Share

Ditolak

Penulis: Titin Widyawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-17 06:14:24

Kelegaan yang tidak tanggung-tanggung, membuat Gus Farhan puas dan dipenuhi dengan rasa syukur. Ia telah berhasil membuktikan kepada alam bahwa pernyataan perihal Shofi dalam pandangan negatif luntur sesaat. Shofi bukan gadis yang dipenuhi dengan maksiat, dia berperingai luhur dengan terus menjaga marwahnya sebagai seorang Muslimah. Aurat senantiasa dibungkus rapat, pandangannya juga tidak menggeliat centil penuh godaan sebagaimana kaum penghibur.

“Saya bisa mengantarmu pulang,” seloroh Gus Farhan dengan nada lembut.

Angin pagi mendesis perlahan. Daun-daun bugenvil di halaan rumah berguguran. Kecantikan wajah Shofi dikalahkan oleh kelopak-kelopak bunga adenium dan kamboja yang tumbuh subur di dalam pot bercor semen. Wajah Shofi memang pucat, menyimpan banyak penderitaan. Akan tetapi semua hal muram telah diusir oleh kedatangan pemuda ringkih bersuara serak.

Tepatkah jika dia pulang detik itu? Putra yang memilih menyingkirkan diri, mengunci rapat masuk ke dalam kamar pribadi. Bu Ika ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nikah Yuk, Gus!   Kunci Cadangan

    Kunci Cadangan“Buka!” teriak Mahes sambil menendang permukaan pintu. Kamar Putra terkunci rapat.Ada hal yang menjadi benalu di dalam pikiran Mahes. Ia paham betul gelagat teman yang sudah seperti saudara kembar tersebut. Ya … memang mereka renggang akhir-akhir itu, tetapi percayalah sesungguhnya ada keterikatan yang sudah erat karena dulu sering melakukan apa pun bersama-sama. Sekali lagi, Putra menjadi lebih menjaga jarak pasca kecelakaan tragis yang membuat kakinya lumpuh.Gus Farhan menyeret Kang Zaki ke luar rumah. Dia merasa malu dengan tutur tidak sopan Kang Zaki. Memilih pergi setelah merasa cukup mendapatkan informasi keberadaan Shofi dan kondisinya yang dalam keadaan baik. Sesungguhnya dia pun agak kecewa karena Shofi menolak diajak pulang, tetapi mau bagaimana lagi, dia tidak bisa memaksa kehendak orang yang masih asing di dalam hidupnya.“Buka!” Mahes tidak berhenti menggedor pintu.Ada pertanyaan rumpang yang tidak dijawab oleh embusan angin pagi itu. Rumah sebesar itu t

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-21
  • Nikah Yuk, Gus!   Apa Salahnya?

    Setelah dua jam melakukan perjalanan, Shofi tiba di depan gapura pondok pesantren. Ia begitu terharu, aroma pindang Yumna tercium kembali, tote bag yang dicucikan oleh Gus Farhan kembali terkenang. Wajah yang begitu teduh itu melambai-lambai di ambang kenangan. Suara khas penuh kedamaian. Jiwanya penuh getaran, ada riak haru yang meletup-letup. Sejujurnya selain rumah, ia juga amat merindukan lingkungan hidupnya zaman dulu—pabrik roti, teman-teman bekerja yang ketakutan jika Koh Akong melakukan observasi, rutinitas mengantar kiriman untuk Yumna dan berantem dengan Agam di rumah karena persoalan sepele. Bisa tiba di pondok, maka sebentar lagi dia pasti akan kembali ke rumah menemui Bunda, sosok hawa yang ingin segera dia peluk erat-erat.Rasanya baru kemarin terjebak di gudang diskotik, diancam oleh Bos Bagong dan Bawon jika berani berbuat salah, disuruh bekerja sampai larut menuangkan bir dan melayani para pemabuk yang suka jahil bahkan bicara sembarangan. Telinganya gaduh dengan mus

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-24
  • Nikah Yuk, Gus!   Di Rumah

    Ada meja yang permukaannya dilambari menggunakan telapak usang. Noda angus menjadi karak di lantai. Tempat sampah dikerubungi lalat, juga bekas bubur yang belum sempat dibersihkan. Rumah masa kecil Shofi dipenuhi kenangan kabur yang menjadi lebur sebagaimana cat dinding yang kian luntur. Tanaman di pot-pot tidak terawat, daunnya dibiarkan kering dan mengeriput sementara gulma menjadi subur amat liar. Halaman rumah itu diserbu angin yang menerbangkan sampah-sampah robekan koran. Bunda belum sempat menyapu, begitu gumam Shofi di dalam pikiran. Untuk pertama kalinya setelah sekian tahun disekap oleh Bos Bagong, ia kembali menginjakkan kaki di halaman kelahirannya. Ada air mata haru tidak tanggung-tanggung. Tidak bisa diterjemahkan menggunakan kata-kata. Kebahagiaan melambung tinggi menembus awan kelabu di langit bersama rindu tidak berkesudahan. Dia ingin bersegera memeluk Bunda. Meski banyak pertanyaan, perihal akivitas apa yang selama itu dilakukan oleh Bunda, berjualan bubur, itu duga

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-28
  • Nikah Yuk, Gus!   Tidak Berkabar

    Agam telah berkeliling ke gang-gang kampung, dia mengunjungi setiap warung kelontong yang masih buka. Wajahnya pias dan pucat ketika tidak seorang pun mengetahui keberadaan Bunda. Dia melangkah menuju pinggiran kampung, di sana terdapat toko sembako lengkap yang cukup terkenal, biasanya dijadikan warga untuk kulakan dagangan. Agam hanya berharap bisa menemukan Bunda di tempat itu. Tetap saja hasilnya percuma. Agam melanjutkan menuju ke arah kota, memastikan tempat-tempat yang sering dikunjungi Bunda, tidak terlewatkan pabrik roti Koh Akong dan pondok pesantren Asmaul Khusna, acuh pada keberadaan Shofi yang dahulu pernah dia cari susah payah. Kakaknya menjadi tak bernilai. Akan tetapi, sampai petang datang Agam tetap tidak menemukan keberadaan Bunda—Ibunya itu seperti ditelan bumi. Hatinya mulai dongkol dengan kepulangan Shofi. Dia bahkan mampir ke tempat tinggal Anggi, rumah bernuansa muram yang dicat keremangan cahaya bulan. Dindingnya serapuh tubuh Anggi, lantai retak sebagaimana h

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Nikah Yuk, Gus!   Kalab

    Agam telah tiba di depan toserba ketika jalanan melengang dan suasana malam semakin jauh dari keramaian. Untuk hari itu juga, diskotik tutup rapat, barangkali sedang ambil cuti persiapan menjelang Bulan Ramadhan. Akan banyak tempat gemerlap yang diliburkan menyambut bulan suci tersebut. Agam abai dengan hal itu, ia fokus pada seorang gadis yang menyandarkan kepala di atas meja. Tubuhnya terduduk di atas kursi. Dinding kaca yang menampilkan aneka ragam makanan ringan menjadi bigron. Ia menendang kaki kursi sehingga tubuh Shofi terjengkang, jatuh, mukanya menyentuh lantai. Dia terbangun karena kaget. "Agam?" desis Shofi sambil mengamati sekitar. Sikap pemuda dengan kaos pendek selegam arang itu menarik perhatian Zea, juga karyawan yang jaga shift malam. Zea meninggalkan kasir, dia menuju pintu kaca, mendorong tergesa. "Kurang ajar! Seharusnya kau tidak pernah menampakkan wajahmu, Shof! Lenyap saja dari kehidupan ini! Keberadaanmu hanya membuat Bunda celaka!" sentak Agam. Dua tangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • Nikah Yuk, Gus!   Pria Baik Hati

    Akan tetapi Bunda pantang menyerah, setelah tiba di pemukiman padat penduduk, Bunda menyetop langkah sepeda motor Agam. Angin membuat jilbabnya berkinar-kibar, ada hawa dingin yang mencekam, tetapi semua itu tidak membuatnya gentar, ia terus bertekad gencar bermaksud melindungi putri yang ari-arinya pernah singgah di rahimnya. Bunda sangat bersyukur dan banyak ucap terima kasih kepada Pencipta sebab sudah mempertemukannya dengan Shofi, dia senang sekalipun pertemuannya menyedihkan. Setidaknya Shofi masih hidup, ada harapan untuk memberi pertolongan dan membawa pulang. Bunda menuruti permintaan Agam untuk meninggalkan rumah mangkrak itu karena ingin mencari bala bantuan dari warga terdekat. "Buat apa berhenti, Bunda. Kita harus pulang sebelum preman itu mengejar kita," sentak Agam juga terus memacu langkah roda motor. "Kamu tidak ingin menyelamatkan kakakmu?" "Kenapa harus diselamatkan Bunda? Dia terjerumus ke dunia gelap karena kemauannya, buat apa dipedulikan? Karena ulahnya hidup

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • Nikah Yuk, Gus!   Yang Terkenang

    Aroma karbol menguasai penciuman Putra. Ia terus memandang langit-langit kamar, banyak diam sekalipun Bu Ika memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. "Ada apa, Putra? Ceritakan semuanya kepada Ibu, jangan dipendam sendiri!" Putra tidak memberi balasan. Mustahil penjelasan perihal Bos Bagong ke luar dari bibirnya. Ia khawatir raut wajah ibunya akan bertambah gelap ketika mengetahui kebenarannya. "Kamu memang belum bisa berjalan lagi, Putra. Tetapi kalau kamu rutin terapi dan mau mendengar saran dokter, kakimu pasti bisa pulih seperti sedia kala, jangan membuat takut orang tuamu, Putra. Mendengarmu kecelakaan sudah membuat ibu nyaris gila apalagi jika ...." Bu Ika terisak, ia menutup sebagian wajah dengan telapak tangan. "Ampuni khilaf ibu jika belum bisa merawatmu sungguh-sungguh, ibu hanya bingung ... ibu tidak tahu apa yang harus dilakukan," kisah Bu Ika lagi. Tangan dengan cincin berlian itu kemudian digerakkan turun mengarah pada pergelangan tangan Putra yang dilingkari den

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • Nikah Yuk, Gus!   Tidak Tahu Arah

    Bu Ika terus melangkah, menjauhi rumah. Ia pulang diantar mobil online, sudah tidak sempat memesan ulang. Amukan masa bertambah dahsyat, wajahnya bahkan dilempari menggunakan telur busuk, entah dari mana mereka membawa—lebih tepatnya entah sejak kapan mereka menyiapkan semua rencana mengerikan tersebut. Tatapan garang, suara lantang penuh luapan amarah, kebaikan-kebaikannya terkubur dalam hitungan detik. Langkahnya bergerak mundur. Rumah mewah pemberian Hendra tidak lagi gagah, kesan kepedulian perihal cinta apalagi kasih sayang bubar semua. Dia mengutuk suaminya sendiri, benci setengah butuh bantuan di dalam keadaan genting. Bu Ika melaju tunggang-langgang terisak-isak, riasan wajahnya rusak, aroma tubuh yang biasa wangi mendadak menguarkan keringat. Matahari bertengger di atas ubun anak-anak manusia. Kendaraan berserak sebagaimana semestinya, menuju kesibukan masing-masing, mengantar keperluan atau meninggalkan jejak kepulangan. Toko-toko mulai buka, menampilkan dagangan sebersih m

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-24

Bab terbaru

  • Nikah Yuk, Gus!   Extra Chapter

    Ruang itu temaram, lampu jamur di atas meja kecil sebelah ranjang dinyalakan. Aroma wewangian mawar mendominasi lubang hidung. Shofi tengah duduk di hadapan cermin, dia mematut wajahnya yang tegang, ada ketakutan akut yang tidak bisa dia hindari. Bayangan pria bertubuh kekar menarik tubuhya dengan paksa. Jeritan permintaan tolong yang tidak dipedulikan oleh telinga-telinga orang awam membuatnya terjebak pada dimensi kelam. Dia sudah resmi menjadi istri Gus Farhan melalu pertentangan restu berkali-kali, pada akhirnya Abah Aziz dan Umi mengalah. Baiklah masa depan miliknya Gus Farhan secara utuh. Hal yang diharapkan manis di malam romantis bersaksikan milyaran titik gerimis di luar sana justru disambut oleh tangis. Shofi tersedu-sedu meminta maaf kepada Gus Farhan. Sudah satu bulan penuh dirinya tinggal serumah bersama Gus Farhan, satu atap dalam satu ruang tetapi pisah ranjang ... ya tubuh mereka belum bersentuhan sama sekali. Ada hal yang menjanggal. Shofi terlarut dalam trauma psiki

  • Nikah Yuk, Gus!   Di Suatu Pagi

    Ketika meja sarapan menghidangkan sepiring tempe mendoan dengan kepulan hangat, dilengkapi tiga buah bubur bersahabat sayur tahu kuning berkuah santan, ketika pagi dirimbuni embun semalam dan daun-daun masih basah. Malam tadi ada gerimis Mei yang membasuh bumi. Bunga alamanda milik tetangga menguning indah bersama butiran air. Jendela melukis air terjun, sementara udara menyergap dalam dingin tidak berkesudahan. Mereka bertiga sarapan bubur buatan tangan Bunda. Hari itu minggu, Bunda mengambil libur jualan. Ada setoples kerupuk udang yang menjadi saksi kebersamaan mereka. Agam menyantap bubur serupa orang tidak makan satu hari penuh. Shofi sesekali mencuri pandang kelakuan sang adik, sepertinya dia tidak sedang lapar, tetapi ada aura kebahagiaan yang membuat nafsu makannya bertambah. Zea, gadis toserba itu, sosok yang menjadikan alasannya lari tergesa, sudah pasti menjadi alasan Agam makan begitu nikmat. "Zea sepertinya sholihah, dia menutup aurat dan kelebihannya adalah cantik," cel

  • Nikah Yuk, Gus!   Ambil Keputusan

    Selajur sinar neon menyiram wajah Gus Farhan, dia setengah rebah di atas dipan, melembari surat Shofi yang kemarin belum terbaca tuntas tetapi jantungnya telah ditabuh penuh kemenangan. Bibir merah tipisnya menyungging, bibir yang tak akan pernah dia kotori menggunakan nikotin apalagi kata-kata dusta, serupa janji manis. Bising serangga malam di luar kamar bagaikan koor lagu romantis detik itu. ...'Satu hal yang pasti darimu semenjak kita bertemu, Farhan. Kau tampan, lalu kau baik karena mau memberi pertolongan kepadaku yang belum dikenal. Hatimu begitu ikhlas. Ini bukan bentuk pujian, tetapi begitulah kenyataan tersurat untukmu. Kalau untuk orang yang tidak dikenal saja kau berani mempertaruhkan harga diri dan keselamatanmu, maka aku pastikan kamu orang bertanggungjawab. Untuk itu, tanggunglah kesedihan dan hidupku di masa depan. Ayo kita menikah, kita lawan kegelisahan dan cobaan-cobaan kehidupan. Aku tidak akan mengajakmu hidup bahagia, sesungguhnya kebahagiaan hanyalah kamuflase

  • Nikah Yuk, Gus!   Tertarik

    Pemuda itu menekan tombol untuk menjalankan roda secara otomatis, kemudian dia menyetirnya ke kanan dan ke kiri menuju garasi. Putra yang malang, dia meringis kesakitan, menahan bulir-bulir peluh, menyeret dua kakinya yang mati rasa, berat seumpama ditindih batu ratusan kilo. Kalau pantas, sudah diungsikan kaki-kakinya yang tiada guna itu. Mereka hanya menjadi beban, tidak bisa digunakan sekali pun dalam posisi Putra ingin berlari. Ya, sungguh pada petang itu dia ingin mendatangi toserba yang dibicarakan warga netizen, seorang konten kreator mengunggah vidio pertengkaran dua kaum hawa di media sosial, dan entah bagaimana ceritanya mendadak kontennya viral—karena menggunakan tagline 'Gadis Bar Berjilbab, Shofi dan Gus Farhan.' Padahal anak satu-satunya Abah Aziz itu sedang tidak di lokasi. "Kumohon ...," rintihnya sambil bersusah payah menaiki mobil. Setelah berhasil kursi rodanya ditarik kemudian dilipat di sisinya. Ia mengusap keringat dengan punggung tangan. Lantas menghubungi Mahe

  • Nikah Yuk, Gus!   Suara Netizen

    Pop up pesan di layar ponsel Agam membuat pemuda itu langsung lompat ke halaman rumah, ia seret sepeda motornya di bawah kain langit yang membentang jingga. Shofi yang baru saja duduk menikmati teh hangat seduhan Bunda dibuat terkejut olehnya. "Ada apa, Gam?" teriak Shofi, dia pun lari menghampiri Agam. "Temanku berantem," celetuk Agam. "Sejak kapan dirimu punya teman?" seru Shofi dengan kening berkerut. Agam menghela napas panjang, dia kemudian menumpangi sepeda motor, menyalakan mesin. "Aku ikut!" "Enggak! Ini bukan urusanmu!" sergah Agam dengan suara lantang, lebih keras dari amukan petir sewaktu badai. Ada hal yang tidak ingin dipertemukan oleh Agam, kakaknya berada di mode tenang. Jika dia melihat sosok Anggi, maka peperangan batinnya akan kembali mengamuk. Beberapa hari ini, Shofi terlihat murung, Agam belum mengetahui penyebabnya, jika Anggi hadir dalam kehidupan sekarang, maka batin saudaranya akan terkungkung dalam amarah dan kebencian. Agam tidak mau saudaranya menderit

  • Nikah Yuk, Gus!   Penilaian

    "Hei kau tahu kabar gadis bar yang dulu pakai jilbab?" tanya seorang remaja yang duduk di kursi tunggu toserba, mereka tengah asyik menikmati cemilan ringan dan soft drink aneka rasa. "Pernah dengar sih, cuma agak blur, nggak nyimak medsos, ada apa?" "Ternyata dia diselamatkan oleh Gus Farhan, tahu kan pemuda tampan putranya Kyai Aziz? Gara-gara dia nama Gus Farhan sempat menjadi perbincangan," "Lah kok bisa Gus Farhan dekat dengan gadis bar, okelah dia berjilbab, tapi kan lingkungannya buruk!" celetuk temannya kemudian menenggak minuman. "Menurut berita sih gadis itu ternyata dijebak oleh Bos Bagong, dipekerjakan tanpa gaji, tapi ya entahlah, namanya juga kabar kabur," "Bos Bagong itu siapa?" "Itu nama gelapnya Pak Hendra, si pengusaha yang mempunyai berbagai toko bangunan, kau tahu?" "Hmmm, nggak kenal sih, cuma kejam juga itu si Bos Bagong, masak iya mau mempekerjakan orang tapi nggak mau bayar, lah duitnya diapakan?" "Itu dia, aneh kan? Bukan hanya gadis itu saja yang dipe

  • Nikah Yuk, Gus!   Memberi Waktu

    Pemuda itu tengah menunggu kepulangan Shofi, dia seperti biasa diantar oleh Mahes. Keduanya seperti jarum dan benang, saling berkaitan jika mau digunakan. Putra memandang langit sementara Mahes sibuk duduk di atas kursi bambu dengan memoles layar gawai. Dia merasa rumah Shofi begitu miris, kecil dan tampak memperihatinkan. Bunda menyambut kedua tamunya dengan baik, menyuguhi teh hangat dan pacitan sisa lebaran. Akan tetapi dua bibir milik pemuda itu tidak berselera menyentuh kue yang dihidangkan. Apalagi Putra, pokok pikirannya sedang tertuju kepada Shofi, dia ingin segera bertemu dengan Shofi. "Jadi kamu anaknya Bos Bagong—maaf maksudnya Pak Hendra yang menyekap anak saya itu?" Bunda meluruskan. "Ya, dan Ibu yang ditolong Anda adalah istrinya," Bunda terkejut, begitu lihai takdir menyatukan kehidupan seseorang, hal yang mustahil dijadikan kenyataan, hal yang seolah enggan dilembutkan, menjadi lunak. "Bu Ika?" Putra memberi anggukan, Mahes masih asyik dengan permainan online di p

  • Nikah Yuk, Gus!   Pertemuan

    Bangunan itu berdiri kokoh dengan pondasi berumur senja. Pintu-pintu kamar yang catnya luntur, dipadukan dengan lantai teras yang retak-retak. Engsel jendela kebanyakan rusak. Satu-satunya gedung yang terbilang masih kokoh dan memiliki daya tarik karismatik yakni masjid di dalamnya, apalagi cat dindingnya baru dipoles kemarin sebelum lebaran. Santri piket mengumandangkan takbir di bawah gemerlap lampu yang dinyalakan. Halaman bangunan itu mendadak dirundung sepi selama dua minggu. Santri cuti mengaji, kebanyakan pulang untuk bersilaturahmi dengan keluarga di kampung halaman. Kang Zaki juga tidak kelihatan duduk di kantor pondok putra. Mobil-mobil pondok mangkrak di garasi, itu artinya Abah Aziz, Umi dan Farhan ada di ndalem. Lantas bisakah Shofi menyapa mata teduh pemuda yang pernah menyelamatkannya? April menyapa akhir bulan di kalender masehi, daun-daun trembesi meranggas di halaman asrama, dikombinasi rontokan daun kering rambutan dan kersen. Daun-daun kering itu berserak di atas

  • Nikah Yuk, Gus!   Trauma

    Orang-orang bersliweran mengenakan sandang luwes, rapi dan bau pewangi yang baru saja dibeli dari supermarket. Kendaraan-kendaraan berplat putih turun berkeliaran di jalanan kampung, disusul mobil rentalan dari luar kota membludak membuat macet. Petasan berdenging mengusik kedamaian siput kecil di dalam gendang telinga, para sesepuh berkali menggerundel karena terkejut hingga jantungnya mau semaput. Ketika itu, Shofi mengembangkan senyum di hadapan Bunda dan Agam, mereka hanya bertiga, belum memulai perjalanan keliling kampung untuk ulurkan salam permintaan ampun kepada para orang tua. Kebiasaan orang desa, memohon maaf atas khilaf selama setahun penuh baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal itu tentu dilakukan pula oleh Agam dan Shofi, sekalipun pemuda berambut cepak yang baru saja cukur kemarin itu sempat bersikap dingin karena menahan malu. “Sudah, jangan jaim, aku telah mengampunimu walaupun kau tidak mau meminta maaf,” ungkap Shofi membunuh kebungkaman waktu. Selepas shalad

DMCA.com Protection Status