"Yakin gak mau diantar?" tanya Banyu yang baru saja mematikan mesin mobilnya.Sara mengangguk sambil membelakangkan rambutnya dan bersiap untuk keluar. Sejak diperjalanan menuju makam mamanya, Sara juga terlihat agak pendiam dari biasanya. Banyu tahu kegelisahannya soal apa dan ia tidak berniat menganggu privasinya selagi tidak diijinkan atau Sara dengan sadar bercerita. Mungkin perempuan ini butuh waktu."Oke. Aku tunggu sini." ujar Banyu sambil meraih punggung tangan Sara untuk digenggamnya sebentar.Sara keluar dari mobil dan berjalan sendirian memasuki area pemakaman itu. Sudah hampir sore, tapi cuacanya sangat cerah. Siluet kuning keemasan menerpa pucuk-pucuk daun pohon besar dimana dibawahnya ada sebuah makam seorang yang ia rindukan. Teduh menyapanya.Barangkali si penjaga makam sudah memenuhi mandat papanya untuk selalu membersihkan makan sang istri. Terlihat sekelilingnya bersih dengan potongan rumput hijau yang rapi. "Mama ... Sara datang," Ia berjongkok di samping pusara it
Banyu dan Sara baru pulang dari kantor, sedikit lebih malam karena pekerjaan Banyu ternyata cukup banyak meski sudah dibantu Ardi. Ini semua karena Banyu menemani Sara di persidangan seharian dan ikut makan siang."Tahu gini, tadi aku pakai taksi aja ke makam mama. Gak perlu minta antar. Kerjaan kamu ternyata menumpuk begitu." ujar Sara sambil berjalan bergandengan memasuki rumah."It's okay. Lagian aku juga gak bakalan ijinin kamu pergi sendiri."Saat sampai di ruang tengah, ternyata papi Hendra duduk di sana sedang menonton sebuah film. Sara pun berinisiatif untuk menghampirinya dan menyalaminya. "Papi kok belum tidur? Mami sama Rani kemana?" tanya Sara."Nungguin kalian. Mami sama Rani pergi belanja, dari tadi belum pulang."Sara menoleh ke arah Banyu dan lelaki itu masih terdiam di tempatnya tanpa ada tanda-tanda mau mendekat atau menyalami papinya."Maaf, Pi. Tadi Sara ikut Banyu ke Artblue, kerjaannya banyak jadi
Banyu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Baru saja ditinggal mandi sebentar, Sara sudah molor dengan bibir sedikit terbuka. Dasar, seperti capung tapi lucu.Ujung-ujungnya, Banyu tersenyum dan menyelimuti tubuh Sara serta menyeting suhu AC. Ia lantas mencium puncak kepala Sara. Sungguh ada debaran yang tidak pernah bisa hilang ketika ia atau Sara berperilaku seperti suami dan istri sungguhan. Sentuhan-sentuhan yang mengandung cinta itu terus membuat Banyu merasa nyaman. Ya, memang mereka sudah mengakui perasaan satu sama lain, dan rasanya perasaan sebahagia ini wajar terjadi. Ia sungguh bahagia memiliki satu sama lain dan hidup dalam sebuah ikatan yang sakral.Akan tetapi, ada sedikit rasa mengganjal di hati Banyu untuk kelangsungan hubungan mereka berdua. Sesuatu itu masih bercokol kuat dikepalanya dan kini membuatnya mengusap kasar wajahnya. Ia pun meninggalkan kamar dan masuk ke dalam ruang kerjanya, membawa serta si Kikut.Banyu menyandarkan punggungnya di kursi kerja samb
Banyu sedang sibuk saat ponselnya di atas meja bergetar. Nama yang akhir-akhir ini ia sukai, muncul dan menari-nari. Dengan senyum sumringah, ia pun segera mengangkatnya."Hai, Honey." sapa Banyu."Sayang, lunch yuk? Aku udah ada di Mall, kamu bisa kan nyusul ke sini?""Sekarang?""Tahun depan sih. Ya sekarang, Bay!"Banyu terkekeh mendengar Sara kesal di seberang sana. "Ya udah, aku beresin kerjaan bentar, terus nyusul kamu ke sana. Kamu sama siapa?""Nanti juga tahu. Buruan ya, aku tunggu.""Yes, Honey. Apa sih yang enggak buat kamu."Sara terkekeh. "Jangan gombal! Aku tutup teleponnya dan cepetan beresin kerjanya."Bibir Banyu terbuka untuk menanggapi, tapi sambungan telah terputus duluan.Sara melambaikan tangannya saat Banyu masuk ke salah satu restoran ternama di dalam Mall. Lelaki itu tersenyum hangat seperti biasanya saat melihat istrinya duduk manis menunggunya.Banyu memeluk Sara sekilas dan mengecup puncak rambutnya. "Udah lama?" tanyanya."Lumayan, but it's okay. Kayaknya
Sara menghela napasnya. Kalau satu dua kali mungkin masih oke. Ini berkali-kali dan hampir setiap hari ia bertemu dengan tante Ana yang selalu berusaha merebut hatinya. Seolah-olah tante Ana sudah siap saja mau menikah dengan papanya dan jadi ibu tirinya. Sungguh sangat membuat Sara risih."Sabar, Hon. Sebentar lagi aku sampai." ujar Banyu di telepon.Sara mencuri kesempatan pamit ke toilet saat mami Lucy dan Tante Ana melakukan perawatan wajah. Ia menelepon Banyu dan curhat bahwa ia sangat tidak nyaman dengan keberadaan tante Ana. Apalagi Babal sedang diskusi konten dengan Ajeng —manajer marketing Elemera Skin."Oke. Aku tunggu." Banyu pun memutus sambungan teleponnya. Sepuluh menit setelahnya, Banyu datang. Karena kantor Elemera skin ada di dalam Mall, maka Banyu dengan mudah menemukan Sara. "Loh, Bay. Kok di sini? Ini kan belum jam makan siang." ujar mami Lucy yang kaget anaknya menyusul."Memang gak boleh Mi nyamperin istrinya?""Oh, tentu boleh dong Bay. Bagus kalau begitu. Perh
Tangan Sara sudah mengepal kuat menahan emosi yang tidak mungkin ia lampiaskan di sini. Sampai-sampai Banyu merangkulnya dan mengusap lembut bahu Sara supaya lebih tenang."Bay, boleh tinggalin aku sebentar? Aku mau ngobrol sama tante Ana.""Are you serious?" Sara mengangguk. Setelah beberapa saat, mungkin emosinya mereda, tapi kali ini ia sungguhan harus bicara dengan tante Ana. Sebelum semuanya semakin jauh dan tidak bisa ia kendalikan lagi."Oke, aku tunggu di depan." ujar Banyu mengecup puncak kepala Sara tepat saat tante Ana berjalan menghampiri mereka.Banyu mengangguk sekilas saat berpapasan dan tante Ana menepuk bahu Banyu, menyapanya."Bay."Tante Ana tersenyum kepada Sara dan hampir memeluk Sara, tapi Sara memundurkan badannya dan menunduk membenahi rambutnya. Ia mendudukkan diri di kursi tuang tunggu itu. Di susul dengan tante Ana."Sara sayang. Kamu juga ada di sini.""Harusnya saya yang bi
"Bay, kenapa kita gak nyari hotel yang ada kamar biasa aja sih? Kalau begini kita bisa rugi bandar. Honor gak seberapa tapi buat nyewa suite room."Sebenarnya, Banyu yang memaksa reservasi suite room ini daripada harus melalang buana mencari hotel lain di tengah padatnya lalu lintas ibu kota di malam minggu ini. Jujur, meski dibayari oleh Banyu sekalipun, rasanya ini sangat berlebihan jika hanya untuk membuat konten saja. "Memang kenapa sih, Hon? Sekali-kali kan gak apa-apa. Jangan terlalu pelit sama diri sendiri."Banyu membaringkan tubuhnya di atas ranjang king size itu dan mengangkat kedua tangannya untuk jadi bantal. Sementara Sara masih mengeset salah satu sudut kamar hotel itu untuk ia membuat konten."Bukan masalah pelit enggaknya Bay. Kan aku udah jelasin tadi.""Iya, tahu. Gak apa-apa. Hitung-hitung supaya kamu nyaman bikin kontennya dan gak bosan." ujar Banyu memperhatikan istrinya yang mulai mengarahkan kamera di depan wajahny
"Bay, aduh. Ini gimana?""Iya iya. Sabar Hon. Pelan-pelan ya." Banyu berusaha melakukannya selembut dan sesabar mungkin supaya Sara tidak tersiksa. Sara sampai memejamkan matanya dan mengernyit karena takut sakit. Ia jelas akan mengutuk siapapun yang mendesain gaun yang banyak talinya seperti ini. Sampai-sampai menyangkut di antingnya dan sulit dilepaskan. Mungkin juga ia akan membunuh Babal, karena lelaki itu yang mengirimkannya. Dari sekian banyak gaun Sara yang ada di rumah Babal, bisa-bisanya Babal mengirimkan yang seperti ini. Kalau tidak kepepet, karena waktu mereka tinggal satu jam lagi dan tidak sempat beli di Mall, mana mau Sara mempercayakan Babal soal gaun seperti ini. Minta dipecat memang beruang kutub satu itu.Padahal tadi Banyu sudah meminta Sara untuk mereka stay saja di hotel setelah berdansa dan you know —Sara mengutarakan mau punya anak yang lucu— dan mengurungkan niat menghadiri festival jazz itu. Akan tetapi, Sara menolak karena tiket yang di booking Banyu jelas l