Rayhan menelan salivanya dengan pelan mendengar penuturan dari Jani. Cukup panjang dan membuatnya diam membisu. “Ternyata banyak, hal yang belum aku bicarakan pada kamu, Jani. Kenapa pula, aku harus menyembunyikan hal itu dari kamu,” ucapnya dengan pelan. “Dan itu hanya kamu saja yang tahu, Mas. Selama ini, selama aku menjadi istri kamu, fokus kamu hanya menemaniku, membuat aku tertawa dan selalu menuruti semua yang aku inginkan. Termasuk mencintaiku dengan tulus.“Tapi, aku tidak tahu. Apakah benar, itu tulus atau hanya pura-pura. Jika ingat kamu sering bertemu dengan Meisya, aku rasa hanya aku saja yang mencintai kamu. Dan kamu menutupi itu semua karena menghargaiku sebagai istri kamu.”Jani tersenyum getir. Rasanya, jika ia kembali ke Jakarta pun semakin tersiksa karena ia tidak menginginkan Arga. Namun, jika bertahan di sana dan satu persatu rahasia Rayhan terungkap, ia belum siap untuk patah hati untuk keduanya kalinya. “Jani. Aku pastikan jika itu tidak ada hubungannya dengan
Arga semakin tak karuan setelah tahu jika Jani sudah bersama dengan Rayhan di tempat yang hingga saat ini belum ia ketahui. “Jadi, selama tiga bulan ini dia kabur, ternyata sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Arggh! Nggak bisa dibiarin.” Arga menjambak rambutnya sembari menyandarkan punggungnya di kursi. “Sudah kuduga. Selama ini Mama tahu, sebenarnya Jani sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Arrghh! Sialan! Siapa yang sudah memberi tahu Jani tentang keberadaan Rayhan? Samuel?! Dia, pasti yang sudah memberi tahu hal ini kepada Jani.”Arga mengeratkan giginya dengan tangan mengepal erat. Emosinya memuncak kala tahu jika Jani benar-benar menemui Rayhan bahkan sudah tahu jika Rayhan masih hidup. “Kurang ajar! Lihat saja! Aku tidak akan pernah membiarkan kalian bahagia! Semoga Rayhan cepat mati. Jangan pernah siuman sampai selamanya! Berengsek!” pekiknya kemudian. Tangannya menyapu semua barang yang ada di atas meja. Hingga suara pecahan dari beberapa barang terdengar begitu nyaring di
Marisa mengempaskan tangan Arga yang menariknya itu. “Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menggugurkan kandungan ini!” pekik Marisa seraya menatap tajam wajah Arga. Menolak perintah dari Arga yang memintanya agar menggugurkan kandungan tersebut.“Oh, yaa? Kalau memang kamu tidak ingin menggugurkan kandungan itu, rawat sendiri! Karena aku tidak ingin tanggung jawab," ucapnya dengan mata menatap tajam wajah Marisa.Lelaki itu bersikeras tidak akan pernah bertanggung jawab sampai kapan pun. Sebab yang ia inginkan bukan Marisa, melainkan Jani yang memiliki banyak segalanya dibanding Marisa.Plak!Indra menampar pipi Arga dengan sorot mata menatap tajam wajah sang anak. “Apa yang kamu harapkan dari Jani? Bahkan dia sudah tahu jika Rayhan masih hidup. Dan kamu masih mengharapkan dia kembali. Kamu tahu kan, apa yang akan dilakukan oleh Rayhan setelah dia bangun dari komanya? Menyeret kamu ke penjara!”Arga semakin
Jani baru saja menutup panggilan dari mertuanya yang memberi tahu jika Marisa tengah hamil. Ia kemudian menghela napasnya dengan panjang dan menaruh ponselnya di atas nakas samping tempat tidurnya.Tok tok tok!Rayhan mengetuk pintu kamar Jani. "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan pelan."Belum, Mas," jawab Jani di dalam sana.Rayhan menghela napasnya dengan panjang. “Boleh aku masuk?” tanya Rayhan di luar sana.“Boleh, Mas. Masuk aja. Pintunya nggak dikunci, kok," ucapnya mempersilakan Rayhan masuk ke dalam kamarnya.Rayhan kemudian masuk dan duduk di samping Jani yang masih duduk di tepi tempat tidur itu. “Kenapa belum tidur?” tanyanya dengan pelan.Jani menggeleng pelan. “Ada telepon dari Mama. Dia bilang, Marisa hamil dan kamu pasti tahu. Arga tidak mau tanggung jawab.”Rayhan manggut-manggut dengan pelan. “Sebenarnya ini berita yang cukup bagus.
Mereka sudah kembali ke apartemen usai membeli semua keperluan. Lalu Jani masuk ke dalam kamarnya hendak mengambil surat yang dibuat oleh Rayhan dua tahun yang lalu.“Semoga dengan ini, ada sesuatu yang bisa diingat oleh Mas Rayhan,” gumamnya kemudian keluar lagi dari kamarnya.Rayhan yang tengah duduk di sofa ruang tengah sontak menoleh pada Jani yang tengah berjalan menghampirinya.“Ini, Mas. Surat yang kamu buat untuk aku saat kejadian itu,” ucapnya sembari memberikan surat tersebut kepada Rayhan.Lelaki itu membukanya. Membaca dengan saksama surat yang dia buat tersebut. Sekelibat memory kala itu lewat di dalam bayangannya. Perdebatan antara dirinya dan Arga yang samar-samar terlintas dalam otaknya.Ia kemudian memegang kepalanya yang terasa pening. Tulisan yang memang hasil tulisan dirinya membuatnya yakin dan percaya jika bayangan tersebut adalah kejadian yang telah hilang dalam memorinya.
Tirta menganga mendengar pertanyaan dari Rayhan dengan muka memelasnya yang semakin membuatnya yakin bila ucapan Rayhan tadi benar-benar ingin ia lakukan.“Aku tidak tahu, Rayhan. Tapi, jangan pernah kamu lakukan karena khawatir malah membuatmu semakin parah dan melupakan kenangan selama satu bulan ini bersama dengan Jani.”Tirta memberi saran agar lelaki itu tidak melakukan hal yang ia tanyakan tadi. Meski harus menunggu lama, ia tetap harus bersabar.“Lagi pula Jani masih setia bersamamu. Tidak ada yang mesti kamu takutkan, kan?” ucap Tirta bertanya kepada Rayhan.“Iya. Memang seperti itu kenyataannya. Tapi, ketakutan dalam diriku selalu ada dan selalu bersarang dalam benakku. Aku takut Jani menyerah sebab aku tak kunjung mengingat semuanya. Dia juga akan pergi jika memang benar, aku telah mengkhianatinya selama ini.”Tirta menghela napasnya dengan panjang. “Aku rasa, hanya Meisya saja yang
Betapa terkejutnya Jani setelah tahu kebenarannya. “Serius?” tanyanya seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alan tadi padanya.Alan kemudian duduk di samping Reno yang berhadapan dengan Jani. Lalu menyeruput minuman milik adiknya itu.“Iya. Aku dan Meisya sudah dua tahun lebih pacaran. Kemudian dia bertemu dengan Rayhan dan menjalin hubungan dengannya. Ketahuan olehku. Dia bersumpah tidak selingkuh. Sampai akhirnya kami tidur bersama. “You know that. Aku nggak yakin kalau dia juga tidak tidur dengan Rayhan. Tapi, setelah aku tanyakan langsung padanya, dia bilang dia tidak pernah menyentuhnya sedikit pun. Bahkan menciumnya pun dia tidak berani.“Aku percaya itu. Rayhan akhirnya pulang ke Jakarta dan aku dapat kabar kalau dia akan menikah dengan wanita bernama Anjani, wanita yang dijodohkan oleh orang tuanya. Dan akhirnya, kita bisa bertemu di sini.”Jani meringis pelan mendengar cerita d
Jani mengulas senyum tipis melihat raut wajah Rayhan yang terlihat mengkhawatirkannya. “Aku habis dari café dan nggak sengaja ketemu sama teman kuliahku. Ternyata dia sudah lima tahun tinggal di sini.”Rayhan menghela napas panjang. “Jadi, kamu habis berbincang dengan teman kuliahmu itu?” tanyanya dengan mata terus menatap wajah Jani sebab ia tidak ingin dibohongi oleh perempuan itu. Masih ada rasa curiga dalam dirinya juga cemburu karena Jani berbincang dengan seorang pria.Jani mengangguk pelan. “Iya, Mas. Aku memang nggak langsung pulang ke sini. Karena ingin makan sesuatu di café. Nggak lama aku di sana, dia datang dan akhirnya kita berbincang agak banyak. Dan kamu tahu, dia adalah adik dari pria yang sudah menjalin hubungan dengan Meisya.”Jani memberi tahu pria yang pernah menjalin hubungan dengan Meisya. Sembari memainkan jarinya, ia menatap Rayhan yang masih menatapnya lekat-lekat.Rayhan menaikan al