Samuel menggaruk alisnya seraya menatap adiknya yang benar-benar tidak tahu apa pun tentang pernikahan yang terjadi antara dirinya dan Arga. "Elo udah tahu kan, kalau Maya dan Papa selingkuh? Dan elo tahu, Maya juga tahu kalau Rayhan masih hidup. Dan Arga ngancem Maya bakalan kasih tahu penyebab Mama meninggal. "Dia cuma nggak mau elo benci sama dia dan akhirnya nurutin permintaan Arga untuk nikah sama elo. Karena dia masih ngincer harta elo dan juga jabatan dia di perusahaan Papa. Maya nggak punya pilihan lain selain rmerelakan elo nikah sama Arga."Fakta sebenarnya, Arga sengaja mabuk terus masuk ke dalam kamar elo. Perkosa elo, lempar batu sembunyi tangan. Maya baru cerita soal ini ke gue waktu kalian di Paris. Kalau membunuh nggak akan dihukum, udah gue dor saat itu juga. Kesel gue!" Samuel menjelaskan dengan panjang kali lebar kemudian menghela napas kasar. "Kampret emang keluarga Indra nih. Cuma Rayhan yang waras." Jani menelan saliva dengan pelan kemudian menghela napasnya
“Kenapa dengan kesuburan Mas Rayhan?” tanya Jani yang sudah penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh sang kakak. Samuel kemudian berdiri di depan kedua orang itu dan menatapnya bergantian. “Cairan yang gue suntikan dulu ke elo, itu hanya berdampak sampai lima tahun aja. Terhitung dari pertama kali gue suntikan itu cairan, berarti udah tiga tahun. Sisa dua tahun lagi, habis itu elo bisa minum penyubur mani.” Rayhan mengulas senyumnya kemudian menganggukkan kepalanya. “Iya. Aku sudah tahu.”Samuel menganga. “Haah? Gila lo! Tahu dari mana? Gue aja baru tahu.” Samuel terheran-heran. Rayhan terkekeh pelan. “Karena aku tidak ingin kamu melakukan hal itu lagi. Aku ini seorang suami, yang ingin memiliki keturunan bagaimanapun caranya. Akhirnya aku cari tahu dan efek samping itu hanya sampai lima tahun saja.”Jani kemudian menerbitkan senyumnya dan menghela napas lega. “Syukurlah, kalau Mas Rayhan masih bisa subur kembali. Setidaknya si bayi nanti bisa punya adik,” ucapnya kemudian men
Satu minggu kemudia ….Arga berhasil bertemu dengan Fadly di Bandung. Dengan segera lelaki itu menghampiri Fadly hendak menanyakan di mana Jani dan Rayhan berada.“Om!” pekik Arga memanggil Fadly.Lelaki itu menoleh ke belakang kemudian mengerutkan keningnya. Menatap datar wajah Arga setelah sampai di depannya.“Kamu rupanya. Saya pikir kamu sudah pergi. Ternyata kamu masih bertahan di sini. Jani dan Rayhan sudah tidak ada di sini sejak dua minggu yang lalu.” Fadly memberi tahu kepada Arga bila Jani dan Rayhan sudah tidak ada di Bandung lagi.“Jani dibawa ke mana oleh Rayhan, Om? Kenapa kalian membiarkan mereka pergi, huh?” ucap Arga tak terima karena kecolongan lagi.Fadly tersenyum miring. “Kamu ingin membunuh adikmu lagi, hm? Tidak akan bisa! Karena sebentar lagi statusmu akan menjadi tersangka. Kamu masih ingat kan, Rayhan koma karena kamu? Karena dia tahu kejahatan
Keduanya diborgol dan dibawa masuk ke dalam mobil polisi meski ada drama dari Arga yang terus memberontak karena tak ingin dibawa ke kantor polisi. “Pa! Kenapa Papa diem aja, huh?” pekik Arga setelah masuk ke dalam mobil polisi. Indra hanya menghela napasnya. Tak menjawab apa pun selain pasrah dan memang sudah tahu dari dulu, Rayhan akan melaporkan dia ke polisi atas kejahatan yang telah dilakukan oleh mereka.Indra masih menatap dengan wajah datarnya. Tidak berekspresi apa pun, hanya menelan salivanya sembari mendengar ocehan dari mulut Arga yang masih berusaha agar tidak ditahan seperti itu. Setibanya di kantor polisi. Keduanya langsung dibawa ke ruang interogasi. Rayhan, Samuel dan Jani masih berada di sana. Arga menatap sengit wajah Rayhan yang baru ia lihat lagi setelah dua tahun lamanya. Berdiri tegak di depannya seraya menatapnya dengan tatapan datarnya. Sementara Jani berdiri di samping Samuel dan digenggam erat oleh sang kakak. “Brengsek lo, Rayhan! Lihat aja! Gue nggak
Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Di ruang tengah, Jani tampak menatap kosong entah apa yang dia pikirkan. Rayhan yang baru saja membuatkan susu hamil untuk perempuan itu kemudian menghampirinya dan memberikan gelas tersebut seraya duduk di sampingnya. "Ada apa, hm?" tanyanya dengan lembut. Jani sedikit terkejut kemudian menggeleng dengan pelan. "Maaf, Mas. Aku hanya rindu Mama dan Papa saja." "Wanna hug?" tanyanya sembari merentangkan tangannya mempersilakan Jani agar masuk ke dalam dekapannya. Perempuan itu kemudian tersenyum lirih dan masuk ke dalam pelukan itu. "Aku sangat merindukan mereka. Entah apa yang buat aku jadi seperti ini, tiba-tiba saja kangen." Rayhan mengusapi punggungnya dengan lembut. "Besok, kita ke Jakarta lagi dan ziarah ke makam Mama dan Papa, yaa. Aku juga mau ke kantor polisi. Papa ingin bicara denganku. Dan besok baru bisa ditemui." Jani mengangguk dengan pelan. Air matanya kini sudah turun karena tidak bisa menahannya. Sangat merindukan kedua
Rayhan melangkahkan kakinya masuk ke dalam untuk menemui sang papa yang tengah menunggunya di sana. Entah apa yang ingin disampaikan oleh lelaki itu, Rayhan masih belum tahu. Ia lalu mengembuskan napasnya dan masuk ke dalam ruang besuk di mana Indra sudah duduk seorang diri di sana. Lelaki itu mengulas senyum canggung padahal itu adalah papanya. Hanya saja, kedekatan dia dan Indra tak seperti anak dan ayah pada umumnya, membuat Rayhan seperti asing melihat Indra di sana. "Ada apa, Pa?" tanyanya kemudian setelah duduk di depan sang papa. Indra menatap Rayhan dengan tatapan penuh sesal dan merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan kepada anaknya itu."Sebelumnya Papa minta maaf karena telah buat kamu kecewa. Tidak pernah menganggap kamu anak Papa padahal kamu dan Arga begitu mirip, tidak akan bisa mengelak kalau kamu bukan darah daging Papa. "Tapi, Papa egois. Papa mengedepankan ego padahal mama kamu melakukan itu karena ulah Papa sendiri yang mulai duluan. Papa yang salah, N
Satu minggu berlalu. Proses BAP yang dilakukan oleh semua saksi dan juga kedua tersangka akhirnya selesai diproses. Kini, Samuel dan Rayhan tengah berada di kantor milik keluarga Samuel untuk melakukan pendataan ulang. "Jani udah nggak bisa gerak, emang? Perasaan rebahan mulu gue lihat," ucap Samuel menghampiri Rayhan yang tengah melakukan proses pembaharuan data di kantor tersebut. Rayhan tersenyum kemudian mengangguk. "Iya. Usia kandungannya kan, sudah mau memasuki delapan bulan. Dia sudah tidak bisa banyak bergerak karena berat, katanya."Samuel manggut-manggut dengan pelan. "Bentar lagi gue punya ponakan, dong?" ucapnya lalu meringis pelan. Rayhan mengangguk. "Tentu! It's your sister. Meski bukan aku yang sudah buatnya hamil, aku harap kamu dapat menerima calon keponakan kamu nanti, Samuel."Pria itu menggaruk alisnya sembari tersenyum tipis. "Ya. Elo tenang aja. Gue akan nerimanya karena elo juga nerima bayi itu. Jangan sampai berubah pikiran, kalau elo masih pengen jadi laki
Rayhan tengah berdiri di rooftop sembari menatap ke depan seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Malam pertama kematian Indra yang mengenaskan. Tak ingin dihukum seumur hidup, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan dalih sama saja. Rayhan kemudian menyunggingkan senyum lalu menoleh ke samping di mana Jani menghampirinya. "Kenapa, hm? Sudah malam, sebaiknya tidur, yaa." Jani menggeleng pelan. "Belum ngantuk, Mas. Kamu juga masih di sini.""Kalau laki-laki agak wajar di jam segini belum tidur. Kamu tidak boleh, apalagi lagi hamil seperti ini. Angin malam tidak baik untuk kondisi kamu, Sayang. Yuk!" Rayhan akhirnya membawa Jani masuk ke dalam karena tak ingin berlama-lama di luar sana. "Om Fadly dan keluarganya masih di sini, Mas. Masih ngobrol di ruang tengah sama Mama."Rayhan menoleh kemudian menganggukkan kepalanya. "Sampai sidang nanti, dia di sini. Arga akan disidang minggu depan."Jani mengangguk. "Kamu sudah dapat bocoran, berapa lama, Arga dihukum?" ta
Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan
Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni
Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”
Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga
Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh
Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”
Jani membuka sendiri lingerie yang ia kenakan di depan Rayhan yang sudah tak sabar ingin mendekap tubuh perempuan itu.“Eits!” Jani menahan tangan Rayhan yang hendak menyentuh dirinya.Rayhan mengerutkan keningnya bingung. “Kenapa lagi, hm?” tanyanya kemudian.Jani hanya tersenyum. Ia kemudian memiringkan kepalanya lalu duduk di atas paha Rayhan. Melingkarkan tangannya di ceruk leher Rayhan dan memulai lebih dulu ciumannya bersama dengan suaminya itu.Tangan Rayhan mengusap sensual punggung Jani yang sudah telanjang. Membuat perempuan itu menggeliat hangat merasakan sentuhan yang dibuat oleh Rayhan kepadanya.“Eumh ….” Jani mendesah lirih. Ia kemudian melepaskan ciuamannya itu lalu menatap penuh wajah Rayhan dengan mata yang sudah gelap oleh kabut gairah.Rayhan kemudian meraup pucuk merah muda milik perempuan itu dan meremasnya bagian yang menganggur.“Ough
Dua hari kemudian, Rayhan sudah kembali ke Jakarta. Membawakan banyak oleh-oleh untuk anak dan istrinya.Cup!Jani lantas terkejut karena Rayhan datang dengan tiba-tiba lalu mencium pipinya. “Mas Rayhan! Aku pikir siapa tadi, astaga! Bikin aku kaget aja.”Jani memukul pelan lengan suaminya karena kesal dan juga terkejut. Bila ia tengah memegang sesuatu, mungkin benda itu akan melayang ke kepala Rayhan. Beruntung, perempuan itu hanya sedang duduk sembari menonton televisi.Rayhan lantas terkekeh pelan. “Aku pikir kamu lagi tidur. Makanya aku cium biar bangun.”Jani mengerucutkan bibirnya. “Mana ada tidur sambil duduk. Kecuali di dalam kendaraan.”Rayhan kembali terkekeh. Ia kemudian memberikan lima paper bag kepada perempuan itu. “Semua yang aneh-aneh yang belum pernah kamu temui, aku beli.”Jani terperangah kemudian membuka satu persatu paper bag tersebut. “Woah! Banyak b
Dua tahun kemudian …. Tidak terasa, usia Elvan pun sudah memasuki dua tahun. Sudah pintar bicara meski masih tak jelas bicara apa akan tetapi orang-orang terdekatnya paham apa yang dikatakan oleh anak kecil itu. “Elvan sudah besar, sudah pintar. Berhenti ASI pun sangat pintar ya, Nak.” Anak kecil itu memang sudah disapih sebelum usianya dua tahun. Hanya sampai dua puluh bulan saja, Elvan sudah berhenti menyusui. Jani sangat lega, karean Elvan tidak terlalu rewel saat berhenti menyusui. “Morning,” sapa Rayhan kemudian mencium pipi Jani dan menerbitkan senyumnya. “Pagi. Mau berangkat sekarang, Mas?” tanya Jani kepada suaminya itu. Rayhan melihat jam yang melingkar di tangannya lalu mengangguk. “Hanya dua hari kok. Nggak akan lama. Atau mau ikut aja?” Jani menggelengkan kepalanya. “Nggak deh, Mas. Aku sama Elvan nunggu di rumah aja.” Rayhan harus pergi ke Malang selama dua hari di sana untuk menyelesaikan program yang sudah ia selesaikan dan perlu diinstalasi ulang agar bisa bero