“Dia ini adalah tunanganku, Ai.”
Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanita itu mencemooh. “Cukup, Lenka.” Rio lalu menarik tangan Aileen. Aileen sudah berkaca-kaca. Dia sakit hati bukan karena cemoohan wanita yang bersama Rio. Tapi dia sangat percaya pada Rio dan tidak mengira akan sesakit ini menyadari fakta bahwa pria yang ia cintai telah berkhianat. “Aileen aku minta—” Aileen memotong perkataan Rio dengan satu tamparan cukup keras. “Kau beneran begini, Rio?” tanya Aileen dengan air mata yang tumpah tanpa dapat dicegah. Ia benci mempercayai bahwa laki-laki didepannya benar-benar mengkhianatinya. Rio memegang sebelah pipinya sambil menghela napas kasar. “Aku terima tamparan—” Aileen amat muak hingga dia menampar Rio di sisi yang lain. “Diam kamu, brengsek!" Meski menangis sekalipun, semuanya takkan berubah, kan. Dia sedang tak bermimpi sekarang. Terbukti, telapak tangannya serasa pedih saat menampar Rio barusan. "Menjijikkan!!" Aileen menutup matanya, ia tak ingin menangis tapi malah jadi sangat memalukan. Rio tak dapat berbicara lagi. Kemarahan Aileen membuatnya membeku. Dia memang salah, tapi Lenka, wanita itu lebih segala-galanya dibandingkan Aileen. Lenka punya apa yang ia butuhkan, sedangkan Aileen, gadis itu hanya terlalu naif. "Maaf." “Ternyata aku sangat menyedihkan." Aileen menatap Rio dengan rasa benci yang bermunculan. "Semua yang kau katakan palsu, kau menganggapku bodoh, kan," lirih Aileen. "Sialan!" “Aileen, kau tau aku serius waktu bilang aku mencintaimu. Tapi—" “Cukup!” Pekik Aileen. “Kau gila, hah! Kau masih berani berkata cinta? Kau mengasihaniku sampai segitunya!" “Tidak Aileen, aku memang mencintaimu. Kau baik, aku hanya terlalu buruk." Aileen menggelengkan kepalanya. Ia lalu menyeka air mata di pipinya dengan rasa sakit yang luar biasa. “Ah pria sialan. Kau hanya membuatku makin terlihat bodoh, tau. Ini menyebalkan." “Karena itu kita akhiri saja, ya, Aileen.” "Apa kau bilang?" "Ya, kita putus saja, Aileen." ** Hidup Aileen berjalan normal. Sejak sekolah dia selalu mendapatkan banyak pencapaian yang luar biasa. Meski Ailleen terlahir dari keluarga yang berada. Tapi orang tua Aileen selalu mengajarkan kemandirian padanya. Tak lupa juga untuk membantu sesama dan tidak bertindak semuanya apalagi sombong. Karena itulah, Aileen tumbuh menjadi gadis yang sederhana. Menjadi cantik seperti hal yang di agung-agungkan oleh hampir sebagian besar perempuan. Tidak semuanya, buktinya Aileen tidak begitu. Baginya hidup dengan wajah standar tidak masalah, karena dia beruntung memiliki kekasih yang sangat sayang padanya. “Benar kata orang. Tidak ada tempat untuk wanita jelek sepertiku. Anganku terlalu tinggi saat bersamanya yang kukira tulus mencintaiku apa adanya,” gumam Aileen dengan nada putus asa. Segalanya telah Aileen berikan untuk Rio. Termasuk ciuman pertamanya yang ia jaga dengan sekuat tenaga hanya ingin dia berikan untuk jodohnya kelak. Aileen berharap Rio orangnya. Tapi ternyata yang terjadi sekarang membuatnya amat menyesal. Bahkan ia nyaris memberikan keperawanannya pada pria itu. “Namanya Lenka, dia memang cantik. Siapa yang peduli dengan mulut pedasnya, ataupun sikap buruknya. Yang terpenting, dia cantik, bukan?” Saat itu Aileen menyadari bahwa benar yang Rio katakan, dia hanya terlalu baik. Walau ia lebih suka menyebutnya terlalu bodoh. Aileen sampai di depan mesin atm. Ia hanya ingin memeriksa tabungannya yang sempat dipegang oleh Rio. Pria yang sudah resmi menyandang status mantan pacar itu mengembalikan kartu atm Aileen tadi. Ia meremas benda pipih itu lalu memasukkannya ke mesin dan terkejut melihat nilai saldo yang tertulis di sana. Uang yang selama ini dia kumpulkan dari pemberian orang tuanya, juga dari usahanya berbisnis hilang dan hanya disisakan beberapa ratus ribu saja. “D-Dia mengurasnya?” Meskipun keluarganya kaya raya tapi tetap saja ia tidak ikhlas jika uang itu diambil oleh Rio. “Argh!” Lagi-lagi ia yang bodoh. Jelas kesalahan ada padanya karena dia yang memberikan kartu tersebut pada Rio. “Kau sangat payah Aileen!” Kini rasa sakit hati yang ia rasakan berubah menjadi sebuah dendam. Padahal ia hanya menitipkan kartu atmnya pada Rio untuk sebatas jaga-jaga. Kalau Rio butuh dana untuk biaya kuliah Pascasarjana. Tidak disangka, Rio malah menguras isinya dengan sesuka hati. Lalu ia bingung harus melakukan apa, apakah ia harus menuntut Rio. Dibandingkan sakit hati karena patah hati, kini Aileen lebih merasakan kemarahan dan dendam yang membuncah. “Kau harus mengembalikannya!” Nomor Rio yang telah ia blokir lantas ia buka kembali. Aileen menelepon Rio untuk meminta kembali tabungannya. “Rio kembalikan uangku yang kau ambil!” “Halo, kau si culun itu ya?” Terdengar tawa sumbang dari seorang wanita. Itu pasti Lenka, yang katanya tunangan Rio. “Berikan pada Rio! Aku ingin bicara dengannya!” tegas Aileen dari sambungan telepon. “Uh, kau mengganggu aku yang sedang bercinta dengannya. Telepon lagi nanti, ya.” Sambungannya langsung terputus begitu saja. “B-Bercinta? Apa dia gila?” Saat itu tubuh Aileen sontak layu. Ia terhuyung sambil berpegangan pada mesin atm di depannya. “Maaf, apa Anda sudah selesai?” Seorang ibu mengetuk pintu mesin atm. Ia sudah mengantre sejak tadi, dan Aileen kelamaan di dalamnya. Aileen pun keluar. “M-Maaf.” Apa yang Aileen sempat harapkan? Dia berharap Rio menyesali perbuatannya dan memintanya kembali. Mungkin dengan ia menagih uangnya, Rio akan menyadari nilainya sebagai kekasih. Tapi ternyata dia malah mendengar hal yang menjijikkan. “Jadi Rio sudah tidur dengan wanita itu?” Tak disangka pria yang dulunya selembut sutra saat memperlakukan dirinya. Ternyata amat menjijikkan. Kini takkan pernah Aileen berharap Rio menyadari arti dirinya lagi. Aileen jijik dan sangat benci dengan kelakuan brengsek orang itu. Namun, ia juga tak rela jika harga dirinya diinjak-injak secara hina begitu dengan orang yang dulunya dinafkahi olehnya. “Aku akan buktikan bahwa aku juga bisa membalasmu, Rio. Uang lima ratus juta yang kau keruk dariku, kau harus mengembalikannya secara utuh!”Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?" "Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen
Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik. "Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah,
"Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
"Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik. "Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah,
Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?" "Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
“Dia ini adalah tunanganku, Ai.” Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanit