Menghindar sejauh mungkin dari amukan beruang yang sedang meraung, menggetarkan seisi gedung dengan derap kaki yang terus melaju ke depan. Rose menutup, sekaligus mengunci pintu ruangan yang diperuntukan khusus sebagai tempat perawatan.Deru napasnya memacu cepat, menetralkan kembali debaran jatung yang bertalu – talu keras. Sesaat perhatian Rose teralihkan, ditatap pria yang tengah memejam di atas ranjang—pemulihan kondisi lemah, sepenuhnya membutuhkan ketenangan.“Rose! Buka pintunya.”Suara bersumber dari arah luar membuat Rose terlonjak. Xelle mengejarnya sampai ke ruang serba putih. Apa yang akan pria itu lakukan setelah Rose menerjang aset berharganya?“Buka, Rose!”“Tidak mau!”Hening. Rose berbalik, menyorot pintu pembatas setengah waspada. Barangkali Xelle sedang mempersiapkan diri sekadar mendobrak pemisah di antara mereka.Atas perbuatannya Rose yakin, Xelle tidak akan segan menyeretnya keluar, sebagaimana pria itu biasa bersikap. Dia harus mencari tempat persembunyian sebel
“Aku rasa otak kalian saling berkesinambungan. Sama-sama tidak beres, isinya kotor. Perlu dicuci dengan pembersih kamar mandi,” gerutu Rose, pelan-pelan memisahkan diri dari kedekatan tak berjarak. Tak ingin mempertaruhkan kondisi Theo yang tak lebih baik dari beberapa saat lalu. Pria itu hanya memejam selepas kepergian dua orang di antara mereka. Benar-benar berbeda, tidak bersikap seperti biasanya.“Theo?” panggil Rose memastikan.Diamnya membuat Rose waspada. Tidak tahu apa yang lebih buruk melihat gerakan dada yang begitu lambat. “Bisakah Travis memasang kembali masker oksigen untukmu?”“Aku lebih nyaman seperti ini, Sugar.”“Kau yakin? Aku lihat kondisimu bertambah lemah.”Mengangguk samar. Theo tersenyum tipis, nyaris tak terlihat bagaimana sudut bibir itu melengkung kecil. Dia baik-baik saja. Hanya merasakan sedikit keanehan dari tubuh yang sungkar sekadar berpindah posisi.“I’m good. Just a little bit problem. Sebelah kakiku seperti mati rasa.”Alis Rose bertaut heran. “Itu ma
Bercermin pada diri sendiri, sekarang Lion mengerti bagaimana rasanya mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Terjal bila harus diungkapkan—berharap pada manusia merupakan bagian paling buruk. Seperti permintaan Verasco, Lion tidak akan menghubungi pria paruh baya itu lagi sekadar menemukan petunjuk.Beruntung saat ini mereka memegang satu barang bukti—dart buatan yang dikhusukan untuk melepas cairan butolium. Lion memperhatikan senjata runcing tersebut. Terpaksa mengeluarkannya dari ruang bawah tanah atas permintaan Theo. Beranjak dari remang-remang cahaya. Lion melangkah menaiki anak tangga, kemudian berbelok menuju lorong yang masing – masing pilarnya terpasang lampu kuning.Meninggalkan pintu rahasia. Lion berjalan lurus, menapaki anak tangga berbeda. Ruang kerja menjadi tujuan utamanya. Lion turut meraih laptop Theo yang tergeletak di atas meja. Hanya itu yang dia lakukan sebelum berbalik—pergi meninggalkan hawa dingin berselimut tebal.Seharusnya perhatian Lion hanya t
Kalau Theo tidak salah. Dia masih menyimpan foto berupa logo senjata yang diarsip dalam bentuk zip berserta kata sandi bila harus membukanya. Namun, risiko tetap menunggu di depan mata. Membuka kembali file dan folder yang telah disembunyikan, sama seperti membiarkan kenangan lama yang tidak sepenuhnya berhasil dikubur, kembali terkuak secara utuh.Sialnya, pilihan yang Theo miliki hanya lanjut atau berhenti.Ketika Theo memutuskan untuk melakukannya. Secara tidak langsung dia menggali lobang untuk diri sendiri, tetapi jika Theo hanya berdiam di tempat—lobang itu akan memecah lebih besar. Menambah masalah, bahkan melukai orang lain.Dia tidak bisa membiarkan hal demikian terjadi, apabila satu-satunya pelaku yang sedang dipikirkan ternyata benar.VLDMR.Tidak salah lagi. Vladimir otak dari segala otak yang melakukan penyerangan secara halus. Seharusnya pria itu, beserta para cecunguknya masih mendekam di balik jeruji besi atas kasus penganiayaan dan pembunuhan Dara, yang Theo laporkan
