Sara semakin memberi jarak pada Banyu dan menarik tangannya dari perut lelaki itu. Wajahnya mulai cemberut dan ia memutar badannya memunggungi Banyu. Sebetulnya Sara bingung, selain kekhawatiran itu, mengapa papa dan Banyu melarangnya. Padahal risiko bisa di minimalkan dengan persiapan yang matang dan mempelajari kisi-kisi pendakian gunung."Kamu ngambek?" tanya Banyu seraya mengulurkan tangannya untuk melingkari purut dan memeluk Sara dari belakang.'Pakai nanya!' umpat Sara dalam hati.Banyu mendaratkan dagunya di atas kepala Sara. Sepertinya ia harus lebih effort untuk membujuk Sara kali ini. Masalahnya Banyu tahu banyak latar belakang perusahaan itu. "Kamu pasti gak ngulik dulu.""Buat apa? Mereka udah terbukti perusahaan yang profesional."Banyu mendengus. "Mereka bakar uang buat bayar selebgram dan influencer kayak kamu, buat bayar reviewer biar kesannya perusahaan itu kredible. Kamu gak tahu?"Sara menggeleng. "Jangan sok tahu."Sara semakin kesal. Bisa-bisanya Banyu menjelekkan
"Bilang sama Sara, jangan capek-capek. Kalau perlu mbak Yah suruh datang tiap hari ke rumah buat bantuin kalian." Mami Lucy pagi-pagi sudah video call Banyu.Meski tidak in frame, Sara bisa tetap mendengar obrolan Banyu dengan maminya itu. Sementara ia sedang di ruang laundry untuk memasukkan baju-baju ke mesin cuci. Memang biasanya mbak Yah yang mengerjakan ini, tapi sesekali juga Sara melakukan sendiri karena merasa bajunya akan segera ia pakai kembali. Beberapa baju Banyu juga sekalian. Bukan hal yang sulit. "Iya Mi, Sara gak sampai capek-capek kok.""Itu nyuci segala, apa namanya? Pasti nyuciin baju kamu yang seabrek itu juga kan? Tega kamu!"Banyu mengusap wajahnya yang memang baru saja bangun tidur. Tidak habis pikir maminya pagi-pagi sudah mengkhawatirkan Sara. Banyu pun beranjak dari sofa dan menghampiri Sara di ruang laundry, mengarahkan layar ponsel itu ke wajah Sara. "Nih sayang, kata Mami kamu gak boleh nyuci, biar mbak Yah aja."Sara tersenyum melihat ke layar yang sudah
Sara menertawakan Banyu yang kini sedang berpose aneh saat berfoto di Merlion Park dengan background patung singanya. Sara yang memegang kamera harus bisa memanipulasi foto hingga Banyu terlihat sedang meminum air yang memancur dari mulut singanya atau berpose seperti mengajak berantem si singa tersebut. "Bay, yang bener dikit lah fotonya." seru Sara yang masih memposisikan kamera ke arah Banyu. Terakhir, Banyu melompat dan Sara harus dengan sigap memfoto supaya tertangkap kamera itu dengan pose yang pas. Lelaki yang kini mengenakan pakaian santai dengan kacamata hitamnya itu, memghampiri Sara. "Bagus gak?" tanya Banyu ikut nimbrung melihat hasil fotonya. "Bagus dong, kan aku fotoin." ujar Sara kepedean. "Ya ampun, bagus dari hongkong? Kok ini blur? Yang ini eangle-nya kurang turun, terus aku kayak kodok begini. Bagusan foto kamu yang aku ambil tadi!" kesal Banyu setelah melihat hasil fotonya tidak ada yang benar satupun. Sara menaikkan satu sudut bibirnya sinis."Ya maaf, aku kan
Liburan ke Singapura yang hanya satu hari satu malam itu. ternyata memberi efek yang baik untuk hubungan Sara dan Banyu. Mereka jadi lebih terbuka dan lebih lengket dari sebelum-sebelumnya. Apalagi Banyu telah berhasil membuat Sara merasa terharu atas aksinya yang menebus barang paling berharganya; kalung pemberian mamanya. Tangan Banyu tidak sedikitpun melepas genggamannya di tangan Sara. Kini, perempuan itu juga tidak sungkan untuk memeluk manja Banyu di depan banyak orang. Hubungan mereka sudah melesat sejauh ini. Bisa dibilang, ini adalah momen yang paling manis selama mereka menikah hampir tiga bulan ini. Sayangnya, kasus papanya tak kunjung usai dan malah semakin berbelit-belit. Andai papanya bisa di vonis tidak bersalah secepatnya, mungkin kebahagiaan Sara akan menjadi berkali lipat.Sara menghembuskan napas kasarnya saat mendaratkan kepalanya di bahu Banyu di ruang tunggu keberangkatan pesawat ini. Banyu pun merasakan hembusan napas itu mengenai tangannya dan ia menolehkan kep
Hubungan yang membaik bukan berarti mereka tidak berdebat. Karena pada dasarnya, keduanya punya pemikiran masing-masing yang sebelum menikah, mereka adalah dua orang mandiri secara berpikir dan memutuskan sesuatu. Kemandirian itu pula yang membuat mereka harus merasa di dengar.Maka, hanya karena perkara panggilan sayang saja mereka terus beradu argumen, keduanya masih berdebat selama diperjalanan dari bandara sampai di rumah."Menurutku perdebatan kita ini gak penting. Kamu menuntut aku memakai panggilan sayang ke kamu dan aku gak mau!" ujar Sara setelah membuka pintu mobil Banyu setelah sampai rumah."Ya ampun, tinggal pilih pakai honey, beb atau sayang gitu apa susahnya sih Ra?" protes Banyu."Ya gak banget aja di dengarnya. Menurutku Banyu aja udah cukup. Yang penting kan perasaanku ke kamu.""Tapi panggilan sayang juga akan mempengaruhi hubungan kita sehari-harinya. Memangnya kamu gak senang kalau aku panggil kamu honey atau sayang? Semua perempuan suka kan?""Suka bukan berarti a
Sara melompat ke belakang dan kedua kakinya reflek menaiki sofa. Banyu yang bingung dengan transisi ekspresi Sara dari senang menjadi ketakutan begini, membuatnya panik seketika. Ia pun beranjak dari sofa dan melihat apa yang sebenarnya ada di dalam kardus itu. Banyu sama kagetnya, tapi justru ia kesal dengan apa yang dilihatnya ini. Seperti bercak darah berwarna merah yang memenuhi dinding-dinding kardus itu. Satu hewan hitam tergolek mati di dalamnya. Seperti sengaja dibuat untuk menakut-nakuti.Lalu, ada satu kertas yang sama terkena bercak darahnya, tertempel di atas hewan itu bertuliskan 'Welcome'.Apa maksudnya?Banyu semakin mengeraskan rahangnya, keningnya mengernyit dalam dan tangannya mengepal hingga buku-buku tangannya memutih."Bay! Itu apa?!" teriak Sara yang sebenarnya juga penasaran mengapa isi kardus itu begitu mengerikan.Tanpa menjawab Sara, Banyu lantas meraih kardus itu dan membuangnya di tong sampah depan rumah. Saat kembali, wajah Banyu masih mengaku. Sara beranj
"Bay, ini udah keterlaluan. Tadi bangkai tikus, sekarang kaca rumah pecah ditimpuk batu. Kita gak bisa diam aja, harus lapor polisi." ujar Sara yang masih berjalan mengikuti Banyu menuju kamarnya.Lelaki itu duduk di pinggir ranjang dengan tatapan kaku. Ia sedang berpikir sesuatu. Dengan clue yang sudah ada, Banyu memang tidak bisa begitu saja menyimpulkan siapa dalang dari dua kejadian hari ini. Namun dugaannya mengarah pada orang yang dulu juga pernah mengganggunya dan Sara. Roby dan Popy. Namun, rumah itu jelas-jelas tidak ada penghuninya karena keduanya di tahan di penjara. Mengapa bisa rumah itu lampunya nyala seolah ada penghuninya?Kepalanya mendongak, melihat Sara yang sudah berdiri di depannya dengan wajah cemas. "Ra, kemasi pakaian kamu ke koper sekarang."Banyu pun bangkit berdiri dan menuju walk in closet, mengemasi pakaiannya sendiri di dalam koper. Sara yang masih bingung, tidak mengindahkan perintah Banyu meski ia tetap mengekor di belakang. "Kita mau kemana lagi?" tany
Sara tidak mengerti mengapa Banyu akhirnya memilih untuk mengajak menginap di rumah Babal alih-alih ke hotel atau apartemennya yang dulu ditinggali Hira. Yang Banyu bilang hanya, ia mau Sara aman. Di sini tentu saja ada Babal yang selalu menjaga Sara, sementara jika di tempat lain tidak ada.Ya, Sara tahu niat Banyu baik, supaya ia ada yang jaga. Akan tetapi tidak begini juga!"Mas Banyu mau kopi gak?" tanya Babal yang dengan genitnya menawari Banyu kopi di malam hari ini.Tidak hanya kopi saja, sejak kedatangan mereka berdua di rumah Babal, yang disambut hangat oleh si pemilik rumah hanya Banyu saja. Mentang-mentang Sara sudah sering ke rumah ini dan hafal segala isi rumah ini, lalu Babal mengabaikannya."Boleh." jawab Banyu sambil mengecek sesuatu di ipad-nya.Tak selang lama, Babal datang dengan dua cangkir kopi. Babal menyerahkan satu cangkir kepada Banyu. Sara sudah terlalu pede satu cangkir itu untuknya. Tangan Sara hampir meraih gelas itu, tapi satu tabokan mendarat keras di pu