"Aku gak habis pikir. Cewek yang aku beri simpati ternyata punya niat busuk." ujar Sara.
Mereka kini sudah kembali ke rumah Banyu dan berharap akan hidup dengan damai. Tidak ada lagi teror atau kelakuan tetangga gila itu.Banyu mengusap kepala belakang Sara yang duduk di sebelahnya. "Hasil tesnya menunjukkan kalau dia memang punya kelainan. Gak heran dia melakukan hal gila buat memuaskan keinginannya."Sara menoleh, menatap Banyu disebelahnya dengan lekat. "Thankyou." ujarnya dengan nada pelan dan dalam."Untuk?""For everything you have done. Take care of me, take care of your family, make me happy and ... loving me.""It's my job as your husband, right?""Tetap aja, kamu udah mengusahakan banyak hal untuk kenyamanan, keamanan dan kebahagiaanku."Banyu mendekat ke arah Sara, membiarkan wajah mereka beradu terlalu dekat dan mata mereka saling mengunci satu sama lain. Untuk kesekian kalinya, Sara tak pernah bisaSuara mobil terdengar seperti memasuki halaman rumah.Awalnya, Banyu dan Sara tidak mendengar suara apapun dari luar itu dan mengabaikannya, seolah itu hanya mobil tetangga yang lewat. Mereka sendiri sama-sama memejamkan mata dan hanya fokus pada apa yang mereka lakukan sekarang; menuruti hasrat yang mendalam. Banyu menindih tubuh Sara di tenda yang super sempit itu. Tangan Sara terpaksa menggapai pinggiran tenda karena tidak ada space lagi untuknya berpegangan. Punggung Banyu juga ternyata menyentuh atap tenda hingga bergoyang sesuai arah Banyu bergerak.Banyu semakin memperdalam ciumannya dan tangannya yang nakal mulai menjelajah dimanapun ia bisa jangkau. Desahan tertahan Sara juga mulai terdengar tatkala Banyu tenggelam dalam lekuk lehernya. Bermain di sana sangat lama dan menggigit hingga Sara yakin nanti pasti lehernya memerah. Tak puas, Banyu kembali naik dan meraih bibir Sara kembali."Papi! Mami! Ada tenda gerak-gerak sendiri!!!"Entah suara darimana, Sara mendengar itu begit
Siapa yang akan menyangka jika Mami, Papi dan Rani pulang kampung hanya karena ingin bertemu dengan Mario Iswary? Dan kebetulannya lagi, hari ini adalah sidang Mario yang terakhir sebelum vonis. Sara sudah deg-degan. Mengingat semalam ketahuan sedang uwu-uwu dengan Banyu saja, Sara berasa tidak punya muka di depan Mami Lucy dan Rani. Papi Hendra juga pasti tahu karena sehabis kita berbincang hangat di sofa ruang tengah, mami mengomeli Banyu dan menjewer lelaki itu bak anak kecil yang bandel. Walaupun reaksi keluarga Banyu tetap santai, Sara malah semakin malu.Sekarang ditambah mereka semua menghadiri persidangan papanya. Ya meski di sisi lain, Sara senang ketika semua memberikan support moril pada papanya. Akan tetapi, rasa deg-degan, was-was dan cemas sudah menjadi satu dan membuat Sara tidak mampu tersenyum barang sedetik saja. Bagaimana jika sidang kali ini, bukti yang dikeluarkan tidak bisa membuat papanya bebas? Bagaimana juga reaksi kedu
Sara tahu Banyu kesal padanya karena sejak tadi ia mengabaikan suaminya ini. Lagipula, ceriwis sekali padahal situasinya sedang serius. Jangan menyalahkan papi Hendra juga karena pada dasarnya papi Hendra cukup membantu Sara memahami jalannya sidang tadi. Namun, melihat Banyu begini juga sedikit ada rasa bersalah di hati Sara.Ia pun mencoba merayu Banyu untuk jangan ngambek lagi. Tangannya bergelantung manja di lengan Banyu sejak sidang selesai. "Maaf." ujar Sara sambil mendongak dan melihat wajah Banyu dengan ekspresi merasa bersalah.Lelaki itu masih berwajah kaku. "Sayang." panggil Sara begitu mesra. "Maafin aku ya." mohonnya dengan puppy eyes.Siapa yang tahan jika Sara sudah seperti ini? Pertahanan Banyu sepertinya akan segera runtuh. Apalagi dibelakang orang tua Banyu yang kini berbincang dengan Mario dan tim pengacaranya, Sara menyandarkan kepalanya di bahu Banyu. Fix! Banyu kepanasan."Aku gak bermaksud nyuekin kamu. Cuma situasi tadi membuat konsentrasiku gak bisa terpecah
"Yakin gak mau diantar?" tanya Banyu yang baru saja mematikan mesin mobilnya.Sara mengangguk sambil membelakangkan rambutnya dan bersiap untuk keluar. Sejak diperjalanan menuju makam mamanya, Sara juga terlihat agak pendiam dari biasanya. Banyu tahu kegelisahannya soal apa dan ia tidak berniat menganggu privasinya selagi tidak diijinkan atau Sara dengan sadar bercerita. Mungkin perempuan ini butuh waktu."Oke. Aku tunggu sini." ujar Banyu sambil meraih punggung tangan Sara untuk digenggamnya sebentar.Sara keluar dari mobil dan berjalan sendirian memasuki area pemakaman itu. Sudah hampir sore, tapi cuacanya sangat cerah. Siluet kuning keemasan menerpa pucuk-pucuk daun pohon besar dimana dibawahnya ada sebuah makam seorang yang ia rindukan. Teduh menyapanya.Barangkali si penjaga makam sudah memenuhi mandat papanya untuk selalu membersihkan makan sang istri. Terlihat sekelilingnya bersih dengan potongan rumput hijau yang rapi. "Mama ... Sara datang," Ia berjongkok di samping pusara it
Banyu dan Sara baru pulang dari kantor, sedikit lebih malam karena pekerjaan Banyu ternyata cukup banyak meski sudah dibantu Ardi. Ini semua karena Banyu menemani Sara di persidangan seharian dan ikut makan siang."Tahu gini, tadi aku pakai taksi aja ke makam mama. Gak perlu minta antar. Kerjaan kamu ternyata menumpuk begitu." ujar Sara sambil berjalan bergandengan memasuki rumah."It's okay. Lagian aku juga gak bakalan ijinin kamu pergi sendiri."Saat sampai di ruang tengah, ternyata papi Hendra duduk di sana sedang menonton sebuah film. Sara pun berinisiatif untuk menghampirinya dan menyalaminya. "Papi kok belum tidur? Mami sama Rani kemana?" tanya Sara."Nungguin kalian. Mami sama Rani pergi belanja, dari tadi belum pulang."Sara menoleh ke arah Banyu dan lelaki itu masih terdiam di tempatnya tanpa ada tanda-tanda mau mendekat atau menyalami papinya."Maaf, Pi. Tadi Sara ikut Banyu ke Artblue, kerjaannya banyak jadi
Banyu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Baru saja ditinggal mandi sebentar, Sara sudah molor dengan bibir sedikit terbuka. Dasar, seperti capung tapi lucu.Ujung-ujungnya, Banyu tersenyum dan menyelimuti tubuh Sara serta menyeting suhu AC. Ia lantas mencium puncak kepala Sara. Sungguh ada debaran yang tidak pernah bisa hilang ketika ia atau Sara berperilaku seperti suami dan istri sungguhan. Sentuhan-sentuhan yang mengandung cinta itu terus membuat Banyu merasa nyaman. Ya, memang mereka sudah mengakui perasaan satu sama lain, dan rasanya perasaan sebahagia ini wajar terjadi. Ia sungguh bahagia memiliki satu sama lain dan hidup dalam sebuah ikatan yang sakral.Akan tetapi, ada sedikit rasa mengganjal di hati Banyu untuk kelangsungan hubungan mereka berdua. Sesuatu itu masih bercokol kuat dikepalanya dan kini membuatnya mengusap kasar wajahnya. Ia pun meninggalkan kamar dan masuk ke dalam ruang kerjanya, membawa serta si Kikut.Banyu menyandarkan punggungnya di kursi kerja samb
Banyu sedang sibuk saat ponselnya di atas meja bergetar. Nama yang akhir-akhir ini ia sukai, muncul dan menari-nari. Dengan senyum sumringah, ia pun segera mengangkatnya."Hai, Honey." sapa Banyu."Sayang, lunch yuk? Aku udah ada di Mall, kamu bisa kan nyusul ke sini?""Sekarang?""Tahun depan sih. Ya sekarang, Bay!"Banyu terkekeh mendengar Sara kesal di seberang sana. "Ya udah, aku beresin kerjaan bentar, terus nyusul kamu ke sana. Kamu sama siapa?""Nanti juga tahu. Buruan ya, aku tunggu.""Yes, Honey. Apa sih yang enggak buat kamu."Sara terkekeh. "Jangan gombal! Aku tutup teleponnya dan cepetan beresin kerjanya."Bibir Banyu terbuka untuk menanggapi, tapi sambungan telah terputus duluan.Sara melambaikan tangannya saat Banyu masuk ke salah satu restoran ternama di dalam Mall. Lelaki itu tersenyum hangat seperti biasanya saat melihat istrinya duduk manis menunggunya.Banyu memeluk Sara sekilas dan mengecup puncak rambutnya. "Udah lama?" tanyanya."Lumayan, but it's okay. Kayaknya
Sara menghela napasnya. Kalau satu dua kali mungkin masih oke. Ini berkali-kali dan hampir setiap hari ia bertemu dengan tante Ana yang selalu berusaha merebut hatinya. Seolah-olah tante Ana sudah siap saja mau menikah dengan papanya dan jadi ibu tirinya. Sungguh sangat membuat Sara risih."Sabar, Hon. Sebentar lagi aku sampai." ujar Banyu di telepon.Sara mencuri kesempatan pamit ke toilet saat mami Lucy dan Tante Ana melakukan perawatan wajah. Ia menelepon Banyu dan curhat bahwa ia sangat tidak nyaman dengan keberadaan tante Ana. Apalagi Babal sedang diskusi konten dengan Ajeng —manajer marketing Elemera Skin."Oke. Aku tunggu." Banyu pun memutus sambungan teleponnya. Sepuluh menit setelahnya, Banyu datang. Karena kantor Elemera skin ada di dalam Mall, maka Banyu dengan mudah menemukan Sara. "Loh, Bay. Kok di sini? Ini kan belum jam makan siang." ujar mami Lucy yang kaget anaknya menyusul."Memang gak boleh Mi nyamperin istrinya?""Oh, tentu boleh dong Bay. Bagus kalau begitu. Perh