,” pinta Andri.
“Baiklah. Ya sudah, kalau begitu Bibi tutup dulu teleponnya ya.” Setelah disetujui Andri, Bi Yuni menyudahi obrolannya.
Tanpa disadari dan diketahui Bi Yuni, obrolannya dengan Andri melalui telepon didengar oleh Luan yang memang tengah mencarinya. Luan awalnya ingin memberitahukan kepada wanita yang seumuran dengan mendiang ibunya bahwa dirinya akan mengunjungi makam Diana. Namun, setelah mengetahui keberadaan putrinya, dia menunda keinginannya mengunjungi makam mendiang sang istri dan beralih akan menemui anaknya terlebih dahulu.
***
Bukan hal sulit bagi Luan untuk menemukan ruangan tempat anaknya dirawat, sebab klinik tersebut tidak terlalu besar dan pasiennya pun hanya beberapa saja. Luan mengangguk setelah perawat yang mengantarnya ke ruangan Zelda mohon pamit. Sebelum mengetuk pintu putih di depannya, Luan menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Setelah merasa cukup memasok oksigen ke paru-parunya, dia mulai mengetuk pintu dan menunggunya beberapa saat agar dibuka dari dalam.
Berbeda dengan suasana di dalam ruangan, kegiatan Andri yang ingin menghibur Zelda menggunakan tindakan jahil dan menggodanya terinterupsi oleh ketukan pintu dari luar. Dia mendesah kecewa dan membenamkan wajahnya pada belahan dada Zelda serta menggerutu karena kegiatannya diganggu.
“Cepat buka pintunya, An,” perintah Zelda sambil menjauhkan wajah Andri dan mengelusnya dengan lembut.
Tanpa menanggapi perintah Zelda, Andri menegakkan tubuh yang tadinya membungkuk. Dia mengecup bibir Zelda dengan cepat sebelum menghampiri pintu dan membukanya.
Ekspresi wajah Andri yang sebelumnya terlihat santai kini menegang dan mengeras setelah membuka pintu ruang rawat Zelda.
“Buat apa Anda datang ke sini?” tanya Andri dingin tanpa mengizinkan tamu yang datang masuk ke ruangan Zelda.
“Status Zelda masih sebagai putri saya, maka saya berhak melihat keadaannya tanpa ada seorang pun yang melarang,” jawab Luan tidak kalah dingin. Dia memasuki ruangan meski tanpa dipersilakan.
Ingin rasanya Andri menarik kerah baju laki-laki yang telah bertindak anarkis terhadap anak kandungnya sendiri, tetapi dia mencoba meredam keinginannya agar tidak membuat keributan. Tanpa berkata-kata Andri mengekori laki-laki yang akan menjadi calon mertuanya menuju ranjang Zelda. Mengikuti nalurinya, dia berdiri di samping ranjang Zelda saat melihat wanita tersebut menundukkan kepala ketika mengetahui tamu yang menjengguknya.
“Kedatangan saya ke sini bukan ingin mendengarkan pembelaan atas perbuatan kalian. Bukan juga ingin meminta maaf mengenai tindakan saya kemarin malam,” ucap Luan setelah duduk di kursi yang ada di sisi ranjang Zelda tanpa disuruh.
“Lalu apakah ingin memastikan bahwa Anda telah berhasil membuat Zelda keguguran? Jika itu tujuannya, sayang sekali keinginan Anda tidak menjadi kenyataan. Saya dan Zelda masih diizinkan bersama calon buah hati kami,” jawab Andri datar.
Luan tersenyum miring. “Baguslah kalau calon buah hati kalian selamat. Saya doakan agar selamanya dia baik-baik saja,” balas Luan tanpa mengalihkan tatapan datarnya dari wajah Zelda yang masih tertunduk.
“Oh ya, langsung saja ke inti tujuan kedatangan saya ke sini. Saya mempunyai syarat agar kalian berdua bisa melangsungkan pernikahan.” Luan berhenti berbasa-basi dan langsung menyampaikan tujuannya.
“Syarat?” tanya Andri mengulang, sedangkan Zelda langsung mengangkat wajahnya meski tidak bersuara.
“Jika kamu menikah dan menjadi menantu di keluarga Himawan, maka hubungan di antara kita berakhir,” beri tahu Luan tanpa basa-basi kepada Zelda yang masih terkejut. “Atau kalian tetap bisa menikah, tetapi semua saham saya di perusahaan Himawan akan saya tarik kembali. Pilihan ada di tangan kalian berdua.” Setelah mengajukan syarat tersebut Luan berdiri dari duduknya.
Luan menggeleng saat melihat Zelda hendak berbicara. Dia yakin putrinya itu ingin menyampaikan protes, sebab sangat jelas terlihat dari sorot matanya.
“Segera hubungi saya setelah kalian memutuskan syarat mana yang dipilih. Oh ya, saya sarankan jangan terlalu banyak mengulur waktu sebab perut Zelda semakin hari kian membesar.” Tanpa memedulikan reaksi Zelda dan Andri, Luan meninggalkan ruang perawatan sang anak sesukanya.
Sepeninggal Luan, Zelda dan Andri masih bungkam. Mereka tengah sibuk mencerna perkataan sekaligus syarat yang diajukan Luan. Kedua syarat tersebut mempunyai konsekuensi masing-masing dan sangat sulit jika harus dipilih salah satu.
“An,” panggil Zelda memecah keheningan. Dia tahu keadaan keuangan perusahaan Andri sedang tidak stabil dan saham yang ditanamkan Papanya sangat berpengaruh terhadap kegiatan operasionalnya.
“Tenanglah, Zel, kita pasti bisa menemukan jalan keluar terbaik.” Andri mengecup puncak kepala Zelda dan menenangkannya meski pikirannya juga tengah kalut.
***
Sejak pertemuannya waktu itu di pusat perbelanjaan, Daramikha dan Zara kini sering berhubungan entah secara langsung atau melalui telepon. Tentu saja Zara yang memulainya, tujuannya untuk memastikan bahwa Daramikha bisa membujuk Luan agar tidak menarik kembali sahamnya di perusahaan sang suami.
Seperti sekarang keduanya membuat janji temu di Karma Kandara, tempat spa langganan Daramikha yang berlokasi di daerah Ungasan. Daramikha memanfaatkan pertemuan ini untuk membahas mengenai pernikahan Zelda dan Andri meski pasangan tersebut belum memberikan jawaban atas syarat yang diberikan Luan, tentu saja tanpa pengetahuan Zara. Daramikha juga akan memastikan bahwa niatnya ingin mendepak Zelda dari keluarganya sendiri tidak tercium atau diketahui oleh calon besannya. Dia tidak ingin Zara meminta timbal balik atas niat terselubungnya itu. Biarlah hanya Zara yang terlihat meminta bantuan padanya agar pernikahan Zelda dan Andri berlangsung lancar, serta kondisi keuangan perusahaan Himawan aman.
“Mikha, apakah Luan sudah mengetahui kehamilan Zelda?” tanya Zara yang punggungnya dimanjakan oleh tangan-tangan therapist profersional.
“Sudah. Luan marah besar,” jawab Daramikha sambil memejamkan mata.
“Apakah Andri mengetahuinya?” Zara kembali bertanya.
“Ya. Luan sudah memarahi keduanya dan meminta Andri agar segera membawa orang tuanya ke rumah kami,” Daramikha berbohong agar pernikahan Zelda dan Andri secepatnya terlaksana.
Zara mengernyit. “Andri tidak mengatakan apa pun kepada kami. Bahkan, dia sendiri belum pulang,” ucap Zara apa adanya. “Tapi kamu tenang saja, kami pasti akan ke rumahmu untuk meminta maaf sekaligus membicarakan pernikahan mereka,” sambungnya.
“Baiklah, dengan senang hati aku akan menunggu kehadiran dan niat baik kalian,” balas Daramikha. “Niat baik kalian menjauhkan hidupku selamanya dari Zelda,” Daramikha menambahkan dalam hati.
“Tapi kamu harus ingat, Mikha. Pastikan Luan tidak menarik kembali sahamnya dari perusahann suamiku karena masalah ini,” Zara mengingatkan.
Daramikha mengangguk. “Seharusnya kamu tanyakan kepada anak dan calon menantumu itu, sebab nasib perusahaan suamimu berada pada keputusan mereka,” ucapnya dalam hati.
***
Bi Yuni menepati ucapannya. Dia mendatangi klinik tempat Zelda dirawat dan membawa beberapa potong pakaian untuk sang anak majikan serta menu makan siang. Air mata Bi Yuni menetes saat melihat keadaan Zelda yang wajahnya pucat.
“Bibi, jangan menangis. Aku tidak apa-apa,” ucap Zelda menenangkan sambil menghapus air mata Bi Yuni.
“Tuan Andri di mana, Nak?” tanya Bi Yuni setelah menyudahi tangisannya. Dia kini duduk menyamping di pinggir ranjang Zelda.
“Katanya mau ke apartemen sebentar mengambil pakaian ganti.” Zelda memperbaiki posisi duduknya agar tegak.
“Apa kata dokter mengenai kandunganmu, Nak?” Bi Yuni mengelus perut Zelda.
“Dia baik-baik saja dan kelak akan menjadi anak yang kuat, Bi.” Zelda ikut mengelus perutnya.
“Ngomong-ngomong, sejak kapan kalian menjalin hubungan?” selidik Bi Yuni karena merasa tergelitik terhadap hubungan Andri dengan Zelda. Dia juga masih terkejut atas keadaan Zelda yang tengah berbadan dua.
Ditanya seperti itu membuat Zelda bingung sendiri, sebab dia atau Andri tidak pernah mengikrarkan kata cinta dan hubungan mereka pun hanya sebatas sahabat sekaligus partner di ranjang. Zelda tidak mungkin mengatakan dengan jujur kepada wanita yang telah ikut merawatnya dari kecil. Baru saja dia akan memberikan jawaban bohongnya, suara pintu terbuka menginterupsinya. Zelda menghela napas lega karena Andri sudah kembali. Dia akan menyuruh laki-laki itu untuk mewakili menjawab pertanyaan Bi Yuni.
“Sudah dari tadi, Bi?” tanya Andri saat memasuki ruang rawat Zelda sambil menjinjing carryall bag favoritnya.
“Kurang lebih sudah setengah jam, Tuan,” jawab Bi Yuni dan ingin berdiri dari tempat duduknya.
“Duduk saja, Bi,” suruh Andri sambil berjalan. “Oh ya, kalian lanjutkan saja mengobrol, aku mau mandi dulu,” sambungnya kembali.
“Kenapa tidak sekalian saja tadi mandi di apartemenmu, An?” tegur Zelda saat melihat Andri mulai mengambil handuk di dalam tas yang dibawanya.
“Aku mengkhawatirkanmu yang sendirian di sini, Zel,” Andri menyahut sambil mengedipkan sebelah mata ke arah Zelda dan itu tidak luput dari perhatian Bi Yuni.
Bi Yuni tertawa. “Sepertinya Bibi tidak harus menunggu lagi jawaban darimu, Nak,” ucapnya kepada Zelda yang diikuti tawa ringan.
“Jawaban apa?” tanya Andri cepat. Dia mengurungkan langkahnya menuju kamar mandi dan berbalik menghampiri ranjang Zelda.
“Bibi tadi bertanya kepada Zelda mengenai sejak kapan kalian menjalin hubungan, tapi belum sempat dijawab,” Bi Yuni mengulangi pertanyaannya tadi.
“Oh itu, kisah kami terbilang unik, Bi. Tidak ada pernyataan cinta seperti pasangan lainnya, tapi hubungan kami serius ke langkah berikutnya, makanya kini Zelda mengandung anakku. Sebenarnya itu semua salahku yang kebablasan menendang bola hingga membobol gawang Zelda, Bi.” Kalimat akhir dari penjelasan Andri langsung membuat Bi Yuni dan Zelda terenyak. Namun, tidak lama setelah itu Bi Yuni tertawa lebar, sedangkan Zelda merasa wajahnya kepanasan dan malu karena kegiatan pribadinya dibicarakan.
“Dasar muda-mudi sekarang, selalu terlambat memikirkan akibat dari tindakannya,” komentar Bi Yuni sambil menggelengkan kepala.
“Ya sudah, sana cepat mandi setelah itu kita makan siang bersama,” tegur Zelda agar Andri tidak semakin membuat wajahnya kepanasan.
“Nak, Bibi tidak bisa berlama-lama di sini. Karena Tuan dan Nyonya pergi, makanya Bibi datang lebih awal,” ucap Bi Yuni. “Bibi pulang sekarang ya,” tambahnya.
Zelda dan Andri tidak bisa menolak permintaan Bi Yuni. Mereka mengangguk dan kembali mengucapkan terima kasih kepada Bi Yuni atas kesediaannya membantu.
Usai menikmati makan siang, Zelda dan Andri kembali membahas syarat yang diajukan Luan sebelum mereka menentukan pilihannya. Andri mengembuskan napas dengan keras sehingga membuat Zelda menoleh dan menatap wajah laki-laki di sampingnya yang terlihat lelah.“Zel, kedua syarat yang diajukan Papamu masing-masing memiliki risiko besar.” Andri mengacak kasar rambutnya. “Memilih salah satunya, ibarat memakan buah simalakama,” sambungnya.“Jadi?” tanya Zelda datar pada Andri.Andri menatap Zelda lekat, kemudian menghela napas pelan sebelum menyampaikan pilihannya. “Zel, aku tidak berhak memutuskan ikatan yang kamu miliki dengan Papamu. Aku harap kamu bisa menyimpulkan syarat mana yang nantinya kupilih,” jawab Andri dengan nada sendu.Zelda sangat terharu saat mengetahui Andri lebih memikirkan hubungannya dengan sang papa, dibandingkan keadaan keuangan perusahaan orang tuanya yang tengah kurang stabil. Namun, ada perasaan bersalah dan tidak enak di lubuk hatinya, seb
Dokter belum mengizinkan Zelda pulang meski hanya sebentar ketika Andri menyampaikan permintaannya. Bukan tanpa alasan permintaan Andri ditolak, melainkan karena sang dokter tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda dan calon anaknya. Dengan berat hati Andri pun menerima keputusan dokter tersebut, apalagi demi kebaikan calon istri dan anaknya. Dia berjanji akan segera kembali ke klinik setelah pertemuan dan pembahasan keluarganya dengan orang tua Zelda selesai.Kini Andri dan keluarganya tengah duduk berhadapan dengan orang tua Zelda, tentu saja di kediaman Pagory. Pertemuan tersebut lebih didominasi oleh pembicaraan Zara dan Daramikha, sedangkan para laki-laki hanya sesekali menimpali termasuk dirinya.Meski ekspresi Luan datar saat mendengar permintaan maaf orang tuanya karena perbuatannya, tapi Andri bisa merasakan kemarahan masih menyelimuti laki-laki seumuran Papanya tersebut. Andaikan tadi Zelda tidak memberitahunya jika calon Papa mertuanya datang ke kl
Usai menikmati makan malam di salah satu restoran pilihannya, Andri mengajak Zelda ke kediaman Himawan. Andri melakukannya bukan tanpa dasar, melainkan sesuai dengan permintaan sang ibu kemarin malam di vila setelah acara resepsi pernikahan mereka selesai. Sebenarnya Zara meminta Andri ke kediaman Himawan saat pagi hari, tapi dia malas melakukannya. Andri lebih memilih menikmati waktu pagi hingga sore harinya bersama Zelda di vila, mumpung mereka hanya berdua. Walau tidak bisa mengurung Zelda seharian di dalam kamar seperti kebanyakan pengantin baru, tapi mereka memanfaatkan waktunya untuk menikmati keindahan pemandangan di sekitar vila.Kini untuk pertama kalinya, Zelda berada di dalam kamar pribadi Andri. Meski sudah sering tinggal dan tidur seranjang di apartemen Andri, tapi Zelda tetap merasa canggung saat berada di dalam kamar pribadi suaminya tersebut. Mulai sekarang kamar ini akan menjadi tempat ternyamannya beristirahat, terlebih bersama Andri.“Kamu menyukai sua
Andri duduk di hadapan Ivan yang tadi menyuruhnya datang. Dia waspada saat melihat Ivan menatapnya datar. Dia mengira Luan telah menghubungi Papanya perihal penarikan sahamnya di perusahaan Himawan. Dia sudah siap menerima kemurkaan Ivan atas keputusan yang dibuat dan konsekuensinya.“Ada apa Papa memanggilku?” Meski pertanyaan yang dilontarkan Andri sangat hati-hati, tetapi nada bicaranya tetap tenang.“Karena kamu telah menjadi anak pemberontak, sebagai orang tuamu, kami akan memberimu hukuman,” jawab Ivan langsung.Andri mengerutkan kening. “Ini pasti salah satu rencana orang tuaku bersama Ruhan agar aku bisa berada di bawah kendali mereka, mengingat pertemuan ketiganya tadi pagi. Tidak semudah itu membuatku tunduk dan menjadi boneka kalian,” batin Andri menilai jawaban Papanya. “Apa pun hukuman yang Papa berikan, aku akan menerimanya dengan lapang dada,” Andri menanggapinya dengan santai dan tenang.Ivan tercengang mendengar tanggapan putranya. Sepertinya
Sudah tiga hari Andri dan Zelda tinggal di apartemen. Andri telah menceritakan penyebab dirinya memilih lebih cepat menempati apartemen kepada Zelda. Dia juga memberi tahu sang istri perihal dirinya yang diberhentikan dengan alasan konyol oleh Papanya sendiri. Meski Zelda masih memendam kekecewaan, tapi dia lebih memilih memberikan dukungan sekaligus semangat kepada suaminya dibandingkan memperpanjang mengenai bentakan dan tamparan yang diterimanya beberapa hari lalu.Andri dan Zelda juga telah menutup rekening bank yang diketahui oleh orang tua masing-masing, tapi sebelumnya mereka menarik lebih dulu semua uangnya. Mereka masing-masing memutuskan membuka rekening baru pada bank lain dan menyimpan uangnya di sana.Andri dan Zelda membuat komitmen untuk selalu menghadapi bersama-sama apa pun yang terjadi ke depan nanti demi calon buah hati mereka. Kini Andri dan Zelda telah menjadi pengangguran, uang yang mereka miliki pun tidak terlalu banyak, jadi keduanya harus pintar
Sesuai janjinya kemarin malam, hari ini Andri dan salah satu kenalannya akan bertemu di Sanur. Kebetulan kenalannya tersebut tengah menghadiri acara salah satu sanak keluarganya yang tempatnya tidak jauh dari sana. Andri harus sesegera mungkin mendapat tempat tinggal, sebab dia merasa orang tuanya sangat bersemangat membuatnya menderita. Dia mengetahui jelas tujuan orang tuanya bertingkah kekanakan seperti itu, tidak lain karena dirinya menolak dijodohkan dengan Ruhan dan ketidaksukaan sang ibu terhadap istrinya.Kini Andri telah berada di salah satu kedai tepi pantai yang ada di wilayah Sanur bersama Agus–kenalannya. Walau sebelumnya Andri telah mengisi perutnya bersama Zelda di apartemen, tapi demi rasa sopannya dia terpaksa menerima ajakan Agus untuk sarapan bersama. Dia pun hanya memesan secangkir kopi hitam.“Oh ya, An, siapa yang mau pindah?” tanya Agus sambil menunggu pesanan mereka diantarkan.“Aku dan istriku,” jawab Andri jujur dan penuh percaya diri.
Andri bergegas menuju kamar tidur karena panggilannya tidak direspons oleh Zelda ketika memasuki apartemen. Dia tersenyum ketika melihat Zelda berbaring menyamping di atas ranjang dengan mata terpejam. Dia mengedarkan matanya ke sekeliling kamar, dan mendapati dua buah koper besar berada di depan kaki ranjang. Tidak hanya itu, beberapa pakaian miliknya juga masih tergeletak di sisi ranjang kosong. Dia menduga Zelda kelelahan saat sedang mengemas pakaiannya ke dalam koper, sehingga istrinya tersebut pun sampai ketiduran.Karena sudah mendekati jam makan siang, Andri berinisiatif membuat masakan untuk mereka nikmati. Dia yakin Zelda belum memasak, dan pasti akan kelaparan saat bangun nanti. Dengan hati-hati dia memindahkan pakaiannya yang masih berada di samping Zelda dan menaruhnya di sofa agar tidak kusut. Selanjutnya dia kembali keluar kamar tanpa membangunkan Zelda.Sesampainya di dapur, Andri langsung mencuci beras sebelum memasukkannya ke rice cooker. Saat membuka ku
Andri dan Zelda yang tengah bersantai usai makan malam saling tatap saat mendengar bel apartemennya berbunyi. Zelda mengangguk ketika Andri memberi isyarat bahwa dirinya yang akan melihat tamu di luar sekaligus membukakan pintu. Hati kecil Zelda merasakan akan ada sesuatu yang terjadi di apartemen ini. Tidak mau berpikir atau menduga terlalu jauh, Zelda segera menggelengkan kepala dan mencoba mengalihkan perhatiannya pada kentang goreng buatan Andri.Baru saja Zelda berniat memasukkan satu potong kentang goreng yang telah dicocol sambal ke mulutnya, bentakan seorang wanita menyentak pendengarannya. Zelda tidak jadi menikmati camilan yang tadi sangat diinginkannya, dia berdiri dan menyusul Andri menuju pintu apartemen.Setelah mengetahui dan melihat langsung pemilik bentakan yang menggelegar di apartemennya tersebut, Zelda mendesah malas. “Apalagi drama yang akan mereka lakukan saat sudah malam seperti sekarang?” tanya batinnya.Zara dan Ruhandhina menatap penuh ama
Zelda yang sedang menduduki kursi malas di pinggir kolam renang sambil menyusui Edgar tertawa saat melihat Andri mengusili Kevin. Gara-gara terganggu oleh tawa renyah Papa dan Kakaknya, Edgar yang tadinya telah terbuai menjadi berhenti menyusu. Balita enam bulan tersebut kini malah menoleh ke arah kolam renang, tak lama kemudian Edgar pun ikut tertawa. Sejak kemarin siang Zelda bersama Andri dan kedua jagoan mereka telah berada di vila milik keluarga Pagory di daerah Ubud untuk menikmati liburan. Vila yang dulu menjadi saksi bisu pernikahan mereka. Andri sengaja mengajukan cuti selama seminggu dari kantor Luan agar bisa melepas penat bersama keluarga kecilnya setelah menyelesaikan tumpukan tanggung jawabnya.“Ed belum selesai menyusu?” tanya Andri yang sedang mengajari Kevin berenang.Zelda menjawabnya dengan gelengan kepala. “Gara-gara tawa kalian, dia menjeda aktivitasnya menyusu,” beri tahunya sambil mengusap pipi mulus Edgar yang kini sudah
Zelda yang baru saja selesai memoleskanlipstickberwarnapeachpada bibirnya menoleh ketika mendengar pintu kamarnya dibuka dari luar. Dia hanya menyapa dengan senyuman laki-laki gagah yang memasuki kamarnya sambil menggendong balita. Kedua laki-laki berwajah sangat mirip, tapi beda generasi tersebut sudah berpenampilan rapi. Dia kembali mengalihkan perhatian ke arah kaca rias di hadapannya demi memastikan penampilannya sendiri untuk terakhir kalinya.“Belum selesai?” Andri bertanya setelah berdiri di samping Zelda. “Mamamu cantik sekali ya, Sayang,” imbuhnya pada Kevin di gendongannya saat melihat penampilan Zelda melalui pantulan kaca rias.“Jika aku tidak cantik, mana mungkin dulu kamu bersusah payah mempertahankanku agar kita tetap hidup bersama,” Zelda menanggapinya sambil terkekeh. “Ayo berangkat, aku sudah selesai,” ajaknya setelah mengambilclutchyang tadi
