Bab 107 "Kamu tidak perlu mengorbankan pekerjaanmu demi mengusut masalahku, karena itu percuma. Angga itu bukan tandingan kita. Buktinya selama ini dia lolos dari jerat hukum, bahkan mengorbankan aku demi menutupi korupsi yang dibuatnya." "Justru karena itu," sahut Ziyad menarik nafas berat. Dia beringsut merapat ke tubuh istrinya, mengusap bahu itu, membawa tubuh Ghina ke dalam pelukannya. "Aku hanya bisa melakukan sebatas ini. Maaf," ucapnya prihatin. Bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipi Ghina yang ia seka dengan ujung pakaiannya yang lusuh. Kalau sekedar terkena kasus korupsi yang tidak pernah dibuatnya, kemudian menghabiskan semua asetnya dan Ziyad, barangkali Ghina masih bisa sabar. Namun dengan di blacklistnya dia dari semua perusahaan perbankan, sungguh sangat memukulnya. Ini sama saja dengan membunuh karirnya. "Tak apa. Aku sudah beruntung bisa memilikimu. Ternyata kamu orang baik." Ghina terisak. "Aku melakukan ini karena kamu adalah ibu dari anakku. Maaf jika sam
Bab 108"Kamu kenapa, Sayang?" Ravin mengurungkan niatnya menatap Rayna yang menggeleng keras."Biarkan aku seperti ini, Hubby. Aku tidak bisa menjelaskan apapun."Sebenarnya Rayna sudah merasakan tanda-tanda ini sejak beberapa hari yang lalu, tatkala menyadari ia sudah terlambat datang bulan. Namun dia tidak mau memberikan harapan palsu pada Ravin, mengingat usia lelaki itu sudah 38 tahun. Dia tidak mau membuat Ravin kecewa seandainya nanti dia terbukti tidak sedang mengandung. Sudah cukup Ravin menerima kenyataan, Arsen bukanlah putranya. Rayna bisa menangkap kekecewaan lelaki itu, Meskipun dia tidak ingin kembali kepada Bella, tapi lelaki itu masih berharap Arsen adalah putranya. Ravin merindukan seorang anak yang akan menjadi penerus Al-Fatih Mart.Perjalanan pagi ini terasa lambat bagi Rayna. Ketika sampai di depan rumah ibunya, Rayna bergegas turun dari mobil. Dia hanya melambaikan tangan kepada Ravin dan lantas berlari kecil masuk ke dalam rumah."Lho, Rayna?!" Nafisa terheran-
Bab 109 "Selvi, tunggu!" Tak memperdulikan protes dari suaminya, Rayna berlari kecil menghampiri sepasang insan beda usia itu. Si laki-lakinya merupakan seorang lelaki dewasa yang cukup mapan, terlihat dari pakaian yang dikenakannya. "Selvi...." Nafas Rayna ngos-ngosan. datanya menatap tajam gadis berparas cukup cantik yang tengah menggandeng mesra lelakinya. "Kak Rayna." Bibirnya bergetar. "Ini siapa, Selvi?" "Buat apa Kakak tahu? Apapun yang kulakukan, sudah bukan urusan Kakak lagi!" Bola matanya mendelik. "Bukan begitu, Selvi. Aku hanya ingin bertanya." Perempuan itu meraih dengan Selvi. Namun Selvi menepisnya dengan kasar. "Untuk apa Kakak bertanya? Kita sudah memiliki kehidupan masing-masing." Selvi melirik lelaki dewasa di sampingnya. "Tapi kalau memang Kakak ingin tahu, aku akan perkenalkan. Kak Rayna, ini Mas Angga, pacarku." "Pacar kamu?" Tiba-tiba Ravin angkat bicara. Dia mengulurkan tangan, menjabat erat tangan lelaki itu, bahkan saking eratnya, jabat tangan mirip
Bab 110) Hanya Sugar Baby"Benar, kan? Aku hanya ingin bilang kenyataan yang sebenarnya kepada Kakak. Mana mungkinlah Kakak masih mau sama kak Ziyad, wong kak Ravin orangnya kaya raya. Baru jadi selingkuhan aja udah ngasih apartemen." Selvi meraih tangan Rayna, mencengkram tangan mulus itu kuat-kuat hingga membuat Rayna meringis lirih."Kulit tangan Kak Rayna semakin halus saja ya? Pasti perawatannya mahal. Apalagi nggak pernah di pakai untuk memasak dan mencuci pakaian orang seisi rumah." Selvi tertawa sinis. Dia teringat dengan gajinya di butik yang hanya cukup untuk makan dan bayar kos. Beruntung sudah seminggu ini Angga mengajaknya tinggal di apartemen, sehingga dia pun bisa merasakan hidup yang lebih layak. Angga juga memenuhi semua kebutuhan pribadinya. Bahkan selalu rutin mentransfer sejumlah uang setelah mereka selesai melakukan olahraga di tempat tidur.Sebenarnya Selvi ingin mengajak ibunya untuk kembali ke ibukota dan tinggal bersamanya, tetapi Angga menolak dengan alasan m
Bab 111"Ini hanya salah paham kecil. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini. Urusan kamu dengan Angga sudah selesai, bukan?" Rayna melirik semburat keunguan di pipi lelaki dewasa yang kini merangkul bahu Selvi.Rayna sengaja buru-buru menyeret lengan Ravin membawanya pergi menuju mobil mereka. Dia tak ingin Ravin bertambah marah. Keduanya pergi tanpa menoleh. Ravin membawa mobilnya, tancap gas meninggalkan halaman restoran, menghilang dari pandangan Selvi dan Angga."Astaga.... Sayang, kamu kenapa?" Saking gemetarnya berhadapan dengan Ravin, Selvi tidak menyadari semburat keunguan yang ada di pipi Angga. Selvi mengusap pipi kekasihnya dengan lembut. Angga meringis. Rasa perihnya kian menjadi."Sebaiknya kita juga pergi dari sini, Sayang. Aku tidak mau penampilanku menjadi perhatian orang-orang." Angga mengedarkan pandangannya menyusuri sekeliling tempat itu."Bahkan kita belum makan malam, Mas." protes Selvi. Perutnya sudah berdemo sejak tadi. "Kita bisa order makanan setela
Bab 112"Hanya sedikit kaget, tidak menyangka Selvi menjadi seperti itu." Rayna memejamkan mata sembari menggenggam tangan sang suami. "Apakah perlu kita memberitahu Ziyad?""Menurutmu apakah perlu?" Ravin balik bertanya. Dia duduk di lantai dengan wajah menghadap sang istri, menatap lekat wajah cantik ini. Ravin melepas jilbab yang dikenakan Rayna dengan hati-hati, menggeraikan rambutnya, mencium helaian hitam dan panjang itu dengan sepenuh perasaan cinta."Aku tidak tahu, Hubby. Izinmu adalah segalanya. Aku tidak akan bergerak tanpa persetujuanmu, apalagi ini menyangkut Ziyad," jawabnya diplomatis."Kupikir semuanya sudah terlambat. Selvi pasti sudah dirusak oleh Angga. Kamu lihat sendiri, kan sampai segitunya Selvi bergantung kepada Angga?""Itu yang sangat aku takutkan Ravin. Meskipun dia sudah rusak, setidaknya kita masih bisa membuatnya tidak semakin terjerumus ke dalam pengaruh Angga.""Itu sangat sulit kita lakukan, Sayang. Mengubah cara pikir seseorang. Aku bisa saja memaksa
Bab 113Membayangkan adiknya digagahi tanpa hubungan pernikahan, ingin rasanya ia membunuh Angga. Selama ini ia cukup bersabar dengan apa yang lelaki itu lakukan kepadanya dan Ghina."Aku harus melakukan sesuatu. Ini tidak bisa dibiarkan. Angga sudah keterlaluan!" Lelaki itu mengepalkan tangan, bangkit dari pembaringan dan mengambil ponselnya.Setelah mengirimkan pesan balasan untuk Rayna, lelaki itu berdiri, berganti pakaian kemudian keluar dari kamar"Kamu mau ke mana, Ziyad? Ini sudah hampir tengah malam. Bahaya buat kamu," cegah Ghina."Aku harus menyelesaikan persoalan ini, Ghina. Aku tidak bisa membiarkan adikku terjerumus lebih dalam," sahut Ziyad murka. Mata lelaki itu memerah."Jangan pernah berurusan dengan Angga. Atau kita akan kehilangan semuanya!" Perempuan itu berteriak. Dia menahan tubuh lelaki itu dengan memegang erat lengannya."Aku tidak peduli, Ghina. Adikku adalah kehormatanku. Aku bisa mengerti dengan semua masa lalumu, tapi tidak dengan Selvi. Ini kasusnya beda.
Bab 114"Tapi apa yang bisa aku lakukan, Selvi?" Nada suara Angga terdengar memelas. "Dia kakakmu dan mempunyai tanggung jawab atas dirimu. Jika memang dia tidak merestui kita, aku bisa apa?" Angga melirik Ziyad sekilas sembari menyeringai.Ingin rasanya Ziyad meludah dengan senyum menjijikkan musuh bebuyutannya. Seolah lelaki itu mengejek kegagalannya dalam menjaga sang adik."Kak Ziyad pasti merestui kita. Bener, kan, Kak?" Selvi merengek, menatap Ziyad masih dengan wajah penuh air mata.Ziyad menggeleng tegas. "Selvi, segera kemasi barang-barangmu dan berpakaianlah. Sekarang kamu ikut Kakak.""Tidak mau! Aku ingin tinggal di sini. Ini adalah apartemenku. Kakak tidak berhak mencampuri urusan pribadiku. Aku tidak mau putus dari Mas Angga!" Selvi mengangkat tangannya memberi isyarat penolakan."Sadarlah, Selvi. Angga itu hanya memperalatmu. Kamu itu cuma dijadikan sebagai partner ranjangnya!" Ziyad teramat gemas dengan kekeras kepalaan adiknya. Selvi benar-benar naif."Kami saling me
Bab 139 "Jodoh itu ibarat cerminan diri. Di detik ini aku baru sadar, aku memang tidak pantas untukmu. Kamu memang pantas untuk bersanding dengan Ravin," gumam Ziyad. Matanya tak lepas dari layar ponsel yang menayangkan adegan demi adegan kegiatan Rayna bersama Al-Fatih Mart Foundation. Perempuan muda itu nampak begitu tulus menyalami para orang tua di salah satu panti jompo yang ia kunjungi. Meskipun tak pernah ada lagi kontak dengan Rayna, tetapi lelaki itu senantiasa mengikuti perkembangan Rayna melalui akun media sosial Al-Fatih Mart yang ia follow. Ya, hanya itu jalan satu-satunya untuk mengetahui perkembangan dari perempuan yang bahkan sampai kini masih tetap dia cintai. Semua akses sudah tertutup. Rayna sudah menikah dengan Ravin, bahkan kini memiliki anak, Akalanka Mirza Zahair Narendra. Tak ada gunanya ia terus berharap. Mencintai dalam diam. Itu yang ia lakukan sekarang. Ziyad tersenyum kecut. Biarlah semua orang menganggapnya bodoh. Tapi hanya itu yang tersisa dari sosok
Bab 138 "Selamat, Tuan. Anaknya laki-laki, sehat, tak kurang suatu apapun dan ganteng seperti daddynya," canda dokter Viona. Dia sendiri yang menyerahkan langsung bayi mungil di dalam bedongan itu kepada Ravin. "Terima kasih, Dok." Ini jelas sebuah keajaiban bagi Ravin. Bisa menggendong bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri merupakan mimpinya sejak lama dan kini menjadi kenyataan. Ravin melangkah menghampiri sang istri yang terbaring lemah di ranjang. Wanita itu mengulas senyum termanis. "Ini putra kita, Sayang," ujarnya sembari duduk di kursi dekat ranjang. Matanya menatap wajah mungil itu lekat-lekat. "Tentu saja. Terima kasih sudah menyambut kehadirannya." "Apa yang kau katakan, Sayang?!" Refleks tangannya terulur menutup mulut Rayna. "Kehadirannya sudah lama kutunggu dan hari ini aku sangat bahagia karena sekarang aku memiliki seorang pewaris. Pewaris Al-Fatih Mart yang sekarang tumbuh dan berkembang semakin besar, melebarkan sayap sampai ke negeri tetangga," ujarnya
Bab 137 "Bukan, Sayang. Lagi pula aku sudah memutuskan untuk tidak lagi memantau mereka. Dean dan Roy akan ditarik sebagai pengawal pribadiku, menggantikan Adam dan Damian yang telah resmi menjadi pengawal pribadimu mulai hari ini." "Kenapa bisa begitu?" Rayna tersentak. "Karena kita sudah punya kehidupan masing-masing. Ada banyak hal yang lebih penting untuk kita perhatikan, Sayang. Jadi mulai hari ini stop! Ziyad dan keluarganya kita keluarkan dari tema pembicaraan kita sehari-hari. Are you oke?" tegas Ravin. Tangannya terulur menangkup wajah perempuan itu, mendongakkannya, lalu mendekatkan wajahnya sendiri, mengecup bibir ranum itu dengan lembut. Rayna menggeliat. Tubuhnya menghangat seketika. "Berjanjilah untuk move on dari cinta dan suami pertamamu itu, Sayang. Seperti aku juga yang move on dari istri pertamaku," lirih lelaki itu. Rayna menatap pemilik wajah dengan rahang yang tegas itu dalam-dalam. Ada kesungguhan dan ketulusan di sana. Ravin benar. Setelah selesai soal kem
Bab 136Perempuan muda itu menoleh. "Kak Rayna!" Suaranya bergetar.Rayna menubruk gadis itu, memeluknya dengan erat, meskipun beberapa detik kemudian menyadari saat mereka berpelukan, ada yang mengganjal. Bukan cuma perutnya, tetapi juga perut Selvi."Selvi, kamu sedang hamil?" Tanpa sadar tangan perempuan itu mengusap perut besar milik Selvi.Gadis itu mengangguk. "Seperti yang Kakak lihat," sahutnya getir"Kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu terasa begitu konyol. Otaknya berusaha keras mengingat-ingat. Dia dan Ravin memang memantau Ziyad dan Selvi, meskipun tentu tidak bisa 100%. Sampai sejauh ini suaminya tidak pernah menceritakan soal Selvi. Setiap kali ditanya, Ravin selalu bilang Selvi dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi nyatanya....Laila berinisiatif untuk membawa Selvi, Rayna dan Vania masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan bangunan itu."Ini anak Angga?" Rayna kembali mengusap perut besar Selvi dengan lembut saat mereka sudah duduk di sofa."Iya, Kak." Butir-butir beni
Bab 135"Terima kasih, Sayang. Kamu adalah istriku dan ratuku. Kamu tidak perlu merubah apapun dari dirimu. Semua yang ada pada dirimu sudah sempurna. Aku juga tidak menuntutmu terlibat penuh dalam kegiatan di perusahaan, kalau memang kamu tidak menginginkannya. Cukuplah kamu mendampingiku, setia padaku, karena aku benci dengan yang namanya penghianatan." Ravin menghela nafas berat.Antara Bella dan Rayna sungguh berbeda dan Ravin menerima Rayna mutlak apa adanya. Dia hanya menginginkan kesetiaan, setelah apa yang Bella torehkan kepadanya. Buat apa memiliki istri cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, tetapi punya kebiasaan memelihara pria pemuas hasrat? Ini sangat menjijikan!Keduanya menikmati waktu beberapa saat di taman sebelum akhirnya bangkit. Ravin memeluk pinggang istrinya posesif. Namun baru beberapa langkah keduanya mengayunkan kaki, mendadak ponsel Ravin berdering"Panggilan video dari Axel," cicit Rayna. Sepasang suami istri itu berpandangan."Angkat saja, Hubby. Siapa tahu
Bab 134 "Istrimu?!" Perempuan yang hanya mengenakan dress di atas lutut tanpa lengan itu mengibaskan rambutnya. "Apakah aku tidak salah dengar? Apakah ini benar-benar istrimu?" Dia menunjuk Rayna dengan ekspresi keheranan. Matanya tak lepas mengamati penampilan Rayna yang mengenakan gamis dengan jilbab yang menutupi kepala sampai tonjolan di dadanya. Memang, pakaian yang dikenakan oleh Rayna berharga cukup mahal dan model kekinian. Namun di mata Chintya, gaya berpakaian Rayna seperti orang udik, kampungan! "Lho, memangnya kenapa, Chintya?" Ravin menatap Chintya dengan pandangan tak suka. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya heran dengan seleramu. Kamu terlihat sangat berubah, Ravin. Aku pikir setelah kamu menceraikan Bella, kamu akan mencari wanita yang jauh lebih baik dari mantan istrimu itu." Chintya mencoba menutupi keterkejutannya dengan tertawa kecil. "Dan Rayna adalah wanita yang jauh lebih baik dari Bella," ujar Ravin sinis. Sekalian saja dia menumpahkan isi hatinya, mampung bert
Bab 133"Oh, ya? Benarkah?" Sepasang mata indah itu berbinar-binar menatap tudung saji yang teramat besar menutupi seluruh hidangan di atas meja makan."Benar sekali, Nyonya. Hari ini saya memasak makanan yang merupakan kekayaan kuliner kami orang Melayu." Chef Ehsan melambaikan tangan kepada dua orang wanita berseragam pelayan yang berdiri di sudut ruangan. Mereka bergegas menghampiri, lalu membuka tudung saji."Inilah nasi lemak khas Malaysia," ujar chef Ehsan bangga."Wow...! Ini sangat keren. Terima kasih, Chef. Kamu memang juru masak yang hebat!" puji Rayna."Terima kasih atas pujian Nyonya. Itu memang sudah tugas saya sebagai chef pribadi keluarga Narendra, sekaligus senior chef di sebuah restoran masakan khas Melayu yang dimiliki oleh keluarga Narendra," sahut chef Ehsan sopan."Keluargamu juga memiliki restoran di sini, Hubby?" Perempuan itu sangat terkejut. Dia menoleh kepada sang suami."Kurang lebihnya seperti itu, Sayang. Daddy Elvan memang menjadi investor terbesar di sal
Bab 132Dari sebuah bandara kecil yang intensitas penerbangannya tidak terlalu padat, Ravin dan Rayna bertolak ke Kuala lumpur. Rayna yang baru pertama kali menaiki pesawat pribadi terkagum-kagum dengan interior yang dimiliki oleh pesawat pribadi keluarga Narendra. Sungguh sangat mewah. Seumur hidupnya ia tidak pernah menyaksikan ada pesawat yang di dalamnya didesain mirip sebuah rumah."Ini adalah milikmu juga. Kamu bebas menggunakan pesawat ini kemanapun kamu akan bepergian. Kapten Ivan akan senang hati mengantarmu. Beliau adalah seorang pilot dengan jam terbang yang sangat tinggi." Ravin seolah bisa membaca keminderan dari diri wanita itu."Memangnya aku mau kemana?" Rayna tertawa kecil. "Ini adalah pertama kali aku pergi ke luar negeri dan itu pun bersamamu Hubby....""Kasihan," goda Ravin mencubit hidung bangir istrinya. Mereka tengah berbaring di pembaringan. Ravin memeluk Rayna sembari mengelus perut wanita itu. Terasa olehnya permukaannya yang tak lagi rata. Untuk sesaat hat
Bab 131 Tangan Selvi terulur mengelus pipi tirus perempuan tua itu. Tak ada rasa hangat sedikitpun dari wajah yang disentuhnya. Tak ada kehidupan. Wajah itu dingin dan beku. Selvi menjerit keras. Tubuhnya seketika lemas tiada berdaya. Namun sebelum tubuh itu terkapar di lantai ruangan, sepasang tangan besar menangkap Selvi, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Mama sudah tiada." Ziyad berulang kali membisikkan kata-kata itu ke telinga Selvi, meskipun matanya memanas menahan tangisnya. Bagaimanapun ibunya adalah surganya. Ziyad menggendong Selvi keluar dari ruangan itu. Dia membiarkan jenazah ibunya langsung diurus oleh para petugas di rumah sakit. Di ibukota ini ia tidak memiliki siapapun, kecuali bude Darsinah. Fokusnya sekarang adalah menenangkan Selvi yang mengalami shock berat. Saudara ibunya itu datang ke rumah sakit ini bersama keluarganya satu jam kemudian, saat jenazah ibunya sudah siap untuk di shalatkan. Mereka memutuskan untuk menyalatkan jenazah Widya di mushala de