Share

Bab 6

Suara renovasi di toko Aurie lumayan keras. Setelah memastikan adiknya baik-baik saja, Keisha pun kembali dengan membawa anaknya.

Luas toko Aurie hanya 20 meter persegi. Renovasi hari ini sudah hampir selesai, mungkin besok sudah mulai pengerjaan akhir.

Setelah tukang renovasi selesai kerja malam ini, Aurie membersihkan toko sebelum pergi. Kali ini, dia tidak melupakan kalau dirinya sudah menikah.

Aurie menutup toko dan pulang ke Citra Mandala dengan sepeda listriknya. Barusan dia tiba di pintu rumah, ponsel Aurie langsung berdering.

Melihat panggilan masuk dari Samantha, Aurie pun langsung melirik ke sekeliling rumah.

Lampu depan pintu masih menyala, mungkin Nathan belum pulang, jadi hanya menyisakan sebuah lampu kecil untuknya. Nathan melakukan dengan sangat teliti.

Menebak Nathan sedang tidak di rumah, Aurie baru berani angkat telepon dari Samantha.

"Ada apa?" Aurie tidak pernah menyapa ibu tirinya karena Samantha memperlakukan mereka berdua dengan jahat selama 20 tahunan, maka itu Samantha tidak berhak dipanggil "Ibu" oleh mereka berdua.

Ditambah lagi pernikahan Keisha, kalau bukan karena Samantha meminta mahar 600 juta dari pihak laki-laki, Keisha pasti tidak akan diremehkan oleh mertuanya dan menjalani hidup seperti ini.

"Aurie, apa maksudmu? Kemarin kita janji makan malam di Hotel Kortina, kenapa kamu nggak datang? Aku menelepon Keisha, dia bilang kamu sudah menikah dan suruh aku jangan mengganggumu lagi. Apa maksud kalian berdua?"

Samantha terus merepet di ponsel, Aurie menjauhkan ponsel dari telinganya hingga seluruh ruang tamu dipenuhi teriakannya yang bergema.

"Aku nggak peduli apa pun yang terjadi, intinya aku sudah menerima uang dari Keluarga Mantofa! Kalau kamu berani nggak datang lagi, lihat saja apa yang akan kulakukan padamu!"

Mendengar kata-kata Samantha yang keterlaluan, Aurie mengelus dadanya berusaha menenangkan diri. "Samantha, apa hakmu berbicara seperti ini? Kamu yang menerima uangnya, maka kamu saja yang menikah dengan Steven Mantofa itu!"

Aurie yang muda dan kurang berpengalaman, barusan diomelin Samantha saja langsung mengamuk hingga berteriak. Dia bahkan langsung mengakhiri panggilannya dan memblokir nomor Samantha karena tidak ingin mendengar omelannya lagi.

Di ruang tamu yang besar ini, Aurie tidak menyalakan lampu. Cahaya bulan yang terang dari luar menyinari ruang tamu membuatnya yang kurus ini terlihat semakin menyedihkan.

Nathan yang mau melihat Aurie sudah pulang atau belum karena sudah larut malam, malah tidak sengaja mendengar percakapan mereka. Dia berdiri di tangga melihat Aurie yang berjongkok membelakanginya sambil menangis. Langkah kakinya berhenti sejenak.

Sebelumnya Aurie bilang kalau dia tidak ingin menikah dengan pasangan yang dipilih keluarganya. Kelihatannya, kedua orang tuanya ingin mengganti anak ini dengan mahar.

Dulu Nathan pernah melihat berita seperti ini. Saat melihat secara langsung, dia benar-benar tidak tahu bagaimana menenangkannya.

Setelah bingung sesaat, Nathan pun turun ke bawah dan menyalakan lampu di ruang tamu.

Ruang tamu dalam seketika menjadi sangat terang. Aurie yang tadinya berjongkok sambil menangis pun langsung berdiri dan menyeka wajahnya, saat dia menoleh, dia langsung bertatapan dengan Nathan yang memakai baju santai.

"Pak Nathan, kamu di rumah, ya?" Aurie sangat tercengang, dia mengira Nathan baru pulang kerja. 'Kalau Nathan dari tadi di rumah, apakah tadi dia mendengar pembicaraanku?'

Aurie malu membicarakan hal ini, terutama di depan pria yang termasuk asing ini, dia juga tidak ingin dipandang rendah.

Nathan malah dengan tenang menganggukkan kepala sambil berkata, "Bukankah sudah kubilang hari ini aku nggak kerja? Kamu baru pulang, apa kamu sudah makan malam?"

Nathan berbicara sambil berjalan ke arah dapur seakan-akan tidak melihat mata Aurie yang memerah dan tidak mendengar percakapannya tadi. Aksinya benar-benar sangat sopan dan menghormati Aurie.

Melihat Nathan berjalan ke arah dapur, Aurie buru-buru menghampirinya dan berkata, "Di kulkas nggak ada yang bisa dimakan lagi. Aku ...."

Ketika Aurie berbicara, dia mengikuti Nathan berjalan ke depan kulkas. Kulkas yang siang tadi masih kosong, sekarang sudah dipenuhi dengan beragam makanan.

"Eh, kamu beli sayur?" Aurie melihat kulkas yang penuh dengan makanan sambil melirik Nathan sekilas. 'Pria ini lumayan baik.'

Nathan meliriknya berkata, "Aku menyuruh orang mengantarnya.

"Ternyata kamu pesan antar," ujar Aurie sambil mencari beberapa bahan makanan untuk membuat mi.

Pesan antar? Nathan bingung sejenak, dia memang menyuruh asistennya untuk membeli semua ini. Akan tetapi, Nathan tidak mengatakannya.

Melihat Aurie mencuci sayur dan memotong sayur hingga memasak dengan sangat lancar, bahkan terlihat seperti orang yang mahir dalam memasak. Aurie masih begitu muda, dia malah punya kemampuan masak yang begitu hebat, dia pasti sudah mempelajari semua ini sejak kecil.

Aurie dengan cepat memasak supnya, saat dia menunggu air mendidih untuk memasak mie, dia menoleh melihat Nathan sambil menanyakan, "Pak Nathan, apa pekerjaanmu? Kemarin kakakku menanyakanku, tapi aku nggak bisa menjawabnya."

Pertanyaan ini sangat bagus. Nathan sudah menebak kalau mereka cepat lambat akan membahas hal ini. Nathan adalah direktur yang terkenal di Grup Imanuel yang berperingkat di seluruh dunia, tapi sekarang dia tidak ingin memberi tahu terlalu banyak kepada Aurie.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status