Dua hari kemudian, Rayhan sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya sejak dua mingguan ini. Dan kini, lelaki itu sudah kembali ke rumah bersama dengan Jani dan juga Elvan.
“Terima kasih ya, sudah merawatku dengan sabar selama dua minggu ini. Seperti yang kamu lakukan saat aku koma dulu,” ucap Rayhan kemudian mengulas senyumnya kepada perempuan itu. “Sama-sama. Dua minggu bukan waktu yang lama, Mas. Aku sudah pernah menunggu kamu dengan sabar selama dua tahun. Jadi, tidak masalah bagiku.” Jani mengulas senyumnya. Rayhan menghela napasnya dengan panjang. Ia menatap wajah perempuan itu yang kini tengah duduk di depannya. “Aku ingin mengunjungi makam Mama, Papa dan juga Arga. Mungkin besok saja, karena sekarang sudah sore.”Jani menganggukkan kepalanya. “Iya, Mas. Besok pagi saja, sekalian ziarah ke makam Mama dan Papa juga. Makamnya saling berdekatan kok, Mas.” RayhaTiga minggu sudah, setelah kejadian yang menimpa keluarga Rayhan dan juga Jani berlalu. Sudah satu minggu ini kondisi Rayhan sudah semakin membaik.“Aku ke kantor dulu, yaa. Kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin,” ucap Rayhan kepada Jani yang tengah memakaikan baju kepada anaknya itu.“Iya, Mas. Hati-hati di jalan. Tapi, kamu beneran udah sembuh, kan? Kalau belum, mending jangan dipaksakan deh.” Jani tampak mengkhawatirkan lelaki itu.Rayhan tersenyum mendengarnya. “Aku udah sembuh, Sayang. Udah tiga minggu juga, masa iya belum sembuh.”“Iya sih. Ya sudah kalau begitu, hati-hati di jalan. Nanti siang aku bawakan bekal makan siang buat kamu.”Rayhan mengangguk kemudian mengecup kening perempuan itu dengan lembut. Pamit pada Elvan juga yang sudah semakin aktif mengingat usianya kini sudah masuk dua bulan.“Anak ganteng, Papa berangkat kerja dulu, yaa. Jangan nakal, oke? Nanti si
“Kak! Kalau ngomong yang bener!” ucap Jani tak ingin percaya dengan ucapan kakaknya itu.“Beneran, Jani. Gue baru aja dapat info dari temannya yang kerja di kantor. Gue tanya, Marisa yang mana. Dan dia lihatin fotonya.”Jani masih terdiam membeku mendengar ucapan kakaknya itu. “Kak ….”Samuel menepuk-nepuk bahu Jani. “Mau gimana lagi. Orangnya udah dibawa ke rumah duka. Tapi, anaknya masih di rumah sakit karena mengalami kondisi yang agak memprihatinkan juga.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang juga hanya diam karena ia pun merasakan duka itu.“Kamu sudah tahu, penyebab utama kenapa dia bisa meninggal setelah melahirkan anaknya?” tanya Rayhan kepada Samuel.Lelaki itu menggeleng pelan. “Nggak tahu. Kita bisa tanyakan ini ke keluarganya di rumah duka nanti. Besok pagi, sekalian ikut acara upacara kematian dia.”Rayhan me
Di sebuah taman yang tak jauh dari rumah Jani dan Rayhan tengah menikmati pemandangan indah di sana bersama dengan Elvan.Sebelum nanti Rayhan harus pergi ke China selama beberapa minggu ke depan. Jani ingin menikmati waktu bersama dengan lelaki itu sebelum nanti ia harus menunggunya kembali sampai satu bulan setengah."Mas. Berangkat jam berapa dari sini?" tanya Jani kepada lelaki itu.Rayhan kemudian menolehkan kepalanya yang tengah menggendong bayi Elvan. "Jam dua siang. Masih ada waktu satu setengah hari lagi, kok. Aku tahu kamu berat ditinggalkan jauh ke sana. Tapi, harus bisa, yaa. Demi masa depan kita semua."Jani lantas terkekeh dengan pelan. "Iya, Mas. Walaupun agak berat tapi aku harus bisa menunggu sampai kamu kembali pulang ke Indonesia. Jangan lupa bawa oleh-oleh, yaa!" ucapnya lalu menerbitkan cengiran kepada lelaki itu.Rayhan lantas mengusapi pucuk kepala perempuan itu seraya menerbitkan senyumnya."Do
Baru dua minggu saja terasa sangat lama padahal hampir setiap hari Rayhan mengabarinya. Namun, jika tidak melihat langsung di depan membuat Jani tetap saja merindukan lelaki itu.“I miss you and baby Elvan too. Sabar, yaa. Masih satu bulan soalnya. Semoga stok sabar kamu masih banyak,” ucap Rayhan sembari melambaikan tangannya pada Elvan yang tengah bermain dengan mainannya.“Kayaknya dia anteng banget sama dunianya. Sampai papanya telepon pun nggak dia ubris. Hm! Jadi pengen unyel-unyel.”Jani terkekeh pelan. “Belum sadar kayaknya, Mas. Padahal udah aku panggil dari tadi. Tapi, tetep cuek aja. Kayaknya ngambek dia, Mas.”“Yaah! Jangan ngambek dong. Elvan? Look at me, Sayang. Hei! Astaga!” Rayhan menepuk jidatnya karena tak berhasil membuat Elvan menoleh padanya.Jani yang melihatnya lantas terkekeh. “Sabar. Orang sabar hatinya seluas samudera. Namanya juga lagi ngambek. Mau kamu b
Satu bulan kemudian ….“Sayang. Maaf, yaa. Aku nggak jadi pulang hari ini karena software-nya tiba-tiba ngelag dan aku harus memperbaikinya. Mungkin dua sampai tiga hari lagi baru bisa pulang.”Rayhan menghubungi Jani memberi tahu bila dirinya tak bisa pulang hari ini. Padahal dia sudah memberi tahu akan pulang di hari ini.“Oh, gitu. Mendadak banget ya, hehe. Padahal aku udah mau siapin makan malam buat kamu karena tadi bilang udah di bandara. Tapi, ya udah nggak apa-apa kalau memang nggak bisa pulang hari ini.”“I’m sorry. Aku jadi nggak enak, Sayang. Sekali lagi maafin, yaa.”“Ish! Nggak apa-apa kok, Mas. Namanya juga masih harus kamu kerjakan. Daripada nanti bermasalah lagi dan harus ke sana lagi. Mendi—““Tapi, bohong!”Rayhan mencium pipi Jani sembari menerbitkan senyumnya dengan lebar.“Mas Rayhan! Isshh! Jahat banget
Rayhan lantas menggelengkan kepalanya mendengar ucapan wanitanya itu. “Nggak. Nggak mau. You are mine!”Jani terkekeh mendengarnya. “Gemas banget sih.” Jani mengusapi kening Rayhan yang tengah memeluknya itu.Tok tok tok!“Maaf, Non. Ada Tuan Samuel di bawah mau ketemu sama Non Jani,” ucap ART memanggil Jani.“Iya, Bi. Suruh tunggu, yaa!” teriak Jani kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu.Sementara Rayhan hanya mengenakan celana pendek dan kaus yang dia ambil di dalam lemari sembari menunggu Jani menyelesaikan acara mandinya.Samuel menganga melihat Rayhan yang keluar dari kamar Jani. “Lho! Kapan baliknya? Tumben, nggak minta jemput?” tanyanya terheran-heran.Rayhan kemudian duduk di samping Samuel dan menerbitkan senyumnya. “Mau kasih surprice buat Jani. Makanya nggak minta dia j
Dua minggu kemudian ….Hari pernikahan Jani dan Rayhan telah tiba. Di mana keduanya akan mengikat janji suci kembali, mengulang pernikahan yang sempat mereka ikrarkan dulu.Jani menarik napasnya dalam-dalam. Ia kini sudah dibalut oleh gaun berwarna putih dengan kain veil yang akan menutupi wajahnya di acara pernikahannya nanti.“Udah pernah juga, masih aja nervous,” ucap Kyra sembari merapikan kain veil di belakang Jani.“Nervous, Kyra. Meskipun udah pernah, tapi yaa tetep aja gugup mah selalu ada,” ucap Jani kemudian menghela napasnya dengan panjang.Mengembungkan pipinya dan menatap dirinya di depan cermin. Begitu anggun meski sudah tiga kali dengan hari ini ia mengenakan gaun pengantin.“Rayhan udah di gereja?” tanya Ellena kepada Jani.Perempuan itu mengangguk. “Iya. Dia make up di sana juga. Ada Om Fadly, istrinya, Tirta dan juga Vanesha. Gue belum tahu
Acara makan malam yang begitu sederhan namun meriah berjalan dengan lancar. Semua orang menikmati acara tersebut sembari memberikan selamat kepada Jani dan Rayhan. “Terima kasih, sudah hadir meramaikan acara malam ini. Aku sangat bersyukur memiliki keluarga, teman dan sahabat juga rekan-rekan kerja yang sudah mau ikut menghadiri acara kami pada malam ini.” Rayhan mengucapkan syukur dan terima kasih kepada semua orang yang turut bahagia dengan pernikahannya bersama Jani. “Sama-sama. Langgeng untuk kalian berdua. Jadi orang tua yang baik untuk Elvan dan calon adik-adiknya kelak,” ucap Tirta juga memberikan doa yang terbaik untuk mereka berdua. “Aamiin. Sekali lagi terima kasih dan semoga semuanya selalu sehat dan selalu dalam lindungan Tuhan.” Rayhan melambaikan tangannya kepada semua orang yang ada di depannya. Tepuk tangan turut meramaikan menjadi penutup acara di sana. Satu persatu para tamu pulang ke rumah masing-masing karena jam sudah menunjuk angka sebelas malam. Pun dengan