Angin berembus begitu dingin di bulan November. Angin juga memainkan rambut Alecta. Dia merapatkan jaketnya yang lusuh dan berharap hujan tidak turun, sebab dia lupa membawa payung hari ini. Alecta menyusuri jalan khusus pedestrian menuju ke kawasan kelas III, kawasan yang terkenal paling rawan banjir di Kota Dennosam.
Alecta mendesah, seluruh badannya terasa sakit. Dia masih memaksakan diri untuk bekerja meskipun di hari ini adalah hari liburnya. Dia harus bekerja ekstra keras, karena ini merupakan salah satu syarat agar bisa hidup nyaman di Kota Dennosam. Kota dengan biaya hidup lebih tinggi dari pada kota di sekitarnya. Pembangunan di Kota ini sedang berkembang pesat.
Alecta masih berjalan di tengah terpaan angin yang menerbangkan daun-daun yang kering. Jalan di gang ini memang sepi, tidak ada halte ataupun pedagang kaki lima. Alecta memang lebih memilih melewati jalan seperti ini, karena akan memperpendek waktunya untuk kembali ke rumah sewa yang kondisinya tidak kalah memprihatinkan.
Entah mengapa, Alecta merasa ada yang mengikutinya. Dia refleks menoleh ke belakang, lalu melihat ada sebuah mobil bergerak melamban dan ikut berhenti ketika dirinya berhenti. Ketika Alecta menepis pikiran jeleknya, mobil itu tetap mengikutinya di belakang. Dia teringat akan sesuatu, akhir-akhir ini berita tentang penculikan perempuan usia di atas 20 tahun sedang marak terjadi.
Alecta berpikir, mobil yang mengikutinya adalah mobil sang penculik. Tanpa pikir panjang, dia segera berlari ke arah persimpangan. Dia berlari sekuat tenaga untuk sampai di rumah sewanya yang masih berjarak 500 meter lagi, akan tetapi mobil itu sudah menghadangnya di depan.
Alecta yang gelagapan, akhirnya berbalik, lalu berlari ke arah berbeda. Namun naas, dua orang laki-laki yang memakai penutup wajah berhasil menangkap Alecta.
“Lepaskan aku! Lepaskan aku!” Alecta berteriak. Dia juga memberontak agar bisa lolos dari cengkeraman kedua pria yang wajah pun tidak kelihatan.
Dua pria itu sedikit kesusahan menyeret Alecta untuk masuk ke dalam mobil secara paksa. Salah satu dari pria itu akhirnya memberikan kejut listrik hingga Alecta pingsan.
“Cepat bawa dia!” salah satu pria itu berseru. “Pastikan dia adalah perempuan bernama Alecta Zeline.”
Seorang pria yang sudah menunggu di mobil memeriksa wajah peremuan itu dan mencocokannya dengan dua lembar foto yang dibawanya. “Benar! Perempuan ini Alecta Zeline.”
Dua pria yang menggotong tubuh Alecta langsung memasukkannya ke dalam mobil dengan posisi terlentang.
“Kita aka mendapat uang yang besar karena telah mendapatkan perempuan ini!” Pria yang memegang foto itu berseru. Ia menutup pintu dan mobil itu melaju ke arah pusat Kota Dennosam.
***
Beberapa hari yang lalu.
Seorang perempuan berpakaian modis dan bermerek terkenal menyodorkan sebuah amplop cokelat besar yang berisi beberapa kertas dan dua foto seorang perempuan.
“Aku ingin kalian mencari perempuan ini dan bawa dia padaku,” ucapnya kepada pria yang duduk di kursi putar.
Pria yang duduk di kursi putar itu masih tak acuh, hingga perempuan itu mengeluarkan dua gepok uang dari tas selempang bermerek terkenal, dan menyodorkannya kepada pria yang duduk itu.
“Anggap itu uang muka untuk menculiknya.” Perempuan berpakaian modis itu tak ingin diabaikan.
Pria yang duduk di kursi putar itu menyeringai seperti Swiper si rubah pencuri. Dia mengambil uang itu dan menghitungnya. “Omong-omong, kenapa aktris terkenal sepertimu menginginkan perempuan jelek dan lusuh ini?”
Pria yang duduk di kursi putar itu tahu, bahkan semua staf-stafnya di Kantor Mata-mata dan Pekerjaan Kotor ini juga tahu, kalau perempuan berpakaian modis dari kacamata hitam sampai sepatunya memakai barang yang bermerek, dia adalah Freya Farista.
Freya Farista adalah aktris terkenal dan membintangi film-film besar. Dia juga salah satu perempuan terpandang di negeri ini.