Di tengah kesibukan Andri yang kembali beraktivitas di perusahaan sejak beberapa bulan lalu, laki-laki tersebut tetap mempunyai waktu bersama keluarga kecilnya, terutama saatweekenddan hari libur. Seperti hari ini, dia menemani Zelda membeli kebutuhan mereka dan sang buah hati disupermarket. Zelda meminta bantuan Zara untuk menjaga Kevin yang masih terlelap di apartemen Andri. Jagoannya tersebut kini telah berusia satu tahun.Sejak usia Kevin empat bulan, Andri dan Zelda kembali tinggal di Denpasar. Alasannya karena Luan masuk rumah sakit dan harus mendapat perawatan setelah tiba-tiba pingsan sepulangnya dari kantor. Dari hasil pemeriksaan dokter, penyebab kondisi Luan seperti itu karena kelelahan dan kurang beristirahat. Setelah mempertimbangkan dengan matang, akhirnya Andri memutuskan untuk kembali tinggal di Denpasar agar Zelda juga bisa merawat Luan yang tengah sakit. Bahkan, untuk mengurangi beban pikiran Luan dan agar fokus pada keseh
Dulu rumah sederhana yang ditinggali hanya berdua, kini sudah diramaikan oleh tangis bayi. Zelda dan bayinya sudah kembali ke rumah seminggu yang lalu. Sejak kepulangannya dari klinik bersalin, Zelda meminta bantuan Bi Rani agar mengajarinya memandikan bayi. Setelah melihat cara Bi Rani beberapa kali memandikan anaknya, kini Zelda sudah bisa melakukannya sendiri.“Zel, Papamu berkunjung,” Andri memberitahukan kedatangan mertuanya kepada Zelda yang tengah duduk sambil menyusui anaknya usai dimandikan. Dia berjongkok di hadapan Zelda.Zelda mengangguk. “Kamu temani dulu Papaku. Setelah Kevin tidur, aku akan menyusulmu,” ucapnya pelan agar anak di pangkuannya yang baru memejamkan mata tidak terganggu oleh suaranya.“Baiklah,” balas Andri tanpa mengalihkan tatapannya dari bibir mungil Kevin yang masih menyesap pabrik ASI istrinya.“Cepat keluar!” usir Zelda ketika memergoki tatapan lapar Andri. Dia juga menyenti
Mendapat kabar dari ibunya mengenai kondisi istrinya membuat Andri dilanda kekhawatiran sekaligus kepanikan. Dia terpaksa meminta izin dadakan kepada bosnya untuk menyambangi tempat istrinya dibawa. Untunglah saat menuju klinik bersalin yang diberitahukan ibunya, jalanan tidak seramai pagi hari sehingga dia terhindar dari kepadatan lalu lintas.Sesampainya di tempat tujuan, Andri melihat dokter kandungan istrinya tengah berjalan tergesa-gesa bersama seorang perawat. Dia sangat yakin jika mereka menuju ruangan istrinya berada, hal tersebut membuatnya semakin cemas. Dia takut telah terjadi sesuatu yang buruk menimpa istri dan anaknya. Tanpa menegur, Andri langsung mengikuti dokter dan perawat tersebut dengan langkah kakinya yang lebar.“Zelda,” panggil Andri khawatir saat melihat istrinya berbaring sambil meringis. Bahkan, kedua sudut mata istrinya terlihat basah, yang dia asumsikan karena menahan sakit.“An,” balas Zelda lirih nyaris tanpa
Untuk menghabiskan sisa liburnya, Andri menemani Zelda yang ingin berjalan-jalan di pantai. Awalnya Andri menolak dan menyarankan untuk berjalan-jalan di halaman rumah saja karena langit mulai mendung, tapi saat melihat ekspresi kecewa Zelda, akhirnya dia memutuskan menurutinya.“An, sedang melamunkan apa?” tegur Zelda ketika menyadari suaminya hanya membisu, meski tetap mengikuti langkah kakinya.Andri menoleh dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zelda dari samping. “Aku hanya memikirkan perkataanmu tadi pagi,” jawabnya.Langkah kaki Zelda terhenti dan menghadap suaminya. “Perkataanku yang mana?” tanyanya bingung.“Jika Mamaku dan Papamu tetap bersama, maka kisah cinta kita tidak akan pernah ada,” ucap Andri sendu.Spontan Zelda tertawa mendengar ucapan suaminya. Dia tidak habis pikir jika perkataannya tadi pagi ditanggapi serius oleh suaminya, padahal yang dilakukannya hanya untuk mengalihkan to
Zara ditemani Ivan mendatangi rumah anak dan menantunya. Kini keduanya sudah duduk di hadapan Andri, sedangkan Zelda tengah berada di dapur membuatkan minuman untuk mereka. Tadi saat Andri memintanya datang, Zara langsung menyanggupinya. Tanpa membuang waktu, Zara bergegas menuju alamat rumah yang dikirimkan Andri melalui pesan singkat.“Silakan diminum,” Zelda mempersilakan setelah Andri membantunya memindahkan empat cangkir berisi tehchamomiledan biskuit kelapa di nampan ke atas meja.“Terima kasih, Zel,” ujar Zara dan Ivan canggung. Keduanya pun secara bersamaan mengambil cangkir tersebut, kemudian menyeruput tehnya.Andri ikut mengambil cangkir dan mulai menyesap teh buatan istrinya, sedangkan Zelda lebih memilih menikmati biskuit kelapa yang dibelinya tadi diminimarketdekat rumahnya usai sarapan.“Oh ya, kapan Papa datang?” tanya Andri memecah kebisuan.
Aroma gurih seketika menusuk indra penciuman Zelda yang baru saja keluar dari kamar tidurnya. Sambil menajamkan indra penciumannya, dia berjalan menuju dapur yang diyakini menjadi asal aroma tersebut. Benar saja, ketika beberapa langkah lagi mencapai dapur, dia melihat Andri tengah berdiri membelakanginya dan sibuk mengaduk sesuatu.“An, kamu sedang membuat apa?” Zelda menghampiri Andri sambil masih menghirup dalam-dalam aroma yang dia tebak berasal dari santan mendidih.“Eh, sudah bangun ternyata.” Andri terkejut karena tidak mendengar langkah kaki istrinya mendekat. “Aku membuat bubur kacang hijau sebagai menu sarapan kita hari ini. Kamu tidak keberatan kita sarapan bubur kacang hijau?” jawabnya setelah memberikanmorning kissuntuk Zelda.“Tentu saja tidak.” Zelda mengambil alih kegiatan Andri yang ternyata tengah mengaduk santan, karena suaminya sedang menyapa anaknya. “Kamu pakai santa
Zelda tersenyum semringah ketika Andri datang membawa martabak manis yang diinginkannya. Dia meminta Andri untuk bergegas membersihkan diri agar mereka bisa menikmati martabak manis tersebut bersama-sama. Sambil menunggu Andri selesai mandi, Zelda membuat air panas untuk menyeduh tehchamomileuntuk suaminya.Usai membersihkan diri dan berpakaian, Andri menghampiri Zelda yang tengah menonton sambil duduk di atas kasur lantai. Dia melihat di samping istrinya sudah tersedia sebuah nampan berisi secangkir tehchamomileyang masih mengeluarkan uap dan sepiring martabak manis. Sesekali istrinya terlihat memperbaiki posisi duduk untuk mencari kenyamanan, mengingat kondisi perutnya yang semakin membesar. Menurut dokter di tempat Zelda sering memeriksakan kandungan, kelahiran bayi mereka diperkirakan tiga minggu lagi.“Kenapa belum dimakan martabaknya, Zel?” tanya Andri. Dia duduk di sebelah istrinya yang tengah meluruskan kaki