"Lo gak bisa begini terus Beb. Kasihan yang pegang kamera, tangannya sampai pegel tuh. Serius dikit dong." bisik Babal di ruang khusus pemotretan untuk membuat konten tentang skin care travel kit."Gue udah serius Bal daritadi. Dianya aja yang gak puas.""Gak! Gak! Lo tuh kurang senyum, kurang sumringah, bernergi dikit lah. Kan tadi udah sarapan banyak."Sara menipiskan bibirnya dan harus bersabar untuk hal ini. Ia sudah take video sampai sepuluh kali dan tidak ada satupun yang berhasil. Sara sampai berpikir bahwa si tukang bawa kamera itu sedang mengerjainya. Padahal menurutnya, ia sudah maksimal dan berekspresi. Masih saja ada yang kurang dan di protes. Kurang senyum, kurang fokus, matanya kurang berbinar dan yang lebih sakit lagi, Sara dibilang harus segera perawatan wajah supaya lebih segar. Katanya kantung matanya membuat videonya sedikit kurang menarik. Sialan!Kalau lelaki di depan sana itu bukan tukang kamera milik perusahaan skincare yang
"Kita selesai sampai di sini, Banyu Sadewa."Kata-kata Sara itu terngiang-ngiang di kepala Banyu. Apakah semuanya memang akan selesai? Tapi ia tidak menginginkan ini dan Banyu yakin, di dalam lubuk hati Sara paling dalam, juga tidak menginginkan ini terjadi. Hari-hari tanpa kehadiran Sara sangatlah menyiksanya. Ia hanya bekerja bagai robot, menyelesaikan kewajibannya dan pergi mencari Sara dimanapun perempuan itu berada. Beberapa kali ia juga berusaha menemui Mario, tapi beliau tidak pernah menerima alasan apapun selain Banyu harus segera melepaskan putrinya. Banyu memejamkan matanya dan mengusap wajahnya kasar. Lalu suara pintu ruangannya terbuka kasar.Lalu muncullah mami Lucy. Wajahnya terlihat kaku menatap anak lelakinya dan duduk di sofa dalam diam. Banyu mengernyit dan segera beranjak dari kursi untuk menghampiri Maminya."Mami? Kok pulang lagi?" tanya Banyu."Gak penting kenapa Mami pulang lagi. Sekarang Mami mau bicara sama kamu." ujar Mami Lucy tegas.Firasat Banyu bilang,
"Ini lo sendiri ya yang mau. Gue sebagai asisten sekaligus manager lo, cuma nyampein aja ke mereka kalau lo mau ikut projek ini.""Iya, memangnya kenapa sih? Bukannya mendukung gue dapat kerjaan dan bisa buat menambah pengalaman gue. Lo malah kayak gak ikhlas begitu."Babal menyeret koper milik Sara. Mereka baru turun dari pesawat di bandara Komodo dan akan menuju hotel tempat menginap. Sara memutuskan untuk mengikuti mini tour project sekaligus kerja sama sebagai influencer trip.Lelaki itu mendengus di belakang Sara. "Bukannya gue gak ikhlas, lo tuh statusnya masih istrinya mas Banyu loh. Lo harusnya ijin lah sama dia."Tiba-tiba Sara berbalik dan menatap Babal tajam hingga membuatnya juga ikutan berhenti berjalan."Jangan sebut nama itu lagi. Kita udah selesai dan cepat atau lambat akan jadi dua manusia yang saling melupakan satu sama lain. Sekarang poros gue cuma Papa. Lagian kapan lagi papa mengijinkan gue pergi trip, kerja sekaligus
Sejak kecil, Sara tak pernah bisa merasakan bermain dengan teman sebayanya. Di kompleks perumahan elit tempat ia tinggal, kebanyakan anak-anaknya tidak pernah dibiarkan keluar tanpa pendampingan susternya atau asisten rumah tangga. Padahal, Sara sendiri tidak pernah punya suster di rumah dan hanya punya mbok Na. Ia selalu ingin keluar rumah dan bermain dengan yang lain, tapi tidak ada yang diperbolehkan bermain di luar. Kebebasan anak-anak itu seolah terbatasi oleh aturan-aturan tak kasat mata yang keluar dari titah orang tuanya. Namun kali ini, tiba-tiba ia seperti berada di tengah anak-anak yang terasa sebaya dengannya. Padahal Sara sadar jika ia kini sudah dewasa bukan anak kecil lagi. Anak-anak kecil itu mengelilinginya dan tertawa dengan riangnya. Sara ikut tertawa. Tangannya di raih seorang anak laki-laki tampan, mirip seseorang yang ia tidak tahu siapa, tapi wajahnya cukup familiar. Anehnya, Sara tidak mau mengingat apapun. Ia hanya mau menikmati momen ini, bermain bersama ana
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara