Aku baru saja dari kamar mandi dapur. Sengaja meletakkan makanan yang aku dapat dari kantin tadi di meja makan, masih dengan wadahnya.
Aku mengambil tiga mangkok dan dua piring. Lalu kembali lagi ke ruang makan.
"Dari kampus, Bu. Hari ini aku kayak dapat durian runtuh," jawabku sambil meletakkan piring lalu mulai mengambil satu persatu makanan di dalam papar bag. Membuka bungkusan tersebut lalu meletakkan pada piring dan mangkuk.
"Banyak sekali, Nduk." Ujar Ibu.
Aku tersenyum. Aku juga baru tahu jika porsi yang di berikan cukup banyak. Capcay, sate dan satunya gulai ka
Aku mungkin bisa bersaing dengan siapapun. Namun aku tidak bisa jika harus melawan takdir yang telah di tentukan oleh Penciptaku."Reyhan? Cowok yang tunanetra itu?" Menanyakan kepastian.Aku mengangguk."Kamu beneran berteman dengannya?" Tanyanya lagi. Seakan tidak percaya jika aku dan Reyhan bisa berteman."Iyapz.. Dia teman yang baik dan cukup menyenangkan," jawabku."Tapi, Nduk apa dia tidak akan menyusahakan kamu. Maksudku dia kan buta. Aku takut kamu hanya dimanfaatkan dia saja,"Aku menggelengkan kepala. Mas Alshad salah besar. Dia belum mengenal reyhan. Andai dia tahu, bahwa pemuda itu cukup membuatku tertarik sebab pemikirannya, mungkin dia akan berkata lain. Bahkan mungkin, sebaliknya. Aku yang sedang memanfaatkan Reyhan."Tidak. Aku senang kok. Dia tidak merepotkan sam
Alloh memberikan kamu di dalam hidupku, namun DIA tidak memberikan izin untuk aku sebagai takdirmu."Nduk, sudah siap belum?!" Seru dia dari arah lorong menuju kamarku.Aku menunduk. Mengemasi buku diary yang baru saja aku buat nulis isi hatiku. Siapa lagi yang menjadi tempatku untuk menceritakan perasaanku kecuali buku diary ungu yang mulai kehabisan lembarannya.Ku masukan buku tersebut pada laci nakas. Lalu menguncinya. Aku paling takut, jika buku itu di baca oleh seseorang. Itu akan menghancurkan semua hubungan dalam rumah ini."Ya Alloh, Nduk. Kok belum siap-siap,tho?"Laki-laki itu sudah ada di ambang pintu. Tanyanya berkacak pinggang, dan wajahnya menunjukkan kekesalan karena melihatku belum berdandan. Aku memang menyuruhnya untuk menunggu aku sehabis mandi, tapi nyatanya untu mandi pun aku malas dan akhirnya hanya berganti baju saja.Bukan cuaca yang menjadikan aku dingin. Namun hati,
Tujuan kami bukan apotek atau toko baju. Tapi, toko perhiasan yang ada di serbang jalan ini. Toko emas mulia. Rasanya lemas sekali kakiku untuk menginjak kaki di pelataran toko tersebut. Namun genggaman tangan Mas Alshad terus menuntunku untuk sampai pada toko tersebut."Selamat datang. Ada yang bisa kami bantu, mau cari perhiasan apa?"Seorang pelayan wanita datang dengan ramah."Cincin, Mbak." Jawab Mas Alshad."Untuk pernikahan? Atau untuk mbak-nya?" tanya pelayanan tersebut dengan menunjuk ke arahku dengan telapak tangan yang lebar.Aku nyengir. Kalau itu benar, aku pasti adakan dengan senang bukan masam seperti ini."Pernikahan, Mbak." Jawab Mas Alshad lagi."Oh. Baiklah, tunggu sebentar."Sembari menunggu mbak pelayanan itu mengambil beberapa contoh cincin tersebut. Aku duduk, mengambil ponselku dan mengutak-atik apapun yang bisa aku
Nanti akan ada waktu, di mana hatiku tidak lagi tentangmu. Namun, percayalah hal itu adalah yang paling sulit aku lakukan di dalam kehidupanku.Larut sekali aku belum bisa tidur, menikmati malam sunyi dengan dentingan piano dari kotak musik yang aku biarkan berbunyi berulang kali.Duduk di tepian jendela, menatap bintang yang berkelipan. Malam ini sang bintang sendirian, tanpa rembulan yang mendampinginya. Meskipun begitu, Sang bintang tetap bersinar terang.Andai aku bisa seperti itu. Bisa terus terang meski sang rembulan ku tidak lagi bersamaku."Nimas, banyak orang yang akan pergi dalam hidupmu nanti. Tapi, yakinlah... Bahwa hanya aku yang tidak akan meninggalkan kamu."Itu adalah kata-kata dari Mas Alshad, ketika aku di jauhi teman-temanku sebab aku sedang sakit cangkrang.Penyakit yang menimbulkan benjolan yang gatal, dan bisa menular ke siapapun yang mendekati. Menyebabkan hawa panas dan kada
Simpanlah apa yang engkau pendam. Hingga debarannya hanya engkau dan Alloh saja yang mampu mendengar.Waktu terus berjalan. Semakin mendekatkan perihal lamaran yang akan datang. Antara Mas Alshad dan Mbak Nadia. Selagi mereka sibuk menyiapkan aku berlari kecil untuk sedikit menghindar. Bukan hanya hatiku yang akan lelah nantinya jika aku terus ikut andil dalam momentum tersebut, tapi juga tubuhku.Banyak orang yang mencariku. Namun dengan banyak alasan aku mampu menghindar. Syukurnya setiap alasan tidak menemukan kekosongan. Sebab memang tugas kuliah sedang banyak-banyaknya hingga harus extra waktu untuk mengerjakannya.Sering telat pulang dan menghabiskan waktu di perpustakaan kampus untuk mencari jawaban dari setiap masing-masing tugas yang di berikan.Seperti sore ini, aku masih ada di salah satu bangku dekat kaca jendela perpustakaan. Menyelami satu buku yang sejak tadi mengusik untuk aku baca.Jika d
Boleh kamu berlari, namun jika dia adalah takdirmu untuk kembali. Apa yang bisa kamu lakukan? "Nimas?!" Suara itu langsung menghentikan langkah ku. Dari arah depan Mas Alshad terburu menghampiriku. Wajahnya penuh dengan ke khawatir."Kok di sini?" tanyaku"Bisa-bisanya kamu sesantai itu. Seharian kamu di mana? Di cariin kayak orang hilang.""Aku di sini, gak kemana-mana.""Kenapa chat dan panggilanku tidak di jawab?""Tadi di perpustakaan, jadi aku non aktifkan.""Bikin orang khawatir saja. Aku susah gak tahu kabarmu seharian!""Kenapa harus susah sih, Mas. Lawong sudah ada Mbak Nadia, kenapa gak habisin waktu sama dia." Tanpa peduli aku berjalan lebih dulu. Sebab saat aku menanggapi perkataan dengan
Bagaimana aku bisa mengatakan, aku kehilanganmu. Jika sampai saat ini aku tidak mendapatkanmu."Oh, iya Mas. Aku tadi ketemu lagi dengan laki-laki yang kapan hari menabrakku," Untuk memecah keheningan aku bercerita tentang Reyhan pada Mas Alshad. Selama ini aku terbiasa menceritakan hari-hariku padanya."Laki-laki mana?""Itu loh, waktu beli cincin, pas kita baru saja keluar dari toko. Terus ada laki-laki kan yang nabrak aku. Itu dia, sekarang dia juga mahasiswa di kampus.""Yang Tuna netra itu? Kok bisa?''"Iya, Namanya Reyhan Ahmad. Hari ini, hari pertama dia kuliah di kampus.""Kok bisa dia kuliah di sana, maksudku dia kan tuna netra.""Aku juga gak faham. Kaget juga tadi pas li
Walaupun sudah tahu menyakitkan, kenapa tetap ingin kebersamaannya? Kak Nadia mengajakku untuk ikut saat dia dan Mas Alshad fitting baju lamaran mereka. Sudah pastilah pertunangan mereka akan di gelar mewah. Sebab ke dua belah pihak keluarga hanya memiliki satu-satunya putra. Mas Alshad adalah anak tunggal, sedang Mbak Nadia pun sama tunggalnya, sama sepertiku. Kami bertiga seperti saudara yang beda orang tua. Sebelum mengenal Mbak Nadia, mas Alshad hanya memiliki aku sebagai adik perempuannya. Namun setelah aku bersahabat dengan Mbak Nadia, dia pun menambahkan satu adik perempuannya. Jika di tanya, apakah hanya mbak Nadia saja sahabatku? Maka jawabku 'Iya'. Aku banyak tema
Aku mungkin bisa bersaing dengan siapapun. Namun aku tidak bisa jika harus melawan takdir yang telah di tentukan oleh Penciptaku."Reyhan? Cowok yang tunanetra itu?" Menanyakan kepastian.Aku mengangguk."Kamu beneran berteman dengannya?" Tanyanya lagi. Seakan tidak percaya jika aku dan Reyhan bisa berteman."Iyapz.. Dia teman yang baik dan cukup menyenangkan," jawabku."Tapi, Nduk apa dia tidak akan menyusahakan kamu. Maksudku dia kan buta. Aku takut kamu hanya dimanfaatkan dia saja,"Aku menggelengkan kepala. Mas Alshad salah besar. Dia belum mengenal reyhan. Andai dia tahu, bahwa pemuda itu cukup membuatku tertarik sebab pemikirannya, mungkin dia akan berkata lain. Bahkan mungkin, sebaliknya. Aku yang sedang memanfaatkan Reyhan."Tidak. Aku senang kok. Dia tidak merepotkan sam
Perempuan akan menjadi ratu, saat dia menemukan laki-laki yang tepat dan mencintainya "Nimas, makanan sebanyak ini dari siapa? Alshad?!" Tanya ibu setengah berteriak.Aku baru saja dari kamar mandi dapur. Sengaja meletakkan makanan yang aku dapat dari kantin tadi di meja makan, masih dengan wadahnya.Aku mengambil tiga mangkok dan dua piring. Lalu kembali lagi ke ruang makan."Dari kampus, Bu. Hari ini aku kayak dapat durian runtuh," jawabku sambil meletakkan piring lalu mulai mengambil satu persatu makanan di dalam papar bag. Membuka bungkusan tersebut lalu meletakkan pada piring dan mangkuk."Banyak sekali, Nduk." Ujar Ibu.Aku tersenyum. Aku juga baru tahu jika porsi yang di berikan cukup banyak. Capcay, sate dan satunya gulai ka
Di dunia ini tidak melulu tentang cinta. Banyak hal yang sama indahnya. Yang kadang orang lain tidak faham artinya, seperti nafas yang sampai sekarang kita bisa hirup misalnya. Pesanan kami datang. Siomay dengan jus wortel dan satunya, kentang goreng dengan es teh. Rasanya aku ingin meruntuki diriku sendiri. Seandainya tadi aku langsung mengajak Reyhan tanpa harus menanyakan apa yang ingin ia makan mungkin aku tidak akan memilih makanan yang mungkin sama sekali tidak bisa membuatku kenyang. Ah! Nasi sudah menjadi bubur. Mau bagaimana lagi? Tidak sopan juga kan, andai aku tidak menawari Reyhan. Dia ibarat tamu, jadi aku masih harus bersikap menghormatinya. Pe
Boleh saja kamu mengeluh. Boleh saja kamu tidak menerima keadaan. Namun, jangan sampai kamu mengkhianati takdir Tuhan. Tidak aku sangka, satu pertanyaan yang di lontarkan Reyhan tadi membuat kami diskusi hingga sejauh ini. Aku mulai mengetahui bagaimana dia mulai kehilangan penglihatannya. Dia menceritakan banyak hal tentang keluarga yang senantiasa memberikan banyak semangat dalam hidupnya. Bagaimana mereka terus menjadikan dia orang yang berguna meskipun sudah kehilangan satu panca inderanya. Kisah masa lalu, yang ternyata bandel dan susah di atur. Suka kelayapan bersama teman dan juga nongkrong tidak jelas aturan. Itu semua dia rasakan di saat dia menginjak usia tujuh belas tahun. Masa keemasan seorang anak yang mulai menem
Jatuh cinta itu hal biasa, tapi jatuh cinta berulang-ulang kali pada orang yang sama, itu luar biasa. Hakikat dari perasaan manusia adalah sebuah titipan yang di berikan pada Alloh SWT. Kita tidak tahu, kepada siapa hati kita akan jatuh. Pada siapa pula nantinya hati kita akan patah. Kita tidak bisa memilih, andaikan bisa pasti kita hanya akan memilih pada orang yang memang ditakdirkan untuk kita. Andaikan bisa memilih, kita bisa memilih orang yang jauh dan bahkan tidak terlihat oleh mata kita yang mematahkan hati kita. Sebab dengan begitu rasa patah itu tidak terlalu menyakitkan. Namun, pada akhirnya kita hanya bisa menerima. Kita hanya di minta untuk memiliki rasa, tanpa bisa membantah. "Apa yang kamu baca?" tanya Reyhan.
Jika keberadaan adalah hal yang paling indah. Lalu kenapa kamu masih saja terluka. Dia ada kan? Namun ternyata dialah penyebab luka itu ada. "Kamu sudah menyiapkan modelnya, Nimas?" tanya Mbak Nadia. "Sudah," jawabku dengan senyum tipis. Lagi-lagi aku berada di antara mereka berdua. Mas Alshad dan Mbak Nadia, kembali menghadirkan aku untuk ikut serta dalam proses penjahitan baju untuk pertunangan mereka. Kami bertiga sedang menuju penjahit langganan kami. Mas Alshad mengemudi dan aku dan Mbak Nadia duduk di jok kursi belakang. Mas Alshad sudah seperti memiliki dua istri saja. Kadang matanya te
Setiap keinginan memeliki tujuan dan titik temu yang membuatmu harus memilih jalan kehidupan yang nantinya akan kau tempuh"Aku belum tahu. Kamu mengambil jurusan apa?" tanya Reyhan. "Aku Sastra Indonesia, jadul ya?" Bagi banyak orang jurusan yang aku tempuh tidaklah mumpuni. Membuang-buang waktu, uang dan tenaga. Mereka berpikir jurusan itu paling tinggi akan mendapatkan pekerjaan sebagai guru bahasa Indonesia dan tidak lebih dari itu. Reyhan tersenyum. Pasti mengiyakan apa yang aku ucapkan. "Aneh sekali. Kamu memilih sesuatu, tapi kamu juga mencela pilihanmu." Ungkapnya.
Beberapa orang mungkin akan pergi. Beberapa lagi akan tetap tinggal. Kehidupan memang sedang mencari yang paling pantas untuk di perjuangkanDi saat mendekati semester terakhir beragama sekali kegiatan di kampus. Terutama pembuatan skripsi yang menjadi momok tersendiri sehingga membuatku menjadi sangat sibuk. Hal ini dikarenakan membuat skripsi itu ‘rumit’. Mulai dari menentukan topik, judul,melakukan penelitian, dan masih banyak lagi. Hal itu belum lagi jika skripsi tersebut di revisi oleh dosen pembimbing.Tentu akan membuatku mau tidak mau mengerjakan ulang sesuai yang diarahkan dosen pembimbing. Tak hanya itu, waktu untuk bertemu dosen pembimbing tidaklah mudah. Terutama jika dosen merupakan dosen yang sang
Percayalah Alloh akan menghapus perasaanmu kepada seseorang, jika seseorang itu memang tidak layak untukmu. Aku melirik kearah papar bag di sampingku. Di sana tersimpan kain brokat berwarna sky blue. Ku hela nafas dalam, memejamkan mata lalu melihat arah jalan yang mulai menemukan sunyi. Kurang sepuluh menit toko kain tadi tutup. Aku memutuskan untuk memilih brokat warna sky blue. Mematahkan keinginan Mas Alshad yang memintaku untuk memilih brokat warna nude. "Nimas akan terlihat lebih fress jika menggunakan warna sky blue," kata Reyhan saat itu. "Betul! Tambah bers