Sentuhan basah membungkam sebagian isi pikiran Theo. Tidak menyangka Rose akan melakukan serangan secara tiba-tiba dengan beranjak duduk di atas pangkuan, dan menyentuh kepala bagian belakangnya, hanya karena pernyataan terakhir yang dia ucapkan. Cukup lama, senyum Theo melebar tanpa sadar. Membiarkan lumatan dari bibir penuh Rose berlangsung beberapa saat, kemudian disusul lidah yang melesak masuk—menjejal isi di dalam rongga mulutnya.“Good kisser, huh?” gumam Theo tatkala Rose memisahkan diri.Tatapan redup yang Rose perlihatkan, tidak sedikit membuat Theo diam—berusaha mencerna apa yang wanita itu inginkan.“Tell me.”Bisikan Rose nyaris tak terdengar, persis dengan rasa ingin tahu yang meledak-ledak. Pasalnya Theo dikenal sebagai seseorang yang berbeda dari yang dilihat sekian menit lalu. Jika pria itu menangis hanya karena memperhatikan sesuatu dari layar monitor yang ditutup secara paksa. Artinya Theo memiliki perasaan begitu dalam, ntah pada apa—Rose tidak mengerti.“Just let
I ruined her dream.-Theodore Witson-...Altar suci dan janji pernikahan yang baru saja terucap, menjadi bukti perjuangan setelah kisah rumit yang mereka lewati bersama. Senyum Rose melebar merasakan euforia yang turut mengalir di dadanya. Kebahagiaan Bridgette, benar-benar sesuatu yang tak bisa Rose ungkapkan dengan kata-kata.Satu minggu usai permasalahan yang berlangsung dalam mansion besar, tidak cukup buruk setelah Theo menerima penawar racun dari seorang pria asing. Mysthist yang tidak begitu Rose ketahui. Namun, Xelle seperti begitu akrab hingga melupakan keinginan memaksa Rose pergi. Terkesan jauh lebih mempercayai Theo, yang terkadang bicara lewat bahasa mata.“Aku tidak pernah melihat wajahmu seberbinar ini.”Suara di samping Rose menarik perhatiannya. Dia menyorot pria yang duduk di bangku sebelah. Sepasang netra abu-abu yang tampak lebih cemerlang di tempat terbuka dan aksen wajah eropa yang berhasil memikat beberapa wanita saat pertama kali mereka memasuki perkarangan
“Aku tidak tahu apa kau modus, atau benar-benar ingin Oracle memanggilmu daddy.”Rose bicara fokus menatap ke luar jendela. Tampilan alam asri yang bergerak semu, jauh lebih menarik daripada pria di sampingnya. Sesuatu terasa buruk sebelum mereka meninggalkan mansion yang letaknya di tengah hutan. Rose cukup keberatan saat Oracle tidak menolak tawaran yang Theo berikan. Bahkan Bridgette sendiri menyetujui apa yang seharusnya tidak terjadi.Mau bagaimanapun, Theo pernah menjadikan Oracle sebagai umpan sekadar memancing Rose untuk melayaninya tepat di awal saat mereka mulai terikat masalah. Theo yang merupakan tamu tak diundang hingga yang Rose ketahui menjadi klien dengan nama samaran, masih terlintas di kepala Rose akan beberapa kejadian. Kesucian yang terenggut tak urung menjadi bayang-bayang.Napas Rose berembus begitu mobil yang keluar dari jalur hutan, memasuki kawasan kota. Dia menunggu jawaban Theo, yang sampai saat ini belum terdengar. “Aku bicara padamu,” ucap Rose, berpalin
Magdalena mengangkat koper kebesaran di tangan, menaiki satu per satu anak tangga tidak peduli Lion berusaha mencegah setiap detail tindakan yang dia ambil. Sidang putusan cerai tersisa tujuh hari, cukup menyakinkan Magdalena untuk kembali memasuki mansion besar Theo sebagai tempat berlabuh. Dia tidak menyalahkan hakim tampan, yang begitu mudah jatuh dalam pesonannya. Melakukan kesepakatan saling menguntungkan. Magdalena hanya perlu melayani pria rupawan itu kapan dan di mana mereka harus menyiapkan diri.Dia sudah tidak sabar melihat seperti apa reaksi Theo di penghujung gugatannya sendiri.“Berhenti, Nyonya.”“Lepas! Jangan sentuh aku.”Magdalena menepis cekalan di pergelangan tangannya. “Kau akan menerima akibat yang sangat buruk, jika sampai aku terjatuh.”Berlalu tanpa henti. Magdalena menghentak koper di atas marmer dengan tatapan menusuk. Tidak ragu menyeringai kejam, mendekati dua orang yang terdiam.“Padahal belum lama kita tidak bertemu, kenapa sekarang kau menjadi pria ca