“Kamu tak perlu tau alasannya. Yang jelas, jalankan saja perintahku!” Freya mengerang menampakkan wajah galaknya. “Jika kalian bisa membawa perempuan itu kepadaku, aku akan memberikan tiga kali lipat dari uang muka itu.”
Pria yang duduk di kursi putar itu berseru, “Deal!”
Freya kembali ke mobilnya, sebab dia tak ingin berlama-lama di kantor ini. Jika bukan karena desakan suaminya, dia tidak mungkin datang ke tempat seperti ini, dan menyewa jasa mereka untuk mencuri seorang perempuan.
“Jalan, Nara,” titahnya kepada sopir. Mobil mewah berwarna hitam mengkilat itu kembali melaju ke jalanan Kota Dennosam yang sedikit padat karena banyak pekerja kantoran yang pulang dari tempat kerja.
Freya kembali membaca kertas-kertas yang berisi tentang informasi tentang perempuan yang akan dia culik. Di kertas itu tertulis jelas dengan font kapital dan dicetak tebal nama perempuan itu. Alecta Zeline.
Sekilas, Freya menemukan sesuatu yang membuatnya yakin jika perempuan bernama Alecta ini akan menerima tawarannya sebagai surrogate mother. Karena Freya tahu, orang-orang semacam Alecta, yang namanya tercantum di DPO (Daftar Pencarian Orang) adalah orang yang memiliki hutang, tidak boleh keluar dari kota itu sampai hutang beserta bunganya lunas.
Di Kota Dennosam, hanya satu perusahaan besar yang sering menawarkan pinjaman uang. Jika ada nasabah yang menunggak, namanya akan tercatat pada sebuah situs yang bisa diakses oleh semua stasiun, terminal, maupun bandara. Karena syarat untuk keluar dari kota ini harus memperlihatkan identitas. Begitulah cara perusahaan itu bekerja.
Freya menyeringai. Sebentar lagi, rencanaku akan sempurna berjalan. Aku tidak perlu susah-susah merasakan kehamilan yang membuat badanku melar dan yang terpenting, aku tidak mengecewakan kekasihku.
***
Alecta terbangun. Pandangannya buram dan kepalanya terasa berat. Dia melihat langit-langit yang silau karena lampu menyala amat terang. Tangannya berusaha merasakan apa yang ada di sekitarnya.
Alecta merasakan kalau dirinya terlentang di kasur yang empuk dan lembut. Hidungnya mencium aroma lavender yang kuat dan menenangkan. Pertanyaannya yang muncul adalah, “Di mana aku sekarang?”
Seketika Alecta bangkit dan tubuhnya sudah diselimuti. Dia membuka selimut itu dan bersyukur karena pakaiannya masih lengkap, hanya jaket lusuh dan sepatu yang sobek di sana sini yang terlepas dari tubuhnya.
Alecta baru mengingat kejadian sebelum ini. Tadi dia diculik oleh dua pria yang memakai topeng dan memberinya kejutan listrik. Setelah itu Alecta tidak ingat apa-apa lagi.
“Kenapa aku bisa di sini?” Sekarang nyali Alecta menciut. Dia takut jika yang menculiknya adalah debt collector yang sering menagih uangnya, karena Alecta masih terikat hutang dengan sebuah perusahaan peminjaman uang, satu-satunya yang ada di Kota Dennosam.
Alecta tidak pernah meminjam uang dari perusahaan itu apalagi menggunakannya. Tapi mantan suaminya yang melakukan ini, sekarang ia entah pergi ke mana. Mantan suami yang keparat itu meninggalkan hutang yang sangat besar ditambah bunga yang makin berlipat-lipat. Oleh sebab itu Alecta harus berkerja keras untuk menutupi hutang-piutangnya. Dia berjanji, akan membunuh suaminya karena menyebabkan hidupnya sengsara.
“Ayolah, jangan egois. Semua ini demi kita. Aku dan kamu!”
Alecta mendengar suara perempuan yang sedang berbicara. Dia segera turun dari ranjang dan mengambil sandal dengan bantalan tipis. Suara perempuan itu ada di luar ruangan ini.
“Saat ini aku sedang sibuk, Honey. Bisakah pertemuan kita ditunda dulu? Iya, aku sedang bersama temanku.”
Alecta mendengar kata ‘temanku’, dia langsung mengingat-ingat siapa teman yang tega menculiknya dan membawanya ke tempat seperti ini. Dengan hati-hati, dia membuka pintu untuk mengintip siapa yang mengaku sebagai temannya.
Perempuan yang mengaku-ngaku sebagai teman Alecta sedang menelepon dan berdiri di dekat jendala. Dilihat dari pemandangan jendela, sepertinya tempat Alecta berdiri tidak berada di lantai dasar, sebab dia hanya melihat gedung yang menjulang juga.
Di mana aku? Pertanyaan itu terus terngiang di dalam kepala Alecta.
Perempuan itu berbalik, dia melihat Alecta yang sedang mengitip di balik pintu kamar. Dia tersenyum. “Apa kabar Alec?”
Alecta yang tertangkap basah karena mengintip, akhirnya membukakan pintu itu. Meskipun sudah lama tidak bertemu, dia masih mengenal perempuan yang mengaku sebagai temannya tadi.
“Kenapa kamu tega menculikku dan membawaku kemari, Freya Farista?”
“Kenapa kamu tega menculikku dan membawaku kemari, Freya Farista?” Alecta menatap galak. Dia tahu perempuan di hadapannya itu adalah seorang aktris ternama, tapi di masa lalu, perempuan itu adalah teman sebangkunya semasa SMA. Dan ia juga merupakan salah satu orang yang masuk dalam daftar hitam Alecta. Daftar hitam yang tidak pernah diceritakan oleh siapapun.Freya menyeringai, lalu mendekati Alecta. Dia membetulkan rambut Alecta yang kusut, memerah dan bercabang di ujung-ujungnya. “Tenanglah, Alec. Aku tidak akan menyakitimu. Kamu mengenalku selama tiga tahun masa SMA kita. Anggaplah pertemuan ini adalah reuni kita.”Mendadak hawa dingin menyusup di balik baju kerja Alecta yang berbau keringat. Dia mundur selangkah karena Freya yang terus membetulkan letak rambutnya. “Kenapa kamu menculikku!” Dia ingin pertanyaan di awal segera dijawab. Dan jangan lupakan, tidak ada sejarahnya reuni dilakukan cara menculik.&ldq
Keesokan harinya, Freya mendatangi Kantor Mata-mata dan Pekerjaan Kotor lagi. Dia ingin menyewa jasa seperti kemarin, tapi bukan untuk menculik, melainkan membuat dunia Alecta serasa runtuh seketika. Hingga Alecta bersedia untuk menandantangani kontrak sebagai surrogater mother.Mobil mewah yang ditumpangi Freya berhenti di tempat parkir. Sebenarnya Kantor Mata-mata dan Pekerjaan Kotor ini tidak memiliki nama yang jelas. Bahkan orang awam tidak akan menyangka jika bangunan ini ada kantor seperti itu, karena mereka menutupinya dengan memasang plang bertuliskan gedung olahraga. Yang mana di lantai dasar ada tiga lapangan bulu tangkis yang bisa disewakan.Sedangkan lantai ketiga hingga seterusnya, adalah Kantor Mata-mata dan Pekerjaan Kotor itu sendiri. Pekerjaan mereka bisa dibilang pekerjaan yang sangat dibutuhkan dan memiliki resiko yang tinggi dan harga yang tidak murah. Mereka menawarkan jasa mata-mata untuk mencari informasi seseorang, menawar
Ponsel Freya berdering, tanda ada pesan baru. Freya meliriknya sekilas, lalu menyambar ponsel itu di sela-sela malamnya bersama Priam. Dia membaca pesan-pesan dari Laurent, jika misinya berhasil dan segera meminta bayaran yang dijanjikan.“Dari siapa, Sayang.” Priam menoleh dari buku yang dibacanya ke arah istrinya yang sedang menyisir rambut di depan cermin meja hiasnya.“Hah! Da-dari sutradara. Dia menawariku sebuah projek film untuk ditayangkan tahun depan.” Freya tersenyum manis, meskipun dia sedang berbohong.Priam ber-oh, kemudian melanjutkan bacanya lagi.Freya yang merasa respon oh dari Priam adalah sebuah kekecewaan. Dia memutuskan untuk mematikan ponselnya, lalu mendekati dan bermanja di lengan suaminya. “Sepertinya buku yang kamu baca menarik sekali, Sayang.”Priam menutup bukunya, kemudian mengacak-acak rambut Freya yang telah ditatanya.“Sayang!” Freya tertawa karena
“Aaaaakkk!” Alecta memejamkan mata, lalu menjerit hingga tubuhnya sedikit terdorong ke belakang. Dia baru membuka mata dan menyadari jika jarak wajahnya dengan ujung depan mobil sangat dekat. Jantungnya berdegup kencang, Alecta baru saja selamat dari kematian.“Anda tidak apa-apa?” tanya seorang pria berjas hitam dan memakai sarung tangan warna putih. “Hei! Apakah Anda terluka?” tanyanya lagi.Alecta menengadah, wajah pria itu tidak tampak karena silau dari sinar matahari. Sampai pria itu ikut berjongkok di hadapan Alecta. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Alecta.Alecta terkesima dengan pria di hadapannya. Dia seperti dewa yang diutus untuk turun ke bumi dan menemui Alecta.Astaga! Tampan sekali!Meskipun pria itu memakai kacamata, tidak mengurangi pesonanya. Rambutnya yang tertata rapi, wajah yang bersih tanpa jerawat ataupun bintik hitam kecil, dan sarung tangan putih yang membungkus ta
“Anda tau, Nyonya Freya. Bahkan perempuan berbadan gendut itu mengusir Alecta, tak peduli ada uang di tangannya.” Laurent tertawa. “Lalu setelah perempuan itu diusir, tiga debt collector itu merampas uangnya, dan terakhir dia bermalam di depan toko.” Laurent menjentikkan jarinya. “Bukankah itu menyenangkan?”Freya hanya tersenyum simpul. Meskipun Laurent berhasil menjungkirbalikkan kehidupan Alecta, tapi perempuan itu belum menghubunginya sampai sekarang. Jika ia sudah menyerah, harusnya sejak tadi malam minta untuk dijemput.“Jadi bagaimana dengan bayarannya?” tanya Laurent.Freya mengambil amplop yang berisi uang untuk membayar jasa Laurent, pria yang mirip Swiper si rubah pencuri. “Silakan dihitung.”Laurent tertawa. “Aku percaya padamu, Nyonya.”Freya mengecek ponselnya. Tidak ada panggilan masuk ataupun pesan baru. Dia mulai resah.“Sepe
Sebuah mobil putih mengkilat dengan ban-ban hitam yang kontras dengan warna aspal berhenti di depan rumah tak berpenghuni. Seorang pria berpenampilan rapi keluar dari mobil, lalu menatap ke sebuah jendela tanpa kaca. Di sana Alecta sudah menunggu.Alecta mengambil napas panjang. “Ini saatnya memulai membalaskan dendam. Kamu bisa Alecta. Buat Freya menderita karena pernah merampas orang yang kamu sukai! Buat Freya menanggung akibat karena menjungkirbalikan kehidupanmu dalam semalam. Buat Freya membayar semua ini.”Alecta sudah memantapkan tekadnya. Dia hanya ingin membuat Freya merasa kehilangan. Dia mengangkat tas besar dan amplop berisi surat kontrak yang tulisan sudah pudar. Saat melangkah keluar, Alecta mendapat sambutan penuh penghormatan di lakukan oleh pria itu.“Saya Naratama, utusan dari Nyonya Freya. Silakan masuk, Miss Alecta.” Pria itu membukakan pintu mobil seakan menyuruh Alecta agar segera bergegas.Alec
“Poin ke-15, tidak boleh keluar apartemen kecuali saat pemeriksaan berkala ataupun dalam keadaan mendesak. Poin ke-16, tidak boleh membocorkan hal ini kepada media dan hindari paparazi.” Aleta tidak percaya jika isi surat kontrak ini ada 100 poin yang harus dipatuhinya. “Kamu membuat surat ini jauh lebih detail dari sebelumnya.”Freya masih menikmati kopinya. Sejenak ia belum menjawab pertanyaan Alecta.“Poin ke-27, dilarang membawa teman ataupun saudara ke apartemen ini. Kamu ingin menyiksaku dalam kesepian?” Alecta menatap tajam lawan bicaranya yang masih menyesap kopi. “Jawab aku, Frey.” Alecta sudah merasa gemas karena tak kunjung dijawab.Freya meletakkan cangkir kopinya dengan lembut, seolah sedang makan bersama keluarga kerajaan. Kini, ia menatap Alecta. “Iya, aku mendetailkan semua surat kontrak itu agar kerahasiaan surogasi ini tetap terjaga. Tidak bocor pada media, karena aku tidak men
Alecta mendekatkan wajahnya ke Naratama. “Bagaimana kepribadian Priam Ardiaz?”Refleks Naratama menghindar, lalu menyodorkan sekotak donat. “Miss mau donat?”Alecta tersenyum, pertanyaannya tidak dijawab oleh Naratama. Dia tidak memperlihatkan rasa kesalnya melainkan tersenyum dan mengambil satu donat bertopping cokelat. “Terima kasih, kelihatannya lezat.”Alecta memainkan aktingnya. Dia memakan donat yang dipilihnya, seolah melupakan pertanyaan nekat tadi. “Donat ini sungguh enak!”Naratama tertawa hambar sambil menggaruk belakang kepalanya. Bagi Alecta, perilaku seperti itu berarti lawan bicaranya sedang grogi.“Kenapa Miss bertanya soal Tuan Ardiaz?”Alecta diam sejenak, memikirkan apa yang ingin dia jawab, karena perilaku Naratama agaknya sulit ditebak.“Iya ... Aku hanya takut. Selama ini aku belum pernah bertemu langsung dengan Priam Ardiaz, tapi aku
Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).
Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d
Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak
Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran
Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip
Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa
Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat
Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden
Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny