Home / Fiksi Remaja / Nature Squad / Bab 5-Tas little ponny

Share

Bab 5-Tas little ponny

Author: seni_okt
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Haha ... Dirgantara tertawa ngakak melihat wajah kedua sahabatnya yang penuh dengan jepitan jemuran, sementara yang ditertawakan hanya mendengkus kesal.

"Puas banget ketawanya, Bang Di," ujar Rain dari arah dapur.

"Camilan hari ini bakso goreng ala Rain dan Sarah," lanjutnya sangat bangga dengan kreasi yang ia buat kali ini.

Setelah menaruh piring dan gelas-gelas itu di meja, tawa Rain langsung menggelegar kala melihat wajah kedua sahabatnya yang sudah penuh dengan jepitan.

Baik Samudra maupun Bintang hanya bisa mendengkus kesal menerima kekalahan.

"Mainnya sudah dulu, sekarang ayo makan," perintah Rain sudah seperti seorang ibu yang mengingatkan anak-anaknya yang keasyikan bermain.

Bintang membuang napasnya dengan sangat keras seraya melepaskan jepitan-jepitan yang masih menempel di wajahnya, begitupun dengan Samudra.

Namun, pemuda itu dikejutkan dengan pergerakan Rain yang tiba-tiba duduk di sampingnya lalu mengulurkan tangannya untuk membantu melepaskan jepitan-jepitan tersebut.

Samudra sempat terpaku beberapa saat karena selama mereka bersahabat, baru kali ini ia bisa melihat wajah gadis itu dari jarak yang sangat dekat.

Pemuda itu sampai-sampai menahan napasnya kala jantungnya berdebar lebih cepat.

"Ada apa dengan jantungku?" pikirnya.

"Pasti sakit ya?" tanya Rain sedikit meringis kala membayangkan bagaimana jika jepitan-jepitan itu menempel di wajahnya.

Sedangkan yang ditanya masih dengan keterdiamannya.

Sampai suara dehaman berat Dirgantara mengembalikan kesadarannya yang sempat menghilang.

Samudra memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan debaran jantungnya.

Setelah cukup tenang, perlahan ia membuka matanya kembali dan hal pertama yang ia lihat adalah senyuman manis gadis itu.

Sialnya debaran itu kembali lagi bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Samudra sempat berpikir apakah itu adalah gejala serangan jantung? tetapi, jika memang benar, kenapa ia tidak merasakan sakit?

"Sudah cukup tatap-tatapannya," celetuk Bintang dan langsung mendapat delikan tajam dari Rain.

"Ya ampun wajahmu sampai merah, Sam," ujar Rain setelah kembali memperhatikan wajah pemuda itu.

"Apakah itu sakit?" Ia mengulangi pertanyaan yang belum dijawab oleh Samudra.

Pemuda itu menggeleng sebagai jawaban. Lalu dengan cepat ia mengambil salah satu gelas yang ada di sana dan hendak meminumnya.

Namun, sebelum gelas itu benar-benar menempel di bibirnya, Rain sudah terlebih dahulu mengambilnya.

"Ini bukan punyamu," kata Rain seraya menyimpan kembali gelas tersebut dan memberikan gelas yang benar.

Sebagai informasi saja kalau pemuda itu alergi dengan susu sapi. Perutnya akan langsung menolak cairan berwarna putih tersebut yang bisa mengakibatkan bulak-balik toilet, muntah-muntah, bahkan sampai demam.

"Thank." Balasnya seraya mengambil gelas yang benar lalu meminumnya.

Sungguh ia tak pernah merasa secanggung ini pada gadis itu sebelumnya.

Tingkah laku Samudra kali ini benar-benar terlihat berbeda. Pemuda itu lebih banyak diam tidak seperti biasanya.

Dan sepertinya Sarah menyadari perubahan sikap sepupunya itu sehingga ia memutuskan untuk bertanya.

"Kenapa?" tanya Sarah.

Seakan tahu maksud pertanyaan sepupunya, Samudra hanya mengangkat bahunya serta kembali menyentuh dadanya yang masih berdebar-debar.

***

Hari ini Angkasa sedang menemani adiknya untuk membeli tas impiannya.

Pilihannya jatuh pada tas little ponny berwarna pink dengan hiasan gantungan ekor kuda serupa.

"Vina mau ini." Gadis kecil itu memeluk tas yang telah ia pilih.

Angkasa melihat harganya, tertulis Rp 250.000-

"Benar mau ini?" tanya Angkasa memastikan adiknya tidak salah pilih.

Gadis kecil itu langsung mengangguk tanpa ragu sedikitpun.

"Mbak," panggil Angkasa pada pelayan di sana.

"Iya Mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu dengan ramah.

"Ini harganya tidak bisa kurang gitu, Mbak? Dua ratus ribu deh," pemuda itu mencoba bernegosiasi untuk mendapatkan tas tersebut dengan harga yang lebih murah.

"Aduh, maaf Mas, ini sudah harga pas," kata pelayan tersebut menolak secara halus.

"Benar tidak bisa kurang, Mbak?" tanya Angkasa tidak pantang menyerah.

"Maaf, Mas." Pelayan itu menempelkan telapak tangannya memberikan tanda bahwa tas itu benar-benar tidak bisa ditawar.

Angkasa melihat adiknya yang sudah memeluk tas impiannya, ia tidak tega jika tidak jadi membelinya.

"Ya sudah deh Mbak, saya beli. Kualitasnya bagus kan?" tanya Angkasa lagi.

Dia tidak ingin mengeluarkan uang cukup besar hanya untuk tas yang berkualitas jelek.

"Saya berani jamin Mas, soalnya ponakan dan adik saya juga pakai," kata pelayan itu meyakinkan calon pembelinya.

"Terima kasih," ucap seorang kasir setelah Angkasa mengeluarkan uang pas lalu memberikan barang belanjaannya kepada adiknya.

Gadis kecil itu terlihat begitu senang.

"Makasih, Aa." Lanjutnya mencium Angkasa beberapa kali saking senangnya mendapatkan tas baru.

"Vina janji sama Aa, kalau Vina harus lebih rajin lagi belajarnya." Ingat Angkasa langsung memangku adik kesayangannya itu.

"Siap." Gadis kecil itu menempelkan tangannya ke dahi membentuk gerakan hormat.

Setelah sampai rumah Vina langsung memamerkannya pada sang ibu.

"Ibu, lihat! Tas Vina bagus, kan?" Gadis itu menunjukan tas yang baru saja ia beli dengan sang kakak tercinta.

"Iya, bagus," jawab Maya seraya tersenyum pada gadis kecilnya itu.

"Aa, Ibu, Vina ke kamar dulu ya. Mau nunjukin tas baru Vina ke Lulu." Gadis kecil itu berlalu pergi ke kamarnya sambil bersenandung di sepanjang jalan.

Lulu adalah boneka kesayangan miliknya.

Boneka itu adalah kado ulang tahun dari Angkasa saat ia berulang tahun ke-5 tahun.

"A," panggil Maya.

"Aa, dapat uang dari mana untuk membeli tas itu?" tanyanya.

Pemuda itu menatap ibunya lalu memberikan seutas senyum untuk menenangkannya.

"Ibu tenang saja, Aa beli dengan uang halal kok," jawab Angkasa.

Ibunya tidak perlu tahu kalau ia memakai uang hasil kerja paruh waktunya untuk membeli tas tersebut.

***

Kini, Baskara sedang berada di rumah sakit tempat neneknya di rawat.

Kebetulan hari ini, ayah serta kakaknya tidak ada di sana.

"Babas," panggil wanita lansia itu.

"Iya, Nek?" Baskara memegang tangan neneknya yang sudah tidak sekencang dulu.

"Sudah makan?" tanya sang nenek dengan suara lemah.

Pemuda itu menggeleng serta balik bertanya. "Nenek butuh sesuatu?"

"Jagoan Nenek sudah besar." Bukan menjawab pertanyaan sang cucu, wanita tua itu malah berucap seraya menepuk tangan cucu kesayangannya.

Pemuda itu menatap sendu ke arahnya, menggenggam tangan lemah wanita yang sudah seperti seorang ibu untuknya.

"Nenek tinggal di tempat Babas ya, biar Babas bisa rawat nenek 24 jam," pintanya.

Wanita tua itu menggeleng lemah. "Nenek tidak apa-apa. Nenek mau menghabiskan sisa umur nenek di rumah itu, rumah kenangan nenek dengan kakekmu."

Iya, selama ini, nenek sangat mencintai kakek. Mungkin itu yang dinamakan cinta sejati. Padahal saat kakek meninggal, usia nenek masih seperempat abad, usia ayah saja belum genap 3 tahun. Besar kemungkinan jika nenek menikah lagi. Namun, kesetiannya pada kakek begitu besar. Nenek berkata, "Kalau nenek menikah lagi, nenek tidak akan bersatu dengan kakek di surga." Sungguh manisnya kisah cinta mereka.

"Nenek, jauh-jauh dari dia!" Bentak Brisia mendorong tubuh Baskara ke belakang.

"Brisia! Jaga ucapanmu," seru neneknya.

"Nenek kenapa malah membelanya?" tanya Brisia tidak terima.

"Dia itu pembunuh!" Lanjutnya seraya menunjuk pemuda itu dengan telunjuknya.

"Brisia! Babas itu adik kamu," bentak neneknya tidak terima salah satu cucunya diperlakukan seperti itu.

"Tidak! Aku tidak punya adik pembunuh. Dia sudah membunuh bunda!" sergahnya dengan penekanan di kata pembunuh.

"Brisia!" Neneknya sangat marah sampai ia meremas dadanya dengan sangat kuat dan tidak lama kemudian mata sayunya terpejam sempurna.

"Nenek," gumam Baskara dengan tubuh yang gemetaran.

"Nenek, bangun! Nenek!!" teriak pemuda itu sangat panik melihat neneknya tiba-tiba menggerang kesakitan lalu tidak sadarkan diri.

"Menjauh dari Nenek!" Seru Brisia mendorong tubuh Baskara dengan sangat kasar.

Gadis itu segera menekan tombol merah di dekat ranjang untuk memanggil dokter.

Tidak lama kemudian, dokter beserta beberapa suster datang dan langsung menanganinya.

"Tolong kalian tunggu di luar," pinta salah satu suster.

"Tolong selamatkan Nenek saya," mohon Baskara, seluruh badannya terasa begitu lemas tidak bertenaga.

Mereka semua panik menunggu dokter keluar.

Brisia sudah menghubungi ayahnya untuk memberitakan kabar buruk ini. Tidak sampai lima menit, dokter sudah keluar dengan mimik wajah yang sudah dapat dibaca.

"Maaf," ucap dokter mengusap wajahnya keras.

Brisia menangis histeris begitu pun dengan Baskara yang sama terpukulnya.

Bibirnya bergetar hebat. Satu-satunya orang yang menyayanginya, yang peduli padanya juga pergi meninggalkannya.

"Brisia." Nugroho memeluk anak perempuannya itu untuk membuatnya tenang.

"Ayah, nenek," ujar Brisia masih sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada sang nenek.

Nugroho melihat Baskara yang juga menangis di sana, tetapi ia sama sekali tidak memedulikan keberadaan pemuda itu.

"Kenapa ninggalin Bagas secepat ini bu?" batinnya.

Tidak terasa air matanya menetes, tetapi segera dia seka, ia tidak boleh terlihat lemah di depan sang putri.

"Ayo, pulang. Kita harus mengurus pemakaman nenek." Nugroho mengelus puncak kepala Brisia.

"Ayah," panggil Baskara lirih.

"Babas boleh ikut?" tanyanya setengah memohon.

Nugroho mendorong tubuhnya ke belakang dengan keras, dan berlalu pergi sebagai jawaban bahwa ia tidak mengijinkan pumuda itu mengantarkan wanita lansia itu ke peristirahatan terakhirnya.

"Babas." Wina berlari kearahnya.

Kondisi pemuda itu sungguh tidak baik-baik aja, ia begitu terpukul atas kejadian ini.

"Yang sabar Bas, nenek sudah tenang. Beliau sudah tidak akan merasakan sakit lagi." Wina mengusap punggung pemuda itu yang sudah memeluknya erat.

*Fyi: Aa adalah sebutan kakak laki-laki dalam bahasa Sunda.

Related chapters

  • Nature Squad   Bab 6-Self-Injury

    Baskara benar-benar terpukul dengan meninggalnya nenek tercinta, apalagi ia tidak diijinkan untuk sekadar mengantar neneknya ke peristirahatan terakhirnya. "Babas." Panggil Wina mengetuk pintu kokoh tersebut, "ada teman-teman kamu datang." "Gimana?" tanya Bintang berbisik karena tidak sabar ingin melihat kondisi sahabatnya yang terus mengurung diri di dalam kamar. "Dari semalam dia belum keluar-keluar kamar," jawab Wina tampak sangat khawatir dengan kondisi pemuda itu. "Babas." Kini Rain yang mencoba memanggilnya, tetapi hasilnya tetap sama, pemuda itu tidak mau keluar dari kamarnya bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun. "Bas, kamu harus makan, nanti kamu sakit." Wina kembali mengetuk pintu kamar dengan ketukan yang lebih keras dari sebelumnya. "Bas buka! Kamu tidak sendiri. Ada kita-kita yang selalu siap menjadi sandaran buatmu," seru Angkasa berusaha meyakinkan pemuda itu bahwa dia tidak sendiri. Sedangkan kondisi di dala

  • Nature Squad   Bab 7-Khawatir

    Sarah langsung pergi ke rumah sakit ketika mendapat kabar sepupunya masuk rumah sakit. Ia mempercepat langkahnya saat manik matanya melihat tantenya yang sedang duduk di depan ruang ICU. "Tante, Sam kenapa?" tanya Sarah. "Dia habis menerima panggilan dari Rain, tiba-tiba--" Wanita paruh baya itu bahkan tidak sanggup melanjutkan perkataannya. "Sa, Tante takut." Lanjutnya diiringi dengan isak tangis yang kembali pecah. Gadis itu hanya memeluk wanita itu untuk memberikannya kekuatan. Dewi langsung menghampiri Dokter Leon yang baru saja keluar dari ruang ICU, dia adalah dokter yang menangani Samudra selama ini, sekaligus kakak dari Sarah. Jadi, mereka masih satu keluarga besar. "Kondisinya masih sangat lemah dan belum sadarkan diri, tapi Tante jangan khawatir, Sam laki-laki yang kuat, dia tidak akan kalah hanya karena ini," tutur Dokter Leon menenangkan wanita yang sedang dilanda kecemasan itu. *** Baskara sudah di pindahkan ke rua

  • Nature Squad   Bab 8-Kecurigaan

    Keadaan Samudra sudah mulai membaik. Oleh karenanya pemuda itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. "Sayang, yakin mau sekolah hari ini?" tanya Dewi khawatir ketika melihat putranya sudah siap dengan seragam sekolahnya. "Iya, Sam sudah ketinggalan banyak pelajaran Bun," jawabnya, "kalau kelamaan tidak masuk, nanti Sam jadi bodoh." Jujur, dia sangat merindukan para sahabatnya. Selama hampir satu minggu tidak mendengar dan tidak melihat kekonyolan mereka rasanya ada yang kurang. Pemuda itu juga rindu mengendarai motor kesayangannya. "Ya sudah, tunggu, Bunda bawa kunci mobil dulu." Pinta Dewi hendak mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Eh, mau ngapain?" tanya Samudra mengernyitkan kening. "Bunda mau antar kamu lah, apa lagi," jawab wanita itu gemas dengan sikap Samudra yang terlihat menggemaskan. "Jangan mulai Bun. Sam tidak suka Bunda memperlakukan Sam seperti anak kecil seperti ini." Pemuda itu mengerucutkan b

  • Nature Squad   Bab 9-Sejarah

    "Selamat siang anak-anak," sapa Bu Mita, guru Seni Budaya. "Siang, Bu," jawab mereka serempak. "Baik, materi kali ini tentang seni peran. Hari ini Ibu akan membagi kelompok, satu kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang--" "Kelompoknya bebas atau ditentukan sama Ibu?" potong salah satu siswa di kelas XI IPA 1. Bu Mita mendengkus seraya menatap siswa yang memotong ucapannya itu, kesal karena sudah memotong perkataannya saat beliau masih menjelaskan. "Makanya jika Ibu sedang bicara jangan dulu disela. Untuk anggotanya Ibu yang akan menentukan. Di kotak ini sudah ada nomor kelompok, silakan kalian pilih dan bagi siapapun yang nomornya di panggil harap ke depan," jelas Bu Mita kembali serius. "Semoga aku bisa satu kelompok dengan Bintang," harap beberapa siswa di sana. Sementara para siswinya berharap bisa satu kelompok dengan Samudra, siswa yang dijuluki sebagaimostwantedsekolah. "Semoga sama bebeb Sam

  • Nature Squad   Bab 10-Sepupu gak ada akhlak

    "Angka, tunggu!" Teriak Sarah sedikit berlari untuk mengejarnya sampai ke dekat parkiran. "Angkasa!" panggilnya lagi dengan penekanan berharap pemuda itu berhenti. "Apa?" sahut Angkasa sedater dan sedingin mungkin. "Kamu aneh," ujar gadis itu membuat pemuda itu menaikkan sebelah alisnya. “Maksudmu?” tanya pemuda itu. Kenapa kamu tidak pernah peka? Aku tuh suka sama kamu, Angka. Gadis itu mengerjap beberapa kali. "Ya, aneh. Kamu kan marahnya sama Sam, kenapa aku juga kena?" "Padahal, aku ingin ngobrol sama kamu seperti dulu, tapi kamu malah seperti ini." Protesnya seraya mengerucutkan bibirnya seperti anak bebek. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa. Mungkin lebih baik ia jujur saja pada gadis di depannya ini. Berbohong juga tidak ada gunanya, pikirnya. "Karena kamu terus saja membelanya, terus pakai bentak aku segala lagi," jawab Angkasa dengan sangat jujur. Kening

  • Nature Squad   Bab 11-Takut kehilangan

    Setelah sampai rumah, pemuda itu langsung masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya lelahnya ke atas tempat tidur kemudian kembali terperanjat lalu duduk di sisian ranjang. "Si Sam ngeselin banget sumpah. Dia tidak merasa bersalah sedikitpun." Mulut Bintang terus berkomat-kamit mengeluarkan kekesalannya pada orang yang bahkan tidak sedang bersamanya. "Kenapa lagi?" tanya Bima yang entah masuk sejak kapan. "Astaga Kak membuat kaget saja." Bintang menepuk-nepuk dadanya yang berdebar karena terkejut dengan kedatangan sang kakak yang tiba-tiba. Rasanya dia ingin mencubit ginjal pemuda yang kini sudah duduk di sampingnya. "Mama?" tebak Bima karena biasanya ibunyalah yang membuat mood adiknya berantakan. "Bukan." Jawab Bintang kembali membaringkan tubuh lelahnya. "Terus?" tanya Bima mulai penasaran. "Kepo," timpal Bintang enggan untuk menjawab. Bima berdecak seraya ikut berbaring di tempat tidur adiknya. "Lah, aku ini kak

  • Nature Squad   Bab 12-Butuh pengakuan

    Tok! Tok! Bianca mengetuk pintu ruangan kerja ayahnya beberapa kali. "Masuk," perintah seseorang dari dalam. "Bianca? Ya ampun Sayang kenapa tidak bilang kalau mau pulang," senang Nugroho karena putri keduanya telah kembali. "Bi mau bicara serius sama Ayah," kata wanita muda itu tidak mengindahkan perkataan ayahnya. Ia tidak suka berbasa-basi. "Bagaimana sekolah kamu di London? Pasti seru banget sampai lupa rumah. Anak Ayah makin cantik saja," Nugroho mengalihkan pembicaraan. Pria itu tahu putri keduanya itu akan membahas ap ajika sudah menatapnya dengan serius seperti ini. "Ayah, Bi mau bicara serius," kekeh Bianca tidak peduli dengan semua pujian yang diberikan oleh sang ayah. Pria dewasa itu mendengkus dan mau tidak mau menurutinya. "Ya sudah, mau bicara apa?" tanyanya. "Ini tentang Babas," jawabnya. Nugroho langsung tersulut emosi ketika nama Baskara disebut, seakan sebuah bakteri jahat yang harus ia jauhi sejauh-ja

  • Nature Squad   Bab 13-Terkabulnya doa

    Brisia yang sedang fokus menonton acara kesukaannya langsung bangkit saat melihat adiknya lewat di belakangnya. "OMG! Bi, kok tidak bilang-bilang kalau mau pulang? Aku kan bisa jemput kamu di bandara," kata Brisia seraya memeluk Bianca. Wanita muda itu tersenyum seraya membalas pelukan Brisia untuk mengobati rasa rindunya karena sudah bertahun-tahun tidak bertemu. "Tidak usah repot-repot Kak, lagi pula tadi Bi ke rumah sakit dulu." Jawab Bianca seraya melepaskan pelukannya. "Untuk apa?" tanya Brisia acuh tidak acuh. "Jenguk Babas." Jawab wanita cantik itu seraya menaruh tas yang sedari tadi dijinjingnya. Raut wajah Brisia langsung berubah. Sorot kebencian itu tercetak nyata dalam manik mata bulatnya. "Apa aku tidak salah dengar? Kamu jauh-jauh deh dari anak pembawa sial itu," pinta Brisia dengan sinis. "Kak!" bentak Bianca tidak terima lagi-lagi adiknya dikatakan yang tidak-tidak. "Kakak apa-apaan sih? Masih saja menyal

Latest chapter

  • Nature Squad   Bab 56-Aku Jatuh Cinta

    Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me

  • Nature Squad   Bab 55-Menciptakan Memori (bagian 2)

    Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan

  • Nature Squad   Bab 54-Menciptakan Memori (bagian 1)

    Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia

  • Nature Squad   Bab 53 |Restu

    Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.

  • Nature Squad   Bab 52-Bapak Peri

    Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k

  • Nature Squad   Bab 51-Botol Harapan

    Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu

  • Nature Squad   Bab 50-Seorang Teman

    "Argh!Apa yang baru saja aku lakukan?" Netranya menerawang jauh ke laut lepas yang membentang kebiruan, membiarkan ombak menyapu kakinya. Pemuda itu masih tidak percaya dengan apa yang diakukannya, membongkar begitu saja rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat.Saat sedang melampiaskan kekesalannya tiba-tiba Samudra melihat seorang pemuda berkepala plontos berjalan ke tengah laut."Woy!!" Cegah Samudra langsung menarik tangannya dan betapa terkejutnya ketika mendengar suara pemuda itu yang terdengar seperti suara perempuan."Lepaskan aku!" bentaknya."Kamu perem--"Gadis berkepala plontos itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu menghempas tangan Samudra dan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Dengan masih keterkejutannya Samudra kembali mengejar gadis itu untuk meminta maaf karena telah menganggapnya seorang laki-laki, Samudra yakin ucapannya itu sudah membuat gadis itu tersinggung.

  • Nature Squad   Bab 49-Topeng

    Maya melihat putra sulungnya sedang membereskan pakaian dan beberapa perlengkapan yang akan pemuda itu bawa."Aa, yakin mau berangkat besok? Bukankah Aa bilang berangkat setelah kelulusan?" tanyanya. Pemuda itu hanya mengangguk dengan lemah."Kenapa terburu-buru sekali?” tanyanya lagi. Wanita paruh bay aitu masih merasa aneh dengan keberangkatan putranya yang tiba-tiba.“Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa lupain dia, Bu,” jawab Angkasa dalam batinnya.Tok! Tok! Tok!"Siapa yang bertamu, ya?" pikir Maya. Dia pun pergi dari kamar putranya untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ucap seseorang di luar rumah memberi salam."Wa'alaikumusalam," jawab wanita itu, "eh, Nak Sam, silakan masuk.""Angka nya ada Tante?" tanya Samudra dengan ramah.Wanita itu tersenyum memperlihatkan sifat keibuannya. "Sebentar, Tante panggilkan. Silakan duduk, Nak."Maya kembali masuk untuk memanggi

  • Nature Squad   Bab 48-Pamit

    "Sarah, sebenarnya Sam itu siapa kamu?" tanya Angkasa membuat Sarah menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan pemuda itu. "Lho, kamu juga tau kan dia sepupu aku," jawabnya. "Sepupu ya?" Pemuda itu tersenyum miring, "bohong!" "Bohong? Apa maksudnya Bohong? Kenapa kamu malah nuduh aku bohong? Kamu kenapa sih? Kalau memang tidak mau berteman denganku lagi ya sudah, tapi bukan begini caranya," gadis itu menjadi kesal karena telah dianggap berbohong. "Aku cemburu!" aku Angkasa sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Setelah mengatakan itu Angkasa menarik napas Panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku cemburu melihatmu pelukan dengannya. Gak ada sepupu yang memberikan perhatian lebih sampai meluk-meluk gitu. Perhatian kamu tuh seperti seorang wanita kepada lelakinya,bulshitkalau kalian tidak ada hubungan apa-apa," lanjutnya membuat Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu masih terkejut

DMCA.com Protection Status