Maaf teman-teman, baru bisa update lagi. Doakan ya, semoga author bisa update setiap hari. Amin..
Bab 108"Kamu kenapa, Sayang?" Ravin mengurungkan niatnya menatap Rayna yang menggeleng keras."Biarkan aku seperti ini, Hubby. Aku tidak bisa menjelaskan apapun."Sebenarnya Rayna sudah merasakan tanda-tanda ini sejak beberapa hari yang lalu, tatkala menyadari ia sudah terlambat datang bulan. Namun dia tidak mau memberikan harapan palsu pada Ravin, mengingat usia lelaki itu sudah 38 tahun. Dia tidak mau membuat Ravin kecewa seandainya nanti dia terbukti tidak sedang mengandung. Sudah cukup Ravin menerima kenyataan, Arsen bukanlah putranya. Rayna bisa menangkap kekecewaan lelaki itu, Meskipun dia tidak ingin kembali kepada Bella, tapi lelaki itu masih berharap Arsen adalah putranya. Ravin merindukan seorang anak yang akan menjadi penerus Al-Fatih Mart.Perjalanan pagi ini terasa lambat bagi Rayna. Ketika sampai di depan rumah ibunya, Rayna bergegas turun dari mobil. Dia hanya melambaikan tangan kepada Ravin dan lantas berlari kecil masuk ke dalam rumah."Lho, Rayna?!" Nafisa terheran-
Bab 109 "Selvi, tunggu!" Tak memperdulikan protes dari suaminya, Rayna berlari kecil menghampiri sepasang insan beda usia itu. Si laki-lakinya merupakan seorang lelaki dewasa yang cukup mapan, terlihat dari pakaian yang dikenakannya. "Selvi...." Nafas Rayna ngos-ngosan. datanya menatap tajam gadis berparas cukup cantik yang tengah menggandeng mesra lelakinya. "Kak Rayna." Bibirnya bergetar. "Ini siapa, Selvi?" "Buat apa Kakak tahu? Apapun yang kulakukan, sudah bukan urusan Kakak lagi!" Bola matanya mendelik. "Bukan begitu, Selvi. Aku hanya ingin bertanya." Perempuan itu meraih dengan Selvi. Namun Selvi menepisnya dengan kasar. "Untuk apa Kakak bertanya? Kita sudah memiliki kehidupan masing-masing." Selvi melirik lelaki dewasa di sampingnya. "Tapi kalau memang Kakak ingin tahu, aku akan perkenalkan. Kak Rayna, ini Mas Angga, pacarku." "Pacar kamu?" Tiba-tiba Ravin angkat bicara. Dia mengulurkan tangan, menjabat erat tangan lelaki itu, bahkan saking eratnya, jabat tangan mirip
Bab 110) Hanya Sugar Baby"Benar, kan? Aku hanya ingin bilang kenyataan yang sebenarnya kepada Kakak. Mana mungkinlah Kakak masih mau sama kak Ziyad, wong kak Ravin orangnya kaya raya. Baru jadi selingkuhan aja udah ngasih apartemen." Selvi meraih tangan Rayna, mencengkram tangan mulus itu kuat-kuat hingga membuat Rayna meringis lirih."Kulit tangan Kak Rayna semakin halus saja ya? Pasti perawatannya mahal. Apalagi nggak pernah di pakai untuk memasak dan mencuci pakaian orang seisi rumah." Selvi tertawa sinis. Dia teringat dengan gajinya di butik yang hanya cukup untuk makan dan bayar kos. Beruntung sudah seminggu ini Angga mengajaknya tinggal di apartemen, sehingga dia pun bisa merasakan hidup yang lebih layak. Angga juga memenuhi semua kebutuhan pribadinya. Bahkan selalu rutin mentransfer sejumlah uang setelah mereka selesai melakukan olahraga di tempat tidur.Sebenarnya Selvi ingin mengajak ibunya untuk kembali ke ibukota dan tinggal bersamanya, tetapi Angga menolak dengan alasan m
Bab 111"Ini hanya salah paham kecil. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini. Urusan kamu dengan Angga sudah selesai, bukan?" Rayna melirik semburat keunguan di pipi lelaki dewasa yang kini merangkul bahu Selvi.Rayna sengaja buru-buru menyeret lengan Ravin membawanya pergi menuju mobil mereka. Dia tak ingin Ravin bertambah marah. Keduanya pergi tanpa menoleh. Ravin membawa mobilnya, tancap gas meninggalkan halaman restoran, menghilang dari pandangan Selvi dan Angga."Astaga.... Sayang, kamu kenapa?" Saking gemetarnya berhadapan dengan Ravin, Selvi tidak menyadari semburat keunguan yang ada di pipi Angga. Selvi mengusap pipi kekasihnya dengan lembut. Angga meringis. Rasa perihnya kian menjadi."Sebaiknya kita juga pergi dari sini, Sayang. Aku tidak mau penampilanku menjadi perhatian orang-orang." Angga mengedarkan pandangannya menyusuri sekeliling tempat itu."Bahkan kita belum makan malam, Mas." protes Selvi. Perutnya sudah berdemo sejak tadi. "Kita bisa order makanan setela
Bab 112"Hanya sedikit kaget, tidak menyangka Selvi menjadi seperti itu." Rayna memejamkan mata sembari menggenggam tangan sang suami. "Apakah perlu kita memberitahu Ziyad?""Menurutmu apakah perlu?" Ravin balik bertanya. Dia duduk di lantai dengan wajah menghadap sang istri, menatap lekat wajah cantik ini. Ravin melepas jilbab yang dikenakan Rayna dengan hati-hati, menggeraikan rambutnya, mencium helaian hitam dan panjang itu dengan sepenuh perasaan cinta."Aku tidak tahu, Hubby. Izinmu adalah segalanya. Aku tidak akan bergerak tanpa persetujuanmu, apalagi ini menyangkut Ziyad," jawabnya diplomatis."Kupikir semuanya sudah terlambat. Selvi pasti sudah dirusak oleh Angga. Kamu lihat sendiri, kan sampai segitunya Selvi bergantung kepada Angga?""Itu yang sangat aku takutkan Ravin. Meskipun dia sudah rusak, setidaknya kita masih bisa membuatnya tidak semakin terjerumus ke dalam pengaruh Angga.""Itu sangat sulit kita lakukan, Sayang. Mengubah cara pikir seseorang. Aku bisa saja memaksa
Bab 113Membayangkan adiknya digagahi tanpa hubungan pernikahan, ingin rasanya ia membunuh Angga. Selama ini ia cukup bersabar dengan apa yang lelaki itu lakukan kepadanya dan Ghina."Aku harus melakukan sesuatu. Ini tidak bisa dibiarkan. Angga sudah keterlaluan!" Lelaki itu mengepalkan tangan, bangkit dari pembaringan dan mengambil ponselnya.Setelah mengirimkan pesan balasan untuk Rayna, lelaki itu berdiri, berganti pakaian kemudian keluar dari kamar"Kamu mau ke mana, Ziyad? Ini sudah hampir tengah malam. Bahaya buat kamu," cegah Ghina."Aku harus menyelesaikan persoalan ini, Ghina. Aku tidak bisa membiarkan adikku terjerumus lebih dalam," sahut Ziyad murka. Mata lelaki itu memerah."Jangan pernah berurusan dengan Angga. Atau kita akan kehilangan semuanya!" Perempuan itu berteriak. Dia menahan tubuh lelaki itu dengan memegang erat lengannya."Aku tidak peduli, Ghina. Adikku adalah kehormatanku. Aku bisa mengerti dengan semua masa lalumu, tapi tidak dengan Selvi. Ini kasusnya beda.
Bab 114"Tapi apa yang bisa aku lakukan, Selvi?" Nada suara Angga terdengar memelas. "Dia kakakmu dan mempunyai tanggung jawab atas dirimu. Jika memang dia tidak merestui kita, aku bisa apa?" Angga melirik Ziyad sekilas sembari menyeringai.Ingin rasanya Ziyad meludah dengan senyum menjijikkan musuh bebuyutannya. Seolah lelaki itu mengejek kegagalannya dalam menjaga sang adik."Kak Ziyad pasti merestui kita. Bener, kan, Kak?" Selvi merengek, menatap Ziyad masih dengan wajah penuh air mata.Ziyad menggeleng tegas. "Selvi, segera kemasi barang-barangmu dan berpakaianlah. Sekarang kamu ikut Kakak.""Tidak mau! Aku ingin tinggal di sini. Ini adalah apartemenku. Kakak tidak berhak mencampuri urusan pribadiku. Aku tidak mau putus dari Mas Angga!" Selvi mengangkat tangannya memberi isyarat penolakan."Sadarlah, Selvi. Angga itu hanya memperalatmu. Kamu itu cuma dijadikan sebagai partner ranjangnya!" Ziyad teramat gemas dengan kekeras kepalaan adiknya. Selvi benar-benar naif."Kami saling me
Bab 115 "Lia, mau apa lagi dia?" Lelaki itu menatap nanar layar ponselnya. Namun jemarinya tetap menyentuh icon telepon berwarna hijau. "Ada apa lagi, Lia?" Lelaki itu mendengus. "Mas pulanglah. Renata sakit...." "Kamu bisa, kan membawanya ke rumah sakit sendiri, tidak usah menungguku?" Angga memotong ucapan istrinya. Dia sangat muak dengan cara murahan sang istri dalam meminta perhatiannya. "Jangan pernah mengganggu kesenanganku, Lia. Anak-anak adalah tugasmu. Bukankah kamu yang meminta kehadirannya waktu itu? Aku hanya mengabulkan keinginanmu," cerocos Angga seolah tak perduli jika di sebelah sana terdengar suara isakan. "Mas, apa bisa kita perbaiki dari awal lagi? Aku akan berusaha lebih keras untuk menjadi istri yang baik untukmu. Hentikan semua petualanganmu, Mas!" Suara isakan Lia terdengar menyayat hati. "Aku hanya mengimbangi petualanganmu, Lia. Kamu pikir aku tidak tahu apa yang sering kali kamu lakukan dengan lelaki itu? Kau pikir mataku buta? Kamu seringkali bertemu