"Bilang sama Sara, jangan capek-capek. Kalau perlu mbak Yah suruh datang tiap hari ke rumah buat bantuin kalian." Mami Lucy pagi-pagi sudah video call Banyu.Meski tidak in frame, Sara bisa tetap mendengar obrolan Banyu dengan maminya itu. Sementara ia sedang di ruang laundry untuk memasukkan baju-baju ke mesin cuci. Memang biasanya mbak Yah yang mengerjakan ini, tapi sesekali juga Sara melakukan sendiri karena merasa bajunya akan segera ia pakai kembali. Beberapa baju Banyu juga sekalian. Bukan hal yang sulit. "Iya Mi, Sara gak sampai capek-capek kok.""Itu nyuci segala, apa namanya? Pasti nyuciin baju kamu yang seabrek itu juga kan? Tega kamu!"Banyu mengusap wajahnya yang memang baru saja bangun tidur. Tidak habis pikir maminya pagi-pagi sudah mengkhawatirkan Sara. Banyu pun beranjak dari sofa dan menghampiri Sara di ruang laundry, mengarahkan layar ponsel itu ke wajah Sara. "Nih sayang, kata Mami kamu gak boleh nyuci, biar mbak Yah aja."Sara tersenyum melihat ke layar yang sudah
Sara menertawakan Banyu yang kini sedang berpose aneh saat berfoto di Merlion Park dengan background patung singanya. Sara yang memegang kamera harus bisa memanipulasi foto hingga Banyu terlihat sedang meminum air yang memancur dari mulut singanya atau berpose seperti mengajak berantem si singa tersebut. "Bay, yang bener dikit lah fotonya." seru Sara yang masih memposisikan kamera ke arah Banyu. Terakhir, Banyu melompat dan Sara harus dengan sigap memfoto supaya tertangkap kamera itu dengan pose yang pas. Lelaki yang kini mengenakan pakaian santai dengan kacamata hitamnya itu, memghampiri Sara. "Bagus gak?" tanya Banyu ikut nimbrung melihat hasil fotonya. "Bagus dong, kan aku fotoin." ujar Sara kepedean. "Ya ampun, bagus dari hongkong? Kok ini blur? Yang ini eangle-nya kurang turun, terus aku kayak kodok begini. Bagusan foto kamu yang aku ambil tadi!" kesal Banyu setelah melihat hasil fotonya tidak ada yang benar satupun. Sara menaikkan satu sudut bibirnya sinis."Ya maaf, aku kan
Liburan ke Singapura yang hanya satu hari satu malam itu. ternyata memberi efek yang baik untuk hubungan Sara dan Banyu. Mereka jadi lebih terbuka dan lebih lengket dari sebelum-sebelumnya. Apalagi Banyu telah berhasil membuat Sara merasa terharu atas aksinya yang menebus barang paling berharganya; kalung pemberian mamanya. Tangan Banyu tidak sedikitpun melepas genggamannya di tangan Sara. Kini, perempuan itu juga tidak sungkan untuk memeluk manja Banyu di depan banyak orang. Hubungan mereka sudah melesat sejauh ini. Bisa dibilang, ini adalah momen yang paling manis selama mereka menikah hampir tiga bulan ini. Sayangnya, kasus papanya tak kunjung usai dan malah semakin berbelit-belit. Andai papanya bisa di vonis tidak bersalah secepatnya, mungkin kebahagiaan Sara akan menjadi berkali lipat.Sara menghembuskan napas kasarnya saat mendaratkan kepalanya di bahu Banyu di ruang tunggu keberangkatan pesawat ini. Banyu pun merasakan hembusan napas itu mengenai tangannya dan ia menolehkan kep
Hubungan yang membaik bukan berarti mereka tidak berdebat. Karena pada dasarnya, keduanya punya pemikiran masing-masing yang sebelum menikah, mereka adalah dua orang mandiri secara berpikir dan memutuskan sesuatu. Kemandirian itu pula yang membuat mereka harus merasa di dengar.Maka, hanya karena perkara panggilan sayang saja mereka terus beradu argumen, keduanya masih berdebat selama diperjalanan dari bandara sampai di rumah."Menurutku perdebatan kita ini gak penting. Kamu menuntut aku memakai panggilan sayang ke kamu dan aku gak mau!" ujar Sara setelah membuka pintu mobil Banyu setelah sampai rumah."Ya ampun, tinggal pilih pakai honey, beb atau sayang gitu apa susahnya sih Ra?" protes Banyu."Ya gak banget aja di dengarnya. Menurutku Banyu aja udah cukup. Yang penting kan perasaanku ke kamu.""Tapi panggilan sayang juga akan mempengaruhi hubungan kita sehari-harinya. Memangnya kamu gak senang kalau aku panggil kamu honey atau sayang? Semua perempuan suka kan?""Suka bukan berarti a
Sara melompat ke belakang dan kedua kakinya reflek menaiki sofa. Banyu yang bingung dengan transisi ekspresi Sara dari senang menjadi ketakutan begini, membuatnya panik seketika. Ia pun beranjak dari sofa dan melihat apa yang sebenarnya ada di dalam kardus itu. Banyu sama kagetnya, tapi justru ia kesal dengan apa yang dilihatnya ini. Seperti bercak darah berwarna merah yang memenuhi dinding-dinding kardus itu. Satu hewan hitam tergolek mati di dalamnya. Seperti sengaja dibuat untuk menakut-nakuti.Lalu, ada satu kertas yang sama terkena bercak darahnya, tertempel di atas hewan itu bertuliskan 'Welcome'.Apa maksudnya?Banyu semakin mengeraskan rahangnya, keningnya mengernyit dalam dan tangannya mengepal hingga buku-buku tangannya memutih."Bay! Itu apa?!" teriak Sara yang sebenarnya juga penasaran mengapa isi kardus itu begitu mengerikan.Tanpa menjawab Sara, Banyu lantas meraih kardus itu dan membuangnya di tong sampah depan rumah. Saat kembali, wajah Banyu masih mengaku. Sara beranj
"Bay, ini udah keterlaluan. Tadi bangkai tikus, sekarang kaca rumah pecah ditimpuk batu. Kita gak bisa diam aja, harus lapor polisi." ujar Sara yang masih berjalan mengikuti Banyu menuju kamarnya.Lelaki itu duduk di pinggir ranjang dengan tatapan kaku. Ia sedang berpikir sesuatu. Dengan clue yang sudah ada, Banyu memang tidak bisa begitu saja menyimpulkan siapa dalang dari dua kejadian hari ini. Namun dugaannya mengarah pada orang yang dulu juga pernah mengganggunya dan Sara. Roby dan Popy. Namun, rumah itu jelas-jelas tidak ada penghuninya karena keduanya di tahan di penjara. Mengapa bisa rumah itu lampunya nyala seolah ada penghuninya?Kepalanya mendongak, melihat Sara yang sudah berdiri di depannya dengan wajah cemas. "Ra, kemasi pakaian kamu ke koper sekarang."Banyu pun bangkit berdiri dan menuju walk in closet, mengemasi pakaiannya sendiri di dalam koper. Sara yang masih bingung, tidak mengindahkan perintah Banyu meski ia tetap mengekor di belakang. "Kita mau kemana lagi?" tany
Sara tidak mengerti mengapa Banyu akhirnya memilih untuk mengajak menginap di rumah Babal alih-alih ke hotel atau apartemennya yang dulu ditinggali Hira. Yang Banyu bilang hanya, ia mau Sara aman. Di sini tentu saja ada Babal yang selalu menjaga Sara, sementara jika di tempat lain tidak ada.Ya, Sara tahu niat Banyu baik, supaya ia ada yang jaga. Akan tetapi tidak begini juga!"Mas Banyu mau kopi gak?" tanya Babal yang dengan genitnya menawari Banyu kopi di malam hari ini.Tidak hanya kopi saja, sejak kedatangan mereka berdua di rumah Babal, yang disambut hangat oleh si pemilik rumah hanya Banyu saja. Mentang-mentang Sara sudah sering ke rumah ini dan hafal segala isi rumah ini, lalu Babal mengabaikannya."Boleh." jawab Banyu sambil mengecek sesuatu di ipad-nya.Tak selang lama, Babal datang dengan dua cangkir kopi. Babal menyerahkan satu cangkir kepada Banyu. Sara sudah terlalu pede satu cangkir itu untuknya. Tangan Sara hampir meraih gelas itu, tapi satu tabokan mendarat keras di pu
Lelaki itu menopang dagunya, menatap serius Ipad di pangkuannya. Punggungnya bersandar di kursi kerja mungkin sudah tiga puluh menit sejak kedatangannya ke kantor.Banyu sedang mencermati CCTV hari kemarin, dimana paket-paket itu datang ke rumah. Tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Paket yang besar dikirim oleh kurir perusahaan ekspedisi merah. Sementara paket yang lebih kecil, juga diantarkan kurir ekspedisi biru. Ia juga mengamati CCTV ruang tamu dan halaman samping. Tentu di dalam rumah tidak ada yang di rasa aneh karena teror itu bersumber dari luar. Maka, Banyu meminta bantuan Ardi untuk segera investigasi CCTV di kompleks.Banyu pun membuka beberapa video yang dikirimkan Ardi itu. Mulai dari arah jalan besar, pos satpam dan area kompleks. Paket teror itu datangnya dari luar. Anehnya, dari pos satpam ke rumahnya, jeda waktu kurir itu sedikit lebih lama. Yang harusnya dua menit sampai, ini lebih dari lima menit. Ini yang sedang Banyu pertanyakan.
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela