Lelaki itu menopang dagunya, menatap serius Ipad di pangkuannya. Punggungnya bersandar di kursi kerja mungkin sudah tiga puluh menit sejak kedatangannya ke kantor.Banyu sedang mencermati CCTV hari kemarin, dimana paket-paket itu datang ke rumah. Tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Paket yang besar dikirim oleh kurir perusahaan ekspedisi merah. Sementara paket yang lebih kecil, juga diantarkan kurir ekspedisi biru. Ia juga mengamati CCTV ruang tamu dan halaman samping. Tentu di dalam rumah tidak ada yang di rasa aneh karena teror itu bersumber dari luar. Maka, Banyu meminta bantuan Ardi untuk segera investigasi CCTV di kompleks.Banyu pun membuka beberapa video yang dikirimkan Ardi itu. Mulai dari arah jalan besar, pos satpam dan area kompleks. Paket teror itu datangnya dari luar. Anehnya, dari pos satpam ke rumahnya, jeda waktu kurir itu sedikit lebih lama. Yang harusnya dua menit sampai, ini lebih dari lima menit. Ini yang sedang Banyu pertanyakan.
Sara tak pernah sebahagia ini menanti seseorang pulang. Kecuali menunggu papa pulang kerja atau dari luar kota waktu ia masih kecil. Namun, perasaan kali ini jelas berbeda. Ada rasa menggebu ingin segera bertemu dan memeluk orang tersebut karena kangen.Sara tertawa geli dalam hati. Kangen? Padahal baru seharian tidak bertemu.Maka, ketika ia mendengar mobil Banyu masuk ke halaman rumah Babal, ia berlari kecil menuju ruang tamu dan membukakan pintu untuk Banyu. Yang pasti sebelum keduluan Babal. Gila saja jika sampai keduluan, sudah pasti Banyu akan ternoda dengan sentuhan menggoda Babal.Banyu tersenyum saat mendapati istrinya membukakan pintu. Padahal kemarin-kemarin tidak pernah. Sara cenderung cuek dengan hal-hal kecil seperti ini, tapi kali ini ia melakukannya. Itu artinya Banyu begitu spesial sekarang."Hai!" sapa Sara yang tidak kalah menyunggingkan senyum meski sudah setengah dua belas malam.Tangan Banyu meraih tubuh Sara dan mem
"What are you doing?" tanya Sara yang penasaran dengan apa yang Banyu dan Ardi lakukan. "Kalian menemukan penerornya?"Banyu mengangguk dan Sara serta Babal langsung otomatis memajukan badannya untuk menyimak cerita Banyu dengan wajah serius."Popy ternyata udah keluar dari penjara. Dia playing victim dengan mengaku jadi korban pelecehan suaminya sendiri. Padahal sepertinya itu hanya triknya aja supaya bisa cari bantuan dan ide buat mengeluarkan Roby.""Oke, jadi yang melakukan teror si perempuan itu?" Sara tetap tidak mau menyebutkan nama itu karena jijik."Gak secara langsung, tapi otak di belakangnya dia dan Roby.""Kalau misal mereka dendam sama lo, kenapa paket itu atas nama Sara?" timpal Babal yang juga penasaran."Belajar dari yang kemarin, gimana gue membabi buta menghajar Roby, kayaknya dia tahu kalau kelemahan gue adalah keluarga. Dan dia sejak awal memang notice-nya ke Sara terus." ujar Banyu yang sudah menatap istriny
"Aku gak habis pikir. Cewek yang aku beri simpati ternyata punya niat busuk." ujar Sara.Mereka kini sudah kembali ke rumah Banyu dan berharap akan hidup dengan damai. Tidak ada lagi teror atau kelakuan tetangga gila itu.Banyu mengusap kepala belakang Sara yang duduk di sebelahnya. "Hasil tesnya menunjukkan kalau dia memang punya kelainan. Gak heran dia melakukan hal gila buat memuaskan keinginannya."Sara menoleh, menatap Banyu disebelahnya dengan lekat. "Thankyou." ujarnya dengan nada pelan dan dalam."Untuk?""For everything you have done. Take care of me, take care of your family, make me happy and ... loving me.""It's my job as your husband, right?""Tetap aja, kamu udah mengusahakan banyak hal untuk kenyamanan, keamanan dan kebahagiaanku."Banyu mendekat ke arah Sara, membiarkan wajah mereka beradu terlalu dekat dan mata mereka saling mengunci satu sama lain. Untuk kesekian kalinya, Sara tak pernah bisa
Suara mobil terdengar seperti memasuki halaman rumah.Awalnya, Banyu dan Sara tidak mendengar suara apapun dari luar itu dan mengabaikannya, seolah itu hanya mobil tetangga yang lewat. Mereka sendiri sama-sama memejamkan mata dan hanya fokus pada apa yang mereka lakukan sekarang; menuruti hasrat yang mendalam. Banyu menindih tubuh Sara di tenda yang super sempit itu. Tangan Sara terpaksa menggapai pinggiran tenda karena tidak ada space lagi untuknya berpegangan. Punggung Banyu juga ternyata menyentuh atap tenda hingga bergoyang sesuai arah Banyu bergerak.Banyu semakin memperdalam ciumannya dan tangannya yang nakal mulai menjelajah dimanapun ia bisa jangkau. Desahan tertahan Sara juga mulai terdengar tatkala Banyu tenggelam dalam lekuk lehernya. Bermain di sana sangat lama dan menggigit hingga Sara yakin nanti pasti lehernya memerah. Tak puas, Banyu kembali naik dan meraih bibir Sara kembali."Papi! Mami! Ada tenda gerak-gerak sendiri!!!"Entah suara darimana, Sara mendengar itu begit
Siapa yang akan menyangka jika Mami, Papi dan Rani pulang kampung hanya karena ingin bertemu dengan Mario Iswary? Dan kebetulannya lagi, hari ini adalah sidang Mario yang terakhir sebelum vonis. Sara sudah deg-degan. Mengingat semalam ketahuan sedang uwu-uwu dengan Banyu saja, Sara berasa tidak punya muka di depan Mami Lucy dan Rani. Papi Hendra juga pasti tahu karena sehabis kita berbincang hangat di sofa ruang tengah, mami mengomeli Banyu dan menjewer lelaki itu bak anak kecil yang bandel. Walaupun reaksi keluarga Banyu tetap santai, Sara malah semakin malu.Sekarang ditambah mereka semua menghadiri persidangan papanya. Ya meski di sisi lain, Sara senang ketika semua memberikan support moril pada papanya. Akan tetapi, rasa deg-degan, was-was dan cemas sudah menjadi satu dan membuat Sara tidak mampu tersenyum barang sedetik saja. Bagaimana jika sidang kali ini, bukti yang dikeluarkan tidak bisa membuat papanya bebas? Bagaimana juga reaksi kedu
Sara tahu Banyu kesal padanya karena sejak tadi ia mengabaikan suaminya ini. Lagipula, ceriwis sekali padahal situasinya sedang serius. Jangan menyalahkan papi Hendra juga karena pada dasarnya papi Hendra cukup membantu Sara memahami jalannya sidang tadi. Namun, melihat Banyu begini juga sedikit ada rasa bersalah di hati Sara.Ia pun mencoba merayu Banyu untuk jangan ngambek lagi. Tangannya bergelantung manja di lengan Banyu sejak sidang selesai. "Maaf." ujar Sara sambil mendongak dan melihat wajah Banyu dengan ekspresi merasa bersalah.Lelaki itu masih berwajah kaku. "Sayang." panggil Sara begitu mesra. "Maafin aku ya." mohonnya dengan puppy eyes.Siapa yang tahan jika Sara sudah seperti ini? Pertahanan Banyu sepertinya akan segera runtuh. Apalagi dibelakang orang tua Banyu yang kini berbincang dengan Mario dan tim pengacaranya, Sara menyandarkan kepalanya di bahu Banyu. Fix! Banyu kepanasan."Aku gak bermaksud nyuekin kamu. Cuma situasi tadi membuat konsentrasiku gak bisa terpecah
"Yakin gak mau diantar?" tanya Banyu yang baru saja mematikan mesin mobilnya.Sara mengangguk sambil membelakangkan rambutnya dan bersiap untuk keluar. Sejak diperjalanan menuju makam mamanya, Sara juga terlihat agak pendiam dari biasanya. Banyu tahu kegelisahannya soal apa dan ia tidak berniat menganggu privasinya selagi tidak diijinkan atau Sara dengan sadar bercerita. Mungkin perempuan ini butuh waktu."Oke. Aku tunggu sini." ujar Banyu sambil meraih punggung tangan Sara untuk digenggamnya sebentar.Sara keluar dari mobil dan berjalan sendirian memasuki area pemakaman itu. Sudah hampir sore, tapi cuacanya sangat cerah. Siluet kuning keemasan menerpa pucuk-pucuk daun pohon besar dimana dibawahnya ada sebuah makam seorang yang ia rindukan. Teduh menyapanya.Barangkali si penjaga makam sudah memenuhi mandat papanya untuk selalu membersihkan makan sang istri. Terlihat sekelilingnya bersih dengan potongan rumput hijau yang rapi. "Mama ... Sara datang," Ia berjongkok di samping pusara it
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela