Aku berlari di tengah keramaian orang-orang yang sedang berjalan. Pagi-pagi begini orang-orang sudah sibuk untuk memulai hari mereka dengan harapan di hati mereka hari ini lebih baik daripada hari kemarin.
Aku melihat jam di ponselku sambil terus berlari dan melihat bus yang pintunya sudah mulai menutup dan akan pergi. Aku harus menaiki bus itu sekarang jika tidak ingin terlambat. Jadi, aku menambah kecepatan berlariku.
“Pak tunggu Pak!” Aku berteriak mencoba menghentikan bus itu.
Aku berlari dengan kecepatan penuh mengejar bus yang seperkian detik yang lalu sudah meninggalkanku yang belum naik. Padahal, hari ini adalah hari penting bisa-bisanya semalam aku begadang dan makan mie instan dengan temanku hingga telat begini.
Brug
Bodoh, sudah telat begini aku menabrak seseorang. Aku terkejut melihat kardus-kardus yang berserakan dan segera mengambilnya.
“Maaf Pak maaf.”
Aku berjongkok mengambil kardus itu. Namun, mataku masih melihat gelisah ke arah bus yang sedang menungguku masuk.
“Gapapa neng, pergi aja! ini Bapak aja yang beresin.” Bapak itu sepertinya menyadari aku sudah terlambat. Aku tersenyum lega dan berulang kali mengucapkan terima kasih dan maaf pada Bapak itu lalu segera mengambil ponselku yang terjatuh dan berlari menuju bus.
Hari ini aku bertemu orang baik yang tidak terduga. Aku sempat menoleh pada Bapak itu dan memastikan dia sudah mengambil semua kardusnya, Bapak itu masih memunguti kardusnya. aku yang melihatnya merasa bersalah.
...
Suasana sekitar terlihat seperti sebuah cafe dengan interior modern. Seorang pria paruh baya menghampiri seorang pria yang tengah sibuk membuat kopi, pria paruh baya itu memberikan sebuah ponsel padanya.
“Makasih mas hapenya, saya jadi ga tersesat ke pabriknya. Teknologi jaman sekarang emang mantap pisan.”
Pria itu menoleh, hanya tersenyum tipis dan mengambil ponselnya.
Pria itu hendak melanjutkan kembali kegiatan membuat kopi tapi Bapak itu masih belum beranjak pergi seperti ingin mengatakan sesuatu.
“Kenapa Pak?”
“Anu... itu... tadi ada yang nelpon dari kantor Polisi,“ ujar bapak itu ragu-ragu. Pria itu hanya menatap bapak itu dengan ekspresi datar dan dengan santainya menjawab,
“Apa dia menelepon sambil berteriak 'heh pembunuh brengsek?' "
Bapak itu tertegun, terkejut karena bagaimana pria ini bisa tahu persis apa yang dikatakan Pak Polisi. Selanjutnya pria itu hanya tersenyum “Gapapa pak, itu sahabat saya kita lagi maen polisi polisian.”
Bapak itu tidak mengatakan apapun dan menatap aneh pada pria di depannya ini, dia segera pergi meninggalkan cafe. Sedangkan pria itu ekspresinya berubah menjadi datar. Dia melihat ponselnya dan melihat layar kunci dengan gambar rumah pohon, pria itu menghela napas.
“Ini bukan ponselku.”
...
Aku terkejut melihat siapa pria yang tengah berdiri di depanku, dia hanya menatapku dengan tatapan yang sulit dimengerti.
“Tidak akan memperkenalkan diri?” Ujar pria itu.
Aku masih terdiam menatapnya hingga seperkian detik.
“Atau tidak perlu karena kita sudah saling kenal?” Dia sedikit memiringkan kepalanya.
Aku tersadar dari lamunanku dan segera mengulurkan tangan memberi salam.
“Selamat siang Pak, saya Kirei Olivia. Mulai hari ini saya menjadi penerjemah di perusahaan ini,” salamku dengan tersenyum canggung.
Dia mengulurkan tangannya dan membalas jabatan tanganku lalu berkata “Baiklah, kedepannya mohon bantuannya."
Aku mengangguk masih dengan senyuman canggung, dia tidak melepaskan tanganku dan menatapku. Aku berdehem pelan dia akhirnya melepaskan tanganku. Dia berjalan dan duduk di meja kerjanya.
Aku tersenyum getir ternyata aku satu ruangan dengan pria ini. Iya pria ini, pria yang sudah membuat hidupku berantakan, pria yang bahkan tidak aku rindukan, pria yang bahkan aku berjanji pada diriku sendiri jika aku bertemu dengannya sekali lagi aku akan membunuhnya.
Sepertinya memang benar karma itu nyata. Aku selalu mengutuknya dalam hatiku. Sekarang dirinya, pria itu menjadi atasanku di perusahaan baruku.
Perusahaan yang selalu aku impikan untuk bisa bekerja disini. Aku sudah tiga kali gagal masuk perusahaan ini hingga akhirnya aku di terima di percobaan keempat, siapa yang mengira ternyata atasanku adalah si brengsek ini.
...
Kirei gadis berambut hitam pekat sebahu, dengan kulit putih pucat itu menenggelamkan wajahnya di meja. Dia terdengar menghela napas dan sesekali menggelengkan kepala. Dia tiba-tiba menegakan badannya dan berseru.
“Apa aku keluar saja? Benar aku keluar saja besok, aku akan memberikan surat pengunduran diri.”
Seorang gadis yang tengah memakan ayam goreng di depannya itu menatap Kirei datar.
“Bagaimana dengan hutangmu? Tunggakan kost kita? Uang untuk kakakmu?” Ujarnya membuat Kirei lagi-lagi menghela napas dan menenggelamkan kepalanya lagi di atas meja.
Rasanya dia ingin menenggelamkan diri di laut sekarang. Dengan semua beban hidup yang harus dia tanggung, bekerja dengan orang yang dia benci dan dia kutuk setiap hari apalagi bekerja di ruangan yang sama hanya berdua.
Dia melupakan 3 hari yang lalu dimana dia sangat bahagia dapat diterima di perusahaan impiannya menjadi penerjemah perusahaan barang import Indonesia-Korea. Kirei yang terkenal pelit dan hemat dengan uang bahkan mentraktir teman-temannya.
“Tapi bukankah itu takdir? Kalian sudah berapa tahun tidak bertemu? 7 tahun?”
Kirei duduk tegak, dia terdiam sebelum akhirnya menjawab dengan getir “7 tahun 8 bulan 17 hari.”
Temannya yang sedari tadi sibuk memakan ayam goreng itu juga ikut terdiam dia merasa bersalah dengan menyinggung soal hari itu, hari dimana kehidupan teman di depannya itu berubah total.
Flashback
“Aku tidak mau berteman denganmu lagi. Aku menganggapmu sebagai pria, aku menyukaimu. Maukah kamu jadi pacarku?”
Seorang gadis dengan rambut pendek sebahu tengah menundukan kepalanya dan mengulurkan sebuah cokelat. Ia memberikan cokelat itu kepada seorang lelaki di depannya. Mereka terlihat memakai baju seragam sekolah yang sama. Mendengar pengakuan gadis di depannya, lelaki itu terkejut dia akan membuka mulutnya.
"Kalau kamu tidak mau jadi pacarku, kita tidak bisa berteman lagi," sela gadis itu sebelum lelaki itu menjawab pengakuannya.
Hening beberapa saat, gadis yang tengah menundukan kepala itu memberanikan diri untuk menatap lelaki di depannya dia terpesona melihat pemandangan di depannya. tapi, melihat ekspresi si lelaki gadis itu tidak bisa mengerti.
Nyalinya mendadak menciut takut dirinya ditolak oleh lelaki yang sangat dia sukai sekaligus adalah teman berharganya ini. Mereka sudah berteman hampir 2 tahun, ternyata si gadis memendam perasaan suka pada si lelaki.
“Baiklah. Ayo pacaran Kirei," ujar si lelaki kemudian. Gadis yang ternyata adalah Kirei itu menganga tidak percaya dengan apa yang dia dengar lalu seperkian detik kemudian Kirei memeluk lelaki di depannya.
“Terima kasih Faisal, aku pikir kamu akan menolakku. Terima kasih.”
Setelah hari pengakuan itu Kirei dan Faisal menjadi sepasang kekasih bukan sepasang teman lagi, mereka menjalani hari dengan bahagia setidaknya itulah yang dipikirkan Kirei hingga saat hubungan mereka terjalin hingga 8 bulan. Kirei merasa Faisal sedikit berubah, dia jarang sekali membalas pesan Kirei, mereka juga sudah jarang sekali berkencan.
Mereka berdua sudah kelas 3 tingkat akhir sekarang, Kirei masih memaklumi dengan sikap cuek Faisal mungkin karena dirinya ingin fokus untuk belajar agar diterima di universitas terbaik. Sebenarnya Kirei adalah salah satu siswa terbaik di sekolah jadi dia tidak terlalu memperdulikan tentang belajar karena belajar sangat mudah menurut Kirei, tetapi berbeda dengan Faisal yang setiap hari dituntut oleh orang tuanya untuk bisa masuk universitas bergengsi.
Hari itu Kirei meminta bertemu Faisal karena sudah hampir 2 minggu Faisal menghindarinya, mengabaikan semua pesan dan telepon Kirei.
Di sinilah mereka berdua, di taman sekolah tempat Kirei mengungkapkan perasaannya 8 bulan yang lalu.
"Apa yang terjadi? Mengapa menghindariku?" tanya Kirei.
Faisal menghela napasnya "Aku sibuk belajar," jawabnya pelan. Terlihat jelas wajah tidak nyaman Faisal. "Aku bisa membantumu belajar. Ayo kita belajar bersama dan masuk universitas yang sama." Kirei mendekatkan diri tapi Faisal berjalan mundur.
"Kita putus saja, kita berteman seperti dulu." Faisal berhenti mundur dan menatap Kirei.
Kirei terkejut mendengarnya, dia terdiam sebelum akhirnya menjawab “Aku tidak bisa berteman denganmu, aku mencintaimu. kalau kamu ingin putus kita tidak bisa berteman lagi,” ujar Kirei balik menatap Faisal. Faisal hanya menghela napas.
“Walaupun begitu aku tetap ingin putus.” Mendengar itu Kirei hanya bisa terdiam, tenggorokannya tercekat.
“Walaupun kita tidak bisa bertemu lagi?” tanya Kirei memastikan, Faisal mengangguk perlahan.
“Apa kau menyukaiku? Apa kau pernah menyukaiku?” tanya Kirei lagi, Ia mengigit bibir sendiri menahan tangis.
Faisal terdiam menatap Kirei sebelum akhirnya menjawab “Aku tidak pernah tidak menyukaimu. Aku menyukaimu sebagai teman.” Kirei tidak bisa menahan tangisnya, dia membalikan badan dan berlari menjauhi Faisal.
Flashback end
“Eh, tapi bagaimana reaksi dia saat tahu kalian bertemu lagi?” tanya Jessica penasaran.
Kirei menatap sahabatnya itu dan mengangkat bahunya pelan “Dia biasa saja, tidak mengatakan apapun seperti tidak mengenal. Kita saling tidak membahas masa lalu hanya membahas pekerjaan.”
“Benar kau harus keluar dari perusahaan itu, kau tidak boleh berhubungan dengan brengsek seperti dia. Bagaimana bisa dia hampir 8 tahun tidak mengunjungimu sama sekali? Mustahil dia tidak tahu dengan apa yang telah terjadi hari itu setelah dia mencampakanmu.” sekarang giliran sahabatnya itu yang marah dia mengangkat-angkat ayam gorengnya emosi.
Kirei menghela napas “Tapi Jess, Setelah dipikir-pikir itu bukan sepenuhnya salahnya itu adalah salahku.“
Kirei dan sahabatnya bernama Jessica itu sama-sama terdiam. Kirei mengeluarkan ponselnya ingin melihat pukul berapa sekarang dia terkejut melihat ponsel dengan layar kuncinya bergambar rumah pohon, miliknya bergambar rumah pohon juga tapi gambarnya berbeda dengan miliknya. Dia mencoba memasukan kode layar kunci dan benar saja tidak terbuka.
Karena itu bukan ponselnya.
“Apa yang terjadi? Ini bukan ponselku."
...
“Sudah enam kali.“
“Apa?”
“Sudah enam kali di tahun ini Pak Polisi yang terhormat bertanya pertanyaan itu pada saya.“
Di ruangan yang tidak terlalu luas dan minim cahaya, dengan sebuah meja di tengah dan dua kursi yang saling berhadapan. Sebuah kaca besar yang hanya bisa dilihat dari luar adalah beberapa polisi yang tengah mengamati percakapan dua orang pria di ruangan sebelah yang sepertinya salah satunya adalah Polisi dan di depannya seorang pria memakai kaos berwarna abu-abu dan celana jeans tengah menatap santai pada Polisi di depannya yang menatapnya serius.
Polisi menghela napas panjang, dia memberikan sebuah foto mayat yang mengerikan dan meletakannya di meja. Pria itu menatap foto itu.
“Maria Inayah, setelah bekerja paruh waktu di super market dia pulang ke rumah dan mendapati rumahnya sudah terbuka... ia lapor Polisi tapi terlambat seseorang membunuhnya dengan mencekik lehernya menggunakan tali pancing hingga kehabisan napas lalu menggundulinya. Haru seseorang itu adalah kamu kan?”
Pria yang bernama Haru itu tertawa “Apakah Pak Polisi membuat novel?”
Polisi di depannya itu menahan emosi dengan mengepalkan tangannya. Tiba-tiba seseorang yang terlihat seperti Polisi lainnya memasuki ruangan dan memberikan sebuah laptop berisi rekaman cctv. Polisi yang tadi menginterogasi itu terkejut dia menatap Haru.
Sedangkan Haru hanya membalas tatapan itu dengan tatapan meremehkan.
“Saya sudah boleh pergi kan? Saya banyak pekerjaan dan tidak boleh pergi terlalu lama.”
Ternyata laptop itu berisi rekaman cctv Haru tengah berada di cafe sedang bekerja saat waktu kematian Maria. Pak Polisi itu menatap lagi laptopnya dan menyadari jika Haru menyeringai ke arah kamera.
...
Polisi itu menatap lagi layar laptop yang tengah menayangkan cctv Haru tengah bekerja di cafe sampai subuh dan tidak pergi kemanapun.
Ia memijat keningnya yang terasa pening, seorang Polisi yang lain masuk dan duduk di sebelah Polisi itu.
“Sudah 6 orang gadis yang meninggal dan semuanya memiliki kesamaan yaitu mereka adalah pacar bocah itu dan korbannya sama-sama di gunduli setelah di bunuh. Tapi bocah itu selalu memiliki alibi saat kejadian berlangsung. Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Iya Pak semua orang juga yakin jika bocah itu pelakunya tapi kita tidak ada bukti untuk menangkapnya. Jika begitu apa menurut Bapak dia punya saudara kembar?” jawab Polisi di sampingnya itu
Polisi itu terdiam mendengar ucapan rekan kerjanya. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan ada sebuah pesan dari
Putriku: ‘Ayahku tercinta, Kirei mau kesana ponselnya hilang tolong dibantu ya pak polisi galak’
...
Kirei tengah berjalan terburu-buru dia mengumpati diri sendiri karena ceroboh. Bisa-bisanya ponselnya tertukar dia baru menyadari jika ponselnya tertukar dengan Bapak yang tadi pagi dia tabrak.
Dia sekarang tengah menuju kantor Polisi untuk menemukan kembali ponselnya karena sejak tadi dia menelepon ponselnya tidak ada yang mengangkat.
Kirei sudah tiba di depan pintu kantor Polisi dia segera memasuki kantor Polisi dengan tergesa-gesa.
Kirei menghentikan langkahnya tiba-tiba karena seseorang mendadak muncul di depannya. Kirei menahan napasnya karena di depannya sekarang adalah dada bidang seseorang. Dia terkejut dan mendongak menatap siapa pemilik dada bidang yang hampir dia tabrak ini.
Seorang pria berambut hitam dengan sedikit warna cokelat yang sudah memudar, matanya tajam dan dingin. Kirei tertegun melihat pemandangan di depannya.
Kirei sejak tadi sibuk menelepon ponselnya yang tadi pagi tertukar dengan seorang Bapak yang tidak sengaja dia tabrak. Tapi nihil, di seberang sana tidak ada yang menjawab ponselnya. Kirei mendesah frustasi. “Bukannya sudah ke kantor Polisi? Apa katanya?” Ujar Jessica, sahabatnya sekaligus teman serumah yang tengah menonton drama korea melalui laptopnya tidak tahan melihat sahabatnya itu terlihat gelisah seperti kucing tidak diberi makan 3 hari. “Sudah, aku kesana berharap ayah dari sahabatku tercinta yang seorang polisi membantuku. Tapi kamu tahu ayahmu bilang apa?” “Karena ponsel dia juga ada padamu jadi ini tidak bisa disebut pencurian, jadi tunggu saja sampai orang itu menjawab,” Ujar Kirei menirukan nada suara Pak Polisi yang sekaligus ayah dari teman di depannya ini. Keduanya tertawa. “Malang sekali nasibmu hari ini, bertemu dengan mantanmu yang ternyata atasanmu hingga ponsel tertukar. Bukankah itu ponsel baru?” Jessica menghampiri sahabatnya i
Hari ini adalah akhir pekan, Kirei tengah berolahraga di taman. Ini adalah caranya melepas penat dan mengembalikan energinya. Minggu ini sedikit melelahkan bagi Kirei terlebih karena setiap hari dia harus satu ruangan dengan Faisal, atasannya. Kirei sudah sekitar hampir 1 jam berlari mengelilingi taman dia mendudukan dirinya di salah satu bangku taman itu, dia menarik napasnya dan menghembuskannya. Udara segar pagi hari memenuhi indra penciumannya. Tiba-tiba seseorang dengan memakai baju olahraga berwarna ungu muda mendekatinya, Kirei tidak bisa melihat jelas orang itu karena orang itu memakai kacamata hitam dan masker hingga akhirnya dia membuka kacamata dan maskernya lalu duduk di samping Kirei. Dia adalah Renata rekan kerjanya. Kirei yang mengenalinya tersenyum “Ibu juga olahraga di sini?” sapanya ceria, wanita itu menatap Kirei terlihat wanita itu sama sekali tidak berkeringat. Apakah dia kemari untuk olahraga? pikir Kirei. “Jangan panggil Ibu kal
Sudah beberapa hari berlalu sejak hari dimana Kirei meluapkan emosinya pada Faisal. Walaupun Faisal tidak tahu dengan jelas apa salahnya, dia menuruti perintah Kirei untuk tidak membahas masa lalu. Beberapa hari Kirei bekerja bersama Faisal, Faisal tidak pernah membahas hari itu ataupun masa lalu mereka hanya membahas mengenai pekerjaan. Kirei sedikit bersyukur. Kirei melangkahkan kakinya menuju ranjang single size nyamannya, dia membaringkan tubuhnya melepas penat usai seharian bekerja. Kirei memejamkan matanya namun tiba-tiba pintu kamar terbuka membuat Kirei membuka matanya dan terkejut melihat sahabatnya Jessica masuk dengan penampilan yang tidak biasa. Jessica mengenakan mini dress hitam ketat yang panjangnya diatas lutut, Kirei menatapnya bingung. “Kamu darimana? Pulang-pulang make up menor begitu.” Tanya Kirei sembari memposisikan dirinya menjadi duduk. “Ayo kita ke bar!” serunya tiba-tiba, Kirei bingung sekaligus terkejut ternyata pertanyaannya salah
Jessica baru saja keluar dari toilet, dia berjalan keluar untuk kembali ke tempatnya bersama Kirei dan Renata. Dia melihat sekeliling mencari keberadaan sosok yang ingin dia temui lagi. Dia berpikir jika pria yang menyelamatkannya hari itu berharap bisa dia temui lagi di sini. Jessica terdiam melihat seseorang yang tidak jauh darinya, bukan karena menemukan sosok pria yang dia cari melainkan karena dia melihat sosok mantan pacarnya yang saling rangkul bersama seorang gadis dengan mesra, pria itu berjalan kearahnya. Jessica panik dia melihat kanan dan kiri untuk mencari tempat bersembunyi. Sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya, menyudutkannya ke tembok. Jessica mau protes karena badan pria yang menariknya itu terlalu dekat dengannya tapi dia terpaku saat mendongak melihat wajah pria itu. Pria yang dia cari-cari. Di depan wajah Jessica sekarang adalah dada bidang lelaki itu, jantungnya rasanya seperti sudah jatuh ke perut sekarang. Lelaki itu sedikit menund
Semua karyawan perusahaan Hanseung tengah makan siang bersama di kantin, termasuk Kirei. “Pak Faisal aneh banget, dia tidak pernah makan lagi sama kita. Kira-kira kenapa hari itu dia mau makan sama kita?” Seorang karyawan wanita tiba-tiba menggosipkan Faisal. Kirei diam saja mendengarnya, dia teringat kejadian di restoran. Dia memperingati Faisal untuk berpura-pura tidak mengenalnya dan hanya membahas pekerjaan. Faisal sangat menuruti perkataan Kirei. Kirei melihat sosok Faisal yang tengah berjalan keluar, dia jadi merasa bersalah. ... Faisal duduk di sebuah restoran, dia tengah makan siang sendirian. Memesan satu porsi nasi goreng dan memakannya dengan santai. Seorang gadis memasuki restoran itu dia hendak memesan makanan tetapi matanya melihat sosok Faisal, gadis itu terlihat terkejut. Dia berjalan mendekati Faisal.
Kirei menatap di depannya dengan pandangan kosong. Di sinilah ia sekarang, di kantor polisi untuk memberi keterangan mengenai kejadian mengerikan yang terjadi tadi malam. Pak Ardi menghampiri Kirei memberikan kopi untuk Kirei yang terlihat linglung. “Tenang saja, ini hanya memberikan keterangan tentang apa yang kamu ketahui, kamu tidak akan jadi tersangka.” Ujar Pak Ardi menenangkan, Kirei menatap ayah sahabatnya itu. “Kak Rena, Apa dia benar-benar meninggal?” Tanya Kirei, ia menundukan kepalanya dan menutup wajahnya lalu mengusapnya kasar. “Itu semua salahku, seharusnya aku mengunci pintu rumahnya setelah pergi, seharusnya aku menemaninya.” Air mata Kirei mengalir ia tidak percaya seseorang yang kurang dari 6 jam yang lalu bersamanya dan mengobrol bersamanya sudah meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Pak Ardi mengulurkan tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Kirei. “Ini bukan salahmu,” ujar Pak Ardi menenangkan. “A
Haru melangkahkan kakinya menuju cafe. Di dalam, dia melihat Jessica yang tengah duduk menunggunya. Haru menghampiri Jessica, Jessica yang menyadari segera bangkit dia terkejut melihat luka memar di wajah Haru. “Wajahmu kenapa?” tanya Jessica khawatir, ia memegang wajah Haru dengan tangannya, memegang memar itu mengusapnya pelan. Haru menatapnya, Jessica tersadar dengan tatapan Haru dia menelan ludahnya gugup karena wajah mereka sangat dekat. Tidak menyingkirkan tangannya di wajah Haru, Jessica memberanikan diri menatap Haru. “Aku menyukaimu.” Jessica tiba-tiba mengakui perasaannya. Haru hanya menatapnya dengan tatapan dalam, Jessica merasakan seperti tatapan Haru menarik dirinya masuk ke dalam. Haru hanya terdiam tidak mengatakan apapun. “Apa kau pernah memikirkanku?” tanya Jessica, dia sedikit menyesal sepertinya dia terlalu cepat menyatakan perasaannya. Haru tiba-tiba menarik wajah Jessica dan menciumnya. Jessica membelalakan matany
Hari ini adalah hari pertama Kirei menjadi penerjemah langsung. Hari ini dia tidak tahu harus memiliki perasaan apa, perasaannya campur aduk. Dia sangat senang karena ini hari pertama dia menunjukan keahliannya dalam menerjemahkan kepada atasan yang langsung datang dari kantor pusat di Korea, di lain sisi juga tidak senang karena dia harus menerjemahkan ucapan pria dingin misterius tidak berperasaan itu. Kirei sebetulnya sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu, pria itu terlihat misterius dan sangat berbahaya. Kirei masih tidak mengerti mengapa Jessica sangat menyukai Haru. “I eumlyoneun maggeolliwa keopiui honhabmullo mandeul-eojibnida.” Kirei menerjemahkan apa yang di katakan Haru pada atasannya dengan senyuman di wajahnya. Tangannya tidak tinggal diam, selain menjelaskan menggunakan kata-kata Kirei juga menjelaskan menggunakan tangannya. Haru menahan senyumannya melihat Kirei yang terlihat sangat bersemangat. “Kopi memiliki banya
Faisal dan Kirei sudah sampai di villa tempat mereka menginap, mereka berdua bingung melihat jendela yang sudah berlubang dan seorang Bibi pengurus villa yang tengah membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Apa yang terjadi?” tanya Kirei pada Bibi yang tengah menyapukan pecahan kaca, bibi itu menghentikan aktivitasnya.“Ummm... Anu... Tadi ada yang ngelempar batu besar ke villa neng, kayanya sengaja gitu.” Ujar Bibi itu ragu-ragu.Kirei dan Faisal saling menoleh, mereka berdua sama-sama bingung, “Neng sama Abangnya ada di kamar, lagi nenangin diri,” ujar Bibi itu lagi. Kirei dan Faisal mengangguk dan segera ke kamar yang dimaksud.Kirei dan Faisal memasuki ruangan yaitu kamar Jessica dan Kirei, di sana Jessica sedang duduk dan memeluk pinggang Haru yang tengah berdiri, Kirei melihat ekspresi Haru yang terlihat seperti memikirkan sesuatu sambil menepuk-nepuk pundak Jessica menenangkan.“Kamu bai
Siang hari begitu terik menyinari kota, Jessica hendak pergi makan siang di restoran tempat dia biasa makan, gadis itu duduk di salah satu bangku restoran. Dia mengehela napas panjang sembari melihat keluar jendela, tatapannya menerawang. Lalu iris matanya melihat orang-orang sekitar yang juga tengah makan siang di restoran itu, mereka tengah mengobrol tentang beratnya pekerjaan mereka. Jessica lagi-lagi hanya menghela napas panjang. Setelah lulus SMA, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, dan sepertinya dia sedikit menyesalinya sekarang. Mencari pekerjaan sulit sekali hanya menggunakan ijajah SMA. Tahu begini, dia kuliah di jurusan kedokteran saja seperti yang ayahnya sarankan, mungkin sekarang dia tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan. Jessica awalnya bekerja part time bersama Kirei. Walaupun tidak sebanyak pekerjaan Kirei, Jessica pernah bekerja part time di restoran cepat saji. Tetapi sekarang dia keluar dengan alasan bosan, setiap hari hanya
Faisal, Dini dan Kirei tengah bekerja di cafe Haru, mereka masih harus menyelesaikan beberapa laporan yang harus diterjemahkan. Di meja yang sama, Kirei dan Dini duduk bersebelahan dan Faisal yang duduk di depan mereka. Sudah sekitar 4 jam mereka duduk di sana setelah kepergian atasan mereka. Dini melakukan peregangan, otot-ototnya yang terasa kaku karena sudah lama sekali mereka duduk di sana. Faisal menyadari itu menyuruh Dini pulang duluan karena laporannya hampir selesai. Dini mengiyakan dan pergi duluan. Kini hanya Kirei dan Faisal yang berada disana, Faisal bangkit dan pindah duduk menjadi di samping Kirei. Kirei yang tidak terlalu mengindahkannya masih fokus mengerjakan laporan. Faisal menatap Kirei tanpa sadar dirinya menyunggingkan sebuah senyuman, Haru yang berada tidak jauh darisana menatap mereka tanpa berkedip. “Oh? Kirei kamu disini?” Jessica yang entah datang darimana tiba-tiba menyapa Kirei. Kirei terkejut melihat kedatangan Je
Kirei tengah makan sendirian di restoran, setelah beberapa hari yang lalu ia bertemu dengan ayah Jessica ia jadi sering memikirkan Haru. Penasaran apakah benar Haru adalah tersangka pembunuhan berantai? Ia juga harus berpikir bagaimana mengatakan itu pada Jessica, karena yang dia tahu Jessica sangat keras kepala dia baru akan menyerah jika dia sendiri ingin menyerah dia bukan type orang yang mendengar perkataan orang lain. Kirei menghela napas memikirkan banyak masalah di kepalanya, ia kembali memasukan sendok berisi bubur ke dalam mulutnya. Pagi hari sekali diakhir pekan Jessica sudah pergi meninggalkan kostan tanpa memberitahunya. Kirei berpikir pasti Jessica ingin menemui Haru lagi. Dia memijat kepalanya yang terasa pening. “Bagaimana aku memberitahunya untuk menjauhi Haru,” gumam Kirei pelan. “Aku kenapa?” Kirei hampir tersedak melihat sosok yang baru saja bicara, sosok itu duduk di depan meja Kirei, mereka duduk berhadapan. “Bu saya bakso
Hari ini adalah hari pertama Kirei menjadi penerjemah langsung. Hari ini dia tidak tahu harus memiliki perasaan apa, perasaannya campur aduk. Dia sangat senang karena ini hari pertama dia menunjukan keahliannya dalam menerjemahkan kepada atasan yang langsung datang dari kantor pusat di Korea, di lain sisi juga tidak senang karena dia harus menerjemahkan ucapan pria dingin misterius tidak berperasaan itu. Kirei sebetulnya sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu, pria itu terlihat misterius dan sangat berbahaya. Kirei masih tidak mengerti mengapa Jessica sangat menyukai Haru. “I eumlyoneun maggeolliwa keopiui honhabmullo mandeul-eojibnida.” Kirei menerjemahkan apa yang di katakan Haru pada atasannya dengan senyuman di wajahnya. Tangannya tidak tinggal diam, selain menjelaskan menggunakan kata-kata Kirei juga menjelaskan menggunakan tangannya. Haru menahan senyumannya melihat Kirei yang terlihat sangat bersemangat. “Kopi memiliki banya
Haru melangkahkan kakinya menuju cafe. Di dalam, dia melihat Jessica yang tengah duduk menunggunya. Haru menghampiri Jessica, Jessica yang menyadari segera bangkit dia terkejut melihat luka memar di wajah Haru. “Wajahmu kenapa?” tanya Jessica khawatir, ia memegang wajah Haru dengan tangannya, memegang memar itu mengusapnya pelan. Haru menatapnya, Jessica tersadar dengan tatapan Haru dia menelan ludahnya gugup karena wajah mereka sangat dekat. Tidak menyingkirkan tangannya di wajah Haru, Jessica memberanikan diri menatap Haru. “Aku menyukaimu.” Jessica tiba-tiba mengakui perasaannya. Haru hanya menatapnya dengan tatapan dalam, Jessica merasakan seperti tatapan Haru menarik dirinya masuk ke dalam. Haru hanya terdiam tidak mengatakan apapun. “Apa kau pernah memikirkanku?” tanya Jessica, dia sedikit menyesal sepertinya dia terlalu cepat menyatakan perasaannya. Haru tiba-tiba menarik wajah Jessica dan menciumnya. Jessica membelalakan matany
Kirei menatap di depannya dengan pandangan kosong. Di sinilah ia sekarang, di kantor polisi untuk memberi keterangan mengenai kejadian mengerikan yang terjadi tadi malam. Pak Ardi menghampiri Kirei memberikan kopi untuk Kirei yang terlihat linglung. “Tenang saja, ini hanya memberikan keterangan tentang apa yang kamu ketahui, kamu tidak akan jadi tersangka.” Ujar Pak Ardi menenangkan, Kirei menatap ayah sahabatnya itu. “Kak Rena, Apa dia benar-benar meninggal?” Tanya Kirei, ia menundukan kepalanya dan menutup wajahnya lalu mengusapnya kasar. “Itu semua salahku, seharusnya aku mengunci pintu rumahnya setelah pergi, seharusnya aku menemaninya.” Air mata Kirei mengalir ia tidak percaya seseorang yang kurang dari 6 jam yang lalu bersamanya dan mengobrol bersamanya sudah meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Pak Ardi mengulurkan tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Kirei. “Ini bukan salahmu,” ujar Pak Ardi menenangkan. “A
Semua karyawan perusahaan Hanseung tengah makan siang bersama di kantin, termasuk Kirei. “Pak Faisal aneh banget, dia tidak pernah makan lagi sama kita. Kira-kira kenapa hari itu dia mau makan sama kita?” Seorang karyawan wanita tiba-tiba menggosipkan Faisal. Kirei diam saja mendengarnya, dia teringat kejadian di restoran. Dia memperingati Faisal untuk berpura-pura tidak mengenalnya dan hanya membahas pekerjaan. Faisal sangat menuruti perkataan Kirei. Kirei melihat sosok Faisal yang tengah berjalan keluar, dia jadi merasa bersalah. ... Faisal duduk di sebuah restoran, dia tengah makan siang sendirian. Memesan satu porsi nasi goreng dan memakannya dengan santai. Seorang gadis memasuki restoran itu dia hendak memesan makanan tetapi matanya melihat sosok Faisal, gadis itu terlihat terkejut. Dia berjalan mendekati Faisal.
Jessica baru saja keluar dari toilet, dia berjalan keluar untuk kembali ke tempatnya bersama Kirei dan Renata. Dia melihat sekeliling mencari keberadaan sosok yang ingin dia temui lagi. Dia berpikir jika pria yang menyelamatkannya hari itu berharap bisa dia temui lagi di sini. Jessica terdiam melihat seseorang yang tidak jauh darinya, bukan karena menemukan sosok pria yang dia cari melainkan karena dia melihat sosok mantan pacarnya yang saling rangkul bersama seorang gadis dengan mesra, pria itu berjalan kearahnya. Jessica panik dia melihat kanan dan kiri untuk mencari tempat bersembunyi. Sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya, menyudutkannya ke tembok. Jessica mau protes karena badan pria yang menariknya itu terlalu dekat dengannya tapi dia terpaku saat mendongak melihat wajah pria itu. Pria yang dia cari-cari. Di depan wajah Jessica sekarang adalah dada bidang lelaki itu, jantungnya rasanya seperti sudah jatuh ke perut sekarang. Lelaki itu sedikit menund