Marisa mengempaskan tangan Arga yang menariknya itu. “Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menggugurkan kandungan ini!” pekik Marisa seraya menatap tajam wajah Arga. Menolak perintah dari Arga yang memintanya agar menggugurkan kandungan tersebut.
“Oh, yaa? Kalau memang kamu tidak ingin menggugurkan kandungan itu, rawat sendiri! Karena aku tidak ingin tanggung jawab," ucapnya dengan mata menatap tajam wajah Marisa. Lelaki itu bersikeras tidak akan pernah bertanggung jawab sampai kapan pun. Sebab yang ia inginkan bukan Marisa, melainkan Jani yang memiliki banyak segalanya dibanding Marisa. Plak!Indra menampar pipi Arga dengan sorot mata menatap tajam wajah sang anak. “Apa yang kamu harapkan dari Jani? Bahkan dia sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Dan kamu masih mengharapkan dia kembali. Kamu tahu kan, apa yang akan dilakukan oleh Rayhan setelah dia bangun dari komanya? Menyeret kamu ke penjara!” Arga semakinJani baru saja menutup panggilan dari mertuanya yang memberi tahu jika Marisa tengah hamil. Ia kemudian menghela napasnya dengan panjang dan menaruh ponselnya di atas nakas samping tempat tidurnya.Tok tok tok!Rayhan mengetuk pintu kamar Jani. "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan pelan."Belum, Mas," jawab Jani di dalam sana.Rayhan menghela napasnya dengan panjang. “Boleh aku masuk?” tanya Rayhan di luar sana.“Boleh, Mas. Masuk aja. Pintunya nggak dikunci, kok," ucapnya mempersilakan Rayhan masuk ke dalam kamarnya.Rayhan kemudian masuk dan duduk di samping Jani yang masih duduk di tepi tempat tidur itu. “Kenapa belum tidur?” tanyanya dengan pelan.Jani menggeleng pelan. “Ada telepon dari Mama. Dia bilang, Marisa hamil dan kamu pasti tahu. Arga tidak mau tanggung jawab.”Rayhan manggut-manggut dengan pelan. “Sebenarnya ini berita yang cukup bagus.
Mereka sudah kembali ke apartemen usai membeli semua keperluan. Lalu Jani masuk ke dalam kamarnya hendak mengambil surat yang dibuat oleh Rayhan dua tahun yang lalu.“Semoga dengan ini, ada sesuatu yang bisa diingat oleh Mas Rayhan,” gumamnya kemudian keluar lagi dari kamarnya.Rayhan yang tengah duduk di sofa ruang tengah sontak menoleh pada Jani yang tengah berjalan menghampirinya.“Ini, Mas. Surat yang kamu buat untuk aku saat kejadian itu,” ucapnya sembari memberikan surat tersebut kepada Rayhan.Lelaki itu membukanya. Membaca dengan saksama surat yang dia buat tersebut. Sekelibat memory kala itu lewat di dalam bayangannya. Perdebatan antara dirinya dan Arga yang samar-samar terlintas dalam otaknya.Ia kemudian memegang kepalanya yang terasa pening. Tulisan yang memang hasil tulisan dirinya membuatnya yakin dan percaya jika bayangan tersebut adalah kejadian yang telah hilang dalam memorinya.
Tirta menganga mendengar pertanyaan dari Rayhan dengan muka memelasnya yang semakin membuatnya yakin bila ucapan Rayhan tadi benar-benar ingin ia lakukan.“Aku tidak tahu, Rayhan. Tapi, jangan pernah kamu lakukan karena khawatir malah membuatmu semakin parah dan melupakan kenangan selama satu bulan ini bersama dengan Jani.”Tirta memberi saran agar lelaki itu tidak melakukan hal yang ia tanyakan tadi. Meski harus menunggu lama, ia tetap harus bersabar.“Lagi pula Jani masih setia bersamamu. Tidak ada yang mesti kamu takutkan, kan?” ucap Tirta bertanya kepada Rayhan.“Iya. Memang seperti itu kenyataannya. Tapi, ketakutan dalam diriku selalu ada dan selalu bersarang dalam benakku. Aku takut Jani menyerah sebab aku tak kunjung mengingat semuanya. Dia juga akan pergi jika memang benar, aku telah mengkhianatinya selama ini.”Tirta menghela napasnya dengan panjang. “Aku rasa, hanya Meisya saja yang
Betapa terkejutnya Jani setelah tahu kebenarannya. “Serius?” tanyanya seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alan tadi padanya.Alan kemudian duduk di samping Reno yang berhadapan dengan Jani. Lalu menyeruput minuman milik adiknya itu.“Iya. Aku dan Meisya sudah dua tahun lebih pacaran. Kemudian dia bertemu dengan Rayhan dan menjalin hubungan dengannya. Ketahuan olehku. Dia bersumpah tidak selingkuh. Sampai akhirnya kami tidur bersama. “You know that. Aku nggak yakin kalau dia juga tidak tidur dengan Rayhan. Tapi, setelah aku tanyakan langsung padanya, dia bilang dia tidak pernah menyentuhnya sedikit pun. Bahkan menciumnya pun dia tidak berani.“Aku percaya itu. Rayhan akhirnya pulang ke Jakarta dan aku dapat kabar kalau dia akan menikah dengan wanita bernama Anjani, wanita yang dijodohkan oleh orang tuanya. Dan akhirnya, kita bisa bertemu di sini.”Jani meringis pelan mendengar cerita d
Jani mengulas senyum tipis melihat raut wajah Rayhan yang terlihat mengkhawatirkannya. “Aku habis dari café dan nggak sengaja ketemu sama teman kuliahku. Ternyata dia sudah lima tahun tinggal di sini.”Rayhan menghela napas panjang. “Jadi, kamu habis berbincang dengan teman kuliahmu itu?” tanyanya dengan mata terus menatap wajah Jani sebab ia tidak ingin dibohongi oleh perempuan itu. Masih ada rasa curiga dalam dirinya juga cemburu karena Jani berbincang dengan seorang pria.Jani mengangguk pelan. “Iya, Mas. Aku memang nggak langsung pulang ke sini. Karena ingin makan sesuatu di café. Nggak lama aku di sana, dia datang dan akhirnya kita berbincang agak banyak. Dan kamu tahu, dia adalah adik dari pria yang sudah menjalin hubungan dengan Meisya.”Jani memberi tahu pria yang pernah menjalin hubungan dengan Meisya. Sembari memainkan jarinya, ia menatap Rayhan yang masih menatapnya lekat-lekat.Rayhan menaikan al
Keeosokan harinya. Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Jani sudah bangun dari tidurnya dan bergegas menuju dapur untuk menyiapkan sarapan sebab hari ini Rayhan sudah mulai masuk kantor.“Pagi,” sapa Rayhan kemudian mengulas senyumnya kepada perempuan itu.“Pagi, Mas. Aku buatkan sandwich untuk sarapan hari ini, yaa.”“Apa saja, yang penting kamu yang buat,” ucapnya dan kembali mengulas senyum.Jani membalas senyum itu lalu kembali membuatkan sandwich untuknya dan juga Rayhan.“Aku buatkan susu hamil untuk kamu, yaa?” kata Rayhan menawarkan diri.Jani kemudian menoleh dan mengangguk. “Boleh. Dengan senang hati.”Rayhan mengangguk dan mengambil dus berisi susu ibu hamil di dalam lemari. Kemudian membuatkan susu ibu hamil tersebut dan ia bawa ke atas meja makan.“Hari ini ada kegiatan apa? Ada kabar apa lagi dari Jakarta?” tanya Rayhan kepada
Meisya melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Rayhan. Namun, lelaki itu tidak ada di sana. Meisya lantas mengerutkan keningnya mencari keberadaan Rayhan.Ia lalu menaruh gelas berisi teh itu di atas meja kerjanya. Melihat ada foto pengantin Rayhan dan Jani di sana, membuatnya sangat marah.“Kenapa harus ini, yang dia pajang di sini sih! Ngeselin banget!” gerutunya akan tetapi ia tidak membanting atau membuat figura tersebut.Bahkan tembok dekat jendela pun terdapat foto pengantin yang memang sudah Rayhan simpan di sana setelah mendirikan perusahaan tersebut.“Dan dia nggak ada niat buat turunin itu foto! Argghh!” Meisya kembali emosi.Pintu terbuka. Rayhan menghela napasnya dengan panjang melihat ada Meisya di sana. “Mau apa lagi, kamu ke sini?” tanyanya sembari menatap datar wajah perempuan itu.Meisya menghela napasnya dengan panjang. “Rayhan. Kamu masih mau mempertahan
Tirta menggedor pintu kamar privasi ruangan Rayhan. “Meisya! Keluar kamu!” pekiknya sembari terus menerus menggedor pintu kamar itu dengan sangat kencang.Hingga Rayhan yang tertidur pulas itu terbangun kemudian mengucek matanya. Ia tampak kebingungan karena bisa berada di dalam kamar.“Kenapa aku ada di sini?” gumamnya lalu melihat ke bawah. Kemeja yang ia kenakan sudah tidak ada di tubuhnya.Tampak Meisya yang baru saja mengenakan pakainnya bergegas keluar dan membuka pintu kamar tersebut.“Apa sih! Nggak sopan banget gedor pintu kamar orang!” ucapnya kesal.Tirta lantas menyeret keluar adiknya dengan sangat kasar hingga membuat Meisya merintih sakit.“Aww! Kak!” pekiknya sembari menatap kesal wajah sang kakak.“Keterlaluan kamu, Meisya! Apa maksud kamu melakukan hal ini, huh? Kamu sengaja menaburkan obat tidur ke dalam minuman Rayhan untuk menje