Sara menghela napasnya. Kalau satu dua kali mungkin masih oke. Ini berkali-kali dan hampir setiap hari ia bertemu dengan tante Ana yang selalu berusaha merebut hatinya. Seolah-olah tante Ana sudah siap saja mau menikah dengan papanya dan jadi ibu tirinya. Sungguh sangat membuat Sara risih."Sabar, Hon. Sebentar lagi aku sampai." ujar Banyu di telepon.Sara mencuri kesempatan pamit ke toilet saat mami Lucy dan Tante Ana melakukan perawatan wajah. Ia menelepon Banyu dan curhat bahwa ia sangat tidak nyaman dengan keberadaan tante Ana. Apalagi Babal sedang diskusi konten dengan Ajeng —manajer marketing Elemera Skin."Oke. Aku tunggu." Banyu pun memutus sambungan teleponnya. Sepuluh menit setelahnya, Banyu datang. Karena kantor Elemera skin ada di dalam Mall, maka Banyu dengan mudah menemukan Sara. "Loh, Bay. Kok di sini? Ini kan belum jam makan siang." ujar mami Lucy yang kaget anaknya menyusul."Memang gak boleh Mi nyamperin istrinya?""Oh, tentu boleh dong Bay. Bagus kalau begitu. Perh
Tangan Sara sudah mengepal kuat menahan emosi yang tidak mungkin ia lampiaskan di sini. Sampai-sampai Banyu merangkulnya dan mengusap lembut bahu Sara supaya lebih tenang."Bay, boleh tinggalin aku sebentar? Aku mau ngobrol sama tante Ana.""Are you serious?" Sara mengangguk. Setelah beberapa saat, mungkin emosinya mereda, tapi kali ini ia sungguhan harus bicara dengan tante Ana. Sebelum semuanya semakin jauh dan tidak bisa ia kendalikan lagi."Oke, aku tunggu di depan." ujar Banyu mengecup puncak kepala Sara tepat saat tante Ana berjalan menghampiri mereka.Banyu mengangguk sekilas saat berpapasan dan tante Ana menepuk bahu Banyu, menyapanya."Bay."Tante Ana tersenyum kepada Sara dan hampir memeluk Sara, tapi Sara memundurkan badannya dan menunduk membenahi rambutnya. Ia mendudukkan diri di kursi tuang tunggu itu. Di susul dengan tante Ana."Sara sayang. Kamu juga ada di sini.""Harusnya saya yang bi
"Bay, kenapa kita gak nyari hotel yang ada kamar biasa aja sih? Kalau begini kita bisa rugi bandar. Honor gak seberapa tapi buat nyewa suite room."Sebenarnya, Banyu yang memaksa reservasi suite room ini daripada harus melalang buana mencari hotel lain di tengah padatnya lalu lintas ibu kota di malam minggu ini. Jujur, meski dibayari oleh Banyu sekalipun, rasanya ini sangat berlebihan jika hanya untuk membuat konten saja. "Memang kenapa sih, Hon? Sekali-kali kan gak apa-apa. Jangan terlalu pelit sama diri sendiri."Banyu membaringkan tubuhnya di atas ranjang king size itu dan mengangkat kedua tangannya untuk jadi bantal. Sementara Sara masih mengeset salah satu sudut kamar hotel itu untuk ia membuat konten."Bukan masalah pelit enggaknya Bay. Kan aku udah jelasin tadi.""Iya, tahu. Gak apa-apa. Hitung-hitung supaya kamu nyaman bikin kontennya dan gak bosan." ujar Banyu memperhatikan istrinya yang mulai mengarahkan kamera di depan wajahny
"Bay, aduh. Ini gimana?""Iya iya. Sabar Hon. Pelan-pelan ya." Banyu berusaha melakukannya selembut dan sesabar mungkin supaya Sara tidak tersiksa. Sara sampai memejamkan matanya dan mengernyit karena takut sakit. Ia jelas akan mengutuk siapapun yang mendesain gaun yang banyak talinya seperti ini. Sampai-sampai menyangkut di antingnya dan sulit dilepaskan. Mungkin juga ia akan membunuh Babal, karena lelaki itu yang mengirimkannya. Dari sekian banyak gaun Sara yang ada di rumah Babal, bisa-bisanya Babal mengirimkan yang seperti ini. Kalau tidak kepepet, karena waktu mereka tinggal satu jam lagi dan tidak sempat beli di Mall, mana mau Sara mempercayakan Babal soal gaun seperti ini. Minta dipecat memang beruang kutub satu itu.Padahal tadi Banyu sudah meminta Sara untuk mereka stay saja di hotel setelah berdansa dan you know —Sara mengutarakan mau punya anak yang lucu— dan mengurungkan niat menghadiri festival jazz itu. Akan tetapi, Sara menolak karena tiket yang di booking Banyu jelas l
Siang ini, Sara dan Banyu menjemput papa Mario dari Lapas. Kabar gembiranya lagi, rumah Mario dan segala asetnya telah kembali lagi. Lima bulan menjalani kehidupan di lapas dengan kasus rumit yang membelitnya, Mario tampak antusias untuk pulang. Apalagi pak Rizal, supir pribadi Mario yang terpaksa dirumahkan selama kasus kemarin, kini dengan bersedia kembali lagi ke ibu kota untuk mengabdi kepada Mario lagi.Mereka sampai di rumah Mario, rumah yang Sara tinggali sejak kecil dan rasa kangennya sama besar seperti kepada kebersamaannya dengan papanya. Mereka memasuki rumah yang masih tampak rapi itu. Hanya debu yang setia menempel karena rumah ini baru diserah terima kembali tadi pagi setelah vonis Mario selesai. Mbok Na, asisten rumah tangga rumah ini pun juga datang untuk menyambut Mario. Di bantu Mbok Na juga, Sara membuatkan minum untuk papanya, Banyu dan juga pak Rizal. Mereka sedang berbincang di ruang tamu. Sebentar lagi Babal juga akan datang. Rumah ini terasa hidup kembali den
Jam menunjukkan pukul dua dini hari dan Sara masih meminta Babal melajukan mobilnya menyusuri jalanan ibu kota yang sudah sepi. Pandangannya menatap ke arah lampu-lampu jalanan, pohon-pohon dan gedung tinggi-tinggi. Ia tidak benar-benar memikirkan sesuatu. Tetapi rasanya kepalanya penuh dan mau pecah. Rasanya pusing tapi tidak sedikitpun keinginannya untuk merebahkan diri di atas tempat tidur dan terlelap.Ia tidak berniat pulang, apalagi ke rumah Banyu.Babal yang sejak tadi gagal mengajak Sara makan, hanya menatap sedih perempuan di sampingnya ini. Lama-lama ia hanya mendiamkan Sara dengan segala pergolakan di hati dan pikirannya. Takut kena semprot lagi. Toh, diam-diam ia sudah menghubungi papa Mario untuk mengabarkan bahwa Sara sedang bersamanya sekarang. Papa Mario juga begitu khawatir dengan putrinya. Sementara Banyu juga sejak tadi berusaha menelepon Babal, tapi atas permintaan Sara, Babal harus blok nomor Banyu. Fix! Masalahnya ada pada Banyu."Kita pulang ya Beb? Ini udah jam
Sulit. ini terlalu sulit untuk Sara. Namun, rasanya ini tidak benar. Ia sudah berbulan-bulan lamanya menanti papanya terbebas dengan berbagai perasaan dan sekarang ia harus bersikap keras seperti ini? Itu bukan suatu pilihan yang bijak dan tidak akan ia lakukan sebagai orang dewasa. Demi apapun, Ia rindu dengan papanya dan tidak seharusnya bisa ditukar dengan sikap kecewanya terhadap apa yang baru saja terjadi. Maka, Sara memutuskan untuk pulang. Ada setitik harapan bahwa apa yang ia dengar dan lihat tadi siang adalah kesalahpahaman. Namun, ia tidak akan pernah tahu kebenarannya jika ia sendiri menutup penjelasan dari semua orang. Satu-satunya yang harus ia mintai penjelasan tentu saja adalah papanya terlebih dahulu. Sara tahu betul papanya seperti apa. Ia tidak akan membuat anaknya bersedih apalagi menyakiti. Papanya pasti punya penjelasan yang paling masuk akal yang bisa ia dengar dan rasional daripada ia mendengarkan dari Banyu.Mbok Na membukakan pi
Sara tahu, prioritas mana yang harus ia dahulukan. Tentu saja membantu papanya mengurus perusahaan. Healthy Human harus bangkit kembali dan Mario yang sudah dinyatakan tidak bersalah, membawa kembali kepercayaan rekan-rekannya untuk berinvestasi di sana. Sara sadar memang pertemanan bisnis itu penuh dengan risiko dan toxic. Namun, bagaimana pun juga, bisnis ya bisnis. Semua yang terlibat memang hanya untuk kepentingan keuntungan besar-besaran dan yang pasti mengutamakan citra.Selagi papanya mengadakan meeting dengan calon investor baru dan pergi pagi-pagi, Sara bertugas ke cabang perusahaan yang telah ia buka kembali selama papanya di lapas. Sara harus mengecek beberapa hal di sana dan melaporkannya pada Mario untuk dievaluasi lebih lanjut. Sara jadi pesimis untuk menjadi selebgram travel terkenal seperti dulu lagi. Bisa-bisa ia akan jadi staff khusus papanya. Tapi untuk sekarang, tidak masalah. Mario sudah banyak berkorban untuknya, dan kini giliran Sara yang turun tangan membantu p