Semua karyawan perusahaan Hanseung tengah makan siang bersama di kantin, termasuk Kirei.
“Pak Faisal aneh banget, dia tidak pernah makan lagi sama kita. Kira-kira kenapa hari itu dia mau makan sama kita?” Seorang karyawan wanita tiba-tiba menggosipkan Faisal.
Kirei diam saja mendengarnya, dia teringat kejadian di restoran. Dia memperingati Faisal untuk berpura-pura tidak mengenalnya dan hanya membahas pekerjaan. Faisal sangat menuruti perkataan Kirei.
Kirei melihat sosok Faisal yang tengah berjalan keluar, dia jadi merasa bersalah.
...
Faisal duduk di sebuah restoran, dia tengah makan siang sendirian. Memesan satu porsi nasi goreng dan memakannya dengan santai.
Seorang gadis memasuki restoran itu dia hendak memesan makanan tetapi matanya melihat sosok Faisal, gadis itu terlihat terkejut. Dia berjalan mendekati Faisal.
“Faisal?” tanya gadis itu memastikan. Faisal menghentikan aktivitas makannya dan menoleh dia terkejut melihat siapa gadis yang memanggil namanya itu. “Jessica?”
Faisal dan Jessica berakhir makan bersama. Faisal dan Jessica saling mengenal karena mereka bersekolah di SMA yang sama. Terlebih, Faisal adalah mantan pacar Kirei sahabatnya. Saat SMA Kirei satu kelas dengan Faisal tapi mereka terkadang bermain bersama.
“Tidak terduga aku bertemu pria brengsek disini,” ujar Jessica membuka percakapan.
Faisal hampir tersedak mendengar sindiran Jessica. “Benar. Lebih baik menghujatku daripada mendiamkanku seperti seseorang,” Jawab Faisal lemas.
“Siapa? Kirei? Dia mendiamkanmu?” Jessica menatap Faisal. “Tentu saja mendiamkanmu. Jika aku jadi Kirei mungkin sudah membalaskan dendamku membuat hidupmu menderita. Aku tidak habis pikir Kirei tahan bekerja denganmu apalagi aku dengar kalian berdua bekerja satu ruangan,” lanjutnya panjang lebar.
“Aku tahu aku keterlaluan padanya hari itu hingga membuatnya marah seperti ini. Tapi aku pikir ada sesuatu yang lain yang membuat Kirei marah. Apa kau tahu itu apa?” tanya Faisal, Jessica menghela napas ternyata sahabatnya itu tidak memberitahu Faisal apa yang terjadi.
“Hari itu hari dimana kamu mencampakan Kirei, Kirei tidak pulang ke rumah dia menginap di rumahku menangis semalaman. Ternyata orang tuanya pergi mencari Kirei dan meninggal saat di perjalanan menuju rumahku,” jelas Jessica. Faisal tertegun mendengarnya.
“Mengapa kau bahkan tidak pernah mengunjungi Kirei sama sekali? Tiba-tiba kau pindah sekolah tanpa memberitahunya. Kau tidak tahu bagaimana hidup Kirei saat orang tuanya meninggal dan kau meninggalkannya hah? Kau benar-benar tidak tahu?” Jessica menahan napasnya emosi. Faisal mengigit bibirnya, dia benar-benar menyesal.
...
Kirei sudah menyelesaikan semua pekerjaannya menerjemahkan berkas-berkas, dia bersiap untuk pulang. Dia hendak melangkahkan kaki tapi tiba-tiba Faisal berjalan kearahnya.
“Mau pulang? Ayo aku antar,” ujar Faisal. Kirei terkejut mendengarnya.
“Tidak perlu aku naik bus saja.”
Kirei tentu saja menolak tawaran itu, dia hendak berjalan menuju pintu tidak disangka Faisal berjalan mendahuluinya dan mengunci pintu.
“Kalau begitu kau tidak boleh pulang sampai semua bus sudah tidak beroperasi lagi,” ujar Faisal dengan tatapan serius. Kirei mendengus kesal, “Apa maumu?” tanya Kirei.
“Mengantarmu dan ada yang perlu aku bicarakan,” jawab Faisal.
Kirei spontan menjawab “Bicara disini saja," ujarnya dingin. Faisal terdiam dia menghela napas sebelum akhirnya berkata pelan “Maafkan aku.”
Kirei terdiam dia menatap Faisal “Apa kau sudah tahu apa yang telaf terjadi?” Tanya Kirei terkejut mendengar Faisal meminta maaf.
Faisal mengangguk perlahan. Kirei hanya menghela napas panjang. “Ini terdengar brengsek tapi aku punya alasan mengapa aku sama sekali tidak menemuimu waktu itu,” jelas Faisal putus asa. Kirei hanya menatap Faisal dan berkata,
“Aku lelah hari ini. Aku tidak mau membahas hari itu, aku tidak ingin menangis lagi hari ini. Tidak bisakah kamu membiarkan aku pulang dengan tenang? Aku mohon.”
Faisal menyerah dia tidak tega melihat wajah gadis di depannya ini, Faisal berpindah posisi tidak lagi menghalangi pintu. Kirei segera membuka pintu yang terkunci itu dan pergi meninggalkannya. Faisal mengusap wajahnya kasar.
...
Jessica melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe. Dia suka sekali pergi ke cafe tapi ini adalah pertama kalinya dia kesini. Ini karena semalam dia mengirim pesan pada Haru untuk mengajaknya makan siang bersama, Haru setuju dia menyuruh Jessica untuk pergi ke cafe tempatnya bekerja.
Haru bekerja di cafe ini. Jessica melihat sosok Haru yang tengah membuat kopi memakai pakaian casual t-shirt dan celana jeans serta tidak lupa celemek cokelat yang melingkar indah di tubuhnya. Ketampannya tidak tertutupi oleh pakaian sederhana itu. Jessica menghampiri Haru. Haru yang sedang membuat kopi tersenyum melihat kedatangan Jessica.
“Tunggu ya, masih ada beberapa pekerjaan yang harus aku kerjakan” ujar Haru yang tangannya terlihat sibuk membuat kopi.
“Mau aku bantu? Aku juga mau belajar,” tanya Jessica kemudian.
Haru menatap Jessica sebentar lalu menangguk “Kemari,” ajaknya.
Jessica tersenyum, dia mendekati Haru. Haru mencontohkan cara membuat latte yang baik dan benar lalu Jessica mengikutinya. Saat Jessica ingin membuat latte art dia sedikit kewalahan, Haru membantunya dengan memegang tangannya dan mengajari cara membuat latte art yang benar.
Jantung Jessica lagi-lagi seperti turun ke perut, dia menatap Haru yang ekspresinya datar. Apa hanya dia yang merasa gugup? Jessica terlihat kecewa. Ia melepas tangan Haru dan mengikat rambutnya menggunakan ikat rambut, garis leher Jessica yang indah terekspos tepat di wajah Haru.
“Ajari aku lagi,” ujar Jessica setelah selesai mengikat rambutnya. Haru mengangguk dan memulai mengajari Jessica.
Sejak hari itu Jessica dan Haru sering bertemu bahkan hanya untuk sekedar makan siang atau malam bersama. Jessica benar-benar merasa nyaman dan bahagia bersama Haru. Dia benar-benar menyukai Haru.
Tapi, dia tidak tahu apa yang Haru rasakan padanya. Haru selalu bersedia diajak kemanapun oleh Jessica tapi dengan wajah datarnya Jessica tidak bisa menebak perasaan Haru padanya.
...
Kirei yang sedang bersantai di rumah menikmati akhir pekannya hari ini tiba-tiba diajak bertemu oleh Renata yang sepertinya ada masalah dan butuh teman curhat.
Dalam perjalanan ke cafe dia sudah menebak pasti Renata ingin curhat tentang pacarnya lagi. Dan benar saja saat ini Kirei sudah duduk di depan Renata yang kini tengah mabuk dan mengoceh tentang pacarnya yang susah di hubungi.
“Mengapa kakak tidak coba ke rumahnya saja?” tanya Kirei. Renata meminum lagi bir di depannya entah sudah berapa gelas Rena meminum bir.
“Aku tidak tahu rumahnya dimana,” jawab Rena sedih. Dia mulai menangis. Kirei tidak habis pikir bagaimana bisa Rena berpacaran dengan pria yang bahkan Rena tidak tahu rumahnya dimana.
“Pergi ke tempat kerjanya saja,” saran Kirei lagi. Rena mulai menangis dengan kencang.
“Aku hanya tahu dia punya bisnis di bar waktu itu, aku tidak tahu apapun tentang dia. Dia tahu semuanya tentangku tapi aku tidak. Aku tidak tahu masa lalunya, tidak tahu rumahnya, tidak punya fotonya karena dia tidak mau di foto. Aku bahkan tidak pernah mendengar dia berkata aku mencintaimu atau aku menyukaimu selama kita berpacaran.” Rena menangis sesegukan.
Kirei yang mendengarnya terkejut sebenarnya bagaimana mereka bisa pacaran jika si pria bahkan tidak pernah mengatakan aku mencintaimu atau aku menyukaimu. Kirei hanya bisa menepuk-nepuk pundak Rena menenangkan.
...
Rena mabuk berat, Kirei mengantarnya pulang mereka menaiki taksi. Untung saja Kirei tidak ikut-ikutan mabuk kalau tidak mereka berdua akan mabuk bersama dan mungkin akan di usir oleh pemilik cafe.
Kirei sedikit kesusahan saat memapah Rena memasuki rumah, ini sudah hampir tengah malam dia segera membuka pintu rumah setelah Rena memberitahu letak dimana kuncinya.
Setelah membawa Rena dan menidurkannya di kamarnya Kirei segera keluar dari rumah itu dan bergegas pulang karena sudah terlalu malam dan tidak mungkin ada bus.
Dia akhirnya memutuskan untuk memberhentikan taksi lagi walaupun harganya mahal, masih lebih baik daripada dia tidak bisa pulang.
Di perjalanan Kirei membuka jendela. Dia menatap jalanan malam yang sangat indah, lampu-lampu yang menyala menerangi jalanan dan gedung-gedung.
Kirei menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya ia merogoh sesuatu di tasnya mencari ponselnya dan melihat pukul berapa sekarang, tapi tangannya tidak sengaja mengeluarkan sebuah dompet. Kirei terkejut melihat dompet itu.
Itu adalah dompet Renata, Kirei memukul pelan kepalanya merutuki dirinya yang bodoh membawa dompet orang lain. Dia yakin dompet itu sangat penting, bagaimana jika Rena tidak bisa pergi bekerja besok karena dompetnya. Kirei akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah Renata dan mengembalikan dompetnya.
...
Seorang wanita berlumuran darah karena tusukan di perutnya. Wanita itu memegang perutnya dia mengatur napasnya dan menahan perih yang amat luar biasa pada bagian perutnya. Ia menatap seseorang yang memakai hoodie hitam dan berkata lemah “Mengapa kau melakukan ini padaku? Apa salahku?”
Wanita itu meneteskan air mata, dia perlahan kehilangan kesadaran. Seseorang yang memakai hoodie hitam itu mendekati sang wanita dan mengeluarkan alat cukur dari sakunya ia memegang kepala wanita itu tangannya terlihat di baluti sarung tangan hitam.
Orang itu memeriksa wanita di depannya ini sudah mati dengan mendekatkan wajahnya, ia tersenyum licik dan menyalakan alat cukur itu lalu mulai menggunduli kepala si wanita. Ia lagi-lagi tersenyum penuh kemenangan.
...
Kirei sudah sampai di rumah Rena dia hendak memasuki rumah Rena, dia terkejut karena pintu tidak terkunci. Kirei lagi-lagi merutuki dirinya karena lupa mengunci pintu. Kirei memasuki rumah itu dan hendak meletakan dompet Rena di meja yang ada di ruangan tv. Dia meletakannya dan hendak pergi tapi langkahnya terhenti karena melihat ada cairan merah yang keluar merembes di celah pintu kamar Rena.
Kirei melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar Rena memastikan apa itu. Kirei terkejut melihat jika cairan merah itu ternyata darah, dia segera membuka pintu kamar Rena. Kirei berteriak histeris melihat sesuatu yang mengerikan di depannya.
Renata meninggal dengan berlumuran darah dan kepala yang digunduli. Rambutnya berserakan di lantai bercampur dengan darahnya sendiri.
Kirei menatap di depannya dengan pandangan kosong. Di sinilah ia sekarang, di kantor polisi untuk memberi keterangan mengenai kejadian mengerikan yang terjadi tadi malam. Pak Ardi menghampiri Kirei memberikan kopi untuk Kirei yang terlihat linglung. “Tenang saja, ini hanya memberikan keterangan tentang apa yang kamu ketahui, kamu tidak akan jadi tersangka.” Ujar Pak Ardi menenangkan, Kirei menatap ayah sahabatnya itu. “Kak Rena, Apa dia benar-benar meninggal?” Tanya Kirei, ia menundukan kepalanya dan menutup wajahnya lalu mengusapnya kasar. “Itu semua salahku, seharusnya aku mengunci pintu rumahnya setelah pergi, seharusnya aku menemaninya.” Air mata Kirei mengalir ia tidak percaya seseorang yang kurang dari 6 jam yang lalu bersamanya dan mengobrol bersamanya sudah meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Pak Ardi mengulurkan tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Kirei. “Ini bukan salahmu,” ujar Pak Ardi menenangkan. “A
Haru melangkahkan kakinya menuju cafe. Di dalam, dia melihat Jessica yang tengah duduk menunggunya. Haru menghampiri Jessica, Jessica yang menyadari segera bangkit dia terkejut melihat luka memar di wajah Haru. “Wajahmu kenapa?” tanya Jessica khawatir, ia memegang wajah Haru dengan tangannya, memegang memar itu mengusapnya pelan. Haru menatapnya, Jessica tersadar dengan tatapan Haru dia menelan ludahnya gugup karena wajah mereka sangat dekat. Tidak menyingkirkan tangannya di wajah Haru, Jessica memberanikan diri menatap Haru. “Aku menyukaimu.” Jessica tiba-tiba mengakui perasaannya. Haru hanya menatapnya dengan tatapan dalam, Jessica merasakan seperti tatapan Haru menarik dirinya masuk ke dalam. Haru hanya terdiam tidak mengatakan apapun. “Apa kau pernah memikirkanku?” tanya Jessica, dia sedikit menyesal sepertinya dia terlalu cepat menyatakan perasaannya. Haru tiba-tiba menarik wajah Jessica dan menciumnya. Jessica membelalakan matany
Hari ini adalah hari pertama Kirei menjadi penerjemah langsung. Hari ini dia tidak tahu harus memiliki perasaan apa, perasaannya campur aduk. Dia sangat senang karena ini hari pertama dia menunjukan keahliannya dalam menerjemahkan kepada atasan yang langsung datang dari kantor pusat di Korea, di lain sisi juga tidak senang karena dia harus menerjemahkan ucapan pria dingin misterius tidak berperasaan itu. Kirei sebetulnya sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu, pria itu terlihat misterius dan sangat berbahaya. Kirei masih tidak mengerti mengapa Jessica sangat menyukai Haru. “I eumlyoneun maggeolliwa keopiui honhabmullo mandeul-eojibnida.” Kirei menerjemahkan apa yang di katakan Haru pada atasannya dengan senyuman di wajahnya. Tangannya tidak tinggal diam, selain menjelaskan menggunakan kata-kata Kirei juga menjelaskan menggunakan tangannya. Haru menahan senyumannya melihat Kirei yang terlihat sangat bersemangat. “Kopi memiliki banya
Kirei tengah makan sendirian di restoran, setelah beberapa hari yang lalu ia bertemu dengan ayah Jessica ia jadi sering memikirkan Haru. Penasaran apakah benar Haru adalah tersangka pembunuhan berantai? Ia juga harus berpikir bagaimana mengatakan itu pada Jessica, karena yang dia tahu Jessica sangat keras kepala dia baru akan menyerah jika dia sendiri ingin menyerah dia bukan type orang yang mendengar perkataan orang lain. Kirei menghela napas memikirkan banyak masalah di kepalanya, ia kembali memasukan sendok berisi bubur ke dalam mulutnya. Pagi hari sekali diakhir pekan Jessica sudah pergi meninggalkan kostan tanpa memberitahunya. Kirei berpikir pasti Jessica ingin menemui Haru lagi. Dia memijat kepalanya yang terasa pening. “Bagaimana aku memberitahunya untuk menjauhi Haru,” gumam Kirei pelan. “Aku kenapa?” Kirei hampir tersedak melihat sosok yang baru saja bicara, sosok itu duduk di depan meja Kirei, mereka duduk berhadapan. “Bu saya bakso
Faisal, Dini dan Kirei tengah bekerja di cafe Haru, mereka masih harus menyelesaikan beberapa laporan yang harus diterjemahkan. Di meja yang sama, Kirei dan Dini duduk bersebelahan dan Faisal yang duduk di depan mereka. Sudah sekitar 4 jam mereka duduk di sana setelah kepergian atasan mereka. Dini melakukan peregangan, otot-ototnya yang terasa kaku karena sudah lama sekali mereka duduk di sana. Faisal menyadari itu menyuruh Dini pulang duluan karena laporannya hampir selesai. Dini mengiyakan dan pergi duluan. Kini hanya Kirei dan Faisal yang berada disana, Faisal bangkit dan pindah duduk menjadi di samping Kirei. Kirei yang tidak terlalu mengindahkannya masih fokus mengerjakan laporan. Faisal menatap Kirei tanpa sadar dirinya menyunggingkan sebuah senyuman, Haru yang berada tidak jauh darisana menatap mereka tanpa berkedip. “Oh? Kirei kamu disini?” Jessica yang entah datang darimana tiba-tiba menyapa Kirei. Kirei terkejut melihat kedatangan Je
Siang hari begitu terik menyinari kota, Jessica hendak pergi makan siang di restoran tempat dia biasa makan, gadis itu duduk di salah satu bangku restoran. Dia mengehela napas panjang sembari melihat keluar jendela, tatapannya menerawang. Lalu iris matanya melihat orang-orang sekitar yang juga tengah makan siang di restoran itu, mereka tengah mengobrol tentang beratnya pekerjaan mereka. Jessica lagi-lagi hanya menghela napas panjang. Setelah lulus SMA, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, dan sepertinya dia sedikit menyesalinya sekarang. Mencari pekerjaan sulit sekali hanya menggunakan ijajah SMA. Tahu begini, dia kuliah di jurusan kedokteran saja seperti yang ayahnya sarankan, mungkin sekarang dia tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan. Jessica awalnya bekerja part time bersama Kirei. Walaupun tidak sebanyak pekerjaan Kirei, Jessica pernah bekerja part time di restoran cepat saji. Tetapi sekarang dia keluar dengan alasan bosan, setiap hari hanya
Faisal dan Kirei sudah sampai di villa tempat mereka menginap, mereka berdua bingung melihat jendela yang sudah berlubang dan seorang Bibi pengurus villa yang tengah membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Apa yang terjadi?” tanya Kirei pada Bibi yang tengah menyapukan pecahan kaca, bibi itu menghentikan aktivitasnya.“Ummm... Anu... Tadi ada yang ngelempar batu besar ke villa neng, kayanya sengaja gitu.” Ujar Bibi itu ragu-ragu.Kirei dan Faisal saling menoleh, mereka berdua sama-sama bingung, “Neng sama Abangnya ada di kamar, lagi nenangin diri,” ujar Bibi itu lagi. Kirei dan Faisal mengangguk dan segera ke kamar yang dimaksud.Kirei dan Faisal memasuki ruangan yaitu kamar Jessica dan Kirei, di sana Jessica sedang duduk dan memeluk pinggang Haru yang tengah berdiri, Kirei melihat ekspresi Haru yang terlihat seperti memikirkan sesuatu sambil menepuk-nepuk pundak Jessica menenangkan.“Kamu bai
Aku berlari di tengah keramaian orang-orang yang sedang berjalan. Pagi-pagi begini orang-orang sudah sibuk untuk memulai hari mereka dengan harapan di hati mereka hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Aku melihat jam di ponselku sambil terus berlari dan melihat bus yang pintunya sudah mulai menutup dan akan pergi. Aku harus menaiki bus itu sekarang jika tidak ingin terlambat. Jadi, aku menambah kecepatan berlariku. “Pak tunggu Pak!” Aku berteriak mencoba menghentikan bus itu. Aku berlari dengan kecepatan penuh mengejar bus yang seperkian detik yang lalu sudah meninggalkanku yang belum naik. Padahal, hari ini adalah hari penting bisa-bisanya semalam aku begadang dan makan mie instan dengan temanku hingga telat begini. Brug Bodoh, sudah telat begini aku menabrak seseorang. Aku terkejut melihat kardus-kardus yang berserakan dan segera mengambilnya. “Maaf Pak maaf.” Aku berjongkok mengambil kardus itu. Namun, mataku masih meli
Faisal dan Kirei sudah sampai di villa tempat mereka menginap, mereka berdua bingung melihat jendela yang sudah berlubang dan seorang Bibi pengurus villa yang tengah membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Apa yang terjadi?” tanya Kirei pada Bibi yang tengah menyapukan pecahan kaca, bibi itu menghentikan aktivitasnya.“Ummm... Anu... Tadi ada yang ngelempar batu besar ke villa neng, kayanya sengaja gitu.” Ujar Bibi itu ragu-ragu.Kirei dan Faisal saling menoleh, mereka berdua sama-sama bingung, “Neng sama Abangnya ada di kamar, lagi nenangin diri,” ujar Bibi itu lagi. Kirei dan Faisal mengangguk dan segera ke kamar yang dimaksud.Kirei dan Faisal memasuki ruangan yaitu kamar Jessica dan Kirei, di sana Jessica sedang duduk dan memeluk pinggang Haru yang tengah berdiri, Kirei melihat ekspresi Haru yang terlihat seperti memikirkan sesuatu sambil menepuk-nepuk pundak Jessica menenangkan.“Kamu bai
Siang hari begitu terik menyinari kota, Jessica hendak pergi makan siang di restoran tempat dia biasa makan, gadis itu duduk di salah satu bangku restoran. Dia mengehela napas panjang sembari melihat keluar jendela, tatapannya menerawang. Lalu iris matanya melihat orang-orang sekitar yang juga tengah makan siang di restoran itu, mereka tengah mengobrol tentang beratnya pekerjaan mereka. Jessica lagi-lagi hanya menghela napas panjang. Setelah lulus SMA, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah, dan sepertinya dia sedikit menyesalinya sekarang. Mencari pekerjaan sulit sekali hanya menggunakan ijajah SMA. Tahu begini, dia kuliah di jurusan kedokteran saja seperti yang ayahnya sarankan, mungkin sekarang dia tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan. Jessica awalnya bekerja part time bersama Kirei. Walaupun tidak sebanyak pekerjaan Kirei, Jessica pernah bekerja part time di restoran cepat saji. Tetapi sekarang dia keluar dengan alasan bosan, setiap hari hanya
Faisal, Dini dan Kirei tengah bekerja di cafe Haru, mereka masih harus menyelesaikan beberapa laporan yang harus diterjemahkan. Di meja yang sama, Kirei dan Dini duduk bersebelahan dan Faisal yang duduk di depan mereka. Sudah sekitar 4 jam mereka duduk di sana setelah kepergian atasan mereka. Dini melakukan peregangan, otot-ototnya yang terasa kaku karena sudah lama sekali mereka duduk di sana. Faisal menyadari itu menyuruh Dini pulang duluan karena laporannya hampir selesai. Dini mengiyakan dan pergi duluan. Kini hanya Kirei dan Faisal yang berada disana, Faisal bangkit dan pindah duduk menjadi di samping Kirei. Kirei yang tidak terlalu mengindahkannya masih fokus mengerjakan laporan. Faisal menatap Kirei tanpa sadar dirinya menyunggingkan sebuah senyuman, Haru yang berada tidak jauh darisana menatap mereka tanpa berkedip. “Oh? Kirei kamu disini?” Jessica yang entah datang darimana tiba-tiba menyapa Kirei. Kirei terkejut melihat kedatangan Je
Kirei tengah makan sendirian di restoran, setelah beberapa hari yang lalu ia bertemu dengan ayah Jessica ia jadi sering memikirkan Haru. Penasaran apakah benar Haru adalah tersangka pembunuhan berantai? Ia juga harus berpikir bagaimana mengatakan itu pada Jessica, karena yang dia tahu Jessica sangat keras kepala dia baru akan menyerah jika dia sendiri ingin menyerah dia bukan type orang yang mendengar perkataan orang lain. Kirei menghela napas memikirkan banyak masalah di kepalanya, ia kembali memasukan sendok berisi bubur ke dalam mulutnya. Pagi hari sekali diakhir pekan Jessica sudah pergi meninggalkan kostan tanpa memberitahunya. Kirei berpikir pasti Jessica ingin menemui Haru lagi. Dia memijat kepalanya yang terasa pening. “Bagaimana aku memberitahunya untuk menjauhi Haru,” gumam Kirei pelan. “Aku kenapa?” Kirei hampir tersedak melihat sosok yang baru saja bicara, sosok itu duduk di depan meja Kirei, mereka duduk berhadapan. “Bu saya bakso
Hari ini adalah hari pertama Kirei menjadi penerjemah langsung. Hari ini dia tidak tahu harus memiliki perasaan apa, perasaannya campur aduk. Dia sangat senang karena ini hari pertama dia menunjukan keahliannya dalam menerjemahkan kepada atasan yang langsung datang dari kantor pusat di Korea, di lain sisi juga tidak senang karena dia harus menerjemahkan ucapan pria dingin misterius tidak berperasaan itu. Kirei sebetulnya sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu, pria itu terlihat misterius dan sangat berbahaya. Kirei masih tidak mengerti mengapa Jessica sangat menyukai Haru. “I eumlyoneun maggeolliwa keopiui honhabmullo mandeul-eojibnida.” Kirei menerjemahkan apa yang di katakan Haru pada atasannya dengan senyuman di wajahnya. Tangannya tidak tinggal diam, selain menjelaskan menggunakan kata-kata Kirei juga menjelaskan menggunakan tangannya. Haru menahan senyumannya melihat Kirei yang terlihat sangat bersemangat. “Kopi memiliki banya
Haru melangkahkan kakinya menuju cafe. Di dalam, dia melihat Jessica yang tengah duduk menunggunya. Haru menghampiri Jessica, Jessica yang menyadari segera bangkit dia terkejut melihat luka memar di wajah Haru. “Wajahmu kenapa?” tanya Jessica khawatir, ia memegang wajah Haru dengan tangannya, memegang memar itu mengusapnya pelan. Haru menatapnya, Jessica tersadar dengan tatapan Haru dia menelan ludahnya gugup karena wajah mereka sangat dekat. Tidak menyingkirkan tangannya di wajah Haru, Jessica memberanikan diri menatap Haru. “Aku menyukaimu.” Jessica tiba-tiba mengakui perasaannya. Haru hanya menatapnya dengan tatapan dalam, Jessica merasakan seperti tatapan Haru menarik dirinya masuk ke dalam. Haru hanya terdiam tidak mengatakan apapun. “Apa kau pernah memikirkanku?” tanya Jessica, dia sedikit menyesal sepertinya dia terlalu cepat menyatakan perasaannya. Haru tiba-tiba menarik wajah Jessica dan menciumnya. Jessica membelalakan matany
Kirei menatap di depannya dengan pandangan kosong. Di sinilah ia sekarang, di kantor polisi untuk memberi keterangan mengenai kejadian mengerikan yang terjadi tadi malam. Pak Ardi menghampiri Kirei memberikan kopi untuk Kirei yang terlihat linglung. “Tenang saja, ini hanya memberikan keterangan tentang apa yang kamu ketahui, kamu tidak akan jadi tersangka.” Ujar Pak Ardi menenangkan, Kirei menatap ayah sahabatnya itu. “Kak Rena, Apa dia benar-benar meninggal?” Tanya Kirei, ia menundukan kepalanya dan menutup wajahnya lalu mengusapnya kasar. “Itu semua salahku, seharusnya aku mengunci pintu rumahnya setelah pergi, seharusnya aku menemaninya.” Air mata Kirei mengalir ia tidak percaya seseorang yang kurang dari 6 jam yang lalu bersamanya dan mengobrol bersamanya sudah meninggal dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Pak Ardi mengulurkan tangannya menepuk-nepuk pelan bahu Kirei. “Ini bukan salahmu,” ujar Pak Ardi menenangkan. “A
Semua karyawan perusahaan Hanseung tengah makan siang bersama di kantin, termasuk Kirei. “Pak Faisal aneh banget, dia tidak pernah makan lagi sama kita. Kira-kira kenapa hari itu dia mau makan sama kita?” Seorang karyawan wanita tiba-tiba menggosipkan Faisal. Kirei diam saja mendengarnya, dia teringat kejadian di restoran. Dia memperingati Faisal untuk berpura-pura tidak mengenalnya dan hanya membahas pekerjaan. Faisal sangat menuruti perkataan Kirei. Kirei melihat sosok Faisal yang tengah berjalan keluar, dia jadi merasa bersalah. ... Faisal duduk di sebuah restoran, dia tengah makan siang sendirian. Memesan satu porsi nasi goreng dan memakannya dengan santai. Seorang gadis memasuki restoran itu dia hendak memesan makanan tetapi matanya melihat sosok Faisal, gadis itu terlihat terkejut. Dia berjalan mendekati Faisal.
Jessica baru saja keluar dari toilet, dia berjalan keluar untuk kembali ke tempatnya bersama Kirei dan Renata. Dia melihat sekeliling mencari keberadaan sosok yang ingin dia temui lagi. Dia berpikir jika pria yang menyelamatkannya hari itu berharap bisa dia temui lagi di sini. Jessica terdiam melihat seseorang yang tidak jauh darinya, bukan karena menemukan sosok pria yang dia cari melainkan karena dia melihat sosok mantan pacarnya yang saling rangkul bersama seorang gadis dengan mesra, pria itu berjalan kearahnya. Jessica panik dia melihat kanan dan kiri untuk mencari tempat bersembunyi. Sebuah tangan tiba-tiba menarik lengannya, menyudutkannya ke tembok. Jessica mau protes karena badan pria yang menariknya itu terlalu dekat dengannya tapi dia terpaku saat mendongak melihat wajah pria itu. Pria yang dia cari-cari. Di depan wajah Jessica sekarang adalah dada bidang lelaki itu, jantungnya rasanya seperti sudah jatuh ke perut sekarang. Lelaki itu sedikit menund