Meski sudah diberi headset untuk meredam suara mesin helikopter di tengah penerbangan, Elly masih gemetaran sambil memeluk erat Hana. Hana yang melihat temannya panik tidak bisa berhenti khawatir, terus mengelus kepala Elly untuk menenangkannya.
"Elly? Elly? Hei kau dengar aku?" tanya Hana yang memastikan komunikasi antar headset dengan Elly berjalan baik.
"Ke-ke-kecilkan suaramu, Hana," rintih Elly gemetar.
Awak helikopter yang menjemput mereka tadi terheran melihat Elly yang begitu paniknya hanya karena mendengar suara mesin helikopter. "Maaf jika lancang, boleh aku tahu apa yang terjadi pada teman anda?" tanyanya.
"Pendengarannya sensitif, ia sering panik ketika mendengar suara - suara keras," jelas Hana. Mendengar penjelasan Hana, si awak hanya mengangguk paham tanpa bertanya lebih lanjut, takut salah bicara.
Setelah menjalani sekitar dua puluh menit penerbangan, akhirnya tujuan pendaratan helikopter sudah mulai terlihat. "Bersiaplah, Nona-nona, sebentar lagi kita akan mendarat," ujar orang suruhan Sir Edric sembari melihat kedepan, memastikan lokasi pendaratan.
Sebuah Mansion megah berlantai tiga serta halaman yang lebih luas dari ukuran Mansion itu sendiri sudah terlihat. Taman bunga besar memenuhi area samping halaman dan air mancur raksasa berdiri anggun nan megah di tengah halaman.
Helikopter yang membawa Hana dan Elly bersiap mendarat di landasan pesawat pribadi, yang terletak di balik dinding pembatas beton di belakang Mansion menghadap lautan, dimana terlihat empat helikopter dan dua jet pribadi terparkir rapi.
Helikopter berhasil mendarat, dengan berhati hati awak helikopter memandu Hana dan Elly turun dari helikopter. Tak jauh dari lokasi pendaratan sudah ada mobil Mercedes Benz lengkap dengan supirnya. "Orang kaya tidak tahu apa itu 'berjalan' ya?" dengus Hana.
"Sudahlah nikmati saja, jarang - jarang begini kan?" ujar Elly.
Hana menggandeng tangan Elly menuntun memasuki mobil, lalu diantar berkendara menuju Mansion yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi pendaratan.
Setelah berkendara beberapa menit, bak tamu kehormatan Hana dan Elly disambut sopan oleh seorang pelayan wanita di pintu belakang Mansion setelah keduanya menuruni mobil. "Selamat datang di Mansion Arathorn, Tuan Besar menanti kedangan anda," sambut sopan si pelayan seraya mengangguk lembut.
Setelah menyambut Hana dan Elly, si pelayan memandu dengan berjalan paling depan diikuti oleh Hana dan Elly yang berjalan sambil meraba sekitar dengan White Cane nya. Tibanya didalam Mansion mereka disambut dengan ruangan luas yang tersambung ke pintu masuk dihiasi barang - barang klasik dan lukisan yang terlihat mahal dari abad pertengahan.
"Tiga puluh, tiga puluh satu, tiga puluh dua, tiga puluh tiga," gumam Elly seiring berjalan menyusuri Mansion.
"Elly kau sedang apa?" tanya Hana heran.
"tiga puluh lima, tiga puluh enam. Menghitung langkah, kebiasaan jika tiba ditempat baru. Wajar bukan untuk orang buta sepertiku? Empat puluh satu, empat puluh dua," jawab Elly melanjutkan sembari fokus merabakan tongkat tunanetra ke sekitarnya.
Si pelayan berjalan kearah tangga, menaiki tangga yang menuju lantai dua, kemudian berjalan lagi ke salah satu pintu di koridor dan memasukinya. Di dalam ruangan itu terlihat empat pelayan pria berdiri disisi kanan dan kiri Sir Edric Arathorn yang duduk diujung meja makan besar.
Meja makan diisi oleh hidangan yang amat menggugah, bistik panggang dengan balutan saus spesial berwarna hijau kemerahan serta hiasan wortel disamping dan parsley diatasnya, sepiring besar kalkun panggangdisertai potongan limun yang ikut terpanggang di sampingnya dan tiga gelas jus jeruk tertuang rapi dalam gelas wine, lengkap dengan sedotan besi berkilauan. Semuanya adalah hidangan yang hanya bisa dibuat oleh koki kelas atas.
"Ah, datang juga tamuku, silahkan silahkan, anggap saja rumah sendiri. Kujamin, daging kalkun kami sangatlah nikmat," sambut Sir Edric ramah.
"Aku harap, ini rumahku sendiri," celetuk pelan Hana yang kaget mendapat pelayanan bak jamuan restoran bintang lima.
Aroma masakan menyeruak, seketika merangsang indera penciuman Elly. "Aromanya enak," ujar Elly seraya mengendus lembut.
Dua pelayan pria menarik kursi di sisi kanan meja makan, mempersilahkan Hana dan Elly untuk duduk dan menikmati jamuan. Tidak lupa kedua pelayan itu mengambil piring, garpu dan pisau bistik dari troli makanan lalu diletakkan rapi di hadapan Sir Edric dan tamunya. Selanjutnya, kedua pelayan itu mengambil pisau dapur dan garpu, dengan cekatan memotong kalkun dan bistik lalu ditaruh rapi diatas piring ketiganya.
"Terima kasih banyak, Pak," ujar Hana canggung pada pelayan yang barusan menaruh daging sapi dan kalkun di piringnya.
"Sudah tugasku, Nona," jawab pelayan sopan.
Sir Edric nampak sangat menikmati hidangannya, terutama saat menyantap daging dada kalkun diatas piringnya. Elly menyayat lembut daging sapi yang dihidangkan dan melahapnya perlahan, mencermati rasa makanan yang belum pernah ia rasa sebelumnya. Meski heran dan ingin menanyakan maksud undangan jamuan ini, Hana tetap dengan santai menikmati hidangan seperti yang lainnya, tidak ingin merusak suasana hangat jamuan.
"Semuanya sesuai selera anda Nona?" tanya pelayan pria pada Elly sembari membungkuk sopan.
"Owh! Ya!" jawab Elly tersentak. "Emm, saus apa yang digunakan pada daging ini?" lanjutnya bertanya Elly.
"Salsa Verde dengan rebusan Penfold Grange Hermitage tahun 1951 dan Tiram Osaka yang dibakar bersama Truffle, Nona. Kami bisa ganti pakai saus lain jika anda tidak suka," jawab pelayan merinci.
"Oh tidak-tidak. Ini sempurna, terima kasih," sergah Elly menolak tawaran si pelayan.
"Aku baru tahu kalau Wine bisa dijadikan bahan masakan. Dan yang digunakan adalah yang tua. Sepiring makanan ini pasti lebih mahal dari uang sewa apartemenku 10 tahun," timpal Hana sembari melahap Bistik.
"Hari berat terasa lebih baik jika ditutup dengan hidangan nikmat, bukan begitu? Hahaha," celetuk Sir Edric, membuat Elly tersentak kecil mendengarnya, mengingat hari berat Sir Edric disebabkan olehnya.
Disaat semuanya tengah santai menikmati hidangan, Will mendorong kasar pintu masuk ruang makan dan berjalan dengan raut wajah marah, masih dengan pakaian dipenuhi noda Frappucino. "Apa maksudnya ini pak tua! Kenapa kau mengganggu pekerjaanku!?," tukas Will emosi.
"Pekerjaanmu? Kau keracunan apa Wilfred?" celetuk Sir Edric santai.
"Perempuan buta itu mengacaukan bisnisku! Harusnya aku yang selesaikan sendiri! Tidak perlu bantuanmu!" tukas Will lagi menunjuk Elly.
Hana berdiri mendengar kalimat tidak sopan Will terhadap Elly. "Hei jaga ucapanmu! Hargai keterbatasan temanku!" maki balik Hana.
Will berjalan berhadap muka dengan Hana. "Akan kubuat kau dan teman butamu itu menjilati sepatuku karena ulah kalian hari ini!" ancam WIll.
PLAKK!
Hana tertegun melihat Elly sudah berada disampingnya dan melayangkan tamparan keras kewajah Will. "Aku benci suara keras, terutama dari teriakan yang menyela temanku!" sergah Elly kesal.
"BAJINGAN!"
Will yang hendak menyerang balik Elly terhalang oleh salah satu pelayan yang dengan sigap menghadangnya menjauhi Elly. "Awas kau! Tunggu aku diluar! Biar tahu kau siapa aku!" maki Will meledak - ledak, meski tengah diseret paksa oleh pelayan untuk keluar.
Merasa jamuan yang digelarnya sudah tidak mengenakkan akibat kedatangan Will, Sir Edric berdiri dan menepuk tangan dua kali. Mendengarnya, dengan sigap pelayannya membereskan meja makan, mengangkat semua hidangan beserta peralatan makan ke troli makanan.
"Meski belum pasti, tapi biar kutebak, semua ini ada hubungan dengan tulisanku mengenai anak perusahaanmu bukan, Sir?" terka Elly.
"Lebih dari itu," jawab Sir Edric. "Izinkan aku berbicara berdua dengannya, apa kau keberatan?" tanya Sir Edric pada Hana.
Hana yang merasa keberatan mendengar permintaan Sir Edric hanya diam tanpa bisa berkata, disisi lain ia merasa tidak enak menolak permintaan orang berpengaruh di Inggris itu, namun disisi lain, ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Elly.
Elly merasakan kebimbangan Hana karena tidak menjawab pertanyaan Sir Edric. Ia meraba udara hingga tangannya berhasil meraih tangan Hana. "Its all okay. Sir Edric orang baik, kok. Buktinya, kita disambut seperti bangsawan. Tunggu aku diluar, oke?" ujar Elly.
Mendengar ucapan Elly, Hana hanya bisa memercayakan semuanya pada temannya. Ia mengangguk lalu memeluk Elly. Sebelum para pelayan meninggalkan ruang makan, Sir Edric menghampiri salah satu pelayannya dan membisik sesuatu padanya. Usai berbisik, pelayan itu menyusul pelayan lain meninggalkan ruang makan.
"Shall we?" tanya Sir Edric mempersilahkan Elly kembali duduk di kursinya.
"Sir, aku ingin meminta maaf jika tulisanku sudah membuatmu kerepotan hari ini. Aku juga ingin meminta maaf karena berapapun yang ingin kau bayar, aku tidak akan menarik tulisan yang sudah kubuat," tegas Elly.
"Aku sudah tahu kau akan berkata demikian. Ayolah, aku tengah berhadapan dengan Ether, seorang wartawan lepas yang sudah banyak mengirim tulisan artikel untuk media - media kenamaan Inggris. Namamu santer terdengar dikalangan jurnalis, apalagi setelah kau menolak tawaran menjadi wartawan tetap BBC," puji Sir Edric.
"Tolong jangan terlalu meninggikan, tapi aku cukup kagum mendengar kau tahu banyak informasi mengenaiku. Bisa tidak kita bicara tentang tujuanmu membawaku kesini?" tanya Elly.
"Berjumpa denganmu ibarat menemukan mutiara dikedalaman laut. Karena aku kagum dengan semua hasil tulisanmu, terutama yang kau kirim ke Fox dan CNN, lets make a deal," tawar Sir Edric.
Ditengah perbincangan pelayan yang tadi berbisik dengan Sir Edric kembali memasuki ruang makan dengan membawa sebuah map. Pelayan itu menaruh map yang dibawanya diatas meja makan dihadapan Elly dengan sopan. "Ada tugas khusus yang ingin kuberikan padamu. Silahkan buka map dihadapanmu untuk mengetahuinya lebih lanjut," papar Sir Edric.
Elly meraba meja makan hingga tangannya berhasil meraih map. Ia kemudiam membuka map berisi puluhan lembaran kertas yang ditulis dengan huruf braile.
"Northern Union Loot? Disini tertulis bahwa dokumen ini milik The Council for British Archeology atau CBA. Apa yang harus kulakukan dengan ini hingga kau cetak dokumen - dokumen ini menggunakan braile?" tanya Elly heran setelah membaca salah satu kertas lembar didalam map.
"Northern Union Loot, harta jarahan pasca peperangan abad ke-sembilan diwilayah Utara Britania. Digadang - gadang akan menjadi temuan paling bersejarah karena perkiraan jumlah harta yang melimpah seiring dengan berlangsungnya peperangan lintas abad. Namun dengan alasan yang tidak bisa diberitahukan, pencarian dihentikan. But lucky me, aku bertemu dengan orang yang bisa menyelesaikan pencarian ini, dihadapanku," papar Sir Edric.
"Sir, kau nampaknya terlalu optimis. Ini penelitian arkelogis CBA. Pasti butuh pakar professional untuk menjalankan pencarian ini. Juga, disini tertulis bahwa pencarian dihentikan 19 tahun yang lalu. Dan sekarang kau menugaskan jurnalis antah berantah? Yang melihat saja aku tidak bisa? Aku khawatir pencarian belum tentu selesai di dekade selanjutnya," terang Elly berkilah.
"Jurnalis antah berantah yang berhasil mengusut skandal rasisme kepolisian Westminster dan penyalahgunaan kuasa walikota Liverpool, tentu saja. Temuan artefak dan laporan vital pasca penelitian sudah didapatkan. Aku sempat berinvestasi pada pencarian ini, namun CBA nampaknya tidak tertarik melanjutkan pencarian meski aku yang memintanya. Yang harus kau lakukan adalah baca semua berkas itu dan susun kepingan Puzzlenya," imbuh Sir Edric.
"Kau orang yang penuh kejutan, Sir Edric. Pastinya ada imbalan tersendiri jika Northern Union Loot ditemukan bukan? Dan mengingat fakta bahwa tugas ini diberikan setelah berita tentang Thorn Construction disiarkan, bukankah ini terkesan seperti suap, Sir? Bagaimana jika aku menolak?" tantang Elly.
"Tulisanmu mengenai Thorn Construction membuat penurunan saham perusahaan utama sebesar 21%. Aku mau kau gantikan setiap penny kerugianku. Siapa yang salah dan siapa yang benar bisa dengan mudah kuatur. Jadi, terima tawaranku atau ganti kerugianku, Eleanor Aetherelt? Waktumu dua minggu," balas Sir Edric mengintimidasi.
Elly tersentak dan terdiam tidak bisa membalas mendengar perkataan Sir Edric. Ia juga terkejut mengetahui fakta bahwa Sir Edric sudah tahu sejauh itu mengenal dirinya.
~TO BE CONTINUED~
Sementara itu di luar ruang makan, Hana mondar mandir di koridor, khawatir akan hal buruk terjadi pada temannya yang sedang berbincang dengan Sir Edric. Will juga sedang jongkok di pinggir koridor sembari menekuri ponselnya, menunggu kesempatan untuk berbicara dengan Sir Edric. Salah satu pelayan sedang berjaga didepan pintu masuk ruang makan, mencegah orang lain masuk dan mengganggu perbincangan Elly dan Sir Edric, juga mencegah agar Will dan Hana bertengkar lagi."Temanmu disetubuhi!" ledek Will yang masih sibuk dengan ponselnya.Hana terbelalak, wajahnya berubah berang setelah mendengar hinaan Will pada temannya. "Apa maksud perkataan menjijikkanmu itu!" sergah Hana yang seketika berhenti mondar – mandir."Setiap orang punya cara sendiri untuk berdamai, dan mungkin ayahku memilih berdamai dengan cara menggagahi temanmu. Konglomerat biasa begitu," duga Will asal - asalan.Muak dengan perlakuan Will di Houndshill dan perkataannya saat ini terhadap Elly, Hana menderap kehadapan Will,
".........ly!"".......Elly!""........Tetaplah didalam Elly!"".........Aku ada bersamamu, Nak!""Tutup telingamu, percaya padaku!""ELEANOR!"Elly terkesiap dan kembali tersadar setelah mendapat secercah bayangan kejadian samar selama tidak sadarkan diri. Ia mendapati dirinya terbaring berbalut selimut diatas sofa.Sementara itu, Margaret sedang mencuci peralatan memasak di dapur Elly, sembari menunggu masakannya matang di dalam oven. Setelah peralatan memasak seperti wajan dan sutil bersih dan tersusun rapi di rak piring, Margaret mengambil piring dan sendok untuk menadah masakannya, serta menyeduh teh dalam cangkir.Mendengarkan suara riuh dapur dari Margaret yang tengah sibuk menyiapkan makanan, Elly mencoba bangkit dari tempatnya berbaring dan berniat membantu Margaret."Nyonya Margaret? Tidak usah repot rep-.""A! A! Ah! Jangan coba - coba turun dari tempatmu, Nona Muda!""Tidak usah khawatir, Aku bisa sendi-.""Diam dan tunggu wanita tua ini selesai memasak!"Elly yang tidak bi
Cahaya bulan bersinar menerangi laut timur Skotlandia. Sebuah kapal keruk besar tengah menepi di bibir pantai Aberdeen, dimana sudah terlihat komplotan bersenjata dengan empat mobil terparkir di belakang mereka, menunggu kedatangan kapal tersebut. Empat awak kapal bahu - membahu menurunkan dua buah sarkofagus berlumut dari atas kapal."Hanya ini yang bisa kami angkat! Kami kehabisan oksigen untuk melanjutkan pencarian di dalam!" seru salah seorang awak kapal kepada komplotan yang dipimpin seorang wanita itu.Setelah bersusah payah mengangkat sarkofagus dari kapal, para awak meletakkan keduanya dihadapan para komplotan. Dengan menggunakan linggis sarkofagus dibuka, memperlihatkan jasad yang menghitam kering setelah berabad - abad tersimpan dalam sarkofagus.Aroma busuk me
Setelah berhasil mengajak Will bekerja sama dalam pencariannya, Elly kini tengah santai membaca buku yang ditulis dengan hurufbraile, ditemani oleh Will yang sedang duduk di hadapannya, mengenakan kaca mata hitam sembari manikmati segelas sampanye, di dalam jet pribadinya, diatas awan, terbang menuju London."Ah! Nikmatnya!" ujar Will setelah meneguk gelas sampanye. "Hei, John! Mau segelas?" tawar Will pada salah seorang pengawalnya yang sedang duduk dibangku penumpang bersama delapan pengawal lainnya."Tidak, Tuan. Nikmati saja minumanmu," tolak pengawal sopan.Tak lama, salah seorang pramugari dengan anggun mengantar nampan berisi Caviar dan Sushi ke bangku eksklusif tempat Elly dan Will duduk. "Silahkan dinikmati hidangan kami, Tuan dan Nona," ujar pram
London, Ibukota Inggris serta empat negara lain yang tergabung dalam satu kesatuan, Britania Raya. Kota digdaya dengan kemajuan berbagai aspek, kota yang namanya santer terdengar diseluruh penjuru Eropa sebagai pusat negara monarki terkuat dan paling disegani di dunia. Diantara banyaknya destinasi wisata, hanya ada satu tempat yang diramaikan pasang mata setiap harinya. Istana Buckingham, rumah Keluarga Kerajaan. Pelataran Istana diramaikan oleh ribuan pengunjung dari seluruh penjuru Inggris, ada yang hanya hendak melihat megahnya istana dan ada juga yang mengabadikan momen kedatangan mereka di kediaman Ratu Elizabeth II dengan merekam ataupun memotret. Will yang masih mengenakan kacamata hitam kini tengah berdiri di pinggir keramaian bersama Elly, memantau sekitar sembari memikirkan rencana untuk bisa masuk kedalam istana. "Hmmm, ini lebih ramai dari unjuk rasa minggu lalu. Menurutmu ada jalur rahasia yang tidak dijaga?" tanya Will pada Elly yang berdiri di sampingnya. Riuh kerama
Elly masih memegangi lengan Will selama berjalan, mengikuti langkah prajurit kerajaan yang kini telah sampai di koridor lantai tiga istana, melangkah menyusuri koridor istana. Seisi koridor terlihat begitu mewah terbalut ornamen khas kerajaan yang kental. Vas bunga terpajang rapi dan anggun disepanjang koridor serta dinding koridor dipenuhi potret keluarga kerjaan, mulai dari Pangeran Phillip, Ratu Elizabeth II, Pangeran Charles, Meghan Markle, Pangeran William dan Kate Middleton, terpajang anggun di sepanjang dinding koridor."186, 187, 188, 189," gumam Elly seraya menapaki langkahnya."Kali ini apa yang kau lakukan 'hah?" tanya Will heran."191, 192, menghitung langkah," jawab Elly datar."Dan apa manfaatnya?""195, 196 aku kan buta. Kalau tongkatku hilang dan aku tersesat bagaimana? 200, 201,"Setelah lama berjalan menyusuri koridor, langkah mereka bertiga berhenti di depan pintu putih setinggi 3 meter, berba
"Selamat datang di Baskin Robbins! Mau pesan apa hari ini?,"Seperti biasa, kedai eskrim kenamaan Baskin Robbins dipadati banyak pelanggan, sementara para karyawan di balik meja kasir, sibuk menyiapkan pesanan serta melayani antrian pelanggan, yang jumlahnya lebih banyak ketimbang karyawan yang bekerja. Beberapa karyawan terlihat hilir-mudik keluar-masuk dapur untuk menyiapkan serta memberikan pesanan para pelanggan yang didominasi oleh kaula muda."TigaMint Ice Cream Cakedan satuMarshmallow milkshake!"seru Hana yang baru saja meletakkan nampan berisi pesanan di atas meja kasir."Setelah ini siapkan duaStrawberry Waffle Conedan duaBlueberry Smoothieya, Hana!" sambut salah seorang karyawan sembari mengambil nampan yang dibawa Hana untuk diantar ke pelanggan."On it,Kate!" balas Hana yang langsung dengan cepat berjalan ke dapur.Baik Hana dan karyawan l
Selama hampir satu jam menelusuri rak itu, keduanya belum juga menemukan catatan Raja Edward III, bahkan Elly sampai duduk bersandar di samping pajangan pedang menunggu keduanya menemukan buku tersebut."Kau temukan sesuatu, Tuan Albert?" tanya Will yang masih mencari di rak bagian bawah."Masih belum. Aku juga heran, harusnya catatan para Raja tersimpan semua disini," balas Albert sembari mengusap kacamatanya yang ketutupan debu.Will mulai kelelahan dan hilang harap karena ia dan Albert belum kunjung menemukan buku yang mereka cari. Namun, secercah harapan muncul setelah Elly yang teringat akan sesuatu bangkit dari sandarannya."Atau, catatan Raja Edward III memang tidak pernah tersimpan disini! Raja Edward III di-cap sebagaiDisinheritedkarena berkonspirasi dengan Raja Skotlandia, Edward Balliol, dalam pertempuran di Bannockburn. Ia tidak dianggap sebagai penguasa Inggris karena bekerja sama dengan Kerajaan Skotlandia dengan menjanj