“Selamat datang di tempat saya yang kecil. Saya tidak berharap kamu akan suka tempat ini, tetapi tolong buatlah dirimu senyaman mungkin disini. Apa kamu mau minum sesuatu, Ms. Confident?” kata Kai setelah membuka pintu rumah kecilnya yang jujur saja buat Elma sangat tidak layak huni. Terlebih alih-alih menjawab pertanyaannya beberapa saat lalu dia malah menyeret Elma masuk ke dalam rumah seperti ini.
Elma untuk beberapa saat tidak langsung menjawab pertanyaan Kai yang ramah kepadanya, malah dia lebih memilih mengitari pandangannya ke segala penjuru arah di dalam rumah tersebut. Seperti yang dia duga, tidak ada yang mewah disana, tetapi ruangan tersebut sangat rapi, bersih dan yang paling penting sangat terorganisir. Elma curiga kalau Kai adalah seorang neat freak karena semua yang dia lihat terlalu sempurna untuk ukuran tempat tinggal seorang pria lajang. Kecuali, sudut ruang tamu yang dimana terdapat sebuah kanvas, kuas, dan juga cat yang berserakan.
“Ms. Elma?” panggil Kai sekali lagi yang membuat seluruh atensi Elma kembali padanya.
“Ah ya?”
“Saya tadi menawarkan minuman. Ada yang kamu inginkan?”
“Wine saja, bila kau punya,” sahut Elma yang kemudian mendekati canvas tersebut dan melihat apa yang terlukis disana dari dekat. “Ngomong-ngomong apa kau melukis?” tanya Elma lagi sambil menyentuh kanvas tersebut dengan jarinya.
“Ya, itu hobby saya,” timpal Kai sambil memeriksa cabinet di dapurnya. Pria itu mencoba mencari apa yang sang tamu inginkan dan untungnya dia menemukan sebotol shiraz. Dia memutuskan untuk menyuguhkannya kepada Elma, setelah mengambil dua gelas kaca kosong dan membawanya ke ruang tengah sebelum menuangkan isinya.
Elma sendiri kini sudah duduk manis di sofa satu-satunya yang terletak di ruang tengah sambil mengamati beberapa lukisan jadi yang dipasang di dinding kediaman Kai dengan ekspresi penasaran.
“Lukisan yang kau buat indah, Kai,” ungkap Elma jujur memberikan pujian. Pandangannya tertuju pada satu lukisan yang menggambarkan seorang gadis kecil dalam posisi membelakangi dengan sebuah boneka kelinci di tangannya sedang memandang ke arah lautan lepas. Kontras dan pemilihan warna serta penggambaran dari suasananya sangat tepat sehingga sangat menyedot perhatian.
Kai menyerahkan gelas wine pada wanita itu sebagai bentuk kesopanan seorang tuan rumah. “Terima kasih, Ms. Confident.”
Elma meraih gelas yang ditarwarkan kepadanya. “Jadi, apa ini artinya kau mau jadi kekasihku?” ujar Elma lagi to the point. Kesunyian yang tercipta diantara mereka membuat situasi jadi aneh dan canggung. Elma yang tidak sabar tentu tidak mau repot-repot buang waktu kalau hanya untuk sekadar berdiam diri tanpa mendapatkan apa yang dia mau. Lagipula, kemana perginya situasi panas membara yang terjadi di luar klub beberapa saat yang lalu?
Ekspresi pria itu berubah. Sorot matanya menajam dan air mukanya berubah menjadi sangat serius. “Kau tahu bahwa permintaanmu sedikit kelewat batas, Nona,” katanya.
Elma menarik napas dalam-dalam sebelum dia mengungkapkan kebutuhan sejujurnya atas permintaan barusan. Sejujurnya ini agak memalukan. Anggaplah dia saat ini sedang putus asa dan disatu sisi dia juga butuh kehangatan seorang pria. Apalagi sentuhan Kai di tubuhnya masih sangat terasa dan dia tidak munafik untuk mengatakan bahwa dia memerlukan pria itu dihidupnya.
“Baiklah, aku akan jujur. Sebenarnya aku sedang butuh patner sebagai excuse agar perjodohan yang diatur ayahku bisa dibatalkan. Singkatnya aku ingin kau berperan sebagai kekasihku hanya saat di depan umum. Aku akan berikan berapa pun yang kamu butuhkan,” jelas Elma. Sebenarnya ada lagi alasannya tapi Elma memutuskan untuk menyembunyikan rapat-rapat keinginan terdalamnya. Dia hanya ingin terlihat lebih elegan saja. Tidak lebih.
“Saya tidak mau uang. Saya lebih tertarik dengan tubuhmu. Bagaimana kalau kamu menjual tubuhmu untuk saya? Hanya saja kamu tidak punya hak untuk berkeputusan dan sayalah yang mengambil kendali saat kita sedang berdua saja. Bagaimana?”
Elma menyimak penjelasan Kai sambil meneguk habis wine miliknya. Sejujurnya itu permintaan yang gila. Tapi kalau Elma mencari kandidat lain yang lebih dari pria ini waktunya sudah terlalu mepet. Karena itulah Elma mencoba mencerna perkataan lelaki itu dengan lebih sederhana.
“Apa yang kau maksud kita bermain roleplay? Kau ingin aku menjadi pihak yang submissive begitu?”
Pria itu mengangguk. “Saya bisa melihat kalau kamu adalah dominatrix by nature. Saya tidak tahu apa kesibukanmu, dan saya rasa kamu pun tidak bersedia terbuka untuk hal itu. Tapi yang jelas dari yang saya lihat, kamu selalu merasa ingin mengontrol semua hal yang terjadi dihidupmu dan segala sesuatu disekelilingmu. Saya tidak bilang kalau itu buruk, hanya saja saya ingin mencoba mengubah sedikit persepsimu. Sekali ini saja, Elma. Biarkan oranglain membuat keputusan untukmu. Mungkin saja kamu akan menyukainya. Saya berjanji tidak akan melakukan hal yang ekstrim atau melukaimu. Saya bukan tipe pria yang menikmati kekerasan seperti itu.”
Untuk beberapa alasan Elma cukup terpukau dengan cara pandang pria ini. Dan memang semua hal yang dia katakan ada benarnya, aneh sekali mengetahui ada orang yang bisa menebak padahal Elma menyembunyikan jati dirinya rapat-rapat. Elma memang sedikit bosan dengan gaya bercinta yang itu itu saja, jadi begitu mendapatkan gagasan baru dia tertantang untuk mencobanya. “Apa yang harus aku lakukan?”
Kedua mata kelam Kai menatap Elma dengan serius. “Tidak ada. Kamu hanya harus percaya pada saya dan melakukan apa yang saya minta. Bila kamu keberatan dengan syarat saya kamu dipersilahkan pulang.”
“Hanya begitu?” sahut Elma sambil melipat kedua tangannya dan menaikan satu kaki ke kaki lainnya. Posisi yang biasa diperlihatkan oleh sang dominan.
“Jadi kita sudah sepakat?” tanya Kai sekali lagi sambil mengulurkan tangannya untuk Elma jabat.
“Tentu, aku tidak keberatan. Lagipula itu kedengarannya mudah.” Elma menerima tangan tersebut dan mereka berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan.
“We will see,” ujar Kai yang kemudian sudah meraih kedua tangan wanita berambut kecoklatan tersebut dan membawa dia ke kamar tidurnya. Di sanalah Elma mendapati ada sebuah cermin besar setinggi tubuh sang pria yang menutupi sebagian salah satu dinding. Entah mengapa pria itu meletakan cermin sebesar itu tepat di hadapan tempat tidurnya. Itu hal yang unik.
“Lepaskan semua pakaianmu!” perintah Kai dan anehnya nada suara pria itu berubah seratus delapan puluh derajat.
Elma menurut, dia mengikuti intruksi yang Kai katakan dan mulai menanggalkan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya. Hingga kemudian dia dibiarkan berdiri dalam keadan polos tanpa sehelai benang pun tetapi masih mengenakan high heels di kakinya. Kai tidak melakukan apa-apa setelah itu, dia hanya mengamati Elma dan memilih duduk di kursi sambil menyesap wine miliknya.
Sepuluh menit berlalu begitu saja, Elma masih berdiri mematut di tempat yang sama dan kini matanya menatap bayangan dirinya yang terpantul pada cermin besar. Dia sesekali melirik pada Kai, ekspresi muka pria itu benar-benar datar tanpa ekspresi ataupun apresiasi. Dan saat itulah mendadak Elma yang selalu percaya diri mulai merasa tidak nyaman dan malu dengan ketelanjangannya. Dia merasa bagaikan seekor sapi yang diamati dan diteliti sebelum dibeli.
Menyadari adanya perubahan dari mimik wajah Elma, Kai tertarik untuk buka suara setelah diam seribu bahasa. “Apa yang kau rasakan Elma?”
“Ini memalukan, tidakkah kau harusnya melakukan sesuatu? Aku tidak mungkin kan hanya berdiri disini sampai pagi?” ujar Elma dan kali ini nada suaranya terdengar lumayan ketus.
Kai meninggalkan kursinya dan berjalan mendekat pada sang wanita yang telah memperlihatkan ekspresi murka dihadapannya. “Apa kau lupa aturan mainnya, Elma? Kalau kau tak suka kau boleh pulang sekarang juga,” timpal Kai dengan tegas menimbulkan sedikit antisipasi pada Elma.
Kai kini mulai menelusuri lekuk tubuh Elma dengan jari tangannya, benar-benar hanya sebatas itu. “Jangan membuat suara apa pun Elma, jangan bergerak sedikit pun. Kalau kau tidak patuh padaku, maka aku akan menghukummu.”
Elma merasa bagaikan berada di dalam mimpi. Dia adalah seorang nona besar, seseorang yang terbiasa memegang kekuasaan dan tidak ada seorang pun yang berani menganggu kemutlakan yang dia punya. Tetapi pria ini … dia brengsek.
“Kau mungkin akan menyesal setelah mempermalukan aku seperti ini!” teriak wanita itu penuh emosi sebelum akhirnya teriakannya diredam oleh ciuman panas Kai dalam sepersekian detik.
Elma tercekat ketika bibir mereka berdua bertemu untuk kedua kalinya. Intensinya untuk melawan luluh lantah, terkalahkan oleh insting hawa nafsu. Ciuman itu berhasil meredam teriakan Elma, bahkan seluruh tubuh mendadak lumpuh karenanya. Pada akhirnya Elma hanya bisa disana dalam diam menikmati setiap sensasi yang pria itu bagi berikut dengan tangan Kai yang berada dikulitnya. Memeluk dirinya dengan erat ketika pria itu memperdalam ciuman diantara mereka berdua. Lidah mereka berdansa, mencoba untuk saling mendominasi satu sama lain. Kai mencoba untuk mengeksplorasi setiap inchi dari mulut wanita itu seperti orang yang kelaparan. Mereka melepaskan diri masing-masing dalam dekapan hasrat. Kai meraba setiap lekuk tubuhnya dengan sangat lembut dan hati-hati membuat Elma terbuai. Wanita itu bahkan mendesah ketika Kai menggigit bibir bawahnya sebelum melepaskan kulumannya dari bibir Elma. Kai memberi wanita itu tatapan penuh intensi serta senyuman manis, terutama karena Kai menyadari bahwa E
“Jika kau ingin melanjutkan hal yang tertunda, maka beri aku kenikmatan yang setara,” ungkap Kai sambil membimbing Elma untuk bangkit, dan posisi Elma yang lebih pendek dari Kai membuat wanita itu berdiri tepat di hadapan dada telanjang sang pria. Elma memang sebal pada pria itu, tetapi begitu ditempatkan pada posisi ini dia hanya bisa meneguk ludah. Elma jelas mengerti apa yang pria itu inginkan. “Gunakan mulutmu untuk memuaskanku.” Anehnya ucapan yang keluar dari mulut Kai bagaikan sebuah sihir yang membuat Elma dapat dengan mudah mematuhinya. Elma menundukan kepala, dia memulai aksi dengan memberikan kecupan sederhana pada bagian bahu. Kai terdiam, lelaki itu merapatkan bibir mencoba untuk menahan diri. Wanita ini, tidak pernah petah lidah bahkan dia lebih lihai mengungkapkan rasa. Dan tindakan wanita ini sekarang terhadapnya membuktikan bahwa jauh lebih efektif dan lagi entah bagaimana sentuhan ringan yang dibuat olehnya membuat jantung Kai meliar. Detakan jantungnya jadi terbu
Sang nona sudah tidak dapat menahan jerit kenikmatan kala tubuh bagian bawahnya dipaksa untuk membuka lebih lebar. Ukuran milik pria itu adalah yang paling besar yang pernah mampir dalam dirinya, dan itu sebabnya pula Elma kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi barunya.“Kau menyukai hadiah dariku … hmmm.. Ms. Elma?” kata Kai setelah dia berhasil membobol milik wanita itu dan kini dia menunggu beberapa saat untuk memberi waktu pada Elma beradaptasi penuh dengan miliknya.Hanya ada desahan dan kalimat-kalimat tak koheren yang keluar dari bibir Elma. Sesekali dia menoleh ke belekang hanya untuk mendapati tatapan ganas dari Kai yang ditujukan kepadanya. Elma menjilat bibir bawahnya sendiri, dia harus mengakui bahwa pria yang dia berhasil jaring malam ini adalah yang paling panas yang bisa dia nikmati. Sebagai seorang bartender biasa, Kai dianugerahi oleh wajah tampan dan tubuh yang seksi. Seandainya dia adalah salah satu dari pria elit dan Elma menemukannya sejak lama. Sudah pasti di
Elma menggeliat dibawah selimut yang entah sejak kapan menutupi tubuh. Wanita itu mengerjapkan mata memandang nanar keseluruh penjuru ruangan dengan dinding bercat putihnya. Isi kepala mulai memproses semua hal yang dia lihat, sampai kemudian dia memalingkan wajah tepat pada cermin besar yang diletakan didepan kasur. Memantulkan bayangan dirinya yang masih terbaring diatas ranjang dengan kondisi super berantakan tetapi Elma mengabaikan fakta itu dan memilih untuk bangkit kemudian duduk di tepi ranjang. Beberapa hal mulai masuk kedalam ingatan, memutar seluruh memori yang terjadi.“Fuck …,” gumam Elma setelah semua berhasil dia rangkum menjadi sebuah satu benang merah.Namun alih-alih segera bergerak dan kabur, Elma justru malah memberikan atensi lebih terhadap ruangan yang saat ini masih dia tempati. Dikamar sempit itu Elma menemukan ada tali yang tergeletak disudut, sebuah kursi kayu dan kalung yang terkait dengan rantai anjing di atas meja. “Memangnya ditempat seperti ini boleh meme
“Ah!” Tubuh Elma kontan tersentak, ketika jari telunjuk pria itu telah masuk ke dalam sana. Kai juga menggunakan ibu jarinya untuk mengelus bagian terluar yang paling sensitif agar semakin membengkak. “Masih bisa bilang kamu tidak suka ini?” bisik Kai rendah yang kemudian mempergunakan keahlian lidahnya untuk menggelitiki permukaan kulit leher Elma. Tentu saja hal tersebut membuat tubuh sang wanita sedikit gemetar dan secara mengejutkan kekesalan yang Elma pendam untuk pria itu memudar begitu saja. Raganya mengkhianati akal sehatnya sebab dia malah jadi mudah bereaksi atas sentuhan kecil dari pria itu. Kai mulai senang ketika Elma sudah sangat basah hanya karena jarinya, karena itulah dia mulai menambah satu jari lagi untuk memberikan sensasi lebih. Sesuatu yang dia tebak akan lebih disukai oleh si wanita kaya. “Ah … more…,” rintih Elma yang mulai terbius oleh hawa nafsunya sendiri. Kini bahkan tanpa merasa malu Elma secara spontan menggeliat dan mengangkat pinggulnya sendiri untu
Jeritan Elma menggema di dalam ruangan. Hal tersebut terjadi lantaran dia tidak merasa nyaman dengan keadaan barunya kini. Rasa nyeri langsung merebak ketika benda tersebut masuk dalam dirinya tanpa aba-aba, bergesekan dengan dinding dalam miliknya dengan cara yang kasar. Namun, yang jadi aneh dari semua itu adalah meski Elma tahu ini bukanlah salah satu bentuk variasi kesukaannya wanita itu terkesan tidak keberatan bahkan tidak menyuruh pria itu berhenti melakukannya. Sebelumnya Elma memang pernah dapat patner yang liar, tetapi jika dibandingkan dengan Kai jelas pria dimasa lalunya itu kalah jauh. Situasi ini seakan membuatnya seperti sedang berada dalam kondisi diperkosa. Elma agak heran mengapa dia malah jadi terangsang berat diperlakukan seperti ini. Apakah Kai baru saja memberikan dia sebuah penerangan baru bahwa sebenarnya dia seorang masokis? Inikah yang sebenernya dia cari dari seorang pria? sikap dominan, kasar dan tidak mau diatur oleh Elma? Sial! dia tidak tahu lagi. Selu
Elma menyentuh kalung yang sudah melekat erat dilehernya. Sesaat Elma terpaku ketika dia mendapati ekspresi Kai yang melembut. Itu sangatlah tidak terduga, tetapi cukup membuat sesuatu di dalam diri Elma berdebar kencang.“Nah, sayangku. Sekarang kita akan membicarakan aturan mainnya. Mulai saat ini kau harus menyerahkan seluruh kontrol atas dirimu kepadaku. Ini tidak hanya untuk urusan ranjang saja, tetapi untuk beberpa aspek dihidupmu pun aku yang akan membuat keputusan untukmu dan kamu wajib untuk selalu bertanya kepadaku lebih dulu,” jelas pria itu yang seketika membuat alis Elma mengernyit tak suka.“Hel, bukankah ini terlalu berlebihan? Kau tidak bisa mengatur hidupku, statusmu pun hanya menjadi kekasih palsuku saja. Dan yang perlu kau camkan adalah aku hanya bersedia menjadi milikmu saat kita sedang berada diatas ranjang atau pun untuk kegiatan erotis semata, bukan untuk gaya hidup!” tentang Elma.Kai terdiam sebentar, dia rasa itu memang terlalu cepat untuk Elma. Satu tangann
Kembali pada rutinitas sang nona besar, Elma kembali menduduki kursi ruang kerjanya sambil sibuk membaca satu persatu berkas yang menumpuk di meja. Sebagian besar berisi laporan penjualan, hasil survey, juga riset yang sedang dikembangkan untuk menjalankan ekspansi bisnis. Kebetulan Elma memang sedang termotivasi untuk membuat perusahaan semakin bergerak maju dan melampaui prestasi gemilang ayahnya, dan lagi ayahnya pernah bilang bahwa dia ingin segera pensiun sehingga pria itu ingin menyerahkan perusahaan kepada Elma ketika dia siap.Nasibnya yang terlahir sebagai putri tunggal Ethan Enderson membuat wanita itu tidak punya pilihan hidup lain selain daripada mengikuti bisnis keluarga yang sudah ada. Kalau boleh memilih sejujurnya Elma lebih suka terlibat langsung dalam kegiatan produksi seperti merancang sendiri busana untuk brand clothing Enderson dan menjadi modelnya sekaligus. Tetapi mengingat dia punya tanggung jawab lebih dan pekerjaan utamanya adalah untuk mengawasi jalannya per
Waktu berlalu begitu saja, dan kini Elma sudah mulai terbiasa hidup tanpa kedua kakinya. Bekas luka bakar yang sebelumnya terlihat mengerikan sudah mulai memudar. Elma bahkan kembali bekerja sebagai pemimpin perusahaan keluarganya. Mengingat hanya dia saja sang pewaris tunggal perusahaan itu. Dia tidak bisa membiarkan hasil usaha kedua orang tuanya sia-sia begitu saja. Oleh sebab itu meski dengan keterbatasan yang ada, Elma tetap maju dan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kekurangan yang dia miliki tidak cukup menjadi penghambatnya. Bahkan disela-sela kesibukannya, Elma juga kadang kerap mengunjungi beberapa panti asuhan atau badan amal untuk melakukan kegiatan sosial. Terutama di tempat rehabilitasi yang memiliki beberapa pasien yang serupa dengan dirinya.Terlepas dari itu, Elma dan Kai juga sudah semakin dekat satu sama lain. Bahkan pria itu sendiri memindahkan Elma ke kediamannya. Dia enggan berpisah mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Walaupun Elma sendiri men
Kai dengan tergesa segera mendatangi kediaman Enderson begitu dia mendapatkan telepon dari suster yang merawat Elma. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya menjadi nyata. Keringat dingin membanjiri tubuh pria itu, hatinya pilu. Meski dia mencoba untuk tenang dan tidak panik, tetap saja dia tidak bisa memungkiri pikirannya sendiri.Ambulan datang bertepatan dengan kedatangannya, dan mereka segera melakukan tindakan. Sementara Elma berada dalam penanganan, Kai menunggu dengan rasa bersalah yang menggantung di lehernya. Mengapa dia tidak bisa berada disisi wanita itu? Bagaimana dia bisa menyadarkan Elma bahwa hidupnya layak untuk dijalani?Kai merasa tidak bisa menanggung beban ini sendirian. Dia tidak punya kawan, tidak punya keluarga yang bisa dia ajak bicara untuk mengungkap rasa frustasinya atas peristiwa ini. Tanpa sadar tangannya menekan tombol panggilan begitu saja.“Ada apa meneleponku, Kai?” suara pria disebrang sana menerima panggilannya, dan untuk beberapa alasan Kai merasa leg
Mendengar namanya dipanggil, Kai lantas langsung menoleh pada sumber suara. Di depannya telah berdiri Arash Elvander dengan raut muka yang begitu tenang seperti biasa. Memang pada dasarnya Kai pribadi agak kesulitan mengenali emosi pria ini, sebab dia dan Arash punya keahlian yang sama dalam menyembunyikan perasaan.Kai berdiri dari posisinya lalu mendekati Arash yang memanggilnya. “Bagaimana kondisi Elma sekarang?”“Kau bisa tanyakan pada dia sendiri, memangnya kau tidak mau menemui dia langsung?”“Sejujurnya aku tidak bermaksud untuk mengintip kalian. Tapi tadi aku sempat melihat Elma menangis di bahumu. Jadi aku putuskan untuk menunggu percakapan diantara kalian berdua berakhir,” ungkap Kai dengan jujur.Arash menarik napas sebelum memberi tanggapan. “Aku harap kau bisa membuatnya bahagia, Kai. Elma saat ini betul-betul sangat terpuruk,” katanya dengan suara yang di dalamnya terdapat rasa sakit yang begitu kentara ketika pria itu menepuk pundak Kai. “Kurasa yang paling dibutuhkan E
Arash mampir ke rumah sakit keesokan harinya dan dia mendapati Elma sedang dibantu oleh seorang perawat untuk duduk di ranjangnya. Wanita itu tampak sedikit kesulitan hanya untuk sekadar menjaga posisinya. Seolah seluruh ototnya tidak kuat untuk menopang tubuh. Namun dengan sedikit pengaturan, akhirnya Elma bisa diposisikan duduk dengan bantal sebagai penopang yang diletakan di belakang punggung. Saat dia telah cukup nyaman, Elma lantas melirik dan menatap Arash yang mengunjunginya.Arash tertegun ketika kedua mata mereka saling menatap satu sama lain. Kedua manik indah yang biasanya penuh dengan gairah hidup kini memandang dirinya tanpa perasaan apa-apa. Dia tampak lebih seperti sebuah cangkang kosong tanpa isi yang masih bernapas dan diberi nyawa. Melihat kondisi Elma yang seperti ini sungguh mengiris hatinya. Sungguh… tidak pernah terbayang sedikit pun kalau wanita yang kerap menghabiskan sebagian waktunya dengan perdebatan dan kekeras kepalaan yang lucu sekarang berada disini deng
Elma tergolek lemas di ruang perawatan. Sendirian. Begini pun karena memang permintaannya sendiri. Otaknya terlalu lelah menerima banyak informasi dalam satu waktu, dan lagi semua itu banyak memuat hal-hal yang terlalu menekan dirinya. Jadi, Elma memejamkan matanya sendiri dan mencoba untuk menyelami alam mimpi. Berharap ketika dia terbangun nanti semua hal yang dia alami sekarang hanyalah sekadar mimpi buruk belaka.Sebuah kecelakaan yang merenggut segala hal dari hidupnya. Orangtuanya, dan juga dirinya sendiri. Sekarang, bagaimana bisa Elma melanjutkan hidupnya bila kondisinya jadi begini? Tidak ada lagi yang bisa dia banggakan. Sosok Elma Enderson yang cantik, kaya dan rupawan saat ini telah berubah. Hanya sekadar menjadi wanita beruntung yang berhasil selamat dari maut tetapi harus mempertaruhkan tubuhnya sendiri. Wajahnya rusak karena luka bakar, dan kakinya pun lumpuh. Dunia mungkin sekarang menertawakannya karena dia dahulu terlalu congkak.Rangkaian bunga tulip dalam vas menar
Kai yang berdiri duduk di tepi ranjang hanya bisa terdiam ketika dokter selesai menjelaskan situasi dan kondisi Elma secara menyeluruh. Kai bisa melihat ekspresi wajah Elma yang tampak sangat terkejut, tetapi setelah ditenangkan pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napas dengan air mata yang jatuh membasahi pipi begitu dokter meninggalkan mereka berdua saja.Elma terbaring menatap langit-langit, mengabaikan keberadaan Kai yang sesaat lalu juga ikut mendengarkan penuturan dokter mengenai situasinya. “Kau dengar kata dokter ‘kan, Kai?” Suara Elma terdengar kering dan serak.Kai menganggukan kepala. “Terlepas dari semua itu, semuanya akan segera membaik. Kau akan segera pulih dan sembuh seperti sedia kala,” ujar Kai terdengar sangat optimis.“Bukankah justru situasinya akan lebih baik kalau aku ikut mati saja bersama kedua orangtuaku dari pada menjadi cacat seumur hidup?”“Elma, please… jangan berkecil hati seperti itu. Banyak orang yang tidak ingin kehilanganmu, termasuk aku. Ak
“Elma sekeluarga mengalami kecelakaan lalu lintas.”Gaby langsung terperanjat, kedua matanya membulat. “Bagaimana keadaan mereka?”“Aku tidak tahu, yang pasti mereka di evakuasi ke rumah sakit pusat.”Sylla yang pada saat itu juga mendengarkan percakapan antara Gaby dan Thomy ikut terkejut. Wajahnya menjadi sepucat mayat, dan tubuhnya gemetar hebat. Keinginannya membuat Elma tidak hadir di pesta pernikahan memang terpenuhi, tetapi dia sama sekali tidak mengira bahwa Charles akan melakukan sesuatu yang keji. Lelaki itu betulan tidak peduli akan nyawa orang lain. Bila sampai kejadian ini diusut, dari gelagat Charles saja Sylla bisa menduga bahwa dia akan ikut terseret. Sylla menutup mulutnya dengan kedua tangan.Thomy yang telah lepas dari keterkejutan segera menengahi perkelahian yang tak perlu antara kakaknya dengan Kai. Melerai mereka dengan sebuah kabar buruk yang tentu saja mengejutkan semua orang.“Hentikan perdebatan yang tak penting ini. Aku baru saja mendapat kabar dari polisi,
Elma duduk dengan tenang, membiarkan wajahnya dirias sedemikian rupa oleh sang penata rias yang begitu berkonsentrasi menyapukan produk ke wajah sang pengantin wanita. Sebelumnya mereka sempat terkejut ketika melihat tampilan Elma yang begitu kuyu, berantakan, dengan mata yang sembab. Ketika ditanya alasannya, Elma hanya memberi jawaban bahwa dia tegang dan tidak bisa tidur semalaman. Untungnya alasan itu bisa diterima dan kini seluruh kekurangan yang tampak diwajahnya beberapa saat yang lalu telah diatasi dengan begitu baik. Mereka benar-benar seorang yang professional. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam, tampilan Elma kini sudah begitu segar, dan tentu saja sangat bersinar. Mereka bekerja sangat keras untuk menutupi semuanya. Elma patut mengapresiasi hal itu, terutama ketika mereka berkata bahwa tidak ada yang ingin tampil buruk di acara pernikahannya sendiri. Apalagi ketika ada awak media yang siap mengabadikan moment tersebut.Mya dan Gaby, ada disini bersamanya sebagai sahabat
Elam berjinjit dan bibir mereka saling menyentuh. Kali ini bukan lagi sebuah ciuman yang dipenuhi dengan sensasi elektrik yang membakar gairah seperti sebelumnya. Tetapi lebih saling memberi kenyamanan. Mereka mencoba untuk berpura-pura mengabaikan adanya perpisahan, sehingga menenggelamkan diri dalam kenangan. Dan sialnya ciuman yang dimaksudkan untuk memberi sedikit kepastian malah lebih berasa seperti luka dan putus asa.Kai menyentuh pipi Elma. Jari-jarinya yang dingin bertemu dengan kulit putih susu yang terasa lembut dan hangat. Elma menggigit bibir bawahnya yang bergetar menahan rasa bersalah dan juga pedih di dalam hatinya.“Elma, jadilah milikku.” Entah bagaimana, sebuah kalimat yang semestinya dipenuhi dengan intrik dominasi malah terdengar pilu di telinga wanita itu. Kai yang sekarang tidak seperti Kai yang dulu selalu ingin didengar dan memerintah sesuka hati. Tidak lagi seperti seorang pria penuh misteri yang mengintimidasi. Dia bukan lagi menjadi sosok master yang penuh