Sementara itu di luar ruang makan, Hana mondar mandir di koridor, khawatir akan hal buruk terjadi pada temannya yang sedang berbincang dengan Sir Edric. Will juga sedang jongkok di pinggir koridor sembari menekuri ponselnya, menunggu kesempatan untuk berbicara dengan Sir Edric. Salah satu pelayan sedang berjaga didepan pintu masuk ruang makan, mencegah orang lain masuk dan mengganggu perbincangan Elly dan Sir Edric, juga mencegah agar Will dan Hana bertengkar lagi.
"Temanmu disetubuhi!" ledek Will yang masih sibuk dengan ponselnya.
Hana terbelalak, wajahnya berubah berang setelah mendengar hinaan Will pada temannya. "Apa maksud perkataan menjijikkanmu itu!" sergah Hana yang seketika berhenti mondar – mandir.
"Setiap orang punya cara sendiri untuk berdamai, dan mungkin ayahku memilih berdamai dengan cara menggagahi temanmu. Konglomerat biasa begitu," duga Will asal - asalan.
Muak dengan perlakuan Will di Houndshill dan perkataannya saat ini terhadap Elly, Hana menderap kehadapan Will, berdiri tepat di hadapan sembari menatapnya nanar. "Sahabatku masih terlalu suci untuk mengamini perkataan dari mulut sampahmu itu! Lebih baik kau pergi dan benahi perusahaan ayahmu!" cerca Hana sekaligus meledeknya.
Will yang tidak mau kalah berdiri dari jongkoknya, berhadapan dengan Hana dengan tatapan penuh nanar dan penuh akan amarah. "Yang kau maksud adalah perusahaanku! Berani - beraninya orang sepertimu berbicara tidak sopan padaku! Orang yang cocok jadi pembersih toilet tidak pantas berbicara seperti itu!" cerca balik Will dengan lantang.
Melihat tingkah kekanak - kanakan Will dan Hana, pelayan yang menjaga pintu dengan cepat mengambil inisiatif menengahi keduanya. "Tuan dan Nona! Maaf jika lancang, namun pertemuan Sir Edric bisa terganggu karena suara pertikaian kalian. Akhiri pertengkaran kalian atau aku terpaksa mengambil tindakan tegas!" ancam si pelayan, membuat keduanya terdiam meski masih saling bertukar pandangan tajam.
Tak lama pintu ruang makan terbuka, di tengah konflik antara Hana dan Will, Sir Edric keluar dari ruang makan diikuti oleh Elly yang berjalan sembari meraba sekitar dengan Tongkat tunanetra-nya,.
"Kau sudah selesai pak tua?" tanya Will.
Sir Edric menghela napas mendengar putranya meledek. "Kata tepat yang kau maksud mungkin 'ayah', Wilfred. Dan aku ingin berbicara empat mata denganmu,” tegasnya. “David! antar nona - nona ini pulang, urusanku dengan mereka sudah selesai, untuk hari ini" perintahnya pada pelayannya.
"Umm! Eh! Maaf! Jangan pakai helikopter lagi ya kalau bisa, Tuan," imbuh Hana yang tidak mau Elly panik lagi.
"Kami permisi dulu, Sir Edric, terima kasih atas jamuannya hari ini," pamit Elly sopan.
Pelayan yang menjaga pintu tadi menuntun Elly dan Hana meninggalkan Mansion, menyisakan Sir Edric dan Will di depan pintu masuk ruang makan. "Sudah? Begitu saja? Kau biarkan mereka pulang setelah apa yang terjadi pada perusahaanku!?" sergah Will berang.
"Seluruh anak perusahaan masih dibawah kekuasaan Thorn Enterprise, yang artinya masih akulah yang memegang kendali atas semua aset yang kau punya, tidak terkecuali perusahaanmu. Eleanor dan temannya berada di dalam pengawasanku. Maka, kau sebaiknya tinggalkan mereka dan mulai perbaiki kesalahan yang kau buat. Bukan kau yang bicara di hadapan media, bukan?" tandas Sir Edric yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Will dengan wajah masam tidak terima.
***
Dua hari setelah pertemuannya dengan Sir Edric, Elly lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam apartemen kecil tempat tinggalnya. Tanktop abu dan celana pendeknya terlihat begitu lusuh akan noda keringat, pertanda Elly belum sekalipun keluar dari kamarnya.
Elly duduk bersila, menekuri laptop yang menjadi satu- satunya sumber cahaya di kamarnya. Ditemani dengan banyak buku terbuka dan kertas - kertas berserakan di sekitar tempat tidur, kertas-kertas yang tak lain adalah dokumen pemberian Sir Edric, yang terus di raba dengan jemari tonjolan tulisan braile-nya.
Laptop yang di gunakan Elly sudah dilengkapi dengan pembaca layar, memudahkan ia yang tidak bisa melihat untuk mendengarkan apa yang ia ketikkan serta apa yang ditampilkan pada layar laptopnya. Lima belas kaleng kopi kosong di atas nakas dan di bawah kasur menjadi tanda lamanya waktu yang dihabiskan Elly untuk tetap terjaga mempelajari berkas pemberian Sir Edric.
"Peperangan antara kerajaan Dal Riata dari bangsa Gael dengan kerajaan bangsa Pict menemui akhir pada abad ke-sembilan. Baik bangsa Gael dan Pict menyepakati bahwa kesatuan kekuasaan setelah perdamaian kedua bangsa berdiri di bawah naungan Raja Caustantin dari bangsa Pict. Bersatunya dua bangsa ini membantuk negara baru yang hingga saat ini dikenal sebagai Skotlandia."
Dengan seksama, Elly meraba jemari pada salah satu lembar kertas di genggamannya, sembari mendengarkan informasi ensiklopedia digital yang dipaparkan melalui suara pembaca layarnya. Haus, Elly meraba ke arah nakas untuk meneguk kopi kalengan, namun tidak ada satu kalengpun yang berisi.
Tidak lama berselang, terdengar suara ketukan dari arah pintu masuk apartemen Elly. "Hey Siri, pukul berapa sekarang?" tanya Elly pada Homepod di nakasnya.
"Sekarang sudah pukul 08:00 malam waktu setempat."
Elly tertunduk dan mengernyitkan dahi mendengar informasi yang disampaikan dari Homepod-nya, tersadar akan berapa lama waktu yang di habiskan hanya di dalam kamar apartemen. "Bloody hell," umpat Elly.
Suara ketukan pintu terdengar berulang - ulang, memaksa Elly menghentikan aktifitasnya untuk sementara. Elly turun dari kasur dan tidak sengaja menendang kaleng - kaleng kosong. Dengan sempoyongan ia berjalan keluar kamar, sembari meraba dinding yang menuntun langkahnya menuju pintu masuk apartemennya. Ketika Elly berhasil sampai di pintu masuk, ia membuka pintu, dimana seorang wanita tua sudah berdiri tepat di depan apartemennya, dengan wajah yang menggurat risau.
"Selamat malam, Elly," sapa wanita tua.
"Halo, Nyonya Margaret," sambut Elly yang mengenal suara wanita itu.
Lamat-lamat wanita tua itu memandangi sekujur tubuh Elly, hingga ia di kagetkan oleh betapa memprihatinkan kondisi gadis di hadapannya. "Oh! My! Apa yang terjadi padamu anakku?" tanya si wanita tua kaget melihat wajah pucat Elly.
"Aku ... tidak apa, Nyonya, hanya sedikit tidak enak badan," kilah Elly berusaha menahan lelah.
"Tidak! Bibirmu pucat dan kau terlihat seperti mendiang suamiku di pemakamannya! Kapan terakhir kali kau makan Elly? Tidak! Kapan terakhir kali kau tidur? Kau terlihat begitu mengkhawatirkan, Nak," tanya Margaret khawatir.
"A-Aku ... ba-baik-baik sa-saja... ha-hanya bu-butuh se-sedikit."
Suara Elly bahkan terdengar parau serta napasnya sudah terkesan berat. Karena kehabisan tenaga, Elly terkulai lemas tidak sadarkan diri di hadapan Margaret, membuatnya terkaget histeris melihat Elly terbaring tiba-tiba.
"Oh! Lord!" seru Margaret.
".........ly!"".......Elly!""........Tetaplah didalam Elly!"".........Aku ada bersamamu, Nak!""Tutup telingamu, percaya padaku!""ELEANOR!"Elly terkesiap dan kembali tersadar setelah mendapat secercah bayangan kejadian samar selama tidak sadarkan diri. Ia mendapati dirinya terbaring berbalut selimut diatas sofa.Sementara itu, Margaret sedang mencuci peralatan memasak di dapur Elly, sembari menunggu masakannya matang di dalam oven. Setelah peralatan memasak seperti wajan dan sutil bersih dan tersusun rapi di rak piring, Margaret mengambil piring dan sendok untuk menadah masakannya, serta menyeduh teh dalam cangkir.Mendengarkan suara riuh dapur dari Margaret yang tengah sibuk menyiapkan makanan, Elly mencoba bangkit dari tempatnya berbaring dan berniat membantu Margaret."Nyonya Margaret? Tidak usah repot rep-.""A! A! Ah! Jangan coba - coba turun dari tempatmu, Nona Muda!""Tidak usah khawatir, Aku bisa sendi-.""Diam dan tunggu wanita tua ini selesai memasak!"Elly yang tidak bi
Cahaya bulan bersinar menerangi laut timur Skotlandia. Sebuah kapal keruk besar tengah menepi di bibir pantai Aberdeen, dimana sudah terlihat komplotan bersenjata dengan empat mobil terparkir di belakang mereka, menunggu kedatangan kapal tersebut. Empat awak kapal bahu - membahu menurunkan dua buah sarkofagus berlumut dari atas kapal."Hanya ini yang bisa kami angkat! Kami kehabisan oksigen untuk melanjutkan pencarian di dalam!" seru salah seorang awak kapal kepada komplotan yang dipimpin seorang wanita itu.Setelah bersusah payah mengangkat sarkofagus dari kapal, para awak meletakkan keduanya dihadapan para komplotan. Dengan menggunakan linggis sarkofagus dibuka, memperlihatkan jasad yang menghitam kering setelah berabad - abad tersimpan dalam sarkofagus.Aroma busuk me
Setelah berhasil mengajak Will bekerja sama dalam pencariannya, Elly kini tengah santai membaca buku yang ditulis dengan hurufbraile, ditemani oleh Will yang sedang duduk di hadapannya, mengenakan kaca mata hitam sembari manikmati segelas sampanye, di dalam jet pribadinya, diatas awan, terbang menuju London."Ah! Nikmatnya!" ujar Will setelah meneguk gelas sampanye. "Hei, John! Mau segelas?" tawar Will pada salah seorang pengawalnya yang sedang duduk dibangku penumpang bersama delapan pengawal lainnya."Tidak, Tuan. Nikmati saja minumanmu," tolak pengawal sopan.Tak lama, salah seorang pramugari dengan anggun mengantar nampan berisi Caviar dan Sushi ke bangku eksklusif tempat Elly dan Will duduk. "Silahkan dinikmati hidangan kami, Tuan dan Nona," ujar pram
London, Ibukota Inggris serta empat negara lain yang tergabung dalam satu kesatuan, Britania Raya. Kota digdaya dengan kemajuan berbagai aspek, kota yang namanya santer terdengar diseluruh penjuru Eropa sebagai pusat negara monarki terkuat dan paling disegani di dunia. Diantara banyaknya destinasi wisata, hanya ada satu tempat yang diramaikan pasang mata setiap harinya. Istana Buckingham, rumah Keluarga Kerajaan. Pelataran Istana diramaikan oleh ribuan pengunjung dari seluruh penjuru Inggris, ada yang hanya hendak melihat megahnya istana dan ada juga yang mengabadikan momen kedatangan mereka di kediaman Ratu Elizabeth II dengan merekam ataupun memotret. Will yang masih mengenakan kacamata hitam kini tengah berdiri di pinggir keramaian bersama Elly, memantau sekitar sembari memikirkan rencana untuk bisa masuk kedalam istana. "Hmmm, ini lebih ramai dari unjuk rasa minggu lalu. Menurutmu ada jalur rahasia yang tidak dijaga?" tanya Will pada Elly yang berdiri di sampingnya. Riuh kerama
Elly masih memegangi lengan Will selama berjalan, mengikuti langkah prajurit kerajaan yang kini telah sampai di koridor lantai tiga istana, melangkah menyusuri koridor istana. Seisi koridor terlihat begitu mewah terbalut ornamen khas kerajaan yang kental. Vas bunga terpajang rapi dan anggun disepanjang koridor serta dinding koridor dipenuhi potret keluarga kerjaan, mulai dari Pangeran Phillip, Ratu Elizabeth II, Pangeran Charles, Meghan Markle, Pangeran William dan Kate Middleton, terpajang anggun di sepanjang dinding koridor."186, 187, 188, 189," gumam Elly seraya menapaki langkahnya."Kali ini apa yang kau lakukan 'hah?" tanya Will heran."191, 192, menghitung langkah," jawab Elly datar."Dan apa manfaatnya?""195, 196 aku kan buta. Kalau tongkatku hilang dan aku tersesat bagaimana? 200, 201,"Setelah lama berjalan menyusuri koridor, langkah mereka bertiga berhenti di depan pintu putih setinggi 3 meter, berba
"Selamat datang di Baskin Robbins! Mau pesan apa hari ini?,"Seperti biasa, kedai eskrim kenamaan Baskin Robbins dipadati banyak pelanggan, sementara para karyawan di balik meja kasir, sibuk menyiapkan pesanan serta melayani antrian pelanggan, yang jumlahnya lebih banyak ketimbang karyawan yang bekerja. Beberapa karyawan terlihat hilir-mudik keluar-masuk dapur untuk menyiapkan serta memberikan pesanan para pelanggan yang didominasi oleh kaula muda."TigaMint Ice Cream Cakedan satuMarshmallow milkshake!"seru Hana yang baru saja meletakkan nampan berisi pesanan di atas meja kasir."Setelah ini siapkan duaStrawberry Waffle Conedan duaBlueberry Smoothieya, Hana!" sambut salah seorang karyawan sembari mengambil nampan yang dibawa Hana untuk diantar ke pelanggan."On it,Kate!" balas Hana yang langsung dengan cepat berjalan ke dapur.Baik Hana dan karyawan l
Selama hampir satu jam menelusuri rak itu, keduanya belum juga menemukan catatan Raja Edward III, bahkan Elly sampai duduk bersandar di samping pajangan pedang menunggu keduanya menemukan buku tersebut."Kau temukan sesuatu, Tuan Albert?" tanya Will yang masih mencari di rak bagian bawah."Masih belum. Aku juga heran, harusnya catatan para Raja tersimpan semua disini," balas Albert sembari mengusap kacamatanya yang ketutupan debu.Will mulai kelelahan dan hilang harap karena ia dan Albert belum kunjung menemukan buku yang mereka cari. Namun, secercah harapan muncul setelah Elly yang teringat akan sesuatu bangkit dari sandarannya."Atau, catatan Raja Edward III memang tidak pernah tersimpan disini! Raja Edward III di-cap sebagaiDisinheritedkarena berkonspirasi dengan Raja Skotlandia, Edward Balliol, dalam pertempuran di Bannockburn. Ia tidak dianggap sebagai penguasa Inggris karena bekerja sama dengan Kerajaan Skotlandia dengan menjanj
Setelah berhasil mendapatkan petunjuk di Istana Buckingham, perjalanan Elly, Will dan Albert berlanjut ke Birmingham sesuai dengan petunjuk dalam berkas Sir Edric. Ketiganya sedang di tengah perjalanan dengan mengendarai BMW M3 Sedan berwarna merah, diikuti oleh dua mobil berjenis sama yang berisi delapan orang pengawal pribadi Will, menyusuri lalu lintas London yang tidak terlalu padat."Sebenarnya kau tidak perlu berkendara, Tuan Albert. Kami mungkin butuh bantuanmu, tapi tidak sejauh ini. Benar kan, Elly?" ujar Will sembari bertanya pada Elly di jok belakang."Kau hanya tidak mau aku buat mobil ini lecet kan, Wilfred? Hahaha! Asal kau tahu saja, orang tua ubanan ini pernah mengantar Pangeran Charles ke Sheffield mengendarai Limousin. Jangan kira aku tidak paham bagaimana menangani mobil - mobil mahal," balas Albert sombong."Jadi, setibanya di London kau membeli tiga mobil hanya untuk kita berpergian, Will?" tanya Elly."Jet-ku tidak bisa mengangkut mo