"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?"
"Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen. Albani mengangguk setuju. "Ya, kau benar. Kita memang akan menikah sungguhan. Tapi secara pribadi, kita punya ketentuan sendiri. Pernikahan ini direncanakan dan punya akhir yang jelas nanti." "Akhir yang jelas?" "Hem, kita akan berpisah setelah dua tahun. Tidak masalah, kan." "Oh. Jadi, kita hanya menikah dua tahun?" "Ya, nanti akan kuberikan rinciannya. Kita akan sepakati bersama." Aileen meringis. Ia tak pernah membayangkan akan melakukan perjanjian dengan orang untuk menikah pura-pura. Padahal impiannya membangun rumah tangga bahagia dengan orang yang dia cintai. Sekarang semuanya harus ia kubur dalam-dalam. "Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan Aileen, hanya cukup bersamaku semuanya akan selesai dengan sempurna." Perkataan Albani membuat Aileen menatap pria itu serius. "Maksudnya?" "Kau bisa membuat pria bodoh itu tampak semakin menyedihkan nanti. Kau hanya perlu membuatnya kecil sekecil debu di depanmu." Aileen berusaha mencerna perkataan pria di depannya. Albani kelihatan sangat tenang, dia berbeda dengan Rio yang cenderung gegabah dalam bersikap. Albani di satu sisi hanyalah pria asing dalam hidup Aileen, tapi entah kenapa Aileen merasa Albani jauh membuatnya tenang, dibandingkan saat ia bersama dengan Rio dahulu. "Kau mengerti maksudku, kan?" tanya Albani. "Em, aku hanya tidak suka dia sebebas itu bersikap seolah selama ini aku hanya gadis bodoh." Aileen menghembuskan napas berat. "Aku sudah memberikan segalanya, tapi itu makin membuatku tampak bodoh kan." Albani terkekeh. "Kau hanya naif, Aileen." "Apa katamu? Naif?" "Hem, gadis naif yang sangat ku benci." "Hah?" Albani menatap Aileen lekat. "Kau seharusnya bersikap agresif dibanding naif. Gadis naif tidak akan bisa membalas dendam. Sementara gadis agresif bisa dengan lebih leluasa melakukannya. Apa kau paham?" *** Aileen terus memikirkan perkataan Albani. Anehnya setiap ucapan Albani selalu berhasil membuatnya kepikiran walau ia berusaha tidak memikirkannya. Kesepakatan itu sudah dia lakukan. Ia sebentar lagi akan menikah dengan pria asing itu. Albani Raditya. "Aileen, mama boleh masuk?" "Ya, Ma." Aileen menghilangkan pikirannya tentang perkataan Albani, ia harus fokus pada mamanya. Semoga saja mamanya tidak curiga mengapa ia begitu mudahnya berbalik jadi menerima perjodohan itu. "Kamu belum tidur sayang?" "Belum, Ma. Ada apa, Ma?" "Tidak apa-apa, mama cuman mau ngobrol sebentar." "Ah, oke." "Kamu tadi abis ketemuan sama Albani?" "Em, iya, Ma. Hanya untuk mengobrol aja." "Itu bagus, Sayang. Mama rasa kamu bisa lebih dekat lagi nanti." "Ma, Aileen ingin segera menikah." Mamanya terkejut mendengar perkataan Aileen. "Menikah lebih cepat?" "Ya. Lebih cepat lebih baik kan." "Tapi, ini serius? Kenapa sayang?" "No problem, aku hanya ingin segera menikah." Mamanya merasa aneh, tapi dia tidak ingin Aileen berubah pikiran. "Baiklah, Sayang. Mama akan bicarakan ini dengan papa dan juga keluarga Albani." "Ya, baik Ma." Aileen merasa yakin dia akan lebih baik jika sudah menikah. Sekarang dia semakin bersemangat untuk menghancurkan pria bernama Rio. Apalagi setelah kejadian tadi, dia tidak sengaja melihat Rio tengah bergandengan dengan kekasihnya di tempat yang sama, tempat dimana ia bertemu Albani. ** Albani baru saja sampai di apartemennya. Saat seperti ini dia memilih untuk memberikan privasi dengan tidak tinggal di rumah yang sama dimana mamanya ada di sana. Berbagai pertanyaan dan obrolan yang tidak dia harapkan hanya akan membuat kepalanya sakit. "Haah." Albani menghela napas berat. Ditangannya ada segelas wine yang menemani waktunya untuk sendiri. "Apa kau akan segera menjadi pria sungguhan, Al." Tatapan mata Albani hanya terus kosong. Ia banyak berpikir apa yang akan terjadi ke depannya, tapi saat kata pernikahan muncul mendadak semuanya jadi kosong melompong. "Wanita, kenapa harus ada di hidup ini." Albani menyesap minuman di gelasnya santai. "Wanita, gadis itu apakah dia juga wanita yang sama." Albani meletakkan gelas yang sudah kosong. "Wanita yang hanya akan menggigitku saat aku sudah tidak berguna." Albani tertawa sumbang. "Wanita yang seperti anjing. Bahkan anjing pun lebih baik." Tangannya mengepal kuat. Ia berharap Aileen tidak sama dengan wanita yang ia anggap seperti anjing. Wanita yang pernah mengisi hidupnya, dan membuatnya jadi tidak berselera untuk bercinta lagi setelahnya. Ikatan pernikahan hanya akan membuatnya semakin tertekan, tapi semoga tidak jika wanita itu seperti Aileen. "Baiklah, Al, hadapi saja dan kita lihat. Apakah pernikahan itu cukup menarik untuk dinikmati seperti wine ini." Ia menuang kembali wine ke dalam gelasnya yang sudah kosong tadi. Ponsel Albani berdering. Ia lalu menerima panggilan masuk itu. "Ya, ada apa kau menelepon?" "Al, jadi apa benar kau akan menikah, hem?" Albani menatap gelasnya. "Hem, untuk apa kau tanya." "Wow! Jadi, benar?" "Lupakan saja, aku akan tutup." "Al! Tunggu dulu, jangan lupa mengundangku oke!" Albani menggeleng. "Ya, jika aku benar menikah." "Sialan. Sudah kuduga pasti ada yang tidak beres, kan. Kau bukannya masih patah hati karena—" Albani mematikan panggilan tersebut setelah merasa tidak nyaman. "Aku benci jika wanita anjing itu harus dibahas lagi." ** Aileen baru akan memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah pemberitahuan muncul berisi rincian dana yang keluar dari rekeningnya. "Apa ini?" gumamnya sebelum ia terheran-heran. "Aku tidak menggunakan uang sebanyak ini. Tapi ini kenapa bisa?" Jelas sekali ia bahkan tidak membuka aplikasi mobile banking beberapa hari ini. Tapi ada uang yang keluar dari rekeningnya. "Nggak mungkin, apa ini perbuatan Rio?" Aileen buru-buru mencari informasi tentang uang yang baru saja keluar itu. "Gila, ini banyak sekali. Apa yang dia lakukan, kenapa dia masih menguras uangku?" Aileen menggeleng. Ia makin benci dengan Rio dan kemarahannya semakin meluap-luap. "Apa kamu kekurangan uang, apa pacarmu itu nggak bisa kasih kamu uang, Rio. Ini nggak bisa dibiarkan, aku nggak akan tinggal diam!"Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik. "Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah,
"Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
“Dia ini adalah tunanganku, Ai.” Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanit
Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
"Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik. "Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah,
Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?" "Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
“Dia ini adalah tunanganku, Ai.” Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanit