“Sampai kapan aku harus duduk disini? membosankan sekali! Arrghh … tulisan-tulisan ini membuatku muak!”
“Mohon bersabar, Ms. Elma. Pekerjaan Anda bahkan baru dimulai.” Mya sang sekretaris tiba-tiba menyahut dan masuk ke dalam ruangan dengan setumpuk berkas baru di tangan. Elma langsung pasang muka masam, ketika berkas tersebut sudah berpindah ke meja yang telah selesai setengahnya dan kini upaya penyelesaian itu sepertinya sudah tidak lagi terlihat adanya. “Oh … ya Tuhan, kenapa kau harus membawa berkas sialan itu kemari sekarang?” keluh Elma. Sebetulnya keluhan macam itu lebih pada sisi tenang sang nona besar. Sebelumnya bahkan sang nona besar bisa mengamuk, galak, temperamental pada semua karyawan. Tetapi hari ini tampaknya dia sedikit jauh lebih rileks meski masih sesekali mengeluh ketika sedang bertugas. “Ini dokumen yang harus Anda periksa dan tanda tangani,” jelas Mya cuek, dia sama sekali tidak mengindahkan perkataan Elma sebelumnya. “Ini banyak sekali lho, Mya. Ini sudah mau jam pulang juga. Oh ya apa ada jadwal meeting yang perlu aku hadiri untuk besok?” Mya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan bos cantiknya. “Tidak ada, tapi saya tadi dapat telepon dari asisten Arash Elvander, dia bilang atasannya ingin bertemu denganmu secara pribadi untuk membicarakan soal kerja sama bisnis antara Enderson Company dengan Elvander Grup” Kening Elma kontan berkerut mendengar penjelasan dari sang sekretaris. “Aku sudah membicarakan hingga ke detail terkait kerja sama bisnis itu dengan Raiden adiknya. Kenapa dia mendadak turun tangan untuk urusan yang sudah selesai?” Mya menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu, mungkin saja dia hanya sedang cari-cari alasan untuk menemuimu. Terlebih aku heran padamu, kenapa dari semua pria elite yang ada di negara ini, kenapa kau tidak pernah sedikit pun punya ketertarikan untuk mendekati dan merayu Arash Shely?” tanya Mya yang sudah mulai keluar dari mode kerjanya dan masuk ke mode sebagai sahabat. Elma tertawa, baginya pertanyaan Mya terdengar lucu dan menghibur di sesi penatnya sekarang ini. “Mya … kau ini buta ya? Arash itu terlalu serius dan alim untuk diajak gila-gilaan. Singkat kata dia sama sekali bukan tipe ku. Kalau kau ada pembicaraan pribadi diluar konteks pekerjaan dengan asistennya. Kau bisa sampaikan apa yang aku katakan hari ini kepadanya. Dan, umm … untuk pertemuannya kau bisa sampaikan pada Arash kalau aku akan menemui dia sehabis jam makan siang besok walau sebenarnya aku malas bertemu dia sih.” “Oke, aku sudah mencatat itu dikepalaku.” “Ah, aku harap aku bertemu dengan seseorang yang bukan sekadar pria, tetapi pria yang bisa menyuguhkan pengalaman bercinta yang luar biasa menarik.” Mya menggelengkan kepala. Dia sudah sangat hafal prilaku sahabatnya tetapi kali ini tampaknya pria yang Elma temui terbilang dalam strata yang lumayan tinggi. “Elma, kapan kau akan serius dengan laki-laki? kau sudah tidak muda lagi. Bahkan aku saja sahabatmu sudah menikah dan punya anak satu. Tinggal tunggu giliranmu sampai kau berada di fase yang sama denganku. Aku rasa ayahmu tidak akan tinggal diam, dia pasti sudah menyiapkan jodoh untuk kau nikahi sekarang.” Elma mendecak sebal. “Iya aku tahu kalau kau sudah menikah, tapi hei … tolong jangan ajak-ajak aku untuk punya garis hidup yang sama sepertimu. Lagipula kalau sudah tiba timmingku untuk menikah ya, tentu saja aku akan menikah. Tapi untuk sekarang aku belum tertarik jadi milik seorang pria saja untuk seumur hidupku. Kalau kau masih ingin memberiku ceramah tambahan, aku ingatkan pintu keluarnya ada disana,” tunjuk Elma pada pintu ruangannya, tidak mengira dia akan meniru kelakuan aktris telenovela di tempat kerjanya begini. “Aku sudah hafal sih dengan perangaimu yang menyebalkan. Tapi jujur, hari ini kau dua kali lipat mengesalkan dari pada biasanya, Elma,” sahut Mya. Elma tertawa dengan reaksi itu, tetapi sejurus kemudian tawanya memudar dan senyumnya menghilang. Dia menatap langit-langit ruang kerjanya dan merenung. Dia bosan dengan ceramah soal punya hubungan dengan pria secara serius dan memikirkan pernikahan hanya karena teman-temannya sudah ada ditahap itu duluan. “Justru kau yang menyebalkan, kenapa aku harus ikut sibuk memikirkan soal pernikahan hanya karena kau sudah menikah? Kenapa pula wanita tidak boleh bersenang-senang tanpa terikat komitmen seperti laki-laki? kau pikir mudah menemukan seorang pria baik-baik saat dunia ini saja sekarang isinya lebih banyak pria brengsek pecinta lubang?” “Ehem …” Suara deheman maskulin serta merta membawa Elma kembali pada realitas, menyibak semua trance-nya dan membuat tubuh kedua wanita itu tersentak. Terutama Elma yang kedua matanya kontan membelalak lebar melihat sosok seorang pria yang mengganggu kegiatan nistanya. Tepat di pintu ruang kerjanya, telah berdiri seorang pria berambut hitam dengan rambut pendek rapi dipadukan dengan stelan Armani. Eskpresi geli yang terpancar dari wajah tampannya saat itu seolah mengejek Elma yang kaget lantaran sesi bergosip rianya terganggu akibat kedatangannya yang tidak diundang. “Ar … rash?” Mya sebagai yang paling peka akan kondisi bergegas pamit undur diri keluar dari ruangan sang bos sementara Elma langsung mencoab mengatur kembali ekspresi wajahnya. “Apa aku mengganggu pembicaraan kalian soal pria brengsek pecinta lubang?” komentar pria itu dengan nada bicara yang sangat menyebalkan. “Mau apa kau datang kemari?” balas Elma dengan agresif, dia sudah cukup stress seharian ini dan memandang wajah Arash adalah hal terakhir yang dia inginkan. Bertatap muka dengannya membuat Elma selalu emosi, apalagi bicara. “Tadinya aku tidak mau kemari. Tetapi tadi siang aku baru saja meeting bersama ayahmu dan ayahku. Mereka berdua menyuruh … ah, bukan. Lebih tepatnya mereka berdua memaksaku untuk menjemputmu pulang.” Mendengar kata meeting dan ayah dalam satu kalimat membuat Elma memicingkan mata. Ekspresi masam langsung tercipta secara otomatis pada wajah cantiknya. “Atas dasar urusan apa? tidak ada kepentingan yang mendesak sehingga kau perlu menjemputku kemari. Dan lagi urusan kerja sama antara Enderson Company dengan Elvander Company sudah dihandle oleh Raiden. Kenapa tiba-tiba kau merangsek masuk dan terkesan mengambil alih?” tuding Elma to the point yang langsung membuat si pria memberikan senyuman manis. “Aku hanya menjalankan perintah dari ayahku, untuk alasan dan detailnya kau mungkin bisa bertanya langsung pada ayahmu.” Elma mendesis dan mendecakan lidah. “Apa kau tidak punya mulut untuk menjawab pertanyaanku sendiri?” Arash hanya menaikan bahunya acuh tak acuh. “Aku merasa tidak berhak untuk itu.” “Kalau ini tentang sesuatu yang akan melibatkan kita, aku bersumpah akan menolaknya apapun yang terjadi.” Arash sejenak menatap wajah Elma lekat-lekat sebelum kemudian mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. “Lucu sekali Enderson, aku tahu kalau kau tidur hampir dengan separuh dari populasi pria elit, tetapi kau menolak untuk sesuatu yang bahkan belum pasti. Sungguh, aku sangat tersinggung.” “Tolong pisahkan antara hubungan semalam dengan komitmen jangka panjang, Arash Elvander. Lagipula darimana kau tahu soal kehidupan pribadiku? Kita berinteraksi secara pribadi pun baru kali ini kalau aku tidak salah mengingat.” Bibir merah muda sang nona mencebik tidak suka. “Aku tahu soal dirimu juga dari adikku. Dia tidak pernah cerita kalau kau into that thing. Tapi selebihnya aku tahu kalau kau perempuan yang cukup haus seks dan tipikal hyper di atas ranjang.” Elma berdecak sebal, dia dan Raiden memang seumuran dan mereka juga satu fakultas saat masih kuliah dulu. Tidak mengherankan kalau pria itu tahu banyak. Hanya saja mengapa dia mengatakan semua hal kepada kakaknya yang notabene tidak memerlukan informasi itu? “Aku tidak menyangka orang itu cukup mulut ember untuk ukuran laki-laki,” sahut Elma mencoba untuk tidak terlalu reaktif. Arash hanya mengedikan bahu. “Bisakah kau bersiap-siap saja sekarang? kita perlu bertemu dengan orangtua kita sekarang.” “Kapan aku setuju ikut denganmu? Aku tidak bisa pergi. Aku cukup sibuk dan banyak pekerjaan yang perlu aku selesaikan.” “Kalau begitu hubungi ayahmu dan bilang sendiri kalau kau tidak mau datang.” “Si bedebah ini,” gumam Elma yang langsung meraih ponselnya untuk melakukan apa yang laki-laki itu bilang. Hanya perlu menekan satu nomor panggilan cepat, Elma langsung terhubung dengan sang ayah hanya dalam hitungan detik. “Elma putriku, kau sedang—” “Ayah dengarkan aku, apa maksud Ayah mengirim Arash ke kantorku? Aku sedang sibuk sekarang, aku tidak mau pergi dengannya. Lagipula kalau memang ada pertemuan harusnya dalam perencanaannya Ayah membawaku ikut serta. Kok bisa-bisanya Ayah merencanakan meeting mendadak begini?!” potong Elma yang lumayan murka atas segalanya. “Tinggalkan pekerjaanmu sekarang. Ikutlah dengan Arash dan jangan berani kau bawa mobil sendiri. Biarkan Arash yang menyetir untukmu. Kau harus ada disini untuk mendiskusikan masalah penting. Jangan membantah!” jawab Ethan singkat dan tegas kepada putrinya. Untuk beberapa alasan Elma langsung mencicit. Dia tidak pernah mendengar ayahnya bicara dengan nada seperti itu kepadanya kecuali hanya ketika dia sedang marah. Apalagi ketika sambungan telepon dimatikan, membuat Elma tidak bisa berbuat apa-apa dan langsung merasa gelisah. Elma menggigit bibir bawahnya. Ini sudah pasti masalah yang serius. Arash yang sejak tadi hanya berdiri menyaksikan sang nona besar tidak bereaksi banyak, dan malah mengajukan pertanyaan sebagai gantinya. “Jadi bagaimana keputusan akhirnya Ms. Elma?” “Lima menit, tunggu aku diluar.” “Take your time,” sahut Arash yang langsung meninggalkan ruangan dan menunggu di luar depan pintu ruangan.Elma menggunakan waktu yang dia minta untuk sekadar meracau dan mengeluarkan semua kekesalannya hingga lelah. Setelah itu, dia keluar tepat di menit kelima, dan mulai melangkah beriringan dengan Arash untuk keluar dari kantornya. Tidak lupa Elma juga memberikan Mya yang rupanya masih berada di mejanya dengan pandangan yang menusuk karena wanita itu malah kabur padahal dia bisa mengusir Arash saat itu dengan alasan apapun.Mya menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Elma jelas tahu bahwa semua rangkaian peristiwa ini adalah sebuah konpsirasi antara dia dengan ayahnya. Terlebih tadi pagi saja, Mya sudah memperingatkan Elma tentang pernikahan, jelas sekratarisnya itu sudah dapat perintah khusus dari sang ayah dan Mya sudah memberikan dia bocoran.Elma memberikan Mya jari tengah, sementara Mya malah melambai mengantar kepergiannya dengan sumringah. Memang dasar sahabat bangsat.“Mukamu masam sekali, sebegitu tidak sukanya kau bersamaku?”Pertanyaan itu keluar dari mulut Arash setelah merek
Diluar restoran Elma menghentak kedua kakinya, meluapkan seluruh emosi dengan gesture tubuh tanpa kenal tempat. Dia mendengus kesal karena ini adalah kali pertama dia bertengkar hebat dengan ayahnya. Biasanya pria itu sangat mudah dinego, apalagi kalau Elma sudah merengek dan terang-terangan menolak. Namun malam ini, sikapnya tidak seperti ayahnya yang dia kenal. Memangnya sepenting apa sih menikah itu? Ibu dan ayahnya saja bercerai dulu, lantas kenapa Elma perlu menjalin hubungan yang bisa retak kapan saja macam itu? Elma tidak akan mau menikah, apalagi kalau mempelai prianya adalah Arash Elvander. Kakak dari mantan pacarnya.“Elma!”“Mau apa kau kemari? Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah sangat muak sekarang,” sahut Elma penuh emosi. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari tas tangannya dan menghisap benda itu sambil menarik napas dalam-dalam. Arash hanya menyaksikan tingkah polah sang nona besar, dan kemudian memandang wajah wanita itu lekat-lekat.“Kau mau pergi kesuatu tempat kan? ka
Elma memutuskan menunggu diluar club, ketika akhirnya dia melihat Kai keluar dari pintu belakang khusus staff. Melihat pria itu telah berganti pakaian, dia tahu bahwa itu saatnya bagi Elma untuk turun dan membungkus ikan yang telah dia pancing.Pria itu langsung terkejut melihat keberadaan Elma yang sudah bersender pada dinding gedung bar, sekadar menantikan kepulangannya. Sejujurnya Kai hanya bercanda dan sekadar menggoda balik wanita itu saja, dia tidak pernah punya ekspektasi bahwa leluconnya akan ditanggapi dengan serius oleh perempuan ini. Buat Kai mana mungkin wanita secantik dia mau tidur dengan pria yang bekerja sebagai bartender club malam? hanya satu dari sejuta kemungkinan, dan tampaknya malam ini dia keruntuhan bulan.“Hallo lagi, Tuan Bartender seksi. Tawaran darimu masih berlaku kan?” tanya Elma to the point sambil mengedipkan sebelah matanya.Kai sedikit shock, ini sungguhan. Dia tidak sedang bermimpi mala mini. “Apa yang sebenarnya wanita cantik sepertimu inginkan dari
“Selamat datang di tempat saya yang kecil. Saya tidak berharap kamu akan suka tempat ini, tetapi tolong buatlah dirimu senyaman mungkin disini. Apa kamu mau minum sesuatu, Ms. Confident?” kata Kai setelah membuka pintu rumah kecilnya yang jujur saja buat Elma sangat tidak layak huni. Terlebih alih-alih menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu dia malah menyeret Elma masuk ke dalam rumah seperti ini.Elma untuk beberapa saat tidak langsung menjawab pertanyaan Kai yang ramah kepadanya, malah dia lebih memilih mengitari pandangannya ke segala penjuru arah di dalam rumah tersebut. Seperti yang dia duga, tidak ada yang mewah disana, tetapi ruangan tersebut sangat rapi, bersih dan yang paling penting sangat terorganisir. Elma curiga kalau Kai adalah seorang neat freak karena semua yang dia lihat terlalu sempurna untuk ukuran tempat tinggal seorang pria lajang. Kecuali, sudut ruang tamu yang dimana terdapat sebuah kanvas, kuas, dan juga cat yang berserakan.“Ms. Elma?” panggil Kai sekali la
Elma tercekat ketika bibir mereka berdua bertemu untuk kedua kalinya. Intensinya untuk melawan luluh lantah, terkalahkan oleh insting hawa nafsu. Ciuman itu berhasil meredam teriakan Elma, bahkan seluruh tubuh mendadak lumpuh karenanya. Pada akhirnya Elma hanya bisa disana dalam diam menikmati setiap sensasi yang pria itu bagi berikut dengan tangan Kai yang berada dikulitnya. Memeluk dirinya dengan erat ketika pria itu memperdalam ciuman diantara mereka berdua. Lidah mereka berdansa, mencoba untuk saling mendominasi satu sama lain. Kai mencoba untuk mengeksplorasi setiap inchi dari mulut wanita itu seperti orang yang kelaparan. Mereka melepaskan diri masing-masing dalam dekapan hasrat. Kai meraba setiap lekuk tubuhnya dengan sangat lembut dan hati-hati membuat Elma terbuai. Wanita itu bahkan mendesah ketika Kai menggigit bibir bawahnya sebelum melepaskan kulumannya dari bibir Elma. Kai memberi wanita itu tatapan penuh intensi serta senyuman manis, terutama karena Kai menyadari bahwa E
“Jika kau ingin melanjutkan hal yang tertunda, maka beri aku kenikmatan yang setara,” ungkap Kai sambil membimbing Elma untuk bangkit, dan posisi Elma yang lebih pendek dari Kai membuat wanita itu berdiri tepat di hadapan dada telanjang sang pria. Elma memang sebal pada pria itu, tetapi begitu ditempatkan pada posisi ini dia hanya bisa meneguk ludah. Elma jelas mengerti apa yang pria itu inginkan. “Gunakan mulutmu untuk memuaskanku.” Anehnya ucapan yang keluar dari mulut Kai bagaikan sebuah sihir yang membuat Elma dapat dengan mudah mematuhinya. Elma menundukan kepala, dia memulai aksi dengan memberikan kecupan sederhana pada bagian bahu. Kai terdiam, lelaki itu merapatkan bibir mencoba untuk menahan diri. Wanita ini, tidak pernah petah lidah bahkan dia lebih lihai mengungkapkan rasa. Dan tindakan wanita ini sekarang terhadapnya membuktikan bahwa jauh lebih efektif dan lagi entah bagaimana sentuhan ringan yang dibuat olehnya membuat jantung Kai meliar. Detakan jantungnya jadi terbu
Sang nona sudah tidak dapat menahan jerit kenikmatan kala tubuh bagian bawahnya dipaksa untuk membuka lebih lebar. Ukuran milik pria itu adalah yang paling besar yang pernah mampir dalam dirinya, dan itu sebabnya pula Elma kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi barunya.“Kau menyukai hadiah dariku … hmmm.. Ms. Elma?” kata Kai setelah dia berhasil membobol milik wanita itu dan kini dia menunggu beberapa saat untuk memberi waktu pada Elma beradaptasi penuh dengan miliknya.Hanya ada desahan dan kalimat-kalimat tak koheren yang keluar dari bibir Elma. Sesekali dia menoleh ke belekang hanya untuk mendapati tatapan ganas dari Kai yang ditujukan kepadanya. Elma menjilat bibir bawahnya sendiri, dia harus mengakui bahwa pria yang dia berhasil jaring malam ini adalah yang paling panas yang bisa dia nikmati. Sebagai seorang bartender biasa, Kai dianugerahi oleh wajah tampan dan tubuh yang seksi. Seandainya dia adalah salah satu dari pria elit dan Elma menemukannya sejak lama. Sudah pasti di
Elma menggeliat dibawah selimut yang entah sejak kapan menutupi tubuh. Wanita itu mengerjapkan mata memandang nanar keseluruh penjuru ruangan dengan dinding bercat putihnya. Isi kepala mulai memproses semua hal yang dia lihat, sampai kemudian dia memalingkan wajah tepat pada cermin besar yang diletakan didepan kasur. Memantulkan bayangan dirinya yang masih terbaring diatas ranjang dengan kondisi super berantakan tetapi Elma mengabaikan fakta itu dan memilih untuk bangkit kemudian duduk di tepi ranjang. Beberapa hal mulai masuk kedalam ingatan, memutar seluruh memori yang terjadi.“Fuck …,” gumam Elma setelah semua berhasil dia rangkum menjadi sebuah satu benang merah.Namun alih-alih segera bergerak dan kabur, Elma justru malah memberikan atensi lebih terhadap ruangan yang saat ini masih dia tempati. Dikamar sempit itu Elma menemukan ada tali yang tergeletak disudut, sebuah kursi kayu dan kalung yang terkait dengan rantai anjing di atas meja. “Memangnya ditempat seperti ini boleh meme
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak
“Elma sekeluarga mengalami kecelakaan lalu lintas.”Gaby langsung terperanjat, kedua matanya membulat. “Bagaimana keadaan mereka?”“Aku tidak tahu, yang pasti mereka di evakuasi ke rumah sakit pusat.”Sylla yang pada saat itu juga mendengarkan percakapan antara Gaby dan Thomy ikut terkejut. Wajahnya menjadi sepucat mayat, dan tubuhnya gemetar hebat. Keinginannya membuat Elma tidak hadir di pesta pernikahan memang terpenuhi, tetapi dia sama sekali tidak mengira bahwa Charles akan melakukan sesuatu yang keji. Lelaki itu betulan tidak peduli akan nyawa orang lain. Bila sampai kejadian ini diusut, dari gelagat Charles saja Sylla bisa menduga bahwa dia akan ikut terseret. Sylla menutup mulutnya dengan kedua tangan.Thomy yang telah lepas dari keterkejutan segera menengahi perkelahian yang tak perlu antara kakaknya dengan Kai. Melerai mereka dengan sebuah kabar buruk yang tentu saja mengejutkan semua orang.“Hentikan perdebatan yang tak penting ini. Aku baru saja mendapat kabar dari polisi,
Elma duduk dengan tenang, membiarkan wajahnya dirias sedemikian rupa oleh sang penata rias yang begitu berkonsentrasi menyapukan produk ke wajah sang pengantin wanita. Sebelumnya mereka sempat terkejut ketika melihat tampilan Elma yang begitu kuyu, berantakan, dengan mata yang sembab. Ketika ditanya alasannya, Elma hanya memberi jawaban bahwa dia tegang dan tidak bisa tidur semalaman. Untungnya alasan itu bisa diterima dan kini seluruh kekurangan yang tampak diwajahnya beberapa saat yang lalu telah diatasi dengan begitu baik. Mereka benar-benar seorang yang professional. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, tampilan Elma kini sudah begitu segar, dan tentu saja sangat bersinar. Mereka bekerja sangat keras untuk menutupi semuanya. Elma patut mengapresiasi hal itu, terutama ketika mereka berkata bahwa tidak ada yang ingin tampil buruk di acara pernikahannya sendiri. Apalagi ketika ada awak media yang siap mengabadikan moment tersebut.Mya dan Gaby, ada disini bersamanya sebagai sahabat
Elam berjinjit dan bibir mereka saling menyentuh. Kali ini bukan lagi sebuah ciuman yang dipenuhi dengan sensasi elektrik yang membakar gairah seperti sebelumnya. Tetapi lebih saling memberi kenyamanan. Mereka mencoba untuk berpura-pura mengabaikan adanya perpisahan, sehingga menenggelamkan diri dalam kenangan. Dan sialnya ciuman yang dimaksudkan untuk memberi sedikit kepastian malah lebih berasa seperti luka dan putus asa.Kai menyentuh pipi Elma. Jari-jarinya yang dingin bertemu dengan kulit putih susu yang terasa lembut dan hangat. Elma menggigit bibir bawahnya yang bergetar menahan rasa bersalah dan juga pedih di dalam hatinya.“Elma, jadilah milikku.” Entah bagaimana, sebuah kalimat yang semestinya dipenuhi dengan intrik dominasi malah terdengar pilu di telinga wanita itu. Kai yang sekarang tidak seperti Kai yang dulu selalu ingin didengar dan memerintah sesuka hati. Tidak lagi seperti seorang pria penuh misteri yang mengintimidasi. Dia bukan lagi menjadi sosok master yang penuh