“Selamat datang di tempat saya yang kecil. Saya tidak berharap kamu akan suka tempat ini, tetapi tolong buatlah dirimu senyaman mungkin disini. Apa kamu mau minum sesuatu, Ms. Confident?” kata Kai setelah membuka pintu rumah kecilnya yang jujur saja buat Elma sangat tidak layak huni. Terlebih alih-alih menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu dia malah menyeret Elma masuk ke dalam rumah seperti ini.
Elma untuk beberapa saat tidak langsung menjawab pertanyaan Kai yang ramah kepadanya, malah dia lebih memilih mengitari pandangannya ke segala penjuru arah di dalam rumah tersebut. Seperti yang dia duga, tidak ada yang mewah disana, tetapi ruangan tersebut sangat rapi, bersih dan yang paling penting sangat terorganisir. Elma curiga kalau Kai adalah seorang neat freak karena semua yang dia lihat terlalu sempurna untuk ukuran tempat tinggal seorang pria lajang. Kecuali, sudut ruang tamu yang dimana terdapat sebuah kanvas, kuas, dan juga cat yang berserakan.
“Ms. Elma?” panggil Kai sekali lagi yang membuat seluruh atensi Elma kembali padanya.
“Ah ya?”
“Saya tadi menawarkan minuman. Ada yang kamu inginkan?”
“Wine saja, bila kau punya,” sahut Elma yang kemudian mendekati canvas tersebut dan melihat apa yang terlukis disana dari dekat. “Ngomong-ngomong apa kau melukis?” tanya Elma lagi sambil menyentuh kanvas tersebut dengan jarinya.
“Ya, itu hobby saya,” timpal Kai sambil memeriksa cabinet di dapurnya. Pria itu mencoba mencari apa yang sang tamu inginkan dan untungnya dia menemukan sebotol shiraz. Dia memutuskan untuk menyuguhkannya kepada Elma, setelah mengambil dua gelas kaca kosong dan membawanya ke ruang tengah sebelum menuangkan isinya.
Elma sendiri kini sudah duduk manis di sofa satu-satunya yang terletak di ruang tengah sambil mengamati beberapa lukisan jadi yang dipasang di dinding kediaman Kai dengan ekspresi penasaran.
“Lukisan yang kau buat indah, Kai,” ungkap Elma jujur memberikan pujian. Pandangannya tertuju pada satu lukisan yang menggambarkan seorang gadis kecil dalam posisi membelakangi dengan sebuah boneka kelinci di tangannya sedang memandang ke arah lautan lepas. Kontras dan pemilihan warna serta penggambaran dari suasananya sangat tepat sehingga sangat menyedot perhatian.
Kai menyerahkan gelas wine pada wanita itu sebagai bentuk kesopanan seorang tuan rumah. “Terima kasih, Ms. Confident.”
Elma meraih gelas yang ditarwarkan kepadanya. “Jadi, apa ini artinya kau mau jadi kekasihku?” ujar Elma lagi to the point. Kesunyian yang tercipta diantara mereka membuat situasi jadi aneh dan canggung. Elma yang tidak sabar tentu tidak mau repot-repot buang waktu kalau hanya untuk sekadar berdiam diri tanpa mendapatkan apa yang dia mau. Lagipula, kemana perginya situasi panas membara yang terjadi di luar klub beberapa saat yang lalu?
Ekspresi pria itu berubah. Sorot matanya menajam dan air mukanya berubah menjadi sangat serius. “Kau tahu bahwa permintaanmu sedikit kelewat batas, Nona,” katanya.
Elma menarik napas dalam-dalam sebelum dia mengungkapkan kebutuhan sejujurnya atas permintaan barusan. Sejujurnya ini agak memalukan. Anggaplah dia saat ini sedang putus asa dan disatu sisi dia juga butuh kehangatan seorang pria. Apalagi sentuhan Kai di tubuhnya masih sangat terasa dan dia tidak munafik untuk mengatakan bahwa dia memerlukan pria itu dihidupnya.
“Baiklah, aku akan jujur. Sebenarnya aku sedang butuh patner sebagai excuse agar perjodohan yang diatur ayahku bisa dibatalkan. Singkatnya aku ingin kau berperan sebagai kekasihku hanya saat di depan umum. Aku akan berikan berapa pun yang kamu butuhkan,” jelas Elma. Sebenarnya ada lagi alasannya tapi Elma memutuskan untuk menyembunyikan rapat-rapat keinginan terdalamnya. Dia hanya ingin terlihat lebih elegan saja. Tidak lebih.
“Saya tidak mau uang. Saya lebih tertarik dengan tubuhmu. Bagaimana kalau kamu menjual tubuhmu untuk saya? Hanya saja kamu tidak punya hak untuk berkeputusan dan sayalah yang mengambil kendali saat kita sedang berdua saja. Bagaimana?”
Elma menyimak penjelasan Kai sambil meneguk habis wine miliknya. Sejujurnya itu permintaan yang gila. Tapi kalau Elma mencari kandidat lain yang lebih dari pria ini waktunya sudah terlalu mepet. Karena itulah Elma mencoba mencerna perkataan lelaki itu dengan lebih sederhana.
“Apa yang kau maksud kita bermain roleplay? Kau ingin aku menjadi pihak yang submissive begitu?”
Pria itu mengangguk. “Saya bisa melihat kalau kamu adalah dominatrix by nature. Saya tidak tahu apa kesibukanmu, dan saya rasa kamu pun tidak bersedia terbuka untuk hal itu. Tapi yang jelas dari yang saya lihat, kamu selalu merasa ingin mengontrol semua hal yang terjadi dihidupmu dan segala sesuatu disekelilingmu. Saya tidak bilang kalau itu buruk, hanya saja saya ingin mencoba mengubah sedikit persepsimu. Sekali ini saja, Elma. Biarkan oranglain membuat keputusan untukmu. Mungkin saja kamu akan menyukainya. Saya berjanji tidak akan melakukan hal yang ekstrim atau melukaimu. Saya bukan tipe pria yang menikmati kekerasan seperti itu.”
Untuk beberapa alasan Elma cukup terpukau dengan cara pandang pria ini. Dan memang semua hal yang dia katakan ada benarnya, aneh sekali mengetahui ada orang yang bisa menebak padahal Elma menyembunyikan jati dirinya rapat-rapat. Elma memang sedikit bosan dengan gaya bercinta yang itu itu saja, jadi begitu mendapatkan gagasan baru dia tertantang untuk mencobanya. “Apa yang harus aku lakukan?”
Kedua mata kelam Kai menatap Elma dengan serius. “Tidak ada. Kamu hanya harus percaya pada saya dan melakukan apa yang saya minta. Bila kamu keberatan dengan syarat saya kamu dipersilahkan pulang.”
“Hanya begitu?” sahut Elma sambil melipat kedua tangannya dan menaikan satu kaki ke kaki lainnya. Posisi yang biasa diperlihatkan oleh sang dominan.
“Jadi kita sudah sepakat?” tanya Kai sekali lagi sambil mengulurkan tangannya untuk Elma jabat.
“Tentu, aku tidak keberatan. Lagipula itu kedengarannya mudah.” Elma menerima tangan tersebut dan mereka berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan.
“We will see,” ujar Kai yang kemudian sudah meraih kedua tangan wanita berambut kecoklatan tersebut dan membawa dia ke kamar tidurnya. Di sanalah Elma mendapati ada sebuah cermin besar setinggi tubuh sang pria yang menutupi sebagian salah satu dinding. Entah mengapa pria itu meletakan cermin sebesar itu tepat di hadapan tempat tidurnya. Itu hal yang unik.
“Lepaskan semua pakaianmu!” perintah Kai dan anehnya nada suara pria itu berubah seratus delapan puluh derajat.
Elma menurut, dia mengikuti intruksi yang Kai katakan dan mulai menanggalkan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya. Hingga kemudian dia dibiarkan berdiri dalam keadan polos tanpa sehelai benang pun tetapi masih mengenakan high heels di kakinya. Kai tidak melakukan apa-apa setelah itu, dia hanya mengamati Elma dan memilih duduk di kursi sambil menyesap wine miliknya.
Sepuluh menit berlalu begitu saja, Elma masih berdiri mematut di tempat yang sama dan kini matanya menatap bayangan dirinya yang terpantul pada cermin besar. Dia sesekali melirik pada Kai, ekspresi muka pria itu benar-benar datar tanpa ekspresi ataupun apresiasi. Dan saat itulah mendadak Elma yang selalu percaya diri mulai merasa tidak nyaman dan malu dengan ketelanjangannya. Dia merasa bagaikan seekor sapi yang diamati dan diteliti sebelum dibeli.
Menyadari adanya perubahan dari mimik wajah Elma, Kai tertarik untuk buka suara setelah diam seribu bahasa. “Apa yang kau rasakan Elma?”
“Ini memalukan, tidakkah kau harusnya melakukan sesuatu? Aku tidak mungkin kan hanya berdiri disini sampai pagi?” ujar Elma dan kali ini nada suaranya terdengar lumayan ketus.
Kai meninggalkan kursinya dan berjalan mendekat pada sang wanita yang telah memperlihatkan ekspresi murka dihadapannya. “Apa kau lupa aturan mainnya, Elma? Kalau kau tak suka kau boleh pulang sekarang juga,” timpal Kai dengan tegas menimbulkan sedikit antisipasi pada Elma.
Kai kini mulai menelusuri lekuk tubuh Elma dengan jari tangannya, benar-benar hanya sebatas itu. “Jangan membuat suara apa pun Elma, jangan bergerak sedikit pun. Kalau kau tidak patuh padaku, maka aku akan menghukummu.”
Elma merasa bagaikan berada di dalam mimpi. Dia adalah seorang nona besar, seseorang yang terbiasa memegang kekuasaan dan tidak ada seorang pun yang berani menganggu kemutlakan yang dia punya. Tetapi pria ini … dia brengsek.
“Kau mungkin akan menyesal setelah mempermalukan aku seperti ini!” teriak wanita itu penuh emosi sebelum akhirnya teriakannya diredam oleh ciuman panas Kai dalam sepersekian detik.
“Sampai kapan aku harus duduk disini? membosankan sekali! Arrghh … tulisan-tulisan ini membuatku muak!”“Mohon bersabar, Ms. Elma. Pekerjaan Anda bahkan baru dimulai.” Mya sang sekretaris tiba-tiba menyahut dan masuk ke dalam ruangan dengan setumpuk berkas baru di tangan. Elma langsung pasang muka masam, ketika berkas tersebut sudah berpindah ke meja yang telah selesai setengahnya dan kini upaya penyelesaian itu sepertinya sudah tidak lagi terlihat adanya.“Oh … ya Tuhan, kenapa kau harus membawa berkas sialan itu kemari sekarang?” keluh Elma. Sebetulnya keluhan macam itu lebih pada sisi tenang sang nona besar. Sebelumnya bahkan sang nona besar bisa mengamuk, galak, temperamental pada semua karyawan. Tetapi hari ini tampaknya dia sedikit jauh lebih rileks meski masih sesekali mengeluh ketika sedang bertugas.“Ini dokumen yang harus Anda periksa dan tanda tangani,” jelas Mya cuek, dia sama sekali tidak mengindahkan perkataan Elma sebelumnya.“Ini banyak sekali lho, Mya. Ini sudah mau j
Elma menggunakan waktu yang dia minta untuk sekadar meracau dan mengeluarkan semua kekesalannya hingga lelah. Setelah itu, dia keluar tepat di menit kelima, dan mulai melangkah beriringan dengan Arash untuk keluar dari kantornya. Tidak lupa Elma juga memberikan Mya yang rupanya masih berada di mejanya dengan pandangan yang menusuk karena wanita itu malah kabur padahal dia bisa mengusir Arash saat itu dengan alasan apapun.Mya menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Elma jelas tahu bahwa semua rangkaian peristiwa ini adalah sebuah konpsirasi antara dia dengan ayahnya. Terlebih tadi pagi saja, Mya sudah memperingatkan Elma tentang pernikahan, jelas sekratarisnya itu sudah dapat perintah khusus dari sang ayah dan Mya sudah memberikan dia bocoran.Elma memberikan Mya jari tengah, sementara Mya malah melambai mengantar kepergiannya dengan sumringah. Memang dasar sahabat bangsat.“Mukamu masam sekali, sebegitu tidak sukanya kau bersamaku?”Pertanyaan itu keluar dari mulut Arash setelah mere
Diluar restoran Elma menghentak kedua kakinya, meluapkan seluruh emosi dengan gesture tubuh tanpa kenal tempat. Dia mendengus kesal karena ini adalah kali pertama dia bertengkar hebat dengan ayahnya. Biasanya pria itu sangat mudah dinego, apalagi kalau Elma sudah merengek dan terang-terangan menolak. Namun malam ini, sikapnya tidak seperti ayahnya yang dia kenal. Memangnya sepenting apa sih menikah itu? Ibu dan ayahnya saja bercerai dulu, lantas kenapa Elma perlu menjalin hubungan yang bisa retak kapan saja macam itu? Elma tidak akan mau menikah, apalagi kalau mempelai prianya adalah Arash Elvander. Kakak dari mantan pacarnya.“Elma!”“Mau apa kau kemari? Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah sangat muak sekarang,” sahut Elma penuh emosi. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari tas tangannya dan menghisap benda itu sambil menarik napas dalam-dalam. Arash hanya menyaksikan tingkah polah sang nona besar, dan kemudian memandang wajah wanita itu lekat-lekat.“Kau mau pergi kesuatu tempat kan? ka
Elma memutuskan menunggu diluar club, ketika akhirnya dia melihat Kai keluar dari pintu belakang khusus staff. Melihat pria itu telah berganti pakaian, dia tahu bahwa itu saatnya bagi Elma untuk turun dan membungkus ikan yang telah dia pancing.Pria itu langsung terkejut melihat keberadaan Elma yang sudah bersender pada dinding gedung bar, sekadar menantikan kepulangannya. Sejujurnya Kai hanya bercanda dan sekadar menggoda balik wanita itu saja, dia tidak pernah punya ekspektasi bahwa leluconnya akan ditanggapi dengan serius oleh perempuan ini. Buat Kai mana mungkin wanita secantik dia mau tidur dengan pria yang bekerja sebagai bartender club malam? hanya satu dari sejuta kemungkinan, dan tampaknya malam ini dia keruntuhan bulan.“Hallo lagi, Tuan Bartender seksi. Tawaran darimu masih berlaku kan?” tanya Elma to the point sambil mengedipkan sebelah matanya.Kai sedikit shock, ini sungguhan. Dia tidak sedang bermimpi mala mini. “Apa yang sebenarnya wanita cantik sepertimu inginkan dari
“Selamat datang di tempat saya yang kecil. Saya tidak berharap kamu akan suka tempat ini, tetapi tolong buatlah dirimu senyaman mungkin disini. Apa kamu mau minum sesuatu, Ms. Confident?” kata Kai setelah membuka pintu rumah kecilnya yang jujur saja buat Elma sangat tidak layak huni. Terlebih alih-alih menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu dia malah menyeret Elma masuk ke dalam rumah seperti ini.Elma untuk beberapa saat tidak langsung menjawab pertanyaan Kai yang ramah kepadanya, malah dia lebih memilih mengitari pandangannya ke segala penjuru arah di dalam rumah tersebut. Seperti yang dia duga, tidak ada yang mewah disana, tetapi ruangan tersebut sangat rapi, bersih dan yang paling penting sangat terorganisir. Elma curiga kalau Kai adalah seorang neat freak karena semua yang dia lihat terlalu sempurna untuk ukuran tempat tinggal seorang pria lajang. Kecuali, sudut ruang tamu yang dimana terdapat sebuah kanvas, kuas, dan juga cat yang berserakan.“Ms. Elma?” panggil Kai sekali la
Elma memutuskan menunggu diluar club, ketika akhirnya dia melihat Kai keluar dari pintu belakang khusus staff. Melihat pria itu telah berganti pakaian, dia tahu bahwa itu saatnya bagi Elma untuk turun dan membungkus ikan yang telah dia pancing.Pria itu langsung terkejut melihat keberadaan Elma yang sudah bersender pada dinding gedung bar, sekadar menantikan kepulangannya. Sejujurnya Kai hanya bercanda dan sekadar menggoda balik wanita itu saja, dia tidak pernah punya ekspektasi bahwa leluconnya akan ditanggapi dengan serius oleh perempuan ini. Buat Kai mana mungkin wanita secantik dia mau tidur dengan pria yang bekerja sebagai bartender club malam? hanya satu dari sejuta kemungkinan, dan tampaknya malam ini dia keruntuhan bulan.“Hallo lagi, Tuan Bartender seksi. Tawaran darimu masih berlaku kan?” tanya Elma to the point sambil mengedipkan sebelah matanya.Kai sedikit shock, ini sungguhan. Dia tidak sedang bermimpi mala mini. “Apa yang sebenarnya wanita cantik sepertimu inginkan dari
Diluar restoran Elma menghentak kedua kakinya, meluapkan seluruh emosi dengan gesture tubuh tanpa kenal tempat. Dia mendengus kesal karena ini adalah kali pertama dia bertengkar hebat dengan ayahnya. Biasanya pria itu sangat mudah dinego, apalagi kalau Elma sudah merengek dan terang-terangan menolak. Namun malam ini, sikapnya tidak seperti ayahnya yang dia kenal. Memangnya sepenting apa sih menikah itu? Ibu dan ayahnya saja bercerai dulu, lantas kenapa Elma perlu menjalin hubungan yang bisa retak kapan saja macam itu? Elma tidak akan mau menikah, apalagi kalau mempelai prianya adalah Arash Elvander. Kakak dari mantan pacarnya.“Elma!”“Mau apa kau kemari? Tinggalkan aku sendiri. Aku sudah sangat muak sekarang,” sahut Elma penuh emosi. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari tas tangannya dan menghisap benda itu sambil menarik napas dalam-dalam. Arash hanya menyaksikan tingkah polah sang nona besar, dan kemudian memandang wajah wanita itu lekat-lekat.“Kau mau pergi kesuatu tempat kan? ka
Elma menggunakan waktu yang dia minta untuk sekadar meracau dan mengeluarkan semua kekesalannya hingga lelah. Setelah itu, dia keluar tepat di menit kelima, dan mulai melangkah beriringan dengan Arash untuk keluar dari kantornya. Tidak lupa Elma juga memberikan Mya yang rupanya masih berada di mejanya dengan pandangan yang menusuk karena wanita itu malah kabur padahal dia bisa mengusir Arash saat itu dengan alasan apapun.Mya menanggapinya dengan menjulurkan lidah. Elma jelas tahu bahwa semua rangkaian peristiwa ini adalah sebuah konpsirasi antara dia dengan ayahnya. Terlebih tadi pagi saja, Mya sudah memperingatkan Elma tentang pernikahan, jelas sekratarisnya itu sudah dapat perintah khusus dari sang ayah dan Mya sudah memberikan dia bocoran.Elma memberikan Mya jari tengah, sementara Mya malah melambai mengantar kepergiannya dengan sumringah. Memang dasar sahabat bangsat.“Mukamu masam sekali, sebegitu tidak sukanya kau bersamaku?”Pertanyaan itu keluar dari mulut Arash setelah mere
“Sampai kapan aku harus duduk disini? membosankan sekali! Arrghh … tulisan-tulisan ini membuatku muak!”“Mohon bersabar, Ms. Elma. Pekerjaan Anda bahkan baru dimulai.” Mya sang sekretaris tiba-tiba menyahut dan masuk ke dalam ruangan dengan setumpuk berkas baru di tangan. Elma langsung pasang muka masam, ketika berkas tersebut sudah berpindah ke meja yang telah selesai setengahnya dan kini upaya penyelesaian itu sepertinya sudah tidak lagi terlihat adanya.“Oh … ya Tuhan, kenapa kau harus membawa berkas sialan itu kemari sekarang?” keluh Elma. Sebetulnya keluhan macam itu lebih pada sisi tenang sang nona besar. Sebelumnya bahkan sang nona besar bisa mengamuk, galak, temperamental pada semua karyawan. Tetapi hari ini tampaknya dia sedikit jauh lebih rileks meski masih sesekali mengeluh ketika sedang bertugas.“Ini dokumen yang harus Anda periksa dan tanda tangani,” jelas Mya cuek, dia sama sekali tidak mengindahkan perkataan Elma sebelumnya.“Ini banyak sekali lho, Mya. Ini sudah mau j