Beranda / Young Adult / Nature Squad / Bab 3-Aku anakmu

Share

Bab 3-Aku anakmu

Penulis: seni_okt
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-12 15:34:36

"Pekan depan Bintang diundang untuk mengisi acara di kafé Kenanga. Mama sama Papa datang, kan?" tanya Bintang kepada orang tuanya.

"Pasti. Papa pasti datang dong," jawab Bram, ayahnya.

"Mama datang, kan?" tanya Bintang pada ibunya yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, tidak memedulikan perbincangan antara suami dan anak laki-laki yang kini sedang menunggu jawaban darinya.

"Bima, kamu dari mana saja? Apa kamu tidak melihat jam? Ini sudah larut malam," tanya Bram marah ketika melihat anak sulungnya baru pulang seraya menenteng jaket kulitnya.

"Biasalah Pa, anak muda," jawab putra sulungnya itu dengan santai.

"Kamu ini--"

"Sudah sekarang kamu pergi mandi, ya," suruh Rita memotong ucapan suaminya.

Wanita paruh baya itu selalu menjadi tameng untuk membela si sulung.

"Bima! Papa belum selesai bicara," geram Bram ketika putra sulungnya malah naik ke atas.

"Sudahlah Mas, Bima juga baru saja pulang," lerai sang istri.

"Bela saja terus! Dia jadi seenaknya karena terlalu kamu manjakan," timpal Bram dengan nada keras karena masih emosi.

Bintang hanya menunduk menyaksikan pertengkaran kecil orang tuanya.

Pemuda itu bingung harus berbuat apa.

Ini bukan kali pertama ia melihat kedua orang tuanya bertengkar hanya karena masalah kecil seperti ini.

"Bintang, masuk kamar!" Perintah Bram dengan tegas walaupun manik matanya tak lepas dari sang istri.

Ia segera beranjak, tetapi tidak benar-benar pergi melainkan diam di anak tangga sehingga masih bisa mendengar pertengkaran orang tuanya dengan jelas.

"Bima itu putra tertua! Jangan terus kamu manjakan," kata Bram menasehati sang istri.

"Mas yang terlalu keras padanya. Mas sendiri juga memanjakan anak itu," balas Rita, yang ia maksud anak itu adalah Bintang.

Pemuda itu hanya menghela napasnya ketika ibunya mulai mengait-ngaitkan dirinya.

"Apa salahnya aku memanjakan anakku sendiri?" lanjut wanita itu tidak kalah emosinya.

"Rita, stop! Harus berapa ratus kali aku bilang, kamu harus adil pada mereka, dia anak kamu juga!" bentak Bram tidak terima ketika istrinya selalu membedakan kasih sayang putra-putranya.

"Dia bukan anakku. Sampai kapan pun anakku hanya Bima!" Tegas Rita serta langsung masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar tersebut.

"Rita!" Bram benar-benar geram dengan kelakuan sang istri.

"Dasar tukang nguping," gumam Bima dari atas tangga.

Tidak ingin hatinya semakin sakit, Bintang beranjak dari tempat menyakitkan itu lalu pergi ke kamarnya.

***

"Aku boleh masuk?" tanya Bima seraya melenggang masuk.

"Untuk apa meminta ijin jika kau sendiri sudah duluan masuk." Bintang mendengkus.

"Haha! Selow saja kali," Pemuda itu tertawa, Bintang hanya memutar bola matanya, malas meladeni kakaknya yang terkadang menyebalkan.

"Kakak ngapain ke sini? Sana kembali ke kamarmu!" Usir Bintang seraya mendorong tubuh kekar pemuda yang dipanggil kakak itu.

Bima membaringkan tubuhnya di tempat tidur sang adik.

"Galaknya," eluhnya.

Bintang sudah tidak peduli dengan apa yang dilakukan kakaknya itu, ia kembali sibuk dengan buku-buku tebalnya atau lebih tepatnya untuk menghindari tatapan selidik dari Bima.

"Mata kamu tidak sakit membaca buku setebal itu? Kalau aku sih baru melihatnya saja ingin muntah." Pemuda itu meringis melihat betapa tebalnya buku-buku yang sedang adiknya baca.

"Ini mataku, bukan matamu." Jawab Bintang masih fokus dengan buku psikologinya, Bima hanya mendengkus melihat betapa kerasnya adiknya itu belajar.

Meskipun Bintang anak IPA, tetapi dia juga senang membaca semua jenis buku.

Bima saja jika masuk ke ruangan ini merasa kalau ia sedang berada di perpustakaan sekolah, hanya bedanya perpustakaan yang memiliki sebuah tempat tidur.

"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Bima kemudian.

"Maksud Kakak?" bukannya menjawab, adiknya itu malah balik bertanya.

"Sama perkataan mama tadi," lanjut Bima dengan hati-hati. Takut melukai perasaan sang adik.

Bintang memejamkan matanya seraya mengepalkan kedua tangannya. "Hmm."

Raut wajah Bima tampak cemas.

Pemuda itu tahu adiknya itu pasti sakit hati dengan perkataan sang ibu. Dan itu sangatlah wajar, siapapun pasti akan merasa sakit hati jika selama hidupnya selalu dibedakan dan tidak diberi kasih sayang yang seharusnya.

"Kak kalau main itu harus tahu waktu, jangan bikin papa marah terus." Bintang menghentikan aktivitasnya lalu menatap kakaknya dengan tatapan serius.

"Kakak tega melihat mama nangis terus gara-gara bertengkar sama papa?"

Bima tersenyum sinis, bisa-bisanya adiknya itu masih memikirkan perasaan ibunya di saat ia tidak dianggap oleh sang ibu.

"Hoam ... aku kembali ke kamar, ngantuk." Bima melenggang keluar kamar begitu saja.

Sebenarnya ia hanya ingin memberi ruang tersendiri untuk adiknya itu.

Setelah memastikan sang kakak sudah benar-benar masuk ke dalam kamarnya, Bintang kembali menarik napas dalam lalu membuangnya dengan keras.

Ia tidak munafik meski sudah sering mendengar ibunya bicara seperti itu, tetapi hatinya masih tetap saja terasa sakit.

Pemuda malang itu hanya korban dari kekhilafan ayahnya di masa lalu.

Jika bisa memilih, Bintang juga tidak menginginkan hidup seperti ini.

Namun, mau bagaimana lagi? Ini sudah garis takdir dari yang maha kuasa.

Sebagai seorang hamba ia hanya harus menerimanya dan percaya bahwa suatu saat nanti ibunya akan berubah menyayanginya.

Pemuda itu hanya harus menunggu sampai waktu itu tiba.

***

Baskara duduk terdiam di teras rumahnya, memandangi langit yang gelap tanpa cahaya bulan dan gemerlapnya bintang-bintang.

Langit malam ini sangat mewakili hatinya yang sepi. Tidak ada keluarga, tidak ada yang menemani. Ia hanya sendiri di rumah sederhananya. Salah satu rumah milik kakeknya.

Pemuda itu kembali menengadahkan kepalanya menatap ke atas langit. Ia memejamkan matanya seraya menghirup udara malam yang cukup dingin sama seperti perasaannya.

Bertahun-tahun terjebak dalam kesepian yang tak berujung.

Mungkin, saat bersama dengan Nature Squad saja rasa itu sedikit berkurang, tetapi ketika tidak bersama mereka perasaan itu mendatanginya lagi, membuatnya sangat tersiksa dan rasanya ingin menghilang saja.

"Babas," Wina memanggil pemuda itu, tetapi ia hanya menoleh lalu kembali menatap ke atas langit yang hanya berwana hitam gelap.

"Nenek masuk rumah sakit," lanjut gadis itu dengan raut wajah yang sangat cemas.

Baskara sangat terkejut mendengar kabar tersebut sampai-sampai tubuhnya mendadak lemas dan hampir saja terjatuh jika saja gadis itu tidak menopangnya.

Wina bertanya, "Bas, kamu tidak apa-apa?"

Tanpa mengindahkan pertanyaan Wina, ia segera mengambil kunci motornya yang tergantung di dekat kamar lalu langsung pergi ke rumah sakit menaiki motor hitam kesayangannya.

Tahu pemuda itu sedang tidak baik-baik saja, Wina memutuskan untuk menemaninya.

"Bas, tunggu! Aku ikut."

***

Saat sampai di pekarangan rumah sakit, pemuda itu langsung memarkirkan motornya di sembarang tempat, tidak peduli motornya akan diamankan karena tidak mematuhi aturan, bahkan ia tidak menunggu Wina yang masih duduk dengan perasaan gelisah di atas motornya.

Gadis itu bisa memakluminya. Pasti pemuda itu sangat khawatir dengan kondisi sang nenek.

Langkahnya terhenti ketika melihat salah satu saudarinya sedang duduk di depan ruangan UGD.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya kakaknya dengan sinis.

"Aku mau lihat kondisi nenek." Baskara tertunduk memandangi sepatunya. Dia tidak berani menatap mata sang kakak yang penuh dengan sorot kebencian untuknya.

"Pergi! Aku tidak mau kamu bunuh nenek juga." Dia berkata dengan suara lantang, menunjuk arah parkiran.

Tubuh pemuda itu menegang serta mengepalkan kedua tangannya kuat sampai urat-urat tangannya terlihat.

Mungkin jika yang di hadapannya sekarang bukan kakaknya dan bukan seorang wanita, ia sudah melayangkan pukulannya.

"Aku bukan pembunuh," ucapnya lirih, teramat lirih.

"Brisia, ayo ma--" Nugroho menghentikan ucapannya ketika melihat putra bungsunya ada di sana.

Keadaan semakin mencekam. Nugroho menatap tajam kepada anak lelaki yang juga sedang menatapnya.

Mata Baskara panas menahan air mata yang bisa keluar kapan saja.

Kalau saja bisa, ia ingin sekali memeluk pria dewasa di depannya itu dengan erat, meluapkan semua rasa rindu yang ia tahan selama bertahun-tahun lamanya.

"Ayah," panggilnya lirih.

Mata Nugroho membulat sempurna dan plak! ia menamparnya dengan sangat keras.

"Jangan panggil saya Ayah! Kau bukan anak saya," serunya dengan penekanan di setiap kata.

Wina sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat.

Gadis itu melihat semuanya.

"Jadi Babas masih punya orang tua?" tanya gadis itu entah pada siapa.

Baskara masih bisa merasakan pipinya yang panas akibat tamparan yang dilayangkan Nugroho. Ia semakin tertunduk dalam dan satu tetes cairan bening itu akhirnya jatuh dari pelupuk matanya.

"Bas," panggil Wina. Ia mengusap punggung pemuda itu lembut.

"Ayo pulang," kata Baskara dengan nada datar dan lagi-lagi berjalan meninggalkannya.

Selama di perjalanan, Wina terus membayangkan kejadian yang baru saja ia saksikan.

Bebagai pertanyaan bergelantungan dalam otaknya.

Namun, melihat kondisi Baskara tadi, ia membiarkan pertanyaan itu tetap berada dalam pikirannya saja.

"Pergi! Aku tidak mau kamu bunuh nenek juga."

"Jangan panggil saya Ayah! Kau bukan anak saya."

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang dalam pikiran pemuda malang itu.

Setelah sampai ke rumah, Baskara langsung membuka laci kamarnya dan mengambil benda yang berbulan-bulan tidak pernah ia sentuh lagi.

Pria itu pergi ke kamar mandi serta menyalakan shower untuk menyamarkan suaranya, lalu benda dingin dan tajam itu ia goreskan pada tangannya yang sudah banyak bekas luka sayatan.

Satu goresan, dua, tiga, menikmati rasa perihnya.

Setidaknya rasa perih di tangannya bisa mengalihkan rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

Bab terkait

  • Nature Squad   Bab 4-Cemburu

    Sudah menjadi rutinitas setiap jam istirahat anak-anak Nature Squad selalu berkumpul di kantin untuk berbagi cerita selama di kelas atau hanya sekadar untuk menyusun rencana sepulang sekolah. Sama halnya dengan hari ini, mereka berkumpul untuk membahas rencana selepas pulang sekolah nanti. "Nanti siang kumpul di rumahku, ok," ucap Dirgantara memulai pembicaraan. "Bahas apa nih? Jahat banget gak ngajak," kata Samudra yang entah muncul dari mana. "Ngapain ke sini?" tanya Bintang dengan ketus. "Ya ampun kalian masih marah?" Tanya pemuda itu seraya menempelkan kedua tangannya di pipi mulusnya serta memasang ekspresi sok terkejut. "Iya deh,sorry.” Lanjutnya seraya menatap satu persatu sahabatnya lalu menempelkan telapak tangannya, membuat gerakan seperti menyembah. "Dir," panggil Samudra. "Apa?" tanya Dirgantara masih bernada ketus. "Sorry," ucap Samudra dengan tulus. "hhh, Iya," jawab Dirgantara walaup

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-12
  • Nature Squad   Bab 5-Tas little ponny

    Haha ... Dirgantara tertawa ngakak melihat wajah kedua sahabatnya yang penuh dengan jepitan jemuran, sementara yang ditertawakan hanya mendengkus kesal. "Puas banget ketawanya, Bang Di," ujar Rain dari arah dapur. "Camilan hari ini bakso goreng ala Rain dan Sarah," lanjutnya sangat bangga dengan kreasi yang ia buat kali ini. Setelah menaruh piring dan gelas-gelas itu di meja, tawa Rain langsung menggelegar kala melihat wajah kedua sahabatnya yang sudah penuh dengan jepitan. Baik Samudra maupun Bintang hanya bisa mendengkus kesal menerima kekalahan. "Mainnya sudah dulu, sekarang ayo makan," perintah Rain sudah seperti seorang ibu yang mengingatkan anak-anaknya yang keasyikan bermain. Bintang membuang napasnya dengan sangat keras seraya melepaskan jepitan-jepitan yang masih menempel di wajahnya, begitupun dengan Samudra. Namun, pemuda itu dikejutkan dengan pergerakan Rain yang tiba-tiba duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-13
  • Nature Squad   Bab 6-Self-Injury

    Baskara benar-benar terpukul dengan meninggalnya nenek tercinta, apalagi ia tidak diijinkan untuk sekadar mengantar neneknya ke peristirahatan terakhirnya. "Babas." Panggil Wina mengetuk pintu kokoh tersebut, "ada teman-teman kamu datang." "Gimana?" tanya Bintang berbisik karena tidak sabar ingin melihat kondisi sahabatnya yang terus mengurung diri di dalam kamar. "Dari semalam dia belum keluar-keluar kamar," jawab Wina tampak sangat khawatir dengan kondisi pemuda itu. "Babas." Kini Rain yang mencoba memanggilnya, tetapi hasilnya tetap sama, pemuda itu tidak mau keluar dari kamarnya bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun. "Bas, kamu harus makan, nanti kamu sakit." Wina kembali mengetuk pintu kamar dengan ketukan yang lebih keras dari sebelumnya. "Bas buka! Kamu tidak sendiri. Ada kita-kita yang selalu siap menjadi sandaran buatmu," seru Angkasa berusaha meyakinkan pemuda itu bahwa dia tidak sendiri. Sedangkan kondisi di dala

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Nature Squad   Bab 7-Khawatir

    Sarah langsung pergi ke rumah sakit ketika mendapat kabar sepupunya masuk rumah sakit. Ia mempercepat langkahnya saat manik matanya melihat tantenya yang sedang duduk di depan ruang ICU. "Tante, Sam kenapa?" tanya Sarah. "Dia habis menerima panggilan dari Rain, tiba-tiba--" Wanita paruh baya itu bahkan tidak sanggup melanjutkan perkataannya. "Sa, Tante takut." Lanjutnya diiringi dengan isak tangis yang kembali pecah. Gadis itu hanya memeluk wanita itu untuk memberikannya kekuatan. Dewi langsung menghampiri Dokter Leon yang baru saja keluar dari ruang ICU, dia adalah dokter yang menangani Samudra selama ini, sekaligus kakak dari Sarah. Jadi, mereka masih satu keluarga besar. "Kondisinya masih sangat lemah dan belum sadarkan diri, tapi Tante jangan khawatir, Sam laki-laki yang kuat, dia tidak akan kalah hanya karena ini," tutur Dokter Leon menenangkan wanita yang sedang dilanda kecemasan itu. *** Baskara sudah di pindahkan ke rua

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Nature Squad   Bab 8-Kecurigaan

    Keadaan Samudra sudah mulai membaik. Oleh karenanya pemuda itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. "Sayang, yakin mau sekolah hari ini?" tanya Dewi khawatir ketika melihat putranya sudah siap dengan seragam sekolahnya. "Iya, Sam sudah ketinggalan banyak pelajaran Bun," jawabnya, "kalau kelamaan tidak masuk, nanti Sam jadi bodoh." Jujur, dia sangat merindukan para sahabatnya. Selama hampir satu minggu tidak mendengar dan tidak melihat kekonyolan mereka rasanya ada yang kurang. Pemuda itu juga rindu mengendarai motor kesayangannya. "Ya sudah, tunggu, Bunda bawa kunci mobil dulu." Pinta Dewi hendak mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Eh, mau ngapain?" tanya Samudra mengernyitkan kening. "Bunda mau antar kamu lah, apa lagi," jawab wanita itu gemas dengan sikap Samudra yang terlihat menggemaskan. "Jangan mulai Bun. Sam tidak suka Bunda memperlakukan Sam seperti anak kecil seperti ini." Pemuda itu mengerucutkan b

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Nature Squad   Bab 9-Sejarah

    "Selamat siang anak-anak," sapa Bu Mita, guru Seni Budaya. "Siang, Bu," jawab mereka serempak. "Baik, materi kali ini tentang seni peran. Hari ini Ibu akan membagi kelompok, satu kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang--" "Kelompoknya bebas atau ditentukan sama Ibu?" potong salah satu siswa di kelas XI IPA 1. Bu Mita mendengkus seraya menatap siswa yang memotong ucapannya itu, kesal karena sudah memotong perkataannya saat beliau masih menjelaskan. "Makanya jika Ibu sedang bicara jangan dulu disela. Untuk anggotanya Ibu yang akan menentukan. Di kotak ini sudah ada nomor kelompok, silakan kalian pilih dan bagi siapapun yang nomornya di panggil harap ke depan," jelas Bu Mita kembali serius. "Semoga aku bisa satu kelompok dengan Bintang," harap beberapa siswa di sana. Sementara para siswinya berharap bisa satu kelompok dengan Samudra, siswa yang dijuluki sebagaimostwantedsekolah. "Semoga sama bebeb Sam

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Nature Squad   Bab 10-Sepupu gak ada akhlak

    "Angka, tunggu!" Teriak Sarah sedikit berlari untuk mengejarnya sampai ke dekat parkiran. "Angkasa!" panggilnya lagi dengan penekanan berharap pemuda itu berhenti. "Apa?" sahut Angkasa sedater dan sedingin mungkin. "Kamu aneh," ujar gadis itu membuat pemuda itu menaikkan sebelah alisnya. “Maksudmu?” tanya pemuda itu. Kenapa kamu tidak pernah peka? Aku tuh suka sama kamu, Angka. Gadis itu mengerjap beberapa kali. "Ya, aneh. Kamu kan marahnya sama Sam, kenapa aku juga kena?" "Padahal, aku ingin ngobrol sama kamu seperti dulu, tapi kamu malah seperti ini." Protesnya seraya mengerucutkan bibirnya seperti anak bebek. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa. Mungkin lebih baik ia jujur saja pada gadis di depannya ini. Berbohong juga tidak ada gunanya, pikirnya. "Karena kamu terus saja membelanya, terus pakai bentak aku segala lagi," jawab Angkasa dengan sangat jujur. Kening

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Nature Squad   Bab 11-Takut kehilangan

    Setelah sampai rumah, pemuda itu langsung masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya lelahnya ke atas tempat tidur kemudian kembali terperanjat lalu duduk di sisian ranjang. "Si Sam ngeselin banget sumpah. Dia tidak merasa bersalah sedikitpun." Mulut Bintang terus berkomat-kamit mengeluarkan kekesalannya pada orang yang bahkan tidak sedang bersamanya. "Kenapa lagi?" tanya Bima yang entah masuk sejak kapan. "Astaga Kak membuat kaget saja." Bintang menepuk-nepuk dadanya yang berdebar karena terkejut dengan kedatangan sang kakak yang tiba-tiba. Rasanya dia ingin mencubit ginjal pemuda yang kini sudah duduk di sampingnya. "Mama?" tebak Bima karena biasanya ibunyalah yang membuat mood adiknya berantakan. "Bukan." Jawab Bintang kembali membaringkan tubuh lelahnya. "Terus?" tanya Bima mulai penasaran. "Kepo," timpal Bintang enggan untuk menjawab. Bima berdecak seraya ikut berbaring di tempat tidur adiknya. "Lah, aku ini kak

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16

Bab terbaru

  • Nature Squad   Bab 56-Aku Jatuh Cinta

    Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me

  • Nature Squad   Bab 55-Menciptakan Memori (bagian 2)

    Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan

  • Nature Squad   Bab 54-Menciptakan Memori (bagian 1)

    Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia

  • Nature Squad   Bab 53 |Restu

    Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.

  • Nature Squad   Bab 52-Bapak Peri

    Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k

  • Nature Squad   Bab 51-Botol Harapan

    Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu

  • Nature Squad   Bab 50-Seorang Teman

    "Argh!Apa yang baru saja aku lakukan?" Netranya menerawang jauh ke laut lepas yang membentang kebiruan, membiarkan ombak menyapu kakinya. Pemuda itu masih tidak percaya dengan apa yang diakukannya, membongkar begitu saja rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat.Saat sedang melampiaskan kekesalannya tiba-tiba Samudra melihat seorang pemuda berkepala plontos berjalan ke tengah laut."Woy!!" Cegah Samudra langsung menarik tangannya dan betapa terkejutnya ketika mendengar suara pemuda itu yang terdengar seperti suara perempuan."Lepaskan aku!" bentaknya."Kamu perem--"Gadis berkepala plontos itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu menghempas tangan Samudra dan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Dengan masih keterkejutannya Samudra kembali mengejar gadis itu untuk meminta maaf karena telah menganggapnya seorang laki-laki, Samudra yakin ucapannya itu sudah membuat gadis itu tersinggung.

  • Nature Squad   Bab 49-Topeng

    Maya melihat putra sulungnya sedang membereskan pakaian dan beberapa perlengkapan yang akan pemuda itu bawa."Aa, yakin mau berangkat besok? Bukankah Aa bilang berangkat setelah kelulusan?" tanyanya. Pemuda itu hanya mengangguk dengan lemah."Kenapa terburu-buru sekali?” tanyanya lagi. Wanita paruh bay aitu masih merasa aneh dengan keberangkatan putranya yang tiba-tiba.“Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa lupain dia, Bu,” jawab Angkasa dalam batinnya.Tok! Tok! Tok!"Siapa yang bertamu, ya?" pikir Maya. Dia pun pergi dari kamar putranya untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ucap seseorang di luar rumah memberi salam."Wa'alaikumusalam," jawab wanita itu, "eh, Nak Sam, silakan masuk.""Angka nya ada Tante?" tanya Samudra dengan ramah.Wanita itu tersenyum memperlihatkan sifat keibuannya. "Sebentar, Tante panggilkan. Silakan duduk, Nak."Maya kembali masuk untuk memanggi

  • Nature Squad   Bab 48-Pamit

    "Sarah, sebenarnya Sam itu siapa kamu?" tanya Angkasa membuat Sarah menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan pemuda itu. "Lho, kamu juga tau kan dia sepupu aku," jawabnya. "Sepupu ya?" Pemuda itu tersenyum miring, "bohong!" "Bohong? Apa maksudnya Bohong? Kenapa kamu malah nuduh aku bohong? Kamu kenapa sih? Kalau memang tidak mau berteman denganku lagi ya sudah, tapi bukan begini caranya," gadis itu menjadi kesal karena telah dianggap berbohong. "Aku cemburu!" aku Angkasa sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Setelah mengatakan itu Angkasa menarik napas Panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku cemburu melihatmu pelukan dengannya. Gak ada sepupu yang memberikan perhatian lebih sampai meluk-meluk gitu. Perhatian kamu tuh seperti seorang wanita kepada lelakinya,bulshitkalau kalian tidak ada hubungan apa-apa," lanjutnya membuat Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu masih terkejut

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status