"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik.
"Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah, kamu aja belum coba, gimana kamu bisa tau kalau itu nggak nyaman. Ai, ngga mungkin di hari pernikahan kamu nanti, kamu pakai kacamata, kan? Lucu aja gitu liatnya." Mia tertawa pelan. "Kamu lepas ya. Sini biar Tante bantu." Gadis yang terbiasa dengan kaca mata tebalnya itu, menyipitkan pandangan yang terlihat agak kabur. Dia memang tak terbiasa tanpa benda di matanya itu. "Tante, tapi aku nggak jelas lihat apa pun sekarang." "No problem. Tante udah tau berapa minus kamu, karena mama kamu udah cerita. Udah tante sediakan lensa kontak yang cocok buat kamu, Sayang." Mia mengambil sebuah kotak, mengeluarkan isinya. Itu adalah kontak lens berwarna hitam. "Kamu nanti bisa ganti warna lain juga, lucu loh. Aileen, kalau kamu udah terbiasa make up nanti kamu akan merasa, make up itu mudah." Aileen tidak tertarik dengan make up sampai akhirnya dia terngiang ucapan Lenka, selingkuhan Rio yang bilang dirinya tidak menarik dan culun. Akhirnya Aileen membiarkan Mia memasangkan kontak lensa di matanya. Rupanya itu tidaklah buruk juga, penglihatannya mulai membaik, dia bisa melihat dengan benda itu. "Gimana, Sayang? Kamu bisa lihat dengan lensa kontaknya, kan?" "Iya, Tante. Ternyata nggak terasa apa pun, ya?" Mia menggeleng. Dia heran, padahal Aileen bisa dibilang memiliki segalanya. Tapi, kenapa hanya hal yang sepele begini saja, Aileen bahkan baru mencobanya. Memakai kontak lens itu adalah hal yang lumrah di zaman sekarang, dan itu bisa mempercantik tampilan mata perempuan. "Aileen, apa kamu emang nggak tertarik sama sekali dengan make up?" Sejujurnya iya. Tapi, sekarang mendadak keinginan untuk tampil cantik dan berubah berkobar dalam dirinya. "Aileen mau belajar, Tante. Boleh, kan?" Mia terlihat antusias. "Boleh dong! Aileen, apalagi kamu akan menikah, ini penting untuk kamu, Sayang. Tenang aja, di tangan Tante, kamu akan menjadi pengantin tercantik. Tante juga akan ajarin kamu gimana caranya make up supaya kamu bisa dengan mudah memulainya. Nggak perlu cara yang susah, yang simpel aja dulu. Make up terpenting supaya kamu nggak kelihatan pucat, dan tetap segar, cantik, natural-look pasti cocok untuk kamu." Aileen merasa bersemangat. Dia memang ingin menunjukkan siapa dirinya pada Rio dan mantan kekasihnya. Meskipun dia belum tau kapan akan bertemu dengan mantan brengseknya itu. Berbeda dengan Aileen, Albani justru terkenal dengan style nya yang menawan dan mahal. Bahkan Albani bolak-balik jadi model sampul majalah bisnis dengan look berkelas. Anugerah itu dimilikinya. Apa pun yang dikenakan Al, semuanya tampak bagus. Mengapa sampai ada yang bilang, Albani lebih cocok menjadi model, dan sudah pasti dia akan digandrungi oleh banyak wanita di luar sana. "Selesai, tidak butuh waktu lama. Kamu sudah luar biasa, Al." "Thanks, Bro." "Saya nggak nyangka, kamu akhirnya menikah juga, Al. Padahal, siapa yang bilang tidak mau berkomitmen seperti itu. Kamu, kan? Atau saya yang salah dengar waktu itu?" ujar Mike, dia adalah stylist sekaligus sahabat dari Albani. Al hanya menggeleng dengan senyuman tipisnya. "Entahlah." Mike duduk di sebelah Albani sambil menatap wajah sahabatnya yang tampak menakjubkan dengan pakaian formal untuk upacara pernikahan yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi. "Apa kamu mencintai wanita itu, Al?" Albani menoleh. Keduanya saling pandang. "Hem?" "Ya, maksud saya, apa kamu mencintai calon istri kamu itu? Aneh juga, karena ini menurut saya sangat ajaib, Al." Albani tidak akan menceritakan yang sebenarnya terhadap Mike. "Tidak, ini semua karena perjodohan. Jadi, mustahil ada cinta di awal. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan nantinya. Siapa yang tahu, iya, kan?" Padahal Albani yakin dia tidak mungkin punya rasa semacam itu untuk Aileen. Baik sekarang maupun nanti. Mike menepuk bahu Albani. "Rupanya begitu. Ya, tapi tetap saja ini bagus, Al. Awal yang bagus untuk kamu memulai semuanya. Jaga perasaan wanita itu, tidak semua wanita sama dengan Marsha." "Jangan sebut nama wanita menjijikkan itu. Aileen, jauh lebih baik, dari sudut manapun." Mike baru kali ini melihat Albani memuji wanita. Padahal, menurutnya rasa sakit hati akibat ulah Marsha sangat membekas hingga Albani terkesan tidak percaya ada wanita yang tulus di dunia ini. "Baguslah, kalau kamu merasa begitu. Kamu benar, hanya dia wanita yang menjijikkan. Ada banyak wanita baik, mungkin saja, Aileen lah salah satunya. Semangat, Bro!" Albani tak sadar baru saja memuji Aileen. Padahal jelas sekali dia menikahi Aileen pun bukan karena cinta. Entahlah, yang jelas Albani membenci Marsha dan tak pernah ada wanita yang lebih menjijikkan baginya melebihi Marsha, mantan kekasihnya. "Tidak mungkin, sebelumnya kurasa semua wanita sama saja. Jika itu Aileen sekalipun, aku tetap harus waspada." ** "Beby, kamu lagi ngapain sih di dalem? Buruan dong, kita sebentar lagi harus udah stay di lokasi acara. Mami papi aku udah ngehubungin aku terus nih. Mereka bawel nanya aku datang jam berapa." "Ya, sebentar," jawab Rio dari dalam. Lenka sibuk mengoleskan lipstik ke bibirnya. Seperti biasa, warna merah terang dengan style bold dan seksi melekat di diri kekasih Rio itu. "Sori, aku tadi agak kesulitan pasang dasi." Rio tampak berkarisma dengan penampilannya di hari itu. "You're so handsome, Baby." Lenka langsung menarik kerah baju Rio, kemudian mencium bibir nya. "Aku jadi mau cium kamu terus!" Rio mendorong pelan tubuh Lenka. Biasanya dia tidak pernah tahan jika hanya berciuman dengan Lenka tanpa melakukan making love atau setidaknya hanya making out saja. Tapi sekarang, di pikirannya mulai terbayang wajah Aileen. "Lenka, ayo kita jalan sekarang. Kamu bilang kita bisa telat, kan?" Lenka merasakan keanehan di diri kekasihnya. "Beby, ini entah perasaan aku aja, atau emang kamu tuh agak beda? Kamu berubah deh kayaknya. Kenapa sih? Kamu jadi pendiam, terus nggak biasanya banget, kamu nggak balas ciuman dari aku?" Rio menghela napas, lalu memeluk Lenka. "Maafin aku, Sayang. Kayaknya aku benar-benar kecapekan dan butuh banyak istirahat. Jadi aku nggak fokus berpikir. Beneran, deh. Aku nggak ada maksud apa-apa," jawabnya. Lenka melepaskan pelukan Rio, menatap tajam mata kekasihnya itu. "Yakin? Hanya karena kamu capek? Bukan karena kamu mikirin mantan kamu yang jelek itu, kan?" "Lenka, kamu nggak boleh menghina fisik orang." "Bulshit! Sejak kapan sih kamu nggak setuju dengan pendapat aku. Waktu itu kamu sendiri yang bilang sama aku. Kamu nggak ada nafsu di dekat wanita itu, kan, Rio! Jangan bilang kamu lupa kamu pernah bilang gitu ke aku, hem?" Rio mengusap kasar wajahnya lalu duduk di atas ranjang dengan perasaan makin tak jelas. "Udahlah, intinya aku nggak mau kita bahas dia lagi. Aku bener-bener nggak bisa remehin tuh cewek culun ya. Kamu ternyata bisa juga ke bayang-bayang wanita itu. Sekarang kamu mau ikut ke pesta apa enggak? Atau kamu mau istirahat?" Rio beranjak dari duduk. "Aku temenin kamu, Sayang.""Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
“Dia ini adalah tunanganku, Ai.” Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanit
Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?" "Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen
Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
Diambilnya rokok dari dalam dasbor mobil, lalu Rio keluar untuk menyalakan api. Lenka mengusap wajah, tak mengerti dengan kemarahan pacarnya. "Dia kenapa sih? Padahal, dia sendiri yang bilang, dia nggak betah punya pacar yang benar-benar norak, dan nggak menggairahkan? Kenapa sekarang dia mendadak begitu? Atau jangan-jangan, dia beneran terpukau karena mantannya itu mulai merubah penampilannya?" Lenka mengatakan itu sembari menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. "Tapi, dia sama sekali bukan tandingan ku." Rio masih menenangkan diri dengan sebatang rokok di sela telunjuk dan jari tengahnya. Sambil mengepul kan asap ke udara, berusaha untuk bisa menghilangkan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya kala terbayang bibir merah Aileen, yang ternyata sangat sexy dengan polesan gincu berwarna merah muda tadi. "Fuck!!" "Rio, kamu sampai kapan merokok? Kita pulang, yuk. Sepertinya kamu harus mengademkan pikiran kamu yang mulai aneh itu. Kamu nggak perlu punya perasaan kesal do
"Kalian berdua resmi sebagai suami istri." "Benarkah," desah Aileen pelan. "Senyumlah." Albani memegang tangan Aileen. Gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Albani. Begitu akad nikah selesai dilaksanakan. Meski dengan perasaan bercampur aduk, antara cemas, takut, dan tidak dapat dideskripsikan oleh Aileen. Dia sudah resmi dan sah menjadi istri seorang Albani Raditya. Kini Aileen terngiang perkataan Albani barusan, ini tentang balas dendam. "Kau benar Mas Al." "Hem?" "Aku harus balas dendam, kan." Albani menganggukkan kepala. "Ah, tepat." "Silakan untuk pengantin pria diperbolehkan jika ingin mencium pengantin wanita." Ucapan pembawa acara itu membuat Aileen berdegup gugup. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah Albani akan menciumnya sungguhan di depan orang-orang yang jumlahnya sangat banyak itu. Tapi tadi Albani bilang dia tidak boleh menolak, malah menyuruhnya melakukan improvisasi. Albani tersenyum penuh arti, menatap Aileen sembari mengelus punggung tangan wani
"Apa ini benar-benar terjadi?" gumam Aileen berdebar. Tibalah hari yang menegangkan bagi Aileen. Sekarang, dia sedang berdiri, menggandeng tangan ayahnya dengan jantung berdentum kuat. Tak pernah dia bayangkan, pesta megah yang sekarang sedang berlangsung, adalah pesta pernikahannya dengan seorang putra pewaris tunggal perusahaan ternama di ibukota. Albani Raditya, pria itu berdiri di seberang sana, melihat ku dengan tatapan yang tidak terlalu jelas, apakah dia datar, muram, atau malah terkejut. Ternyata itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa yang sangat cantik. Aileen belum pernah berdandan sampai sedetail ini. Dia juga tak berencana untuk menikah dengan gaya yang mewah, terkesan sensual dengan pakaian pengantin yang sekarang sedang di kenakannya. Ingatan itu pernah menjadi hal terindah bagi Aileen. "Ai, kamu kalau nikah nanti sama aku. Janji, ya. Kamu nggak perlu dandan yang terlalu berlebihan. Cukup tunjukkan kamu cantik alami, seperti sekarang." Aileen hanya tersenyu
"Aileen, coba buka kacamata kamu, Sayang. Tante mau lihat mata kamu tanpa benda itu," ujar Mia, dia adalah kenalan mamanya yang bekerja sebagai make up artist. Hari itu, Mia diberikan tanggung jawab untuk mengubah penampilan Aileen yang awalnya terkesan kuno, menjadi lebih modern, elegan, dan pastinya cantik. "Kacamata? Hem, kenapa harus dilepas, Tante? Aileen selama ini nggak melepas kacamata karena penglihatan tidak terlalu jelas tanpa kacamata ini," jawab Aileen agak ragu-ragu. Mia tersenyum lalu mengusap dua bahu Aileen sambil menatap pantulan di cermin. "Aileen, kulit kamu bagus, hidung kamu juga mancung, rambut kamu juga indah dan lembut. Tante rasa, kamu cantik alami. Tapi, penampilan kamu akan bertambah cantik, kalau kamu mengganti kacamata kamu itu, Sayang." "Gimana caranya, Tante?" "Mana mungkin kamu nggak tau kalau ada yang namanya lensa kontak?" "Ah, itu, Aileen tau. Tapi, Aileen nggak nyaman, Tante." "Udah pernah coba?" Aileen menggeleng. "Belum sih." "Nah,
Aileen mungkin sudah gila atau karena saking putus asa nya, hingga dia menyetujui kesepakatan yang ditawarkan Albani padanya. Tapi di satu sisi Aileen benar-benar benci dengan Rio, apalagi setelah Rio menguras tabungannya padahal keduanya sudah putus. "Tidak, kamu beneran udah parah, Ai. Kamu setuju nikah kontrak sama dia? Asli padahal kamu sama dia belum lama kenal. Kok bisa sih kamu mau aja?" Namun semua sudah kepalang basah. Aileen telah menandatangani kesepakatan itu hitam di atas putih. "Silakan tanda tangan disini, Nona Aileen." Aileen yang awalnya ragu, tapi dia bertekad melakukan itu demi membalas kan sakit hatinya pada Rio. Akhirnya Aileen membubuhi beberapa lembar dokumen yang ada di depannya dengan tanda tangannya. "Oke, semua sudah ditandatangani secara sah di atas materai dan di saksikan oleh dua orang saksi yang saya bawa. Nona Aileen, saya sangat senang dan berterima kasih karena Nona memilih hal yang sangat tepat." Senyum tipis Albani menyisakan misteri bag
"Jadi, kamu memutuskan ini dengan pikiran jernih?" "Ya, setidaknya ini lebih baik dibandingkan harus terus meratap." "Nona Aileen, kau aneh sekali." Albani tertawa di saat Aileen sedang tidak berselera diajak bercanda. "Apanya yang lucu." Aileen mengerutkan kening. "Tentu kau, Aileen." "Apanya yang lucu. Aku sedang kesal, bukan melucu." "Untuk apa kau meratapi pria tidak berguna. Bukannya itu lucu." Albani berkata santai sambil menyesap secangkir kopi di tangannya. "Kau seharusnya memaki dia sepuasnya. Ketimbang meratapinya, bukan." Aileen langsung diam. Benar yang dikatakan Albani, untuk apa dia meratapi pria brengsek seperti mantan pacarnya. "Baguslah kalau kau sudah memutuskan menerima tawaran ini." Aileen menghela napas. "Lalu setelah ini apa?" "Kita hanya perlu berpura-pura." "Pura-pura?" "Hem, pura-pura menikah." "Tetap saja, kita benar-benar menikah. Tidak ada yang namanya menikah pura-pura tapi tercatat di kementerian agama," pungkas Aileen
Menurut Albani gadis itu cukup menarik. Ia tidak mengira jika kepribadian yang ditunjukkan oleh gadis bernama Aileen itu sangat unik. "Bisa-bisanya dia pingsan, apa katanya?" Albani heran, setelah pingsan karena terkejut, dengan mudahnya Aileen berkata ia kelaparan seharian belum makan. "Siapa pria yang membuatmu sampai lupa makan, Nona Bukankah pria itu harus diberi pelajaran," gumam Albani sambil mengendarai mobil menuju pulang dari rumah Aileen.**"Tuan muda, ada Nyonya di luar menunggu Anda.” Albani menghela napas berat. Padahal ia baru saja membaringkan tubuh, tapi kehadiran wanita itu tak dapat diabaikan olehnya.“Baiklah saya akan menemuinya.” Baru beberapa langkah kakinya berjalan. Wanita setengah baya berlarian kearahnya.“Al Sayang!” “Astaga.” Albani menggeram. “Al kamu habis dari mana saja si?” “Tolong lepaskan saya.” “Tidak mau! Kamu tak tahu aku sedari tadi sudah menunggumu? Tadi aku sampai mengantuk dan ketiduran di ruang baca. Kenapa kamu tidak ke sana?” Bia
Pipi putihnya kelihatan pucat sekarang. Aileen menatap pantulan wajahnya dari kubangan air tempat ia berteduh. Hujan turun cukup lebat, aroma hujan bercampur asap knalpot kendaraan menusuk ke penciuman. Aileen berdiri dengan pandangan kosong, sambil menghela napas berat berusaha menghilangkan pikiran tentang kejadian memuakkan beberapa waktu lalu. “Ah, bodohnya aku.” Rasanya ingin memutar kembali waktu untuk menghajar laki-laki brengsek yang sudah membuat hatinya hancur. Di saat hatinya sedang kacau, sebuah mobil melaju kencang hingga membuat genangan air mengenai dirinya. Aileen memejamkan mata, ia hanya ingin teriak sekuatnya. “Kenapa tidak ada yang berjalan baik dalam hidupku!!!” Aileen menarik napas panjang. “Kenapa aku sangat sial!!!” “Kenapa, Tuhan!!!” Seorang pria yang tak sengaja melihat pemandangan gadis berteriak di tengah hujan deras pun tersenyum. “Sebentar,” katanya pada sopir pribadinya. “Baik, Tuan.” Ia membuka kaca jendela mobilnya lalu menatap wajah ga
“Dia ini adalah tunanganku, Ai.” Aileen berniat mengejutkan pria yang dipacarinya selama sekian tahun dengan perasaan tak sabar ingin bertemu sang kekasih karena rindu. Namun, ternyata sesampainya di sana, ia justru disuguhi pemandangan mengejutkan. “Tunangan?” Awalnya Aileen menyangkal pemandangan mesra di hadapannya. Ia mengira wanita yang bersama Rio itu hanya teman kuliah Rio. Bukankah sudah biasa, terkadang teman juga bergandengan tangan, walau hanya sebatas teman. Sikap polosnya itu selalu membuatnya berpikiran positif dengan sang pacar tercinta. Namun, ternyata dugaan itu salah. “Siapa sih cewek culun ini?” ketus wanita di sebelah Rio sambil bergandengan tangan. Aileen berdiri dengan kebodohannya. Ya, dia telah dibodohi oleh Rio. Jadi, pria yang selama ini dia percaya selingkuh di belakangnya? “Dia pacar kamu itu, Rio?” ujar wanita itu. Rio hanya diam sambil tak berani menatap wajah Aileen. “Bisa-bisanya cewek culun kayak gini kamu jadiin pacar,” kata wanit