Home / Fiksi Remaja / Nature Squad / Bab 8-Kecurigaan

Share

Bab 8-Kecurigaan

Author: seni_okt
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Keadaan Samudra sudah mulai membaik. Oleh karenanya pemuda itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.

"Sayang, yakin mau sekolah hari ini?" tanya Dewi khawatir ketika melihat putranya sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Iya, Sam sudah ketinggalan banyak pelajaran Bun," jawabnya, "kalau kelamaan tidak masuk, nanti Sam jadi bodoh."

Jujur, dia sangat merindukan para sahabatnya. Selama hampir satu minggu tidak mendengar dan tidak melihat kekonyolan mereka rasanya ada yang kurang. Pemuda itu juga rindu mengendarai motor kesayangannya.

"Ya sudah, tunggu, Bunda bawa kunci mobil dulu." Pinta Dewi hendak mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya.

"Eh, mau ngapain?" tanya Samudra mengernyitkan kening.

"Bunda mau antar kamu lah, apa lagi," jawab wanita itu gemas dengan sikap Samudra yang terlihat menggemaskan.

"Jangan mulai Bun. Sam tidak suka Bunda memperlakukan Sam seperti anak kecil seperti ini." Pemuda itu mengerucutkan bibirnya dan merengek seperti anak kecil.

Wanita itu mengusap rambut anak semata wayangnya lembut. Cup! dikecupnya kening Samudra dengan pergerakan yang lumayan cepat.

"Bunda." protes pemuda itu tidak suka seraya langsung menjauhkan kepalanya.

Wanita itu malah tertawa melihat anaknya yang menggeliat. Anak kecilnya telah berubah menjadi seorang remaja yang tampan.

***

Di sinilah mereka saat ini, mentertawakan kebodohan yang dibuat Rain.

"Jangan ketawa!" Sergah Rain menempelkan kedua tangannya di pinggang. Bukannya berhenti, tawa mereka malah semakin keras. Rain mengerucutkan bibirnya kesal.

"Bu, baksonya satu lagi," pesan Rain masih tampak kesal.

"Loh yang tadi sudah habis neng?" tanya ibu kantin dengan polosnya.

Rain kembali melirik teman-temannya yang masih saja menertawakannya. Ia mendengkus sebal. "Sudah," jawabnya asal.

Gadis itu semakin geram dengan para pemuda di depannya itu. Rasanya ia ingin sekali menumpahkan sambal ke wajah mereka agar berhenti menertawakannya. "Berhenti tidak! Aku siram sambal mau?"

"Sedang bahas apaan sih? Seru banget," ujar Samudra yang tiba-tiba muncul serta langsung memakan bakso milik Rain yang masih tersimpan di atas meja.

"Hua air! Air!" Pemuda itu mengibas-ngibaskan tangannya seraya menjulurkan lidah. Tidak ada satu pun yang berbicara, mereka semua menatap sinis kearahnya kecuali Rain yang langsung memberinya air minum.

"Kenapa melihatku seperti itu?" Samudra mengerutkan alisnya lalu mengambil alih gelas yang di pegang Rain dan langsung meneguknya sampai tetes terakhir.

Pemuda itu tidak tahu apa yang membuat mereka menatapnya seperti itu. Dia hanya menunggu teman-temannya mengatakan padanya.

"Kamu itu teman kita bukan sih?" Kini Bintang yang bertanya. Namun nada suaranya seperti bukan sebuah pertanyaan.

Samudra kembali mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti maksud dari pertanyaan yang dilayangkan salah satu sahabatnya itu.

"Kita semua panik sama keadaan si Babas, kamu ke mana saja?" Suaranya lebih tinggi dari biasanya, "teman susah malah menghilang."

"Bintang, sudah," lerai Rain. Gadis itu tidak tega melihat pemuda itu dimarahi dan disalahkan. Lagi pula, Samudra pasti memiliki alasan, kan? Setidaknya itulah yang gadis itu pikirkan.

"Rain, diam! Yang dikatakan si Bintang itu benar," tukas Dirgantara. Pemuda itu tidak suka jika adiknya membela Samudra yang menurutnya salah.

"Bang Di!" seru Rain tidak suka dengan apa yang dikatakan sang kakak.

"Kita kecewa sama kamu, Sam." Kini giliran Angkasa yang bersuara.

"Cukup!” Seru Sarah menghampiri mereka, "kalian tidak bisa terus menyalahkan Sam. Dia juga tidak mau seperti ini."

Sarah sudah seperti Dewi penolong untuk pemuda itu. Jika saja gadis itu tidak datang, habislah dia dicecar berbagai pertanyaan yang sudah pasti tidak akan pernah dijawab olehnya.

"Maksud kamu apa? Setidaknya kasih kabar kalau memang tidak bisa, bukan malah menghilang seperti di telan bumi," tukas Angkasa dengan sorot mata penuh amarah.

"Angka!" Mata Sarah menjegil. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Samudra tidak tahan lagi melihat pertengkaran antara sepupunya dengan sahabat-sahabatnya, pemuda itu langsung menarik Sarah untuk pergi dari sana.

***

"Apa yang ada di otakmu sampai bicara seperti tadi?" Samudra menjadi berang melihat kelakuan ceroboh sepupunya itu. Hampir saja teman-temannya curiga.

"Harusnya aku yang tanya. Kenapa diam saja? Aku tidak bisa melihatmu disalahkan terus. Mereka tidak tahu kebenarannya." Gadis itu masih tersulut emosi. Dia tidak habis pikir kenapa sepupunya itu diam saja saat teman-temannya menyalahkannya.

"Justru karena mereka tidak tahu." Kini pemuda itu juga semakin tersulut emosi.

"Sam," lirihnya. Gadis itu merasa kasihan pada pemuda di hadapannya ini. Dia selalu bersikap seakan baik-baik saja, padahal ia tahu pemuda itu begitu menderita.

"Sarah.” Panggil Samudra menurunkan pandangannya seraya meremas pundak gadis itu, “ini masalahku dengan teman-temanku. Kamu tidak usah ikut campur."

"Tetap saja, aku tidak bisa menerimanya. Setidaknya mereka harus tahu kebenarannya." Gadis itu benar-benar tidak suka sepupunya diperlakukan seperti tadi. Rasanya ia ingin berteriak tepat di gendang telinga mereka tentang alasan pemuda itu tidak datang dan seakan menghilang.

"Sarah!" Bentaknya, "kamu mau lihat aku mati karena marah-marah terus?"

Napas Samudra naik turun, pemuda itu benar-benar marah pada gadis yang sedang berdiri di hadapannya itu. Ia tidak suka ada yang mencampuri urusan pribadinya.

"Bukan seperti itu--" sela Sarah.

"Masalah Babas saja sudah membuat mereka khawatir, apalagi kalau mereka tahu alasanku tidak datang." Samudra menatap tajam sepupu cantiknya itu, "kamu tenang saja aku bisa mengatasi ini."

"Wajar mereka marah, nanti juga baik sendiri," pungkas Samudra mengakhir perdebatan.

***

Rain menemui Sarah untuk bertanya soal pernyataan yang tadi akan gadis itu utarakan pada mereka. Ia merasa ada yang tidak beres di sini dan seperti yang direncanakan sebelumnya, Rain akan menyelidikinya.

"Sarah." Panggil Rain sembari berlari menghampirinya.

Gadis itu menoleh dan sedikit terkejut dengan kedatangannya. "Eh, Rain."

"Tadi pas di kantin kamu mau ngomong apa sama kita?" tanyanya langsung to the point.

"Ini masalahku dengan teman-temanku. Kamu tidak usah ikut campur."

"Masalah Babas saja sudah membuat mereka khawatir, apalagi kalau mereka tahu alasanku tidak datang. Kamu tenang saja, aku bisa mengatasi ini."

Perkataan pemuda itu tiba-tiba muncul dalam pikirannya, Sarah tidak mau mengecewakan sepupunya. Biarlah mereka tahu dari mulut pemuda itu sendiri.

"Sarah." Rain melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajahnya.

"Lupakan saja," kata Sarah dengan senyum dipaksakan.

"Duluan ya." Gadis itu memilih pergi, ia tidak ingin sampai keceplosan yang pasti akan membuat sepupunya marah padanya.

Sarah meninggalkan Rain yang masih berdiri di koridor dengan wajah ditekuk. Ia masih berdiri di tempat, memerhatikan punggung gadis itu yang semakin jauh.

"Semakin mencurigakan," pikirnya.

"Rain." Panggil Tia menepuk bahunya. Membuat gadis itu terperanjat kaget.

"Kamu sedang apa berdiri sendirian di sini?" tanyanya heran melihat gadis itu berdiri seorang diri.

Rain mengerjap beberapa kali. "Nunggu pangeran berkuda putih," jawabnya asal.

"Si Sam?" Tebak Tia dengan kepala yang terus bergerak ke kiri dan ke kanan seperti mencari keberadaan seseorang.

Gadis itu mengerutkan keningnya. "Kenapa jadi dia?"

Entah apa yang Tia pikirkan sampai bisa berpikiran pemuda tampan itu. Sam, pemuda yang diidolakan semua siswi di sekolah ini.

"Dia kan pangeran kamu," jawab Tia membuat gadis itu salah tingkah.

"Ngaco." Rain memalingkan wajahnya kala merasakan pipinya terasa panas. Mungkin saja sekarang ini pipinya sudah merona karena malu.

"Haha ... ngaco apa ngaco?" goda Tia semakin semangat menggoda teman sekelasnya itu.

"Udah ah, ayo ke kelas!" Ajak Rain langsung menariknya. Ia sangat risih digoda seperti itu terlebih godaannya itu memang fakta. Samudra adalah pangeran berkuda putih untuknya.

Related chapters

  • Nature Squad   Bab 9-Sejarah

    "Selamat siang anak-anak," sapa Bu Mita, guru Seni Budaya. "Siang, Bu," jawab mereka serempak. "Baik, materi kali ini tentang seni peran. Hari ini Ibu akan membagi kelompok, satu kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang--" "Kelompoknya bebas atau ditentukan sama Ibu?" potong salah satu siswa di kelas XI IPA 1. Bu Mita mendengkus seraya menatap siswa yang memotong ucapannya itu, kesal karena sudah memotong perkataannya saat beliau masih menjelaskan. "Makanya jika Ibu sedang bicara jangan dulu disela. Untuk anggotanya Ibu yang akan menentukan. Di kotak ini sudah ada nomor kelompok, silakan kalian pilih dan bagi siapapun yang nomornya di panggil harap ke depan," jelas Bu Mita kembali serius. "Semoga aku bisa satu kelompok dengan Bintang," harap beberapa siswa di sana. Sementara para siswinya berharap bisa satu kelompok dengan Samudra, siswa yang dijuluki sebagaimostwantedsekolah. "Semoga sama bebeb Sam

  • Nature Squad   Bab 10-Sepupu gak ada akhlak

    "Angka, tunggu!" Teriak Sarah sedikit berlari untuk mengejarnya sampai ke dekat parkiran. "Angkasa!" panggilnya lagi dengan penekanan berharap pemuda itu berhenti. "Apa?" sahut Angkasa sedater dan sedingin mungkin. "Kamu aneh," ujar gadis itu membuat pemuda itu menaikkan sebelah alisnya. “Maksudmu?” tanya pemuda itu. Kenapa kamu tidak pernah peka? Aku tuh suka sama kamu, Angka. Gadis itu mengerjap beberapa kali. "Ya, aneh. Kamu kan marahnya sama Sam, kenapa aku juga kena?" "Padahal, aku ingin ngobrol sama kamu seperti dulu, tapi kamu malah seperti ini." Protesnya seraya mengerucutkan bibirnya seperti anak bebek. Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa. Mungkin lebih baik ia jujur saja pada gadis di depannya ini. Berbohong juga tidak ada gunanya, pikirnya. "Karena kamu terus saja membelanya, terus pakai bentak aku segala lagi," jawab Angkasa dengan sangat jujur. Kening

  • Nature Squad   Bab 11-Takut kehilangan

    Setelah sampai rumah, pemuda itu langsung masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya lelahnya ke atas tempat tidur kemudian kembali terperanjat lalu duduk di sisian ranjang. "Si Sam ngeselin banget sumpah. Dia tidak merasa bersalah sedikitpun." Mulut Bintang terus berkomat-kamit mengeluarkan kekesalannya pada orang yang bahkan tidak sedang bersamanya. "Kenapa lagi?" tanya Bima yang entah masuk sejak kapan. "Astaga Kak membuat kaget saja." Bintang menepuk-nepuk dadanya yang berdebar karena terkejut dengan kedatangan sang kakak yang tiba-tiba. Rasanya dia ingin mencubit ginjal pemuda yang kini sudah duduk di sampingnya. "Mama?" tebak Bima karena biasanya ibunyalah yang membuat mood adiknya berantakan. "Bukan." Jawab Bintang kembali membaringkan tubuh lelahnya. "Terus?" tanya Bima mulai penasaran. "Kepo," timpal Bintang enggan untuk menjawab. Bima berdecak seraya ikut berbaring di tempat tidur adiknya. "Lah, aku ini kak

  • Nature Squad   Bab 12-Butuh pengakuan

    Tok! Tok! Bianca mengetuk pintu ruangan kerja ayahnya beberapa kali. "Masuk," perintah seseorang dari dalam. "Bianca? Ya ampun Sayang kenapa tidak bilang kalau mau pulang," senang Nugroho karena putri keduanya telah kembali. "Bi mau bicara serius sama Ayah," kata wanita muda itu tidak mengindahkan perkataan ayahnya. Ia tidak suka berbasa-basi. "Bagaimana sekolah kamu di London? Pasti seru banget sampai lupa rumah. Anak Ayah makin cantik saja," Nugroho mengalihkan pembicaraan. Pria itu tahu putri keduanya itu akan membahas ap ajika sudah menatapnya dengan serius seperti ini. "Ayah, Bi mau bicara serius," kekeh Bianca tidak peduli dengan semua pujian yang diberikan oleh sang ayah. Pria dewasa itu mendengkus dan mau tidak mau menurutinya. "Ya sudah, mau bicara apa?" tanyanya. "Ini tentang Babas," jawabnya. Nugroho langsung tersulut emosi ketika nama Baskara disebut, seakan sebuah bakteri jahat yang harus ia jauhi sejauh-ja

  • Nature Squad   Bab 13-Terkabulnya doa

    Brisia yang sedang fokus menonton acara kesukaannya langsung bangkit saat melihat adiknya lewat di belakangnya. "OMG! Bi, kok tidak bilang-bilang kalau mau pulang? Aku kan bisa jemput kamu di bandara," kata Brisia seraya memeluk Bianca. Wanita muda itu tersenyum seraya membalas pelukan Brisia untuk mengobati rasa rindunya karena sudah bertahun-tahun tidak bertemu. "Tidak usah repot-repot Kak, lagi pula tadi Bi ke rumah sakit dulu." Jawab Bianca seraya melepaskan pelukannya. "Untuk apa?" tanya Brisia acuh tidak acuh. "Jenguk Babas." Jawab wanita cantik itu seraya menaruh tas yang sedari tadi dijinjingnya. Raut wajah Brisia langsung berubah. Sorot kebencian itu tercetak nyata dalam manik mata bulatnya. "Apa aku tidak salah dengar? Kamu jauh-jauh deh dari anak pembawa sial itu," pinta Brisia dengan sinis. "Kak!" bentak Bianca tidak terima lagi-lagi adiknya dikatakan yang tidak-tidak. "Kakak apa-apaan sih? Masih saja menyal

  • Nature Squad   Bab 14-Alibi

    Pemuda itu sedang berusaha keras menghafal lirik lagunya, sedari tadi ia terus mendengarkan liriknya seraya di tulis ulang dengan alasan akan lebih mudah untuk menghafalnya. "Den, makan dulu," kata Teti dari luar kamar. "Iya Bi, sebentar lagi tanggung," balas Samudra dari dalam kamarnya. ~Persahabatan sejati tak akan pernah matiKenang hari ini, kawan, cerita yang mengagumkan~ Sepenggal lirik dia nyanyikan seraya membayangkan perjalanan persahabatan mereka. Mulai dari pertemuan pertama, terus sering nongkrong bareng sampai akhirnya membuat sebutan yang terinspirasi dari nama-nama mereka, Nature. ~Sempat kita terhasut oleh ego, tak mau saling menyapaNamun, abaikanmu tak sanggup lamaKu menepuk bahumu~ Kemudian menyanyikan lirik selanjutnya dan teringat permasalahan yang sedang terjadi saat ini. Samudra menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan, berharap bebannya terbuang bersamaan dengan angin malam yang masuk karena pemu

  • Nature Squad   Bab 15-Ketakutan

    Dengan kemampuan berlarinya, tidak perlu butuh waktu lama untuk sampai ke ruang Kesenian. Bintang langsung membuka pintu ruangan, mengira bahwa Samudra sudah menunggunya di dalam. Namun, dugaannya salah. Tidak ada seorang pun di sana. Bintang mengumpat. "Kampret! ngapain aku sampai lari-lari kalau tau gini." Untungnya tidak lama kemudian lelaki itu datang dengan gitar barunya. Bintang langsung mengeluarkan semua sumpah serapahnya karena telah dibuat menunggu. "Niat latihan gak sih?" Ketusnya. "Temanku galak amat," ujar Samudra tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Gimana rasanya nunggu? Enak gak?" lanjut Samudra membuat kening lelaki itu berkerut sebelum kemudian dia sadar bahwa Samudra sedang membalas perlakuannya tempo hari. Samudra tertawa melihat ekspresi terkejut Bintang. Sebenarnya dia tidak benar-benar sengaja terlambat hanya saja melihat ekspresi kesal sahabatnya itu membuatnya ingin mengerjainya seakan dia sengaja melakukanny.

  • Nature Squad   Bab 16-Pertemuan kembali

    Setelah pulang sekolah beberapa jam yang lalu tidak ada kegiatan yang Dirgantara lakukan selain bermalas-malasan di tempat tidur. Sampai tiba-tiba wajah Binar seakan berada pada semua barang yang ia lihat. Pemuda itu hanya menghela napasnya dan sesekali mengucek-ngucek matanya untuk menghilangkan bayangan gadis itu. Hanya saja semua usaha yang ia lakukan sia-sia, dia tidak bisa menghilangkan bayangan gadis itu di dalam kepalanya. Akhirnya Dirgantara hanya menikmatinya saja. Jika adiknya melihatnya sedang senyam-senyum pada semua barang yang ada di kamar seperti saat ini, mungkin pemuda itu akan dikatakan gila olehnya. Dirgantara semakin hanyut dalam lamunan indahnya sampai suara bell mengacaukannya. Ting tong! "Tolong bukakan pintunya, Bang," teriak Gita yang sedang berada di dapur. Pemuda itu mendengkus, lalu beranjak untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang itu adalah adiknya, tetapi dia tidak sendiri, ad

Latest chapter

  • Nature Squad   Bab 56-Aku Jatuh Cinta

    Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me

  • Nature Squad   Bab 55-Menciptakan Memori (bagian 2)

    Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan

  • Nature Squad   Bab 54-Menciptakan Memori (bagian 1)

    Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia

  • Nature Squad   Bab 53 |Restu

    Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.

  • Nature Squad   Bab 52-Bapak Peri

    Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k

  • Nature Squad   Bab 51-Botol Harapan

    Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu

  • Nature Squad   Bab 50-Seorang Teman

    "Argh!Apa yang baru saja aku lakukan?" Netranya menerawang jauh ke laut lepas yang membentang kebiruan, membiarkan ombak menyapu kakinya. Pemuda itu masih tidak percaya dengan apa yang diakukannya, membongkar begitu saja rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat.Saat sedang melampiaskan kekesalannya tiba-tiba Samudra melihat seorang pemuda berkepala plontos berjalan ke tengah laut."Woy!!" Cegah Samudra langsung menarik tangannya dan betapa terkejutnya ketika mendengar suara pemuda itu yang terdengar seperti suara perempuan."Lepaskan aku!" bentaknya."Kamu perem--"Gadis berkepala plontos itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu menghempas tangan Samudra dan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Dengan masih keterkejutannya Samudra kembali mengejar gadis itu untuk meminta maaf karena telah menganggapnya seorang laki-laki, Samudra yakin ucapannya itu sudah membuat gadis itu tersinggung.

  • Nature Squad   Bab 49-Topeng

    Maya melihat putra sulungnya sedang membereskan pakaian dan beberapa perlengkapan yang akan pemuda itu bawa."Aa, yakin mau berangkat besok? Bukankah Aa bilang berangkat setelah kelulusan?" tanyanya. Pemuda itu hanya mengangguk dengan lemah."Kenapa terburu-buru sekali?” tanyanya lagi. Wanita paruh bay aitu masih merasa aneh dengan keberangkatan putranya yang tiba-tiba.“Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa lupain dia, Bu,” jawab Angkasa dalam batinnya.Tok! Tok! Tok!"Siapa yang bertamu, ya?" pikir Maya. Dia pun pergi dari kamar putranya untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ucap seseorang di luar rumah memberi salam."Wa'alaikumusalam," jawab wanita itu, "eh, Nak Sam, silakan masuk.""Angka nya ada Tante?" tanya Samudra dengan ramah.Wanita itu tersenyum memperlihatkan sifat keibuannya. "Sebentar, Tante panggilkan. Silakan duduk, Nak."Maya kembali masuk untuk memanggi

  • Nature Squad   Bab 48-Pamit

    "Sarah, sebenarnya Sam itu siapa kamu?" tanya Angkasa membuat Sarah menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan pemuda itu. "Lho, kamu juga tau kan dia sepupu aku," jawabnya. "Sepupu ya?" Pemuda itu tersenyum miring, "bohong!" "Bohong? Apa maksudnya Bohong? Kenapa kamu malah nuduh aku bohong? Kamu kenapa sih? Kalau memang tidak mau berteman denganku lagi ya sudah, tapi bukan begini caranya," gadis itu menjadi kesal karena telah dianggap berbohong. "Aku cemburu!" aku Angkasa sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Setelah mengatakan itu Angkasa menarik napas Panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku cemburu melihatmu pelukan dengannya. Gak ada sepupu yang memberikan perhatian lebih sampai meluk-meluk gitu. Perhatian kamu tuh seperti seorang wanita kepada lelakinya,bulshitkalau kalian tidak ada hubungan apa-apa," lanjutnya membuat Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu masih terkejut

DMCA.com Protection Status