Jani hanya diam. Ia tidak menjawab apa pun lagi selain menatap Rayhan yang selalu membuatnya bingung sendiri. ‘Mas Rayhan benar-benar hilang ingatan atau hanya pura-pura? Kenapa dia terlihat sudah mengenalku begitu jauh padahal dia baru sembuh dari komanya seminggu yang lalu.’ Jani menelan salivanya setelah berucap dalam hatinya. Ia bingung dengan sikap Rayhan yang seolah tengah berpura-pura. Ia kemudian menggelengkan kepalanya karena pikirannya yang aneh itu. “Mas. Yang ini kamar kamu, dan itu kamarku. Besok, kita belanja keperluan kamu, yaa. Kamu tidak punya banyak baju. Aku juga nggak bawa banyak baju kamu yang masih tersisa di rumah.”Rayhan menaikan alisnya. “Nggak tidur satu kamar?”“Heuh?” Jani menggelengkan kepalanya. “Nggak, Mas. Kita kan, sudah bukan pasangan suami istri lagi. Jadi, harap maklum,” ucapnya kemudian menerbitkan cengiran guna menghilangkan rasa gugupnya. Rayhan menyunggingkan senyum. “Aku hanya bercanda. Kamu memang benar-benar wanita baik-baik. Aku meminta
Jani menghela napasnya dengan panjang seraya menatap lelaki itu dengan lekat. “Kamu punya usaha sendiri dan sekarang dikelola oleh Tirta. Aku pikir sudah tutup. Ternyata masih berjalan hingga sekarang. Aku baru tahu dua bulan yang lalu setelah tahu kamu masih hidup.” Rayhan manggut-manggut dengan pelan. “Baiklah kalau begitu. Nanti juga tahu jika ingatanku sudah kembali.”Jani mengangguk sembari mengulas senyumnya. “Rayhan!” Jani dan lelaki itu menoleh kompak ke arah sumber suara. Jani menghela napasnya dengan pelan kemudian menatap Rayhan yang tengah menatap perempuan itu. “Kamu, yang ngaku-ngaku orang yang selalu mengajakku bicara, kan?” tanya Rayhan sembari menunjuk wajah perempuan itu. Meisya hanya diam. Seolah dirinya tengah tertangkap basah oleh Rayhan. “Elo, yang udah hasut dia, kan?” ucap Meisya sembari menunjuk wajah Jani. Perempuan itu mengerutkan keningnya. “Hasut apa? Aku nggak pernah hasut dia. Aku hanya memberi tahu yang sebenarnya. Yang pernah dia lewati dan jala
Sudah dua minggu, Rayhan bangun dari komanya. Selama dua minggu ini pula lelaki itu masih belum mengingat kembali memory yang sudah hilang dari otaknya. “Jani. Kamu mau pergi ke mana?” tanya Rayhan saat melihat Jani keluar dari kamarnya dengan berpakaian rapi dan juga menjinjing tas di tangannya. “Hari ini jadwal cek kandunganku, Mas. Aku akan ke rumah sakit,” jawabnya sembari mengenakan sandal. “Biar aku mengantar kamu, Jani. Aku ingin melihat perkembangan janin yang ada di dalam perutmu itu,” ucap Rayhan berinisiatif ingin menemani Jani ke rumah sakit. “Serius? Kamu ingin menemaniku ke rumah sakit?” tanya Jani tak percaya. “Ya. Selama ini kamu selalu menemaniku. Kenapa saat kamu membutuhkan seseorang untuk menemani kamu ke rumah sakit, aku tidak bisa? Biarkan aku menemani kamu, Jani.” Rayhan menatap Jani dengan lekat. Jani menerbitkan senyumnya kemudian menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Baiklah. Kalau itu mau kamu. Aku senang, kamu mau menemaniku ke rumah sakit.”Rayhan m
Jani menatap lekat wajah Rayhan yang masih berdiri di hadapannya menanyakan tentang alasan mengapa ia ingin pergi. Jani menghela napasnya dengan panjang. “Kita bahas ini setelah nonton saja ya, Mas.”Rayhan kemudian menarik tangan Jani. “Kalau begitu, kita batalkan nontonnya. Aku tidak ingin kamu pergi apalagi dengan alasan kita sudah bukan lagi pasangan suami-istri. Kamu sendiri yang datang dan mengajakku berbincang waktu aku koma. Kenapa sekarang malah ingin pergi?” Jani menelan saliva dengan pelan. Ia kemudian melangkahkan kakinya keluar diikuti oleh Rayhan yang masih penasaran dengan alasan Jani. “Jani, tunggu!” Rayhan menarik tangan Jani.Perempuan itu tampak menitikan air matanya seraya menatap lirih wajah Rayhan. Ia lantas menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam pelukannya. Mengusapi punggung perempuan itu dengan lembut tanpa bersuara apa pun. Di tengah keramaian bahkan tak peduli dengan orang-orang yang melihat mereka. Hanya isak tangis saja yang keluar dari mulut
Di Jakarta.Pergulatan yang dilakukan oleh Marisa dan Arga semakin memanas. Tidak pernah sehari pun mereka absen bercinta. Bahkan Marisa berhasil membuat Arga melupakan Jani sebab lelaki itu tak pernah membahasnya lagi. "Ough! Good, Honey!" desah Marisa kala tubuhnya didesak habis oleh Arga yang semakin menggila. Mendorong tubuhnya dengan alunan tempo yang sangat kencang membuat Marisa memekik tak karuan. Namun, bisa ia tahan dan akan selalu melayaninya agar Arga segera melupakan Jani. Puncaknya telah tiba. Arga mendorongnya lebih cepat agar benihnya segera keluar dari tempatnya. Selalu mengenakan pengaman agar Marisa tidak mengandung benih yang dia keluarkan. Karena baginya, hanya Jani yang boleh mengandung anaknya. "Arga. Ada yang ingin aku sampaikan ke kamu."Arga menoleh pada Marisa. Mengerutkan keningnya menatap datar wajah perempuan itu. "Ada apa?" tanyanya kemudian. Marisa mengenakan baju terlebih dahulu kemudian menghampiri Arga yang masih duduk di tepi tempat tidur henda
Rayhan menelan salivanya dengan pelan mendengar penuturan dari Jani. Cukup panjang dan membuatnya diam membisu. “Ternyata banyak, hal yang belum aku bicarakan pada kamu, Jani. Kenapa pula, aku harus menyembunyikan hal itu dari kamu,” ucapnya dengan pelan. “Dan itu hanya kamu saja yang tahu, Mas. Selama ini, selama aku menjadi istri kamu, fokus kamu hanya menemaniku, membuat aku tertawa dan selalu menuruti semua yang aku inginkan. Termasuk mencintaiku dengan tulus.“Tapi, aku tidak tahu. Apakah benar, itu tulus atau hanya pura-pura. Jika ingat kamu sering bertemu dengan Meisya, aku rasa hanya aku saja yang mencintai kamu. Dan kamu menutupi itu semua karena menghargaiku sebagai istri kamu.”Jani tersenyum getir. Rasanya, jika ia kembali ke Jakarta pun semakin tersiksa karena ia tidak menginginkan Arga. Namun, jika bertahan di sana dan satu persatu rahasia Rayhan terungkap, ia belum siap untuk patah hati untuk keduanya kalinya. “Jani. Aku pastikan jika itu tidak ada hubungannya dengan
Arga semakin tak karuan setelah tahu jika Jani sudah bersama dengan Rayhan di tempat yang hingga saat ini belum ia ketahui. “Jadi, selama tiga bulan ini dia kabur, ternyata sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Arggh! Nggak bisa dibiarin.” Arga menjambak rambutnya sembari menyandarkan punggungnya di kursi. “Sudah kuduga. Selama ini Mama tahu, sebenarnya Jani sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Arrghh! Sialan! Siapa yang sudah memberi tahu Jani tentang keberadaan Rayhan? Samuel?! Dia, pasti yang sudah memberi tahu hal ini kepada Jani.”Arga mengeratkan giginya dengan tangan mengepal erat. Emosinya memuncak kala tahu jika Jani benar-benar menemui Rayhan bahkan sudah tahu jika Rayhan masih hidup. “Kurang ajar! Lihat saja! Aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia! Semoga Rayhan cepat mati. Jangan pernah siuman sampai selamanya! Berengsek!” pekiknya kemudian. Tangannya menyapu semua barang yang ada di atas meja. Hingga suara pecahan dari beberapa barang terdengar begitu nyaring di
Marisa mengempaskan tangan Arga yang menariknya itu. “Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menggugurkan kandungan ini!” pekik Marisa seraya menatap tajam wajah Arga. Menolak perintah dari Arga yang memintanya agar menggugurkan kandungan tersebut.“Oh, yaa? Kalau memang kamu tidak ingin menggugurkan kandungan itu, rawat sendiri! Karena aku tidak ingin tanggung jawab," ucapnya dengan mata menatap tajam wajah Marisa.Lelaki itu bersikeras tidak akan pernah bertanggung jawab sampai kapan pun. Sebab yang ia inginkan bukan Marisa, melainkan Jani yang memiliki banyak segalanya dibanding Marisa.Plak!Indra menampar pipi Arga dengan sorot mata menatap tajam wajah sang anak. “Apa yang kamu harapkan dari Jani? Bahkan dia sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Dan kamu masih mengharapkan dia kembali. Kamu tahu kan, apa yang akan dilakukan oleh Rayhan setelah dia bangun dari komanya? Menyeret kamu ke penjara!”Arga semakin
Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan
Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni
Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”
Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga
Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh
Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”
Jani membuka sendiri lingerie yang ia kenakan di depan Rayhan yang sudah tak sabar ingin mendekap tubuh perempuan itu.“Eits!” Jani menahan tangan Rayhan yang hendak menyentuh dirinya.Rayhan mengerutkan keningnya bingung. “Kenapa lagi, hm?” tanyanya kemudian.Jani hanya tersenyum. Ia kemudian memiringkan kepalanya lalu duduk di atas paha Rayhan. Melingkarkan tangannya di ceruk leher Rayhan dan memulai lebih dulu ciumannya bersama dengan suaminya itu.Tangan Rayhan mengusap sensual punggung Jani yang sudah telanjang. Membuat perempuan itu menggeliat hangat merasakan sentuhan yang dibuat oleh Rayhan kepadanya.“Eumh ….” Jani mendesah lirih. Ia kemudian melepaskan ciuamannya itu lalu menatap penuh wajah Rayhan dengan mata yang sudah gelap oleh kabut gairah.Rayhan kemudian meraup pucuk merah muda milik perempuan itu dan meremasnya bagian yang menganggur.“Ough
Dua hari kemudian, Rayhan sudah kembali ke Jakarta. Membawakan banyak oleh-oleh untuk anak dan istrinya.Cup!Jani lantas terkejut karena Rayhan datang dengan tiba-tiba lalu mencium pipinya. “Mas Rayhan! Aku pikir siapa tadi, astaga! Bikin aku kaget aja.”Jani memukul pelan lengan suaminya karena kesal dan juga terkejut. Bila ia tengah memegang sesuatu, mungkin benda itu akan melayang ke kepala Rayhan. Beruntung, perempuan itu hanya sedang duduk sembari menonton televisi.Rayhan lantas terkekeh pelan. “Aku pikir kamu lagi tidur. Makanya aku cium biar bangun.”Jani mengerucutkan bibirnya. “Mana ada tidur sambil duduk. Kecuali di dalam kendaraan.”Rayhan kembali terkekeh. Ia kemudian memberikan lima paper bag kepada perempuan itu. “Semua yang aneh-aneh yang belum pernah kamu temui, aku beli.”Jani terperangah kemudian membuka satu persatu paper bag tersebut. “Woah! Banyak b
Dua tahun kemudian …. Tidak terasa, usia Elvan pun sudah memasuki dua tahun. Sudah pintar bicara meski masih tak jelas bicara apa akan tetapi orang-orang terdekatnya paham apa yang dikatakan oleh anak kecil itu. “Elvan sudah besar, sudah pintar. Berhenti ASI pun sangat pintar ya, Nak.” Anak kecil itu memang sudah disapih sebelum usianya dua tahun. Hanya sampai dua puluh bulan saja, Elvan sudah berhenti menyusui. Jani sangat lega, karean Elvan tidak terlalu rewel saat berhenti menyusui. “Morning,” sapa Rayhan kemudian mencium pipi Jani dan menerbitkan senyumnya. “Pagi. Mau berangkat sekarang, Mas?” tanya Jani kepada suaminya itu. Rayhan melihat jam yang melingkar di tangannya lalu mengangguk. “Hanya dua hari kok. Nggak akan lama. Atau mau ikut aja?” Jani menggelengkan kepalanya. “Nggak deh, Mas. Aku sama Elvan nunggu di rumah aja.” Rayhan harus pergi ke Malang selama dua hari di sana untuk menyelesaikan program yang sudah ia selesaikan dan perlu diinstalasi ulang agar bisa